Universitas Sumatera Utara
Komunikasi Publik, 2011. Pemerintah Indonesia juga melakukan usaha-usaha lain yang melibatkan berbagai sektor diantaranya pembuatan berbagai peraturan
demi keselamatan berlalu lintas, pembenahan sarana serta prasarana transportasi, dan lain-lain.
Potret buruk dalam berlalu lintas dengan angka kecelakaan lalu lintas darat yang angka kematiannya tinggi, membuat kecelakaan lalu lintas darat menjadi
beban kesehatan masyarakat. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui “Gambaran Kematian yang Disebabkan
Oleh Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan Pada Tahun 2010-2012”.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran kematian yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas di Kota Medan pada Tahun 2010-2012?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui gambaran kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas di Kota Medan pada tahun
2010-2012.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui angka kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas di Kota Medan pada tahun 2010-2012.
2. Untuk mengetahui distribusi korban yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Kota Medan pada tahun 2010-2012 berdasarkan jenis
kelamin. 3. Untuk mengetahui distribusi korban yang meninggal akibat kecelakaan
lalu lintas di Kota Medan pada tahun 2010-2012 berdasarkan usia. 4. Untuk mengetahui distribusi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
korban meninggal di Kota Medan pada tahun 2010-2012 menurut waktu, hari, dan bulan kejadian.
Universitas Sumatera Utara
5. Untuk mengetahui distribusi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban meninggal di Kota Medan pada tahun 2010-2012 menurut lokasi
kejadian. 6. Untuk mengetahui gambaran penyebab kematian korban kecelakaan lalu
lintas di Kota Medan pada tahun 2010-2012.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi instansi terkait Memberikan informasi bagi instansi terkait dalam hal ini ialah Kepolisian
Satuan Lalu Lintas, Departemen Perhubungan, dan Departemen Kesehatan. Diharapkan instansi terkait dapat membuat program untuk
dapat meningkatkan kesadaran para pengguna jalan, baik pengendara kendaraan bermotor maupun pejalan kaki serta membuat suatu strategi
untuk perencanaan jalan raya yang lebih aman sehingga kematian dalam kecelakaan lalu lintas dapat dicegah.
2. Bagi masyarakat Masyarakat sebagai pengguna jalan mendapatkan informasi tentang
bahaya kecelakaan lalu lintas sehingga dapat tetap waspada dan mematuhi peraturan dalam berlalu lintas.
3. Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi
atau referensi bagi penelitian sejenis serta diharapkan dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kematian
2.1.1. Definisi
Istilah thanatology berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata thanatos yang berhubungan dengan kematian dan logos ilmu. Tanatologi
adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian, tipe kematian, berbagai kejadian atau perubahan yang
terjadi pada kadaver dan signifikansi medikolegalnya Rao, 2006. Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi
sirkulasi dan respirasi secara permanen mati klinis. Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan
respirasi secara buatan. Oleh karena itu, menurut Idries 1997 dalam Fitricia 2010, definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 117: “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi jantung-sirkulasi dan sistem pernapasan terbukti
telah berhenti secara permanen atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan.” Pada kematian maka proses kehidupan seluruh tubuh berhenti, proses
yang dapat dikenal secara klinis dengan tanda kematian berupa perubahan pada tubuh mayat.
2.1.2. Fase Kematian
Untuk memahami mengenai kematian dan mekanismenya, kematian dibagi menjadi dua fase: kematian somatik dan kematian seluler Rao, 2006.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai dua fase kematian tersebut: A. Kematian Somatik
Kematian somatik didefinisikan sebagai penghentian permanen dari fungsi otak, jantung, dan paru yang mengakibatkan kehilangan sensibilitas dan
kemampuan menggerakkan tubuh secara komplit. Tetapi, beberapa bagian dari tubuh seperti otot masih bisa memberi respon terhadap stimulus elektrik, thermal
atau kimia. Setelah kematian tubuh aktual terjadi, sel-sel individual tetap hidup selama waktu yang berbeda-beda. Perubahan yang tidak dapat pulih kemudian
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada sel dan organ, kadang-kadang sulit untuk membedakan masalah patologis premortem yang pasti Rao, 2006.
Kematian somatik didiagnosis dengan menetapkan tiga hal di bawah ini : 1. Penghentian detak jantung
Dengan melakukan auskultasi suara jantung secara cermat pada daerah cardiac dengan menggunakan steteskop secara kontinu, untuk lima menit, dan
kemudian ulangi sebanyak tiga kali, dalam interval lima menit. Gambaran elektrokardiogram yang datar mengkonfirmasi penghentian detak jantung.
2. Penghentian pernafasan Dengan melakukan auskultasi pada dada untuk suara pernafasan
menggunakan steteskop. 3. Penghentian aktivitas otak
Terdapat gambaran gelombang datar pada elektroencephalogram. Jadi kematian somatik dinyatakan secara klinis jika tiga organ vital yaitu
jantung, paru, dan otak gagal untuk melakukan fungsinya dan dikonfirmasi dengan gelombang elektrokardiografi EKG yang datar, tidak terdengar suara
nafas, serta gelombang elektroensefalografi EEG yang datar Rao, 2006. B. Kematian Seluler
Kematian seluler didefinisikan sebagai kematian seluruh elemen seluler. Setelah kematian somatik, berbagai jaringan tetap bertahan hingga pasokan
oksigen tidak adekuat. Ketika cadangan oksigen pada sel mengalami deplesi, kematian sel atau kematian molekuler terjadi. Kematian seluler secara umum akan
menjadi komplit dalam waktu 3-4 jam setelah kematian somatik. Kematian seluler dapat dikonfirmasi dengan ketidakaadaan segala respon terhadap stimulus
elektrik, thermal, maupun kimia pada jaringan Rao, 2006. Pada kematian seluler, tubuh mati sedikit demi sedikit. Dilaporkan jaringan syaraf mati dengan
cepat contoh: otak mati dalam lima menit sedangkan jaringan otot bertahan hingga 3-4 jam Rao, 2006.
Universitas Sumatera Utara 2.1.3. Perubahan Postmortem dan Perkiraan Waktu Kematian
Beberapa perubahan yang terjadi setelah kematian terkait dengan kematian somatik dan beberapa dengan kematian molekular. Beberapa tanda muncul segera,
cepat, dan lambat Nandy, 2001. Tanda tersebut berupa: A. Perubahan segera
1. Fungsi sistem syaraf berhenti 2. Respirasi berhenti
3. Sirkulasi berhenti B. Perubahan cepat
1. Pucat pada wajah 2. Hilangnya elastisitas kulit dengan adanya penurunan pada lipatan wajah
3. Relaksasi primer pada otot 4. Contact pallor dan contact flattening
5. Perubahan pada mata 6. Tubuh menjadi dingin
7. Postmortem staining lividity 8. Rigor mortis
C. Perubahan lambat 1. Putrefaksi atau dekomposisi biasa
2. Perubahan adepocere 3. Mummifikasi
Untuk menilai waktu kematian yang kurang dari satu setengah jam sebelum pemeriksan mudah untuk dilakukan. Tubuh masih hangat; membran
mukosa masih lembab namun mulai mengering; pupil mulai berdilatasi; dan pada orang yang berkulit terang, kulit akan menjadi pucat. Secara umum, jika kematian
terjadi dalam empat hari terakhir namun lebih dari satu setengah jam yang lalu, membran mukosa dan semua darah yang berasal dari luka akan mengering, akan
nampak lepuhan pada kulit, serta kulit akan menjadi licin. Tubuh akan nampak sedikit berwarna merah muda, temperatur tubuh menurun, rigor mortis,
postmortem lividity akan tampak, dan pupil akan mengalami restriksi serta berawan Orthmann, 2013.
Universitas Sumatera Utara
Algor mortis merujuk pada proses pendinginan setelah kematian dan dapat sangat membantu dalam investigasi. Setelah kematian, tubuh cenderung
mempunyai temperatur yang sama dengan lingkungan. Temperatur tubuh turun dua hingga tiga derajat dalam satu jam pertama setelah kematian dan satu hingga
satu setengah derajat untuk tiap jamnya hingga delapan belas jam. Waktu tersebut bervariasi pada lingkungan yang dingin atau panas yang abnormal. Temperatur
tubuh akan turun lebih lambat pada pasien yang besar maupun obesitas, menderita demam tinggi sebelum kematian, kondisi kelembaban lingkungan yang mencegah
evaporasi, atau jika aktivitas fisik yang berat terjadi segera sebelum kematian Orthmann, 2013.
Rigor mortis merupakan kekakuan pada tubuh setelah kematian karena kontraksi sebagian otot skeletal. Onsetnya dapat terjadi di mana saja dari waktu
sepuluh menit hingga beberapa jam setelah kematian, tergantung pada kondisi fisik yang berkaitan dengan tubuh dan lingkungan. Aktivitas yang berat, pakaian
yang berat, dan temperatur tinggi yang abnormal meningkatkan kecepatan terjadinya rigor, namun dingin dapat menghambatnya. Bayi dan lansia mengalami
rigor yang lebih sedikit. Rigor mortis pertama kali dibentuk pada otot yang lebih kecil, seperti pada wajah, dan menyebar ke kelompok otot yang lebih besar di
seluruh tubuh, rigor maksimum terjadi antara 12 dan 24 jam. Tubuh dapat tetap kaku untuk kira-kira tiga hari, hingga otot mulai mengalami dekomposisi,
walaupun rigor secara umum mulai berakhir pada 36 jam postmortem. Derajat rigor mortis sebagai indikator waktu kematian biasanya akurat dalam waktu
empat jam jika digunakan bersamaan dengan faktor lainnya, seperti temperatur sekitar Orthmann, 2013.
Ketika jantung berhenti berdetak pada kematian, darah tidak lagi bersirkulasi dan gravitasi akan mengalirkan darah ke bagian terendah dari tubuh.
Hal ini menyebabkan diskolorasi biru atau keunguan pada tubuh yang disebut lebam mayat, atau livor mortis. Lebam mayat akan berwarna cherry red pada
keracunan karbon monoksida dan berbagai racun lainnya memberikan lebam mayat dalam warna yang berbeda-beda. Jika tubuh bertumpu pada punggung,
maka lebam akan muncul pada bagian bawah punggung dan tungkai. Jika posisi
Universitas Sumatera Utara
mayat tertelungkup, akan muncul pada wajah, dada, perut, dan kaki. Selain untuk membantu menentukan waktu kematian dan terkadang penyebab kematian, lebam
mayat dapat dipakai juga untuk menentukan apakah mayat dipindahkan saat kematian terjadi Orthmann, 2013. Restriksi parsial pada pupil terjadi dalam
tujuh jam. Dalam dua belas jam, kornea nampak berawan. Jika pemeriksaan lambung pada saat otopsi berisi makanan dan proses
pencernaan yang tidak ekstensif, maka diasumsikan bahwa kematian terjadi segera setelah makan. Jika lambung nampak kosong, kematian kemungkinan
terjadi paling tidak empat hingga enam jam setelah makan terakhir. Jika usus halus juga kosong, kemungkinan kematian terjadi paling tidak dua belas jam atau
lebih setelah makan terakhir Orthmann, 2013. Menjadi lebih sulit untuk mengestimasi waktu kematian jika kematian
terjadi beberapa hari sebelum penemuan jenazah. Mayat akan mengembung, lebam akan menggelap, abdomen akan menjadi kehijauan, dan muncul bau yang
tidak sedap. Pemeriksa akan membuat estimasi kasar mengenai waktu kematian berdasarkan keadaan dekomposisi tubuh. Adanya telur serangga pada tubuh,
tahap perkembangan, dan siklus hidupnya juga dapat memberi informasi mengenai waktu kematian Orthmann, 2013.
2.2. Kecelakaan Lalu Lintas 2.2.1. Definisi
Dalam menganalisis mengenai kecelakaan lalu lintas diperlukan juga pengetahuan mengenai definisi kecelakaan. Kecelakaan adalah serangkaian
peristiwa dari kejadian, yang tidak diduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan benda, luka, atau kematian Idris, 2011. Dalam Undang–Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja
melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas menurut
World Health Organization 2013 adalah kejadian fatal maupun non fatal akibat tabrakan di jalan umum yang melibatkan paling tidak satu kendaraan yang
Universitas Sumatera Utara
bergerak. Dengan demikian kecelakaan yang terjadi bukan di jalan raya jalan umum, seperti kecelakaan dalam kompleks bukanlah termasuk kategori
kecelakaan lalu lintas. Demikian pula dengan kendaraan yang berjalan di atas rel tidak dimasukkan ke dalam pengertian kendaraan bermotor pada kecelakaan lalu
lintas Idries, 2011.
2.2.2. Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas
Menurut Bustan 2007 dalam Sinaga 2012 faktor penyebab kecelakaan lalu lintas meliputi faktor manusia, kendaraan, lingkungan fisik, dan sosial.
Ditemukan kontribusi masing-masing faktor: 75 manusia, 5 faktor kendaraan, 5 kondisi jalan, 1 kondisi lingkungan, dan faktor lainnya. Kecelakaan yang
terjadi pada umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antar faktor lain. Hal-hal yang tercakup dalam faktor-faktor tersebut
antar lain Dwiyogo, 2006: 1. Faktor pengemudi: kondisi fisik mabuk, lelah, sakit, dsb, kemampuan
mengemudi, penyebrang atau pejalan kaki yang lengah, dll 2. Faktor kendaraan: kondisi mesin, rem, lampu, ban, muatan, dll
3. Faktor lingkungan jalan: desain jalan median, gradien, alinyemen, jenis permukaan, dsb, kontrol lalu lintas marka, rambu, lampu lalu lintas, dll
4. Faktor cuaca: hujan, kabut, asap, salju, dll Menurut Nordrum I 2005, kecelakaan lalu lintas dapat terjadi akibat hal-
hal di bawah ini: 1. Kesalahan pada korban
2. Kesalahan pada pengendara 3. Kesalahan pada kendaraan
4. Kesalahan kendaraan lain, yang tidak terlibat dalam kecelakaan 5. Kondisi jalan yang rusak
6. Kesalahan dalam memahami petunjuk lalu lintas 7. Lebih dari satu dari beberapa penyebab di atas
Pada dasarnya faktor-faktor tersebut berkaitan atau saling menunjang bagi terjadinya kecelakaan. Namun, dengan diketahuinya faktor penyebab kecelakaan
yang utama dapat ditentukan langkah-langkah penanggulangan untuk menurunkan
Universitas Sumatera Utara
jumlah kecelakaan. Dalam uraian di bawah ini akan dijelaskan mengenai masing- masing faktor yang berperan dalam menyebabkan kecelakaan lalu lintas:
A. Faktor Manusia Kecerobohan pengendara merupakan penyebab paling penting pada
kecelakaan kendaraan bermotor. Berkendara dalam kecepatan tinggi; berkendara di bawah pengaruh alkohol, obat-obatan, maupun sedang dalam pengobatan
tertentu; dan berkendara sambil menggunakan telepon seluler merupakan alasan yang umumnya menyebabkan kecelakaan yang disebabkan oleh kecerobohan
pengemudi, hal ini semakin meningkat dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting. Alasan lain yang menyebabkan kecelakaan adalah
faktor kesengajaan untuk tujuan bunuh diri. Kecelakaan lalu lintas dengan tujuan pembunuhan dapat juga terjadi namun jarang ditemukan Nordrum I , 2005.
Berbagai penyakit dapat pula mempengaruhi kemampuan dan kewaspadaan pengendara ataupun pejalan kaki. Penyakit jantung iskemik
merupakan penyakit yang paling penting dalam konteks ini tetapi penyakit lain seperti stroke, epilepsi, asthma bronkial, dan diabetes melitus juga dapat
berkontribusi terhadap kejadian kecelakaan. Sekuele penyakit yang pernah diderita dan adanya cedera yang lama dapat mempengaruhi kompetensi
pengemudi sehingga bisa menjadi penyebab yang relevan dari kecelakaan Nordrum I, 2005. Faktor manusia yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas
dapat berasal dari: faktor pengemudi, faktor penumpang, dan faktor pemakai jalan. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing faktor tersebut:
1. Faktor Pengemudi Adapun faktor yang mempengaruhi karakteristik pengemudi, yaitu :
a. Usia pengemudi Orang-orang yang berusia 30 tahun atau lebih cenderung memiliki sikap
hati-hati dan menyadari adanya bahaya dibandingkan dengan yang berusia muda. Menurut Hunter 1975 dalam Kartika 2009, hal ini dikarenakan pada usia
dewasa muda 18-24 tahun terdapat sikap tergesa-gesa dan kecerobohan dan pada umur tersebut masih pengemudi pemula dengan tingkat emosi yang belum stabil.
Universitas Sumatera Utara
b. Jenis kelamin Angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada pria lebih tinggi dari
pada wanita Ditjen Perhubungan Darat, 2006. c. Pendidikan pengemudi
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap program peningkatan pengetahuan secara langsung dan secara tidak langsung terhadap tindakan. Pada
umumnya pekerja yang berpendidikan rendah mempunyai ciri sulit untuk diajak bekerja sama dan kurang terbuka terhadap pembaharuan. Hal ini disebabkan
masih adanya nilai-nilai lama yang mereka anut selama ini Ditjen Perhubungan Darat, 2006.
d. Kemampuan mengemudi Kemampuan seseorang dalam mengemudi dengan aman ditentukan oleh
faktor yang saling berkaitan, yaitu keterampilan mengemudi untuk mengendalikan arah kendaraan meliputi cara membelok atau merubah arah, cara mundur, cara
mendahului kendaraan lain, cara mengikuti kendaraan lain, serta mengendalikan kecepatan kendaraan yang dikemudikan melalui sistem gas, rem, dan perseneling
Ditjen Perhubungan Darat, 2006. e. Pengalaman mengemudi
Pengemudi yang berusia muda mempunyai keterampilan yang baik dalam mengemudi akan tetapi juga paling sering terlibat dalam kecelakaan lalu lintas
karena lebih dari 70 pengemudi tersebut adalah pemula Kartika, 2009. f. Tindakan
Faktor tindakan pengemudi yang tidak aman memegang peranan penting dalam terjadinya kecelakaan lalu lintas. Tindakan yang tidak aman seperti:
mengemudi dalam kecepatan tinggi; mengemudi dalam keadaan mengantuk; mengemudi di bawah pengaruh alkohol, obat-obatan, maupun sedang dalam
pengobatan tertentu; mengemudi sambil menggunakan telepon seluler, dan lain- lain Nordrum, 2005.
Universitas Sumatera Utara
g. Kepemilikan Surat Izin Mengemudi SIM SIM adalah bentuk penyerahan hak negara kepada pengemudi guna
menjalankan kendaraan dan menggunakan jalan atau disebut berlalu lintas secara benar Kartika, 2009.
2. Faktor Penumpang Tidak jarang akibat jumlah muatan, baik penumpang maupun barang yang
berlebihan, terjadi kecelakaan lalu lintas. Secara psikologis, ada juga kemungkinan penumpang mengganggu konsentrasi pengemudi Kartika, 2009.
3. Faktor Pemakai Jalan Semakin banyak ragam pemakai jalan, tidak menutup kemungkinan
semakin banyaknya masalah lalu lintas yang dijumpai di jalan. Bukan hanya kendaraan saja yang berlalu lalang di jalanan tetapi juga dijumpai pejalan kaki,
pedagang kaki lima, peminta-minta, dan jalan raya yang juga dipakai sebagai sarana parkir. Kesalahan yang paling sering dilakukan oleh pemakai jalan adalah
lengah, kecepatan yang berlebihan saat menyebrang, salah anggapan, dan sikap panik. Selain itu, penyebab adanya korban pejalan kaki karena rendahnya disiplin
di dalam berlalu lintas, seperti menyebrang tanpa memperhatikan kendaraan sekitarnya dan tidak menggunakan fasilitas yang diperuntukkan bagi pejalan kaki
misalnya trotoar, zebra cross,dan jembatan penyebrangan Silaban, 2004. B. Faktor Kendaraan
Kendaraan mempunyai karakteristik-karakteristik variabel yang lebih sedikit dari manusia sebagai pengemudi, juga lebih banyak undang-undang
pengontrol bagi kendaraan dibanding pengguna jalan, misal: batasan berat, ukuran dan daya guna, persyaratan minimal untuk rem, pencahayaan, dan sebagainya
Dwiyogo, 2006. Desain kendaraan merupakan faktor engineering pada kendaraan yang dapat mengurangi terjadinya kecelakaan crash avoidance dan
faktor yang dapat mengurangi cedera yang dialami jika terjadi kecelakaan crash worthiness.
C. Faktor Lingkungan Fisik Disamping bentuk fisik jalan yang dipengaruhi oleh “geometric design”
Universitas Sumatera Utara
dan “konstruksi jalan”, faktor lingkungan jalan pun dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya kecelakaan. Ada empat faktor yang mempengaruhi
kelakuan manusia yang berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas, yaitu Dwiyogo, 2006:
1. Pengunaan tanah dan aktifitasnya, daerah ramai, lenggang dimana refleks pengemudi akan mengurangi kecepatan kendaraan atau sebaliknya
2. Cuaca, udara, dan kemungkinan-kemungkinan yang terlihat, misalnya: pada keadaan hujan, berkabut, dan sebagainya
3. Fasilitas yang ada pada jaringan jalan, adanya rambu-rambu lalu lintas 4. Arus dan sifat-sifat lalu lintas, jumlah, macam, dan komposisi kendaraan
akan sangat mempengaruhi kecepatan perjalanan Kondisi jalan dapat pula menjadi salah satu sebab terjadinya kecelakaan
lalu lintas. Lingkungan jalan mempengaruhi pengemudi dalam mengatur kecepatan mempercepat, memperlambat, berhenti jika menghadapi situasi
tertentu Silaban, 2004. Meskipun demikian, semuanya kembali kepada manusia pengguna jalan itu sendiri. Dengan rekayasa, para ahli merancang sistem jaringan
dan rancang bangun jalan sedemikian rupa untuk “mempengaruhi” tingkah laku para pengguna jalan dan untuk mengurangi atau mencegah tindakan-tindakan
yang membahayakan keselamatan lalu lintas Dwiyogo, 2006.
2.2.3. Klasifikasi Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan dapat melibatkan kendaraan bermotor seperti mobil, truk, dan kendaraan bermotor roda dua seperti sepeda motor dan skuter. Kecelakaan dapat
berupa kecelakaan tunggal atau bisa menjadi situasi yang lebih kompleks yang melibatkan kendaraan bermotor lainnya, sepeda, atau pejalan kaki. Tabrakan
dengan kendaraan motor lain dapat terjadi dalam keadaan tabrakan front-to-front, a side-impact atau rear-impact crash, atau kombinasinya Nordrum , 2005.
Karakteristik kecelakaan menurut jenis tabrakan dapat diklasifikasikan menjadi Ditjen Perhubungan Darat, 2006 :
1. Angle Ra, tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada arah yang berbeda, namun bukan dari arah berlawanan
Universitas Sumatera Utara
2. Rear-End Re, kendaraan menabrak dari belakang kendaraan lain yang bergerak searah
3. Sideswipe Ss, kendaraan yang bergerak menabrak kendaraan lain dari samping ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah yang berlawanan
4. Head-On Ho, tabrakan antara kendaraan yang berjalan pada arah yang berlawanan tidak sideswipe
5. Backing, tabrakan secara mundur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas
dan Angkutan Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat dibagi kedalam 3 tiga golongan, yaitu:
1 Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan danatau barang
2 Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan danatau barang
3 Kecelakaan lalu lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat
Menurut Komisi Nasional Keselamatan Transportasi 2000, ada kecelakaan lalu lintas jalan yang bersifat luar biasa, yaitu :
1. Kecelakaan lalu lintas jalan yang menimbulkan korban manusia yang meninggal delapan orang atau lebih
2. Kecelakaan lalu lintas jalan yang mengundang perhatian publik secara luas, karena melibatkan tokoh ternamapenting atau figur publik
3. Kecelakaan lalu lintas jalan yang menimbulkan polemikkontroversi 4. Kecelakaan lalu lintas jalan yang menyebabkan prasarana rusak berat
5. Kecelakaan yang berulang-ulang pada merk dan tipe kendaraan yang sama 6. Kecelakaan yang sama pada satu titik lokasi lebih dari tiga kali dalam setahun
7. Kecelakaan lalu lintas jalan yang mengakibatkan kerusakanpencemaran lingkungan akibat bahanlimbah berbahaya beracun B3
Universitas Sumatera Utara 2.2.4. Peraturan dan Perundang-Undangan Lalu Lintas
Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya UU LAJ Nomor 22 Tahun 2009 merupakan produk hukum yang menjadi acuan utama yang
mengatur aspek-aspek mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Lalu lintas dan angkutan jalan adalah kunci pertumbuhan sebuah komunitas.
Masyarakat sangat bergantung pada sarana transportasi darat berkaitan erat dengan lalu lintas dan angkutan jalan. Dibutuhkan sebuah regulasi untuk
mengatur tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Sebelum UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2009, sudah ada Undang-Undang
UU Nomor 14 Tahun 1992. Kelahiran UU Nomor 14 Tahun 1992 tentu sebuah langkah maju pada waktu itu. Salah satu contohnya adalah di undang-undang ini
pemerintah memasukkan unsur teknologi untuk mencegah pencemaran lingkungan. Pada Pasal 50 UU LLAJ Nomor 14 Tahun 1992 pemerintah
mewajibkan pemilik kendaraan bermotor untuk melakukan perawatan agar gas buang dan suara yang dihasilkan tidak merusak lingkungan dan menggangu. Pada
saat itu, tentu regulasi ini sebuah terobosan karena pada UU LLAJ Nomor 3 Tahun 1965 masalah pencemaran belum diatur.
Meskipun demikian, kita hidup di dunia yang dinamis, terus bergerak, dan berubah. Pemerintah melihat bahwa perkembangan zaman membuat regulasi yang
ada, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, dianggap tidak sesuai lagi. Belum lagi jika kita menilik isi pasal-pasal pada UU LLAJ Nomor 14 Tahun 1992, aturan
yang ada dianggap kurang spesifik, kurang terperinci, dan terlalu umum. Melihat kenyataan di lapangan dan perkembangan zaman, lahirlah UU LLAJ Nomor 22
Tahun 2009. Undang-undang lalu lintas yang selama ini berlaku lebih mementingkan kepada keterampilan pengguna jalan, sedangkan undang-undang
yang baru ini lebih komprehensif. Undang-undang lalu lintas terbaru tidak hanya menitikberatkan pada keterampilan, tetapi juga pada pembentukan budaya berlalu
lintas. Kesadaran ini timbul karena akhir-akhir ini pengendara kendaraan bermotor kebanyakan sudah terampil, tetapi tidak bertanggung jawab Kusmagi,
2010.
Universitas Sumatera Utara 2.3.
Kematian dalam Kecelakaan Lalu Lintas 2.3.1. Investigasi Forensik dalam Kecelakaan Lalu Lintas
Dengan pengetahuannya mengenai identifikasi cedera, seorang ahli kedokteran forensik dapat memberikan banyak informasi, yang akan membantu
untuk menarik kesimpulan pada berbagai keadaan. Tidak hanya itu, peninjauan tempat kejadian perkara oleh ahli kedokteran forensik, yang telah memeriksa atau
akan memeriksa jenazah korban atau korban yang terluka, dapat sangat membantu untuk merekonstruksi keadaan pada saat kecelakaan terjadi Nandy, 2001.
Investigasi kasus kecelakaan lalu lintas mempunyai beberapa tujuan, yaitu Nandy, 2001:
1. Untuk mengidentifikasi penyebab kecelakaan 2. Untuk memperhitungkan bentuk kompensasi yang sesuai bagi korban, jika
hidup, atau bagi sanak keluarga, jika korban meninggal 3. Untuk menghukum pelanggar, jika memang ada pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku 4. Untuk mencari pedoman terhadap pencegahan kecelakaan di masa mendatang
Untuk tujuan tersebut, maka investigasi dalam kecelakaan lalu lintas tidak hanya dilakukan oleh petugas kepolisian, namun juga sebaiknya dibantu oleh
suatu tim yang anggotanya berasal dari multidisiplin ilmu, misalnya melibatkan ahli dalam bidang medikolegal dan ahli dalam bidang automobile. Investigasi
yang dilakukan meliputi Nandy, 2001: 1. Pengumpulan riwayat kejadian
2. Pemeriksaan jenazah serta korban yang terluka 3. Pemeriksaan kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan
4. Pemeriksaan lokasi atau pun tempat terjadinya kecelakaan Pemeriksaan eksternal pada korban harus dilakukan secara berhati-hati dan
semua cedera harus diidentifikasi. Pengukuran cedera dengan penggaris harus dilakukan dan dicatat dengan teliti. Tanda bekas ban, dalam bentuk abrasi atau
memar intradermal, bisa didapatkan baik pada korban hidup maupun meninggal dan foto maupun gambaran yang akurat sangat bernilai untuk mengidentifikasi
korban. Untuk korban pejalan kaki, jarak di atas tumit dan batas bawah cedera
Universitas Sumatera Utara
utama harus diukur karena hasil pengukuran tersebut bisa berkorelasi dengan tinggi bumper, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kendaraan yang menabrak.
Pemeriksaan postmortem sebaiknya melibatkan pemeriksaan tubuh korban, pemeriksaan pakaian, serta material lainnya yang diikutsertakan bersama
korban. Dokter yang melakukan pembedahan otopsi akan mencari serta mengidentifikasi robekan yang baru saja terjadi, noda minyak, noda darah, tanah
maupun noda lainnya, yang ada pada pakaian. Noda minyak, noda darah dan noda tanah, lumpur, pasir, dan lain-lain harus diperhatikan dan diidentifikasi
jumlahnya, ukurannya, serta lokasinya Nandy, 2001. Kemungkinan penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang yang berkontribusi terhadap terjadinya
kecelakaan harus selalu dipertimbangkan dan lakukan pengambilan sampel darah maupun urin pada pemeriksaan postmortem untuk diperiksa di laboratorium
Shepherd, 2003.
2.3.2 Perlukaan dan Interpretasinya dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas
Dalam ilmu perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam. Luka merupakan kerusakan atau hilangnya hubungan antar jaringan discontinuous
tissue seperti jaringan kulit, jaringan lunak, jaringan otot, jaringan pembuluh darah, jaringan syaraf , dan jaringan tulang. Trauma tumpul ialah suatu ruda paksa
yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-benda tumpul. Hal ini disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan tumpul, seperti
batu, kayu, martil, terkena bola, ditinju, jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain sebagainya Satyo, 2006.
Trauma tumpul dapat menyebabkan tiga macam luka yaitu luka memar contusion, luka lecet abrasio, dan luka robek vulnus laceratum. Trauma
tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu luka
iris atau luka sayat vulnus scissum, luka tusuk vulnus punctum, atau luka bacok vulnus caesum Satyo, 2006.
Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Perbedaan Antara Trauma Tumpul dan Trauma Tajam
Trauma Tumpul
Tajam
Bentuk luka Teratur
Tidak teratur Tepi luka
Tidak rata Rata
Jembatan jaringan Ada
Tidak ada Rambut
Tidak ikut terpotong Ikut terpotong
Dasar luka Tidak teratur
Berupa garis atau titik Sekitar luka
Ada luka lecet atau memar
Tak ada luka lain
Sumber : Satyo 2006. Perlukaan setelah kecelakaan yang melibatkan kendaraan bermotor
merupakan konsekuensi dari kecepatan, lingkungan, karakteristik kendaraan yang terlibat, perangkat keselamatan, peralatan pelindung, dan karakteristik tubuh.
Perlukaan oleh karena benda tajam maupun tumpul dalam berbagai ukuran, jumlah, dan kombinasi, mulai dari cedera minimal yang tidak memerlukan
pengobatan, hingga ada bagian tubuh yang putus dan perlukaan yang fatal, dapat ditemui. Perlukaan eksternal dan internal mungkin tidak selalu sesuai. Terkadang
didapatkan temuan yang ekstensif pada permukaan tubuh, tetapi secara klinis atau pada saat otopsi, perlukaan dalam didapatkan dalam jumlah terbatas. Di sisi lain,
cedera yang mematikan seperti laserasi dan rupture organ internal dapat terjadi tanpa adanya tanda pada permukaan tubuh Nordrum I , 2005.
Konsekuensi anatomi dari cedera benda tumpul adalah abrasi, memar, kontusio, avulsi, laserasi, ruptur, dan fraktur. Cedera tumpul juga dapat
mempengaruhi fungsi organ tanpa meninggalkan tanda secara anatomi. Contoh penting misalnya aritmia jantung yang fatal setelah trauma pada dada, dan gegar
otak setelah trauma kepala. Gegar otak dapat mengakibatkan ketidaksadaran dan konsekuensi sekunder yang mengancam nyawa seperti hipotermia dan perdarahan
terus menerus dari luka. Kompresi dada akan menimbulkan jejas secara anatomi. Tanda yang dapat diamati yaitu pada kulit, fraktur pada iga, dan perdarahan pada
paru. Cedera laserasi internal terjadi ketika jaringan lunak atau organ, menerima energi kinetik akibat perubahan cepat pada kecepatan. Perbedaan kekuatan fiksasi
Universitas Sumatera Utara
dari organ internal terhadap struktur di sekelilingnya berkontribusi dalam menentukan pola dan keparahan perlukaan Nordrum I, 2005.
Cedera tumpul pada paha dan bokong bisa mengakibatkan timbulnya rongga pada jaringan lunak. Perdarahan yang berasal dari rongga tersebut dapat
sangat banyak hingga menyebabkan kematian. Dua cedera klasik dan fatal pada dada dan kepala yang sering terjadi , yaitu pertama ruptur aorta akibat trauma,
yang mana disebabkan karena deselerasi berkekuatan besar. Yang lainnya adalah hinge fracture pada tengkorak yang secara tipikal terjadi pada tulang petrous dan
sella turcica pada dasar tengkorak. Fraktur tersebut biasanya disebabkan oleh tabrakan jenis sideway. Abrasi ekstensif pada kulit dapat terlihat jika seseorang
mengalami deselerasi pada permukaan jalan yang kasar. Luka bakar akibat pergesekan juga bisa didapatkan Nordrum, 2005.
Mekanisme perlukaan yang timbul akibat kecelakaan lalu lintas dijelaskan dalam uraian di bawah ini:
A. Perlukaan Pada Pejalan Kaki Perlukaan pejalan kaki pada kecelakaan lalu lintas sering kali berupa
cedera akibat benda tumpul yang berkekuatan besar. Trauma yang dialami pada umumya meliputi kepala, thoraks, dan ekstremitas bawah American College of
Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Berdasarkan urutan kejadiannya, maka perlukaan pejalan kaki pada kecelakaan lalu lintas tebagi atas Nandy, 2001:
1. Primary impact injuries
Gambar 2.1 Diagram representasi primary impact injuries Sumber: Guharaj, 2003
Universitas Sumatera Utara
Primary impact injuries yaitu ketika kendaraan menabrak korban hingga tumbang untuk pertama kali. Perlukaan tersebut sangat penting diidentifikasi
untuk mendeteksi kendaraan yang menabrak, karena perlukaan yang diakibatkan memunculkan bentuk dari bagian kendaraan yang menabrak misalnya abrasi yang
tercetak maupun memar yang menyerupai pola tertentu. Jadi, jika bagian depan dari kendaraan menabrak tubuh, maka bentukan bagian tersebut dapat saja
tercetak pada tubuh korban. Letak primary impact injury pada tubuh korban juga dapat dipakai untuk menentukan perkiraan tinggi kendaraan Nandy, 2001.
Tinggi bemper versus ketinggian pasien merupakan faktor kritis dalam trauma yang terjadi. Pada orang dewasa dengan posisi berdiri, benturan awal
dengan bemper biasanya mengenai tungkai dan pelvis. Trauma lutut terjadi sama seringnya seperti trauma pelvis. Anak-anak lebih mungkin terkena dada dan
abdomen. Dengan berubahnya desain kendaraan, di mana bemper lebih rendah, maka pola cideranya pun bergeser, dimana baik dewasa maupun anak trauma
ekstremitas bawah lebih menonjol. Namun kecenderungan ini tidak berlaku bagi kendaraan truk pick-up ataupun kendaraan rekreasi yang sering ada di jalan raya
American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. 2. Secondary Impact Injuries
Gambar 2.2 Diagram representasi secondary impact injuries Sumber: Guharaj, 2003
Perlukaan ini merupakan hasil dari tubrukan antara tubuh dan kendaraan yang terjadi kedua kali. Setelah tubrukan yang pertama kali, korban akan
Universitas Sumatera Utara
terlempar dan terjatuh ke tanah di depan kendaraan, jika kendaraan tetap bergerak, ban kendaraan akan melindas korban. Korban dapat dilindas oleh ban depan
maupun ban belakang. Laserasi avulsi merupakan perlukaan yang paling sering pada korban yang terlindas Nandy, 2001. Trauma dada dan kepala merupakan
akibat dari benturan dengan atap dan kaca American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
3. Secondary injuries
Gambar 2.3 Diagram representasi secondary injuries Sumber: Guharaj, 2003 Perlukaan ini muncul pada korban setelah jatuh ke tanah karena ditabrak
oleh kendaraan dan terjadi pergesekan atau tubrukan dengan tanah. Pemeriksaan yang teliti, mencari adanya pasir, tanah maupun kerikil pada luka dapat menjadi
bukti keterkaitan tempat kejadian dengan perlukaan. Perlukaan yang tersering didapatkan adalah grazed abrasions serta stretched lacerations Nandy, 2001.
Trauma kepala dan tulang belakang dapat terjadi karena pasien terjatuh ke tanah atau mengalami akselerasi dan mengenai obyek lain sebagai tambahannya.
Trauma kompresi organ dapat terjadi pada keadaan ini American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
B. Perlukaan Pada Pengguna Kendaraan Roda Dua Pengendara maupun penumpangnya dapat mengalami kompresi,
akselerasideselerasi, dan trauma tipe robekan shear. Pengendara tidak dilindungi oleh perlengkapan pengaman sebagaimana halnya pengendara mobil.
Mereka hanya dilindungi oleh pakaian dan perlengkapan pengaman yang dipakai
Universitas Sumatera Utara
langsung pada badannya, helm, sepatu, atau pakaian pelindung. Hanya helm yang memiliki kemampuan untuk mendistribusi transmisi energi dan mengurangi
intensitas benturan, ini pun sangat terbatas American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Helm yang digunakan oleh pengendara sepeda bermotor maupun bukan bermotor telah terbukti secara meyakinkan dapat menurunkan angka kematian,
kejadian trauma kepala berat, pemendekan waktu perawatan, mengurangi biaya rumah sakit, dan mungkin berhubungan dengan berkurangnya kebiasaan
mengambil risiko. Baik pada pengendara sepeda maupun sepeda motor, trauma kepala akan terjadi pada lebih dari 13 kasus trauma dan 66 akan dirawat.
Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian nomor satu 85 di antara penyebab kematian lain pada pengendara sepedasepeda motor American College
of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Walaupun kemampuan helm untuk melindungi kepala agak terbatas
namun penggunaanya jangan diremehkan. Helm didesain untuk mengurangi kekuatan yang mengenai kepala dengan cara mengubah energi kinetik benturan
melalui kerja deformasi dari bantalannya dan diikuti dengan mendistribusikan menyebarkan kekuatan yang menimpa tersebut melalui area yang seluas-
luasnya. Secara nyata helm mampu mengurangi transfer energi dengan cara translasi. Secara umum dianggap bahwa yang sangat sering menyebabkan trauma
otak adalah akselerasi angular atau rotasional. Helm akan mengurangi gaya rotasional pada benturan. Anggapan bahwa dengan makin banyaknya penggunaan
helm oleh pengendara sepedamotor akan secara relatif meningkatkan trauma organ lain selain kepala, khususnya trauma servikal, belum terbukti American
College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Jelas bahwa semakin sedikit alat pelindung semakin besar risiko terjadinya
trauma. Mekanisme trauma yang mungkin terjadi dalam tabrakan motor atau sepeda meliputi benturan frontal, lateral, terlempar, dan “laying the bike down”.
Di samping itu pengendara mungkin mengalami trauma karena jatuh dari sepedamotor, atau terperangkap oleh komponen-komponen mekanik American
Universitas Sumatera Utara
College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Berikut adalah uraian mengenai mekanisme trauma pada pengguna kendaraan roda dua:
1. Benturan Frontal-Ejeksi Terlempar Pada saat gerakan ke depan kepala, dada, atau perut pengendara mungkin
membentur setang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas melewati setang kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan setang kemudi, dan dapat terjadi
fraktur femur bilateral. Derajat trauma yang dialami selama tabrakan sekunder bergantung kepada tempat benturan, energi kinetik dari pengendaramotornya, dan
interval waktu lamanya energi ini bekerja American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
2. Benturan Lateral Ejeksi Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup
tungkai bawah. Crush injury pada tungkai bawah sering dijumpai. Kalau pengendara sepedamotor ditabrak oleh kendaraan bergerak, maka pengendara
akan rawan untuk mengalami tipe trauma yang sama dengan pemakai mobil yang mengalami tabrakan samping. Tidak seperti penumpang dalam mobil, pengendara
sepedamotor tidak memiliki struktur kompartemen bagi penumpang yang dapat mengurangi pemindahan energi kinetik benturan. Pengendara menerima energi
benturan secara penuh. Sebagaimana halnya dalam benturan frontal, tabrakan trauma yang dialami selama benturan dengan tanah atau obyek-obyek statis
lainnya American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. 3. Laying The Bike Down
Untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan obyek yang akan ditabraknya, pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya ke samping
membiarkan kendaraannya bergeser, dan ia sedikit bergeser di belakangnya. Strategi ini dimaksudkan untuk memperlambat pengendara dan memisahkan
pengendara dari sepeda motor. Di samping jenis-jenis trauma yang telah diuraikan sebelumnya, bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi trauma
jaringan lunak yang parah American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Universitas Sumatera Utara
C. Perlukaan Pada Pengguna Kendaraan Roda Empat Atau Lebih Berikut adalah uraian mekanisme perlukaan pada pengguna kendaraan
roda empat atau lebih : 1. Benturan Frontal
Benturan frontal adalah tabrakanbenturan dengan benda di depan kendaraan, yang secara tiba-tiba mengurangi kecepatannya. Bayangkan dua
kendaraan yang sama, jalan dengan kecepatan yang sama. Setiap kendaraan mempunyai energi kinetik yang sama KE= M×V22. Satu kendaraan menabrak
jembatan beton sedangkan yang lain mengerem sampai berhenti. Kendaraan yang mengerem kehilangan energi yang sama seperti yang menabrak, tetapi untuk
jangka waktu yang lebih lama. Hukum energi pertama menyatakan bahwa energi tidak dapat dibentuk ataupun dirusak, karena itu energi tersebut harus dipindahkan
ke dalam bentuk lain dan diserap oleh kendaraan yang menabrak dan penumpangnya. Orang yang di dalam kendaraan yang mengerem mendapat
jumlah energi yang sama, tetapi dibagi pada permukaan yang luas seperti gesekan tempat duduk, kaki pada lantai, ban yang mengerem, ban pada jalan,
tangan pada setir dan untuk jangka waktu yang lebih lama. Penumpang yang tidak memakai sabuk pengaman dalam kendaraan yang tabrakan, mengalami
peristiwa yang sama seperti kendaraan yang ditumpanginya. Ketika tabrakan menyebabkan kendaraan berhenti tiba-tiba penumpangnya bergerak terus ke
depan dengan initial velocity yang sama sampai sesuatu menghentikan gerakan ke depan tersebut, seperti setir, dashboard, kaca depan, atau tanah kalau
penumpang tersebut terlempar keluar American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Selama tubrukan, energi pada objek yang bergerak akan ditransfer. Jika benda yang bertubrukan sama-sama bergerak dalam arah yang sama, energi yang
ditransfer sama dengan energi kinetik objek yang bergerak lebih cepat dikurangi energi kinetik benda yang bergerak lebih lambat. Jika kedua objek terus bergerak
dalam arah yang sama setelah tubrukan, sedikit energi akan ditransfer dibandingkan situasi dimana benda yang menabrak berhenti bergerak setelah
menabrak dan objek yang ditabrak terlempar. Jika objek bergerak dalam arah
Universitas Sumatera Utara
yang berlawanan, energi kinetik kedua objek yang bergerak akan dikombinasikan tabrakan front to front, di mana kedua objektubuh dapat berhenti bergerak
setelah tubrukan, memicu deformasi satu objek atau kedua objek. Secara umum, tabrakan saat bergerak dalam arah yang sama akan menghasilkan cedera yang
lebih ringan dibandingkan tabrakan saat bergerak dalam arah yang berlawanan dengan kecepatan yang sama. Dalam kata lain, jumlah energi yang ditransfer
tergantung pada kecepatan relatif objek dibandingkan dengan lainnya Bilo, 2013.
Pada benturan, pasien mengikuti jalur down and under dengan tungkai bawah sebagai titik benturan pertama dan lutut atau kaki yang menerima
permulaan dari pertukaran energi American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Gerakan ke depan dari tubuh terhadap tungkai dapat
mengakibatkan : 1. Fraktur dislokasi sendi ankle
2. Dislokasi lutut karena femur override terhadap tibia dan fibula 3. Fraktur Femur
4. Dislokasi posterior dari femoral head dan asetabulum karena pelvis override femur
Komponen kedua dari gerakan down and under ini adalah gerakan ke depan dari tubuh dan mengenai setir atau dashboard. Bila bentuk kursi dan
posisi pasien menyebabkan kepala menjadi titik paling depan, maka kepala akan mengenai kaca depan atau rangka kaca depan. Vertebra servikal menyerap
sebagian dari energi inisial dan abdomen menyerap energi dari benturan setir atau dashboard. Tergantung pada posisi kepala waktu terjadi benturan, pemindahan
energi dapat menyebabkan direct atau shear forces pada jaringan otak, rotational, flexion, atau extension forces pada vertebra servikal, dan juga kompresi langsung
pada struktur muka. Dapat juga terjadi laserasi pada jaringan lunak oleh pecahan bagian dari kendaraan American College of Surgeons Comittee on Trauma,
2008.
Universitas Sumatera Utara
2. Benturan Lateral Benturan lateral adalah tabrakan benturan pada bagian samping kendaraan
yang mengakselerasi penumpang menjauhi titik benturan akselerasi adalah kebalikan dari deselerasi. Benturan seperti ini adalah penyebab kematian dan
trauma tersering kedua setelah benturan frontal. Tiga puluh satu dari kematian karena tabrakan kendaraan terjadi sebagai akibat dari benturan lateral. Yang
menarik adalah, 75 korban tabrakan benturan lateral, berumur di atas lima puluh tahun. Sedangkan 25 korban yang terlibat dalam tabrakan benturan
frontal, berumur di atas lima puluh tahun. Banyak tipe trauma yang sama juga terdapat pada benturan frontal, selain itu trauma kompresi pada tubuh dan pelvis
juga sering terjadi. Trauma internal terjadi pada sisi yang sama dengan sisi di mana force diterapkan, posisi penumpangpengemudi, dan force dari benturannya,
dan lamanya force ditetapkan berapa jauh dalam melesaknya kabin penumpang. Pengemudi yang ditabrak pada sisi pengemudi, mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk trauma pada sisi kanan tubuhnya, termasuk fraktur iga kanan, trauma paru kanan, trauma hati, dan fraktur-fraktur skeletal sebelah kanan termasuk
fraktur kompresi pelvis. Demikian juga penumpang di sebelah kiri, akan mendapat trauma skeletal yang sama pada sisi kiri, demikian juga dengan trauma
thoraks dan sering didapati trauma limpa American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Pada benturan lateral kepala bergerak seperti massa benda yang berat yang memutar dan membengkokan leher ke samping, sedangkan badan
diakselerasi menjauhi sisi terjadinya tabrakan benturan. Karena itu biomekanik trauma melibatkan bermacam-macam force yang spesifik, termasuk shear, torgue,
dan kompresi lateral dan distraksi. Dengan rotasi dan torgue yang cukup kuat, dapat terjadi avulsi akar saraf dan trauma pada pleksus brakhialis. Dokter yang
memeriksa pasien, juga harus mempertimbangkan force akselerasi dan deselerasi dan memperhatikan anatomi bagian lateral tubuh American College of Surgeons
Comittee on Trauma, 2008.
Universitas Sumatera Utara
3. Benturan dari Belakang Biasanya benturan seperti ini terjadi ketika kendaraan sedang berhenti dan
ditabrak dari belakang oleh kendaraan lain. Kendaraan tersebut berikut penumpangnya diakselerasi ke depan oleh perpindahan energi dari benturannya.
Karena aposisi sabuk pengaman dan badan, badan diakselerasi ke depan bersama dengan kendaraannya. Tetapi kepala penumpangpengemudi sering tidak
diakselerasi bersama dengan badannya, karena tidak ada sandaran kepala yang fungsional dan mengakibatkan hiperekstensi leher. Kejadian ini meregang struktur
penunjang leher dan menyebabkan terjadinya trauma whiplash. Fraktur dari elemen posterior vertebra servikalis dapat terjadi, seperti fraktur laminar, fraktur
pedikel, fraktur process spinous, dan ini disebar ke seluruh vertebra servikal. Fraktur pada beberapa tingkat sering terjadi dan sering disebabkan karena kontak
langsung dari bagian-bagian bertulang American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
4. Benturan Quater Panel Benturan quater panel dari depan maupun dari belakang menyebabkan
terjadinya beberapa jenis trauma tabrakan, benturan lateral maupun frontal atau benturan lateral dan benturan dari belakang American College of Surgeons
Comittee on Trauma, 2008. 5. Terbalik
Pada kendaraan yang terbalik, penumpangnya dapat mengenai terbentur pada semua bagian dari kompartemen penumpang. Jenis trauma dapat diprediksi
dengan mempelajari titik benturan pada kulit pasien. Sebagai hukum yang umum, dalam kejadian terbaliknya kendaraan maka terjadi beberapa gerakan yang
dahsyat, dapat menyebabkan trauma yang serius. Ini lebih berat bagi penumpang, yang tidak memakai sabuk pengaman American College of Surgeons Comittee
on Trauma, 2008. 6. Ejeksi
Trauma yang diderita penumpang dapat lebih berat waktu terjadi ejeksi daripada waktu pasien membentur tanah. Kemungkinan terjadi trauma meningkat
300 kalau penumpang diejeksi keluar dari kendaraan. Dokter yang memeriksa
Universitas Sumatera Utara
pasien yang diejeksi keluar kendaraan, harus dengan teliti mencari trauma yang tidak tampak American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
7. Kompresi Benturan Organ Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dan badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian belakang dinding thorakoabdominal dan kolumna
vertebralis dan di depan oleh struktur yang terjepit. Trauma tumpul miokardial adalah contoh khas untuk jenis mekanisme trauma ini. Trauma yang mirip dapat
terjadi pada parenkim paru dan organ abdominal. Paru-paru dan isi rongga abdomen menggambarkan variasi khusus mekanisme trauma dan menekankan
prinsip yang menyatakan bahwa keadaan jaringan pada saat pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan American College of Surgeons Comittee on
Trauma, 2008. Memegang kantong kertas yang kempes dan memukulnya dengan tangan
lainnya tidak akan menambah kerusakan pada kantong kertas tersebut. Tetapi kalau kantung kertas tersebut ditiup dan ditahan pada lehernya, dengan
memukulnya akan menyebabkan pecah. Pada tabrakan maka pasien secara refleks akan menarik nafas dan menahannya, dengan menutup glotis. Kompresi pada
toraks menyebabkan rupture alveola dan terjadi pneumothorax danatau tension pneumothorax. Meningkatnya tekanan intra abdomen menyebabkan ruptur
diafragma dan translokasi organ-organ abdomen ke dalam rongga toraks. Transient Hepatic Congestion dengan darah sebagai akibat tindakan valsava
mendadak ini dapat menyebabkan pecahnya hati bila diterapkan kompresi. Keadaan serupa dapat terjadi pada usus halus yang closed loop terjepit antara
tulang belakang dan sabuk pengaman yang salah memakainya American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Trauma kompresi dapat juga terjadi pada jaringan otak. Gerakan kepala dikaitkan dengan penerapan force melalui benturan dapat merupakan akselerasi
cepat pada otak. Keadaan ini menyebabkan stres dan deformasi grey dan white matter intrakranial. Gerakan akselerasi angular dapat juga menyebabkan gerakan
otak terhadap permukaan tidak rata dari bagian dalam tengkorak, sehingga terjadi
Universitas Sumatera Utara
trauma. Akselerasi otak pada aksis manapun dapat menyebakan trauma kompresi pada jaringan susunan saraf pusat di tempat yang berlawanan dengan titik
benturan, trauma contra coup. Akselerasi otak juga menyebabkan penekanan dan peregangan pada tempat pertemuan kritis, seperti pertemuan otak dan batang otak
atau sumsum tulang belakang, dan pertemuan parenkim otak dan membran meningeal. Trauma kompresi dapat juga terjadi pada depresi tulang tengorak
American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Trauma deselerasi terjadi jika bagian yang menstabilisasi organ, seperti
pedikel ginjal, ligamentum teres, aorta desenden thoraks berhenti bergerak ke depan bersama badan, sedangkan organ yang mobile, seperti limpa, ginjal ,
jantung, dan aortic arch tetap bergerak ke depan. Shear force terjadi di aorta dengan berlanjutnya gerak ke depan dari aortic arch terhadapa aorta desenden
yang statis. Aorta distal melekat pada tulang punggung dan deselerasi yang cepat terjadi bersama badan. Shear force yang terbesar terjadi di mana aorta arch
desenden yang stabil bertemu dengan ligamentum arteriosum. Mekanisme trauma ini dapat juga terjadi dengan limpa dan ginjal pada pedikelnya; pada hal ini terjadi
laserasi hati bagian sentral, ketika terjadi deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar ligamentum teres; dan di tengkorak ketika bagian belakang otak terlepas dari
tengkorak dan merobek pembuluh darah dan terbentuk space occupying lesion. Pelekatan yang banyak pada dura, arakhnoid, dan pia di dalam tengkorak secara
efektif memisah-misah otak ke dalam beberapa kompartemen. Kompartemen- kompartemen ini menderita beban shear oleh akselerasi maupun deselerasi.
Contoh lain adalah vertebra servikal yang fleksibel dan terikat tidak dapat bergerak, sering terjadi trauma pada pertemuan C7- T1 American College of
Surgeons Comittee on Trauma, 2008. Benturan organ bisa juga disebabkan karena penggunaan alat pengaman.
Nilai alat pengaman dalam menurunkan trauma telah terbukti, sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Bila dipakai dengan benar, sabuk pengaman dapat
mengurangi trauma. Pada kecepatan tinggi, sabuk pengaman sendiri dapat merupakan sumber trauma, namun tentu saja traumanya akan lebih ringan. Bila
tidak dipakai dengan benar, sabuk pengaman dapat menimbulkan trauma. Agar
Universitas Sumatera Utara
berfungsi baik sabuk pengaman harus dipakai di bawah spina iliaka anterior superior, dan di atas femur, tidak boleh mengendor saat tabrakan dan harus
mengikat penumpang dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi di atas spina iliaka maka hepar, lien, pankreas, usus halus, duodenum, dan ginjal akan terjepit di
antara sabuk dan tulang belakang, dan timbul burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vertebra lumbalis akibat sabuk terlalu tinggi akan mengakibatkan
fraktur kompresi anterior dari vertebra lumbal. Transfer energi dalam rongga toraks dapat sangat besar walaupun memakai sabuk pengaman, dan dapat terjadi
pneumothorax, trauma tumpul jantung, maupun fraktur klavikula American College of Surgeons Comittee on Trauma, 2008.
Universitas Sumatera Utara BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian tentang gambaran kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
3.2. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini mencakup : A. Kematian adalah berhentinya semua fungsi vital tubuh meliputi detak jantung,
aktivitas otak, serta pernafasan. B. Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan
tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda.
C. Jenis kelamin adalah jenis kelamin korban kecelakaan lalu lintas. Alat ukur yang dipakai adalah visum et repertum. Cara ukur adalah dengan melihat
keterangan pada visum et repertum. Skala ukur variabel berupa skala nominal. Jenis kelamin akan dikelompokkan menjadi:
Kematian yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas Gambaran kematian yang
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
- Jenis kelamin
- Usia
- Waktu kecelakaan
- Hari kecelakaan
-
Bulan kecelakaan
-
Lokasi kecelakaan
- Cara kematian
Universitas Sumatera Utara
1. Laki-laki 2. Perempuan
D. Usia adalah masa hidup korban yang dihitung sejak tahun dilahirkan dinyatakan dalam satuan tahun. Alat ukur yang dipakai adalah visum et repertum.
Cara ukur adalah dengan melihat keterangan pada visum et repertum. Skala ukur variabel berupa skala interval. Usia akan dikelompokkan menjadi :
1. ≤ 10 tahun
2. 11-20 tahun 3. 21-30 tahun
4. 31-40 tahun 5. 41-50 tahun
6. 51-60 tahun 7. 60 tahun ke atas
E. Waktu kecelakaan adalah waktu saat terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dilihat dalam satuan jam. Alat ukur yang dipakai adalah visum et repertum. Cara
ukur adalah dengan melihat keterangan pada visum et repertum. Skala ukur variabel berupa skala nominal. Waktu akan dikelompokkan menjadi:
1. Pukul 01.00-04.59 2. Pukul 05.00-08.59
3. Pukul 09.00-12.59 4. Pukul 13.00-16.59
5. Pukul 17.00-20.59 6. Pukul 21.00-00.59
F. Hari kecelakaan adalah hari saat terjadinya kecelakaan lalu lintas. Alat ukur yang dipakai adalah visum et repertum. Cara ukur adalah dengan melihat
keterangan pada visum et repertum. Skala ukur variabel berupa skala nominal. Hari dibagi menjadi:
1. Senin 2. Selasa
3. Rabu 4. Kamis
5. Jumat 6. Sabtu
7. Minggu
G. Bulan kecelakaan adalah Bulan saat terjadinya kecelakaan lalu lintas. Alat ukur yang dipakai adalah visum et repertum. Cara ukur adalah dengan melihat
Universitas Sumatera Utara
keterangan pada visum et repertum. Skala ukur variabel berupa skala nominal. Bulan dibagi menjadi:
1. Januari 2. Februari
3. Maret 4. April
5. Mei 6. Juni
7. Juli 8. Agustus
9. September 10. Oktober
11. November 12. Desember
H. Lokasi kecelakaan adalah tempat kejadian kecelakaan lalu lintas. Alat ukur yang dipakai adalah visum et repertum. Cara ukur adalah dengan melihat
keterangan pada visum et repertum. Skala ukur variabel berupa skala nominal. Dilakukan pembagian berdasarkan kecamatan, yaitu :
1. Medan Tuntungan 2. Medan Johor
3. Medan Amplas 4. Medan Denai
5. Medan Area 6. Medan Kota
7. Medan Maimun 8. Medan Polonia
9. Medan Baru 10. Medan Selayang
11. Medan Sunggal 12. Medan Helvetia
13. Medan Petisah 14. Medan Barat
15. Medan Timur 16. Medan Perjuangan
17. Medan Tembung 18. Medan Deli
19. Medan Labuhan 20. Medan Marelan
21. Medan Belawan
Universitas Sumatera Utara
I. Penyebab kematian adalah trauma atau penyakit yang menyebabkan kematian korban. Alat ukur yang dipakai adalah visum et repertum. Cara ukur adalah
dengan melihat keterangan pada visum et repertum. Skala ukur variabel berupa skala nominal. Cara kematian dikelompokkan menjadi :
1. Trauma pada dada 2. Trauma pada kepala
3. Trauma pada perut 4. Trauma pada ekstremitas tungkai atasbawah
5. Trauma multiple
Universitas Sumatera Utara BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif dengan desain cross sectional untuk mengetahui gambaran kematian yang disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas di Kota Medan pada Tahun 2010-2012.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian