Universitas Sumatera Utara
utama harus diukur karena hasil pengukuran tersebut bisa berkorelasi dengan tinggi bumper, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kendaraan yang menabrak.
Pemeriksaan postmortem sebaiknya melibatkan pemeriksaan tubuh korban, pemeriksaan pakaian, serta material lainnya yang diikutsertakan bersama
korban. Dokter yang melakukan pembedahan otopsi akan mencari serta mengidentifikasi robekan yang baru saja terjadi, noda minyak, noda darah, tanah
maupun noda lainnya, yang ada pada pakaian. Noda minyak, noda darah dan noda tanah, lumpur, pasir, dan lain-lain harus diperhatikan dan diidentifikasi
jumlahnya, ukurannya, serta lokasinya Nandy, 2001. Kemungkinan penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang yang berkontribusi terhadap terjadinya
kecelakaan harus selalu dipertimbangkan dan lakukan pengambilan sampel darah maupun urin pada pemeriksaan postmortem untuk diperiksa di laboratorium
Shepherd, 2003.
2.3.2 Perlukaan dan Interpretasinya dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas
Dalam ilmu perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam. Luka merupakan kerusakan atau hilangnya hubungan antar jaringan discontinuous
tissue seperti jaringan kulit, jaringan lunak, jaringan otot, jaringan pembuluh darah, jaringan syaraf , dan jaringan tulang. Trauma tumpul ialah suatu ruda paksa
yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-benda tumpul. Hal ini disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan tumpul, seperti
batu, kayu, martil, terkena bola, ditinju, jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain sebagainya Satyo, 2006.
Trauma tumpul dapat menyebabkan tiga macam luka yaitu luka memar contusion, luka lecet abrasio, dan luka robek vulnus laceratum. Trauma
tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu luka
iris atau luka sayat vulnus scissum, luka tusuk vulnus punctum, atau luka bacok vulnus caesum Satyo, 2006.
Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Perbedaan Antara Trauma Tumpul dan Trauma Tajam
Trauma Tumpul
Tajam
Bentuk luka Teratur
Tidak teratur Tepi luka
Tidak rata Rata
Jembatan jaringan Ada
Tidak ada Rambut
Tidak ikut terpotong Ikut terpotong
Dasar luka Tidak teratur
Berupa garis atau titik Sekitar luka
Ada luka lecet atau memar
Tak ada luka lain
Sumber : Satyo 2006. Perlukaan setelah kecelakaan yang melibatkan kendaraan bermotor
merupakan konsekuensi dari kecepatan, lingkungan, karakteristik kendaraan yang terlibat, perangkat keselamatan, peralatan pelindung, dan karakteristik tubuh.
Perlukaan oleh karena benda tajam maupun tumpul dalam berbagai ukuran, jumlah, dan kombinasi, mulai dari cedera minimal yang tidak memerlukan
pengobatan, hingga ada bagian tubuh yang putus dan perlukaan yang fatal, dapat ditemui. Perlukaan eksternal dan internal mungkin tidak selalu sesuai. Terkadang
didapatkan temuan yang ekstensif pada permukaan tubuh, tetapi secara klinis atau pada saat otopsi, perlukaan dalam didapatkan dalam jumlah terbatas. Di sisi lain,
cedera yang mematikan seperti laserasi dan rupture organ internal dapat terjadi tanpa adanya tanda pada permukaan tubuh Nordrum I , 2005.
Konsekuensi anatomi dari cedera benda tumpul adalah abrasi, memar, kontusio, avulsi, laserasi, ruptur, dan fraktur. Cedera tumpul juga dapat
mempengaruhi fungsi organ tanpa meninggalkan tanda secara anatomi. Contoh penting misalnya aritmia jantung yang fatal setelah trauma pada dada, dan gegar
otak setelah trauma kepala. Gegar otak dapat mengakibatkan ketidaksadaran dan konsekuensi sekunder yang mengancam nyawa seperti hipotermia dan perdarahan
terus menerus dari luka. Kompresi dada akan menimbulkan jejas secara anatomi. Tanda yang dapat diamati yaitu pada kulit, fraktur pada iga, dan perdarahan pada
paru. Cedera laserasi internal terjadi ketika jaringan lunak atau organ, menerima energi kinetik akibat perubahan cepat pada kecepatan. Perbedaan kekuatan fiksasi
Universitas Sumatera Utara
dari organ internal terhadap struktur di sekelilingnya berkontribusi dalam menentukan pola dan keparahan perlukaan Nordrum I, 2005.
Cedera tumpul pada paha dan bokong bisa mengakibatkan timbulnya rongga pada jaringan lunak. Perdarahan yang berasal dari rongga tersebut dapat
sangat banyak hingga menyebabkan kematian. Dua cedera klasik dan fatal pada dada dan kepala yang sering terjadi , yaitu pertama ruptur aorta akibat trauma,
yang mana disebabkan karena deselerasi berkekuatan besar. Yang lainnya adalah hinge fracture pada tengkorak yang secara tipikal terjadi pada tulang petrous dan
sella turcica pada dasar tengkorak. Fraktur tersebut biasanya disebabkan oleh tabrakan jenis sideway. Abrasi ekstensif pada kulit dapat terlihat jika seseorang
mengalami deselerasi pada permukaan jalan yang kasar. Luka bakar akibat pergesekan juga bisa didapatkan Nordrum, 2005.
Mekanisme perlukaan yang timbul akibat kecelakaan lalu lintas dijelaskan dalam uraian di bawah ini:
A. Perlukaan Pada Pejalan Kaki Perlukaan pejalan kaki pada kecelakaan lalu lintas sering kali berupa
cedera akibat benda tumpul yang berkekuatan besar. Trauma yang dialami pada umumya meliputi kepala, thoraks, dan ekstremitas bawah American College of
Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Berdasarkan urutan kejadiannya, maka perlukaan pejalan kaki pada kecelakaan lalu lintas tebagi atas Nandy, 2001:
1. Primary impact injuries
Gambar 2.1 Diagram representasi primary impact injuries Sumber: Guharaj, 2003
Universitas Sumatera Utara
Primary impact injuries yaitu ketika kendaraan menabrak korban hingga tumbang untuk pertama kali. Perlukaan tersebut sangat penting diidentifikasi
untuk mendeteksi kendaraan yang menabrak, karena perlukaan yang diakibatkan memunculkan bentuk dari bagian kendaraan yang menabrak misalnya abrasi yang
tercetak maupun memar yang menyerupai pola tertentu. Jadi, jika bagian depan dari kendaraan menabrak tubuh, maka bentukan bagian tersebut dapat saja
tercetak pada tubuh korban. Letak primary impact injury pada tubuh korban juga dapat dipakai untuk menentukan perkiraan tinggi kendaraan Nandy, 2001.
Tinggi bemper versus ketinggian pasien merupakan faktor kritis dalam trauma yang terjadi. Pada orang dewasa dengan posisi berdiri, benturan awal
dengan bemper biasanya mengenai tungkai dan pelvis. Trauma lutut terjadi sama seringnya seperti trauma pelvis. Anak-anak lebih mungkin terkena dada dan
abdomen. Dengan berubahnya desain kendaraan, di mana bemper lebih rendah, maka pola cideranya pun bergeser, dimana baik dewasa maupun anak trauma
ekstremitas bawah lebih menonjol. Namun kecenderungan ini tidak berlaku bagi kendaraan truk pick-up ataupun kendaraan rekreasi yang sering ada di jalan raya
American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. 2. Secondary Impact Injuries
Gambar 2.2 Diagram representasi secondary impact injuries Sumber: Guharaj, 2003
Perlukaan ini merupakan hasil dari tubrukan antara tubuh dan kendaraan yang terjadi kedua kali. Setelah tubrukan yang pertama kali, korban akan
Universitas Sumatera Utara
terlempar dan terjatuh ke tanah di depan kendaraan, jika kendaraan tetap bergerak, ban kendaraan akan melindas korban. Korban dapat dilindas oleh ban depan
maupun ban belakang. Laserasi avulsi merupakan perlukaan yang paling sering pada korban yang terlindas Nandy, 2001. Trauma dada dan kepala merupakan
akibat dari benturan dengan atap dan kaca American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
3. Secondary injuries
Gambar 2.3 Diagram representasi secondary injuries Sumber: Guharaj, 2003 Perlukaan ini muncul pada korban setelah jatuh ke tanah karena ditabrak
oleh kendaraan dan terjadi pergesekan atau tubrukan dengan tanah. Pemeriksaan yang teliti, mencari adanya pasir, tanah maupun kerikil pada luka dapat menjadi
bukti keterkaitan tempat kejadian dengan perlukaan. Perlukaan yang tersering didapatkan adalah grazed abrasions serta stretched lacerations Nandy, 2001.
Trauma kepala dan tulang belakang dapat terjadi karena pasien terjatuh ke tanah atau mengalami akselerasi dan mengenai obyek lain sebagai tambahannya.
Trauma kompresi organ dapat terjadi pada keadaan ini American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
B. Perlukaan Pada Pengguna Kendaraan Roda Dua Pengendara maupun penumpangnya dapat mengalami kompresi,
akselerasideselerasi, dan trauma tipe robekan shear. Pengendara tidak dilindungi oleh perlengkapan pengaman sebagaimana halnya pengendara mobil.
Mereka hanya dilindungi oleh pakaian dan perlengkapan pengaman yang dipakai
Universitas Sumatera Utara
langsung pada badannya, helm, sepatu, atau pakaian pelindung. Hanya helm yang memiliki kemampuan untuk mendistribusi transmisi energi dan mengurangi
intensitas benturan, ini pun sangat terbatas American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Helm yang digunakan oleh pengendara sepeda bermotor maupun bukan bermotor telah terbukti secara meyakinkan dapat menurunkan angka kematian,
kejadian trauma kepala berat, pemendekan waktu perawatan, mengurangi biaya rumah sakit, dan mungkin berhubungan dengan berkurangnya kebiasaan
mengambil risiko. Baik pada pengendara sepeda maupun sepeda motor, trauma kepala akan terjadi pada lebih dari 13 kasus trauma dan 66 akan dirawat.
Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian nomor satu 85 di antara penyebab kematian lain pada pengendara sepedasepeda motor American College
of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Walaupun kemampuan helm untuk melindungi kepala agak terbatas
namun penggunaanya jangan diremehkan. Helm didesain untuk mengurangi kekuatan yang mengenai kepala dengan cara mengubah energi kinetik benturan
melalui kerja deformasi dari bantalannya dan diikuti dengan mendistribusikan menyebarkan kekuatan yang menimpa tersebut melalui area yang seluas-
luasnya. Secara nyata helm mampu mengurangi transfer energi dengan cara translasi. Secara umum dianggap bahwa yang sangat sering menyebabkan trauma
otak adalah akselerasi angular atau rotasional. Helm akan mengurangi gaya rotasional pada benturan. Anggapan bahwa dengan makin banyaknya penggunaan
helm oleh pengendara sepedamotor akan secara relatif meningkatkan trauma organ lain selain kepala, khususnya trauma servikal, belum terbukti American
College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Jelas bahwa semakin sedikit alat pelindung semakin besar risiko terjadinya
trauma. Mekanisme trauma yang mungkin terjadi dalam tabrakan motor atau sepeda meliputi benturan frontal, lateral, terlempar, dan “laying the bike down”.
Di samping itu pengendara mungkin mengalami trauma karena jatuh dari sepedamotor, atau terperangkap oleh komponen-komponen mekanik American
Universitas Sumatera Utara
College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Berikut adalah uraian mengenai mekanisme trauma pada pengguna kendaraan roda dua:
1. Benturan Frontal-Ejeksi Terlempar Pada saat gerakan ke depan kepala, dada, atau perut pengendara mungkin
membentur setang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas melewati setang kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan setang kemudi, dan dapat terjadi
fraktur femur bilateral. Derajat trauma yang dialami selama tabrakan sekunder bergantung kepada tempat benturan, energi kinetik dari pengendaramotornya, dan
interval waktu lamanya energi ini bekerja American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
2. Benturan Lateral Ejeksi Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup
tungkai bawah. Crush injury pada tungkai bawah sering dijumpai. Kalau pengendara sepedamotor ditabrak oleh kendaraan bergerak, maka pengendara
akan rawan untuk mengalami tipe trauma yang sama dengan pemakai mobil yang mengalami tabrakan samping. Tidak seperti penumpang dalam mobil, pengendara
sepedamotor tidak memiliki struktur kompartemen bagi penumpang yang dapat mengurangi pemindahan energi kinetik benturan. Pengendara menerima energi
benturan secara penuh. Sebagaimana halnya dalam benturan frontal, tabrakan trauma yang dialami selama benturan dengan tanah atau obyek-obyek statis
lainnya American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. 3. Laying The Bike Down
Untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan obyek yang akan ditabraknya, pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya ke samping
membiarkan kendaraannya bergeser, dan ia sedikit bergeser di belakangnya. Strategi ini dimaksudkan untuk memperlambat pengendara dan memisahkan
pengendara dari sepeda motor. Di samping jenis-jenis trauma yang telah diuraikan sebelumnya, bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi trauma
jaringan lunak yang parah American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Universitas Sumatera Utara
C. Perlukaan Pada Pengguna Kendaraan Roda Empat Atau Lebih Berikut adalah uraian mekanisme perlukaan pada pengguna kendaraan
roda empat atau lebih : 1. Benturan Frontal
Benturan frontal adalah tabrakanbenturan dengan benda di depan kendaraan, yang secara tiba-tiba mengurangi kecepatannya. Bayangkan dua
kendaraan yang sama, jalan dengan kecepatan yang sama. Setiap kendaraan mempunyai energi kinetik yang sama KE= M×V22. Satu kendaraan menabrak
jembatan beton sedangkan yang lain mengerem sampai berhenti. Kendaraan yang mengerem kehilangan energi yang sama seperti yang menabrak, tetapi untuk
jangka waktu yang lebih lama. Hukum energi pertama menyatakan bahwa energi tidak dapat dibentuk ataupun dirusak, karena itu energi tersebut harus dipindahkan
ke dalam bentuk lain dan diserap oleh kendaraan yang menabrak dan penumpangnya. Orang yang di dalam kendaraan yang mengerem mendapat
jumlah energi yang sama, tetapi dibagi pada permukaan yang luas seperti gesekan tempat duduk, kaki pada lantai, ban yang mengerem, ban pada jalan,
tangan pada setir dan untuk jangka waktu yang lebih lama. Penumpang yang tidak memakai sabuk pengaman dalam kendaraan yang tabrakan, mengalami
peristiwa yang sama seperti kendaraan yang ditumpanginya. Ketika tabrakan menyebabkan kendaraan berhenti tiba-tiba penumpangnya bergerak terus ke
depan dengan initial velocity yang sama sampai sesuatu menghentikan gerakan ke depan tersebut, seperti setir, dashboard, kaca depan, atau tanah kalau
penumpang tersebut terlempar keluar American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Selama tubrukan, energi pada objek yang bergerak akan ditransfer. Jika benda yang bertubrukan sama-sama bergerak dalam arah yang sama, energi yang
ditransfer sama dengan energi kinetik objek yang bergerak lebih cepat dikurangi energi kinetik benda yang bergerak lebih lambat. Jika kedua objek terus bergerak
dalam arah yang sama setelah tubrukan, sedikit energi akan ditransfer dibandingkan situasi dimana benda yang menabrak berhenti bergerak setelah
menabrak dan objek yang ditabrak terlempar. Jika objek bergerak dalam arah
Universitas Sumatera Utara
yang berlawanan, energi kinetik kedua objek yang bergerak akan dikombinasikan tabrakan front to front, di mana kedua objektubuh dapat berhenti bergerak
setelah tubrukan, memicu deformasi satu objek atau kedua objek. Secara umum, tabrakan saat bergerak dalam arah yang sama akan menghasilkan cedera yang
lebih ringan dibandingkan tabrakan saat bergerak dalam arah yang berlawanan dengan kecepatan yang sama. Dalam kata lain, jumlah energi yang ditransfer
tergantung pada kecepatan relatif objek dibandingkan dengan lainnya Bilo, 2013.
Pada benturan, pasien mengikuti jalur down and under dengan tungkai bawah sebagai titik benturan pertama dan lutut atau kaki yang menerima
permulaan dari pertukaran energi American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Gerakan ke depan dari tubuh terhadap tungkai dapat
mengakibatkan : 1. Fraktur dislokasi sendi ankle
2. Dislokasi lutut karena femur override terhadap tibia dan fibula 3. Fraktur Femur
4. Dislokasi posterior dari femoral head dan asetabulum karena pelvis override femur
Komponen kedua dari gerakan down and under ini adalah gerakan ke depan dari tubuh dan mengenai setir atau dashboard. Bila bentuk kursi dan
posisi pasien menyebabkan kepala menjadi titik paling depan, maka kepala akan mengenai kaca depan atau rangka kaca depan. Vertebra servikal menyerap
sebagian dari energi inisial dan abdomen menyerap energi dari benturan setir atau dashboard. Tergantung pada posisi kepala waktu terjadi benturan, pemindahan
energi dapat menyebabkan direct atau shear forces pada jaringan otak, rotational, flexion, atau extension forces pada vertebra servikal, dan juga kompresi langsung
pada struktur muka. Dapat juga terjadi laserasi pada jaringan lunak oleh pecahan bagian dari kendaraan American College of Surgeons Comittee on Trauma,
2008.
Universitas Sumatera Utara
2. Benturan Lateral Benturan lateral adalah tabrakan benturan pada bagian samping kendaraan
yang mengakselerasi penumpang menjauhi titik benturan akselerasi adalah kebalikan dari deselerasi. Benturan seperti ini adalah penyebab kematian dan
trauma tersering kedua setelah benturan frontal. Tiga puluh satu dari kematian karena tabrakan kendaraan terjadi sebagai akibat dari benturan lateral. Yang
menarik adalah, 75 korban tabrakan benturan lateral, berumur di atas lima puluh tahun. Sedangkan 25 korban yang terlibat dalam tabrakan benturan
frontal, berumur di atas lima puluh tahun. Banyak tipe trauma yang sama juga terdapat pada benturan frontal, selain itu trauma kompresi pada tubuh dan pelvis
juga sering terjadi. Trauma internal terjadi pada sisi yang sama dengan sisi di mana force diterapkan, posisi penumpangpengemudi, dan force dari benturannya,
dan lamanya force ditetapkan berapa jauh dalam melesaknya kabin penumpang. Pengemudi yang ditabrak pada sisi pengemudi, mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk trauma pada sisi kanan tubuhnya, termasuk fraktur iga kanan, trauma paru kanan, trauma hati, dan fraktur-fraktur skeletal sebelah kanan termasuk
fraktur kompresi pelvis. Demikian juga penumpang di sebelah kiri, akan mendapat trauma skeletal yang sama pada sisi kiri, demikian juga dengan trauma
thoraks dan sering didapati trauma limpa American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Pada benturan lateral kepala bergerak seperti massa benda yang berat yang memutar dan membengkokan leher ke samping, sedangkan badan
diakselerasi menjauhi sisi terjadinya tabrakan benturan. Karena itu biomekanik trauma melibatkan bermacam-macam force yang spesifik, termasuk shear, torgue,
dan kompresi lateral dan distraksi. Dengan rotasi dan torgue yang cukup kuat, dapat terjadi avulsi akar saraf dan trauma pada pleksus brakhialis. Dokter yang
memeriksa pasien, juga harus mempertimbangkan force akselerasi dan deselerasi dan memperhatikan anatomi bagian lateral tubuh American College of Surgeons
Comittee on Trauma, 2008.
Universitas Sumatera Utara
3. Benturan dari Belakang Biasanya benturan seperti ini terjadi ketika kendaraan sedang berhenti dan
ditabrak dari belakang oleh kendaraan lain. Kendaraan tersebut berikut penumpangnya diakselerasi ke depan oleh perpindahan energi dari benturannya.
Karena aposisi sabuk pengaman dan badan, badan diakselerasi ke depan bersama dengan kendaraannya. Tetapi kepala penumpangpengemudi sering tidak
diakselerasi bersama dengan badannya, karena tidak ada sandaran kepala yang fungsional dan mengakibatkan hiperekstensi leher. Kejadian ini meregang struktur
penunjang leher dan menyebabkan terjadinya trauma whiplash. Fraktur dari elemen posterior vertebra servikalis dapat terjadi, seperti fraktur laminar, fraktur
pedikel, fraktur process spinous, dan ini disebar ke seluruh vertebra servikal. Fraktur pada beberapa tingkat sering terjadi dan sering disebabkan karena kontak
langsung dari bagian-bagian bertulang American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
4. Benturan Quater Panel Benturan quater panel dari depan maupun dari belakang menyebabkan
terjadinya beberapa jenis trauma tabrakan, benturan lateral maupun frontal atau benturan lateral dan benturan dari belakang American College of Surgeons
Comittee on Trauma, 2008. 5. Terbalik
Pada kendaraan yang terbalik, penumpangnya dapat mengenai terbentur pada semua bagian dari kompartemen penumpang. Jenis trauma dapat diprediksi
dengan mempelajari titik benturan pada kulit pasien. Sebagai hukum yang umum, dalam kejadian terbaliknya kendaraan maka terjadi beberapa gerakan yang
dahsyat, dapat menyebabkan trauma yang serius. Ini lebih berat bagi penumpang, yang tidak memakai sabuk pengaman American College of Surgeons Comittee
on Trauma, 2008. 6. Ejeksi
Trauma yang diderita penumpang dapat lebih berat waktu terjadi ejeksi daripada waktu pasien membentur tanah. Kemungkinan terjadi trauma meningkat
300 kalau penumpang diejeksi keluar dari kendaraan. Dokter yang memeriksa
Universitas Sumatera Utara
pasien yang diejeksi keluar kendaraan, harus dengan teliti mencari trauma yang tidak tampak American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
7. Kompresi Benturan Organ Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dan badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian belakang dinding thorakoabdominal dan kolumna
vertebralis dan di depan oleh struktur yang terjepit. Trauma tumpul miokardial adalah contoh khas untuk jenis mekanisme trauma ini. Trauma yang mirip dapat
terjadi pada parenkim paru dan organ abdominal. Paru-paru dan isi rongga abdomen menggambarkan variasi khusus mekanisme trauma dan menekankan
prinsip yang menyatakan bahwa keadaan jaringan pada saat pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan American College of Surgeons Comittee on
Trauma, 2008. Memegang kantong kertas yang kempes dan memukulnya dengan tangan
lainnya tidak akan menambah kerusakan pada kantong kertas tersebut. Tetapi kalau kantung kertas tersebut ditiup dan ditahan pada lehernya, dengan
memukulnya akan menyebabkan pecah. Pada tabrakan maka pasien secara refleks akan menarik nafas dan menahannya, dengan menutup glotis. Kompresi pada
toraks menyebabkan rupture alveola dan terjadi pneumothorax danatau tension pneumothorax. Meningkatnya tekanan intra abdomen menyebabkan ruptur
diafragma dan translokasi organ-organ abdomen ke dalam rongga toraks. Transient Hepatic Congestion dengan darah sebagai akibat tindakan valsava
mendadak ini dapat menyebabkan pecahnya hati bila diterapkan kompresi. Keadaan serupa dapat terjadi pada usus halus yang closed loop terjepit antara
tulang belakang dan sabuk pengaman yang salah memakainya American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Trauma kompresi dapat juga terjadi pada jaringan otak. Gerakan kepala dikaitkan dengan penerapan force melalui benturan dapat merupakan akselerasi
cepat pada otak. Keadaan ini menyebabkan stres dan deformasi grey dan white matter intrakranial. Gerakan akselerasi angular dapat juga menyebabkan gerakan
otak terhadap permukaan tidak rata dari bagian dalam tengkorak, sehingga terjadi
Universitas Sumatera Utara
trauma. Akselerasi otak pada aksis manapun dapat menyebakan trauma kompresi pada jaringan susunan saraf pusat di tempat yang berlawanan dengan titik
benturan, trauma contra coup. Akselerasi otak juga menyebabkan penekanan dan peregangan pada tempat pertemuan kritis, seperti pertemuan otak dan batang otak
atau sumsum tulang belakang, dan pertemuan parenkim otak dan membran meningeal. Trauma kompresi dapat juga terjadi pada depresi tulang tengorak
American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Trauma deselerasi terjadi jika bagian yang menstabilisasi organ, seperti
pedikel ginjal, ligamentum teres, aorta desenden thoraks berhenti bergerak ke depan bersama badan, sedangkan organ yang mobile, seperti limpa, ginjal ,
jantung, dan aortic arch tetap bergerak ke depan. Shear force terjadi di aorta dengan berlanjutnya gerak ke depan dari aortic arch terhadapa aorta desenden
yang statis. Aorta distal melekat pada tulang punggung dan deselerasi yang cepat terjadi bersama badan. Shear force yang terbesar terjadi di mana aorta arch
desenden yang stabil bertemu dengan ligamentum arteriosum. Mekanisme trauma ini dapat juga terjadi dengan limpa dan ginjal pada pedikelnya; pada hal ini terjadi
laserasi hati bagian sentral, ketika terjadi deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar ligamentum teres; dan di tengkorak ketika bagian belakang otak terlepas dari
tengkorak dan merobek pembuluh darah dan terbentuk space occupying lesion. Pelekatan yang banyak pada dura, arakhnoid, dan pia di dalam tengkorak secara
efektif memisah-misah otak ke dalam beberapa kompartemen. Kompartemen- kompartemen ini menderita beban shear oleh akselerasi maupun deselerasi.
Contoh lain adalah vertebra servikal yang fleksibel dan terikat tidak dapat bergerak, sering terjadi trauma pada pertemuan C7- T1 American College of
Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Benturan organ bisa juga disebabkan karena penggunaan alat pengaman.
Nilai alat pengaman dalam menurunkan trauma telah terbukti, sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Bila dipakai dengan benar, sabuk pengaman dapat
mengurangi trauma. Pada kecepatan tinggi, sabuk pengaman sendiri dapat merupakan sumber trauma, namun tentu saja traumanya akan lebih ringan. Bila
tidak dipakai dengan benar, sabuk pengaman dapat menimbulkan trauma. Agar
Universitas Sumatera Utara
berfungsi baik sabuk pengaman harus dipakai di bawah spina iliaka anterior superior, dan di atas femur, tidak boleh mengendor saat tabrakan dan harus
mengikat penumpang dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi di atas spina iliaka maka hepar, lien, pankreas, usus halus, duodenum, dan ginjal akan terjepit di
antara sabuk dan tulang belakang, dan timbul burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vertebra lumbalis akibat sabuk terlalu tinggi akan mengakibatkan
fraktur kompresi anterior dari vertebra lumbal. Transfer energi dalam rongga toraks dapat sangat besar walaupun memakai sabuk pengaman, dan dapat terjadi
pneumothorax, trauma tumpul jantung, maupun fraktur klavikula American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Universitas Sumatera Utara BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep