menyeluruh. Sehingga terkesan artistik dalam suasana yang sesungguhnya dan menjadikan film semakin menarik.
c. Konsentrasi penuh, penciptaan suasana melalui dari ditutupnya pintu-pintu hingga
lampu yang dimatikan menimbulkan kesan bahwa penonton terbebas dari hiruk- pikuk suara dari luar biasanya kedap suara dan pada akhirnya penonton dapat
berkonsentrasi penuh saat menonton film. d.
Identifikasi psikologis, suasana di bioskop membuat fikiran dan perasaan khlayak larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayatan yang amat mendalam,
secara tidak sadar seseorang mengidentifikasi diri sebagai salah satu pemeran dalam film tersebut.
Sebagai seorang komunikator, penting untuk mengetahui jenis-jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai karakteristiknya. Adapun menurut
Ardianto dan Komala 2004:138, terdapat pengelompokkan film, antara lain : a.
Film ceita, jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan didistribusikan sebagai
barang dagangan. b.
Film berita, film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi, terdapat nilai berita yang penting dan menarik bagi khalayak.
c. Film dokumenter, karya cipta mengenai kenyataan, hasil interpretasi pembuatnya
mengenai kenyataan dari film tersebut. d.
Film kartun, film animasi yang sasaran utamanya adalah anak-anak, namun semua kalangan juga menyukainya, dikarenakan sisi kelucuannya yang biasa hadir dalam
setiap penayangannya.
2.3. Semiotika Film
Oey Hong Lee menyebutkan, film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai massa pertumbuhannya pada akhir abad ke-
19, dengan kata lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah lenyap Lee dalam Sobur, 2003:126 .
Ini berarti dari permulaan sejarahnya, film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena tidak mengalami unsur-unsur teknik,
Universitas Sumatera Utara
politik, ekonomi, sosial dan demografi yang pada abad ke-18 dan ke-19 merintangi kemajuan surat kabar.
Film merupakan kajian yang sangat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan oleh Van Zoest, film dibangun dengan tanda
semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik demi mencapai efek yang diharapkan Zoest dalam Sobur, 2003:128
. Hal terpenting dalam film adalah gambar dan suara yakni kata yang
diucapkan ditambah sound effect dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda
yang menggambarkan sesuatu. Sehingga dengan kata lain, semiotika film merupakan peroses pemaknaan
atas tanda-tanda yang terdapat dalam film yang akan diteliti. Adapun tanda-tanda tersebut dapat berupa tanda audio suara, bahasa noverbalgesturemimik wajah,
serta latar. Selain itu, dalam filmpun terdapat tata bahasa yang lebih akrab, seperti
pemotongan cut, pembesaran gambar zoom in, pengecilan gambar zoom out, memudar fade, dan pelarutan dissolve. Selanjutnya pada gerakan dipercepat
spedded up, gerakan lambat slow motion, dan efek khusus special effect. Bahasa tersebut juga mencakup kode-kode representasi yang lebih halus, yang
tercakup dari penggambaran visual dan linguistik hingga simbol-simbol yang abstrak dan arbitrer serta metafora.
Dari berbagai tanda dalam semiotika film, dikenal pula istilah mise in scene yang terkait dengan penempatan posisi dan pergerakan aktor pada set
blocking, serta sengaja dipersiapkan untuk menciptakan sebuah adegan scene dan
sinematografi yang berkaitan dengan penempatan kamera.
www.ikipedia.com. Menurut Browell dan Thompson 1993:45, mise in scene berarti
menempatkan sesuatu pada satu layar. Dengan kata lain mise in scene merupakan segala sesuatu yang tampil di kamera baik set, property shooting, aktor, kostum
dan pencahayaan. Mise in scene terdiri atas : a.
Actor’s Performance
Universitas Sumatera Utara
• . Script merupakan sebuah naskah yang berisi semua kalimat yang
diucapkan oleh pemain film.
• Movement merupakan semua hal dan berbagai tindakan yang dilakukan
oleh pemain film. b.
Sound Latar belakang suara berupa suara pemain, lagu, sound effect, atau nat sound
suara disekeliling pemain film. Suara yang dapat didengar mendampingi visualisasi gambar pada layar. Adapun kategori suara menurut Denitto yakni:
• Spoken word berupa perkataan, komentar, dialog maupun monolog dari
seorang pemain. •
Natural sound berupa semua suara selain ucapan pemain film dan musik yang berfungsi sebagai ilusi realitas dan simbolisasi keadaan.
• Music berupa instrument atau nyanyian yang berfungsi untuk membantu
transisi antar sequence, membentuk suasana latar tempat, membentuk kesan emosi pemain lebih hidup, untuk membentuk atmosfir, menambah
kesan dramatis ataupun sekedar menyampaikan pesan non verbal. c.
Production design •
Setting berupa pengambilan gambar •
Property berupa segala peralatan atau barang yang mendukung pelaksanaan produksi film.
• Costume pakaian yang dipakai oleh pemain film
Sedangkan menurut Naratama 2004:73-74, ada tiga hal yang menentukan dalam penempatan kamera pada sinematografi, yakni:
a. Camera angle merupakan posisi pembingkaian gambar dalam berhubungan
dengan subyek yang ditampilkan, adapun sejumlah posisi kamera, yaitu: •
High angle, menempatkan posisi kamera diatas atau lebih tinggi dari subjek untuk memberi kesan subjek lebih kecil, lemah dan tak berdaya.
• Low angle, menempatkan posisi kamera dibawah subjek yang
menimbulkan efek kesan subjek lebih besar dan berwibawa. •
Eye level, menempatkan posisi kamera sejajar dengan mata subjek yang memberi kesan netral.
Universitas Sumatera Utara
b. Jarak kamera menentukan jauh dekatnya frame dari elemen-elemen yang
ditampilkan dalam sebuah shoot, adapun jenis-jenis shoot, yaitu: •
Extreme long shoot ELS, menempatkan kamera sangat-sangat jauh dalam membuat pembingkaian gambar, digunakan untuk mengambil
komposisi gambar panorama atau pemandangan alam. •
Very Long Shoot VLS, tata bahasa gambar yang panjang dangan menempatkan posisi kamera yang jauh dan luas namun lebih kecil dari
ELS. •
Long Shoot LS, pengambilan gambar manusia sebagai subjek dari kepala hingga kaki yang mengesankan keleluasaan suasana objek.
• Medium Long Shoot MLS, pengambilan gambar manusia sebagai subjek
yang memotong sampai lutut dengan suasana keseluruhan situasi yang masih terlihat.
• Medium Soot MS, pengambilan gambar manusia sebagai subjek hanya
sebatas tangan hingga kepala agar ekspresi dan emosi subjek terlihat jelas. •
Medium Close Up MCU, menempatkan shoot subjek sebatas dada hingga kepala untuk keperluan pengambilan gambar profil, bahasa tubuh
dan emosi subjek yang menimbulkan hubungan kedekatan. •
Close Up CU, pengambilan gambar yang memfokuskan pada kepala hingga leher untuk memperoleh efek kesan ekspresi, reaksi dan emosi
subjek. •
Big Close Up BCU, pengambilan gambar wajah dari dahi hingga dagu untuk mengesankan kedalaman pandangan mata, raut wajah dan emosi
subjek. •
Extreme Close Up ECU, pengambilan shoot yang memfokuskan untuk memperlihatkan bagian tubuh yang diperbesar atau detail.
c. Pergerakan Kamera
Pergerakan kamera secara horizontal pan dan vertical til. Pergerakan kamera yang mendekat atau menjauhi subjek atau bahkan mengikuti subjek
dollytrack.
2.4 Semiotika