menceritakan tentang penggambaran budaya pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah Belitong, Sumatera Selatan.
Penggambaran tersebut mencakup penggambaran tentang budaya pendidikan kecerdasan yang dideskripsikan melalui pendidikan formal dan
informal di sekolah maupun pendidikan yang mereka dapati di kehidupan sehari- hari ataupun dengan berinteraksi dengan orang lain. Lalu pendidikan agama yang
selalu diajarkan baik secara eksplisit dan implisit melalui tatacara berwudhu ataupun kisah perjuangan para Nabi hingga pendidikan moral yang dibekalkan
kepada seorang pengajar, meskipun hanya berupa nasehat. Serta pendidikan kesejahteraan keluarga yang secara implisit tergambar pada kisah kehidupan
anggota keluarga laskar pelangi yang rela bekerja demi membantu perekonomian keluarga supaya menjadi lebih baik.
4.2.1 Analisis Kesenjangan Sosial Masyarakat Belitung dalam Film Laskar Pelangi
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidak seimbangan sosial yang terjadi di masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok.
Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dalam berbagai aspek, misalnya dalam keadilanpun bisa terjadi, antara orang kaya dan miskin, buruh dan
orang yang berkuasa. Kemiskinan merupakat faktor utama yang banyak mempengaruhi kesenjangan sosial di kalangan masyarakat Saussure dalam Hoed,
2007:3. Bahasa juga merupakan penggunaan kode yang merupakan penggabungan fonem unsur terkecil dari bunyi atau ucapan sehingga
membentuk kata dengan aturan sintaksis penggabungan kata menjadi kalimat dengan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu untuk membentu
kalimat yang memiliki arti Wikipedia.com. Dalam film laskar pelangi terdapat gambar atau bukti nyata yang
menggambarkan tentang kesenjangan sosial masyarakat yang terjadi di tanah Belitong, yaitu pada adegan pembuka pada menit 00:44 sampai menit 01:12
seperti yang terdapat pada tabel berikut: Tabel 1
Keadaan Belitong pada Zaman Kolonial Belanda
Universitas Sumatera Utara
Visual
Keadaan masyarakat Belitong pada Zaman Kolonial Belanda
Visual
Tambang timah yang dikuasai oleh Kolonial Belanda dan pemilik modal
Universitas Sumatera Utara
Visual
Para pemilik modal dan Kolonial Belanda yang menguasai tambang-tambang timah
Signifier penanda
Keadaan masyarakat asli Belitong yang menjadi buruh dan pekerja kasar di tanah kelahiran mereka sendiri
Signified petanda
Tambang-tambang timah yang dikuasai oleh Kolonial Belanda dan para pemilik modal
Makna Denotasi 1 Perbedaan keadaan antara masyarakt asli Belitong
dengan Kolonial Belanda dan para pemilik modal
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis semiotika tentang penggambaran kesenjangan sosial masyarakat asli Belitong dengan
Kolonial Belanda dan para pemilik modal
Makna Konotasi 2 Penindasan terhadap kaum yang lemah
Pada gambar-gambar tersebut terlihat penanda signifier berupa bukti nyata yang tidak terbantahkan, bahwa Belitong adalah daerah yang memiliki
sumber daya alam yang sangat melimpah yakni berupa timah, namun tambang- tambang timah tersebet dikuasai oleh pihak Kolonial Belanda dan para pemilik
modal. Sehingga petanda signified yang dimaksudkan adalah tambang-tambang timah yang sangat menggiurkan para pemilik modal dan pihak-pihak asing yang
ingin menguasainya. Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar adalah kesenjangan
sosial yang terjadi pada masyarakat asli Belitong yang menjadi kuli dan buruh di tanah kelahiran mereka sendiri dan hidup dengan serba kekurangan dan jauh dari
Universitas Sumatera Utara
kata layak, sedangkan para Kolonial Belanda dan para pemilik modal hidup dengan mewah dan penuh dengan harta yang berlimpah karena dengan menguras
hasil kekayaan alam Belitong. Dalam film laskar pelangi, terdapat adegan lain yang mempersentasikan
kesenjangan sosial. Adegan yang memperlihatkan kesenjangan sosial masyarakat Belitong yakni pada saat adegan awal yang diambil secara long shoot pada menit
02:33, sebagaimana tergambar pada tabel berikut: Tabel 2
Lemahnya Sektor Pendidikan Bagi Kaum Pekerja
Visual
Ayah Ikal mengantar anaknya ke sekolah
Visual
Pegawai PN Timah mengejek Ikal dan Ayahnya
Signifier Penanda Dialog pegawai PN Timah “Woi, percuma sekolah,
nantinya akan jadi kuli juga”.
Signified Petanda Ejekan seorang kuli PN Timah lainnya pada Ikal
dan ayahnya.
Makna Denotasi 1
Cerminan keraguan pada pentingnya bersekolah.
Universitas Sumatera Utara
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis kesenjangan sosial masyarakat Belitong, yakni kaum buruh hanya mampu menyekolahkan
anaknya di sekolah yang hampir rubuh.
Makna Konotasi 2 Lemahnya pendidikan karena kondisi prekonomian
yang tidak menentu, sehingga anggaran pendidikan tidak merata.
Adegan tersebut menggambarkan saat ayah Ikal mengantarkan Ikal pergi ke sekolah dengan menggunakan sepeda, kemudian ketika berpapasan dengan
sejumlah pegawai PN Timah, mereka lantas mengejek Ikal yang akan disekolahkan di SD Muhammadiyah.
kalimat berupa dialog yang merupakan penanda signifier berupa kalimat “woi, percuma sekolah, nantinya akan jadi kuli juga”, dialog tersebut merupakan
petanda signified dari ejekan seseorang kepada ayah Ikal dan Ikal, maknanya adalah cerminan seseorang pada tentang tidak pentingnya pendidikan.
Makna konotasinya adalah penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang menghubungkan setting sekolah Muhammadiyah yang keadaan
bangunannya miring dan hanya ditopang dengan sebatang pohon serta dengan menggunakan sejumlah properti yang sederhana, reot dan usang. Setting ini
menggambarkan sekolah tersebut hampir rubuh dan hanya memiliki fasilitas yang terbatas. Hingga timbul stereotip bahwa sarana dan prasarana yang baik
menetukan kualitas yang baik pula. Adapun makna konotasi lain yang tergambar yakni cerminan lemahnya
sektor pendidikan, karena kondisi perekonomian bangsa yang tidak menentu. Kondisi tersebut menyebabkan pemerataan anggaran pendidikan sebesar 20 dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN belum sepenuhnya berjalan hingga menyebabakan peningkatan kualitas pendidikan yang belum maksimal.
Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang lainnya terlihat pada menit ke 05:37 sampai 06:21 pada saat orang tua murid–murid SD
Muhammadiyah menunggu dengan perasaan cemas murid yang ke sepuluh, seperti terlihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 SD Muhammadiyah yang sedikit peminatnya
Visual
Orang tua yang tidak mampu terpaksa menyekolahkan anak-anaknya di SD
Muhammadiyah
Visual
Pengumuman seragam apa saja yang wajib dikenakan
Universitas Sumatera Utara
Visual
Kecemasan orang tua murid menunggu murid yang ke sepuluh
Signifier penanda
Orang tua dan para murid menunggu murid yang ke sepuluh
Signified petanda
Kecemasan tampak terlihat diwajah para orang tua dan murid yang menunggu murid yang ke sepuluh
Makna Denotasi 1 Perbedaan antara SD Muhammadiyah dan SD PN
Timah diawal penerimaan murid baru
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis semiotika tentang penggambaran kesenjangan masyarakat Belitong antara SD
Muhammadiyah dan SD PN Timah tentang awal penerimaan murid-murid baru
Makna Konotasi 2
Orang-orang yang tidak mampu hanya bisa menyekolahkan anaknya di SD yang hampir rubuh
Terlihat penanda signifier pada saat awal penerimaan murid baru diantara kedua sekolah tersebut, dimana SD Muhammadiyah belum mendapatkan
sepuluh orang murid sebagaimana yang disaratkat oleh Dinas Pendidikan setempat. Sehingga petanda signified yang dimaksudkan adalah kecemasan
nyang terlihat diwajah para orang tua dan murid SD Muhammadiyah yang menunggu murid yang ke sepuluh.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni perbedaan yang terlihat diantara kedua sekolah tersebut, hanya orang-orang yang mampu saja
yang dapat menyekolahkan anaknaya di SD PN Timah, sedangkan orang-orang yang tidak mampu dan para buruh hanya mampu menyekolahkan anaknya di
sekolah yang sudak hampir roboh itu. Hal tersebut mencerminkan kesenjangan sosial yang terjadi pada
masyarakat asli Belitong yang tidak mampu, hanya dapat menyekolahkan anaknay di SD Muhammadiyah yang hampir roboh itu, sedangkan para pemilik modal dan
penguasa seakan-akan tidak percaya dengan sistem pengajaran yang diterapkann oleh sekolah yang hampir rubuh itu, sehinggan mereka menyekolahkan anaknya
di sekolah yang memiliki fasilitas yang lengkap yaitu SD PN Timah. Penggambaran keadaan kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang
lainnya terlihat pada menit ke 05:54 pada saat pertama kali penerimaan murid baru di sekolah SD Muammadiyah dan SD PN Timah seperti terlihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4 Perbedaan yang Sangat Jelas
Visual
Penerimaan murid baru SD Muhammadiyah
Universitas Sumatera Utara
Visual
Penerimaan murid baru SD PN Timah
Signifier penanda Keadaan yang sangat memprihatinkan yang dihadapi
oleh SD Muhammadiyah
Signified petanda Para orang tua murid dan guru SD Muhammadiyah
menunggu satu orang anak lagi agar menjadi genap sepuluh
Makna Denotasi 1
Walaupun dalam keadaan sekolah yang hampir rubuh tetapi kedua guru itu tetap bersemangat
menunggu murid yang datang.
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis semiotika pada kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang sangat terlihat
perbedaannya. Pada adegan tersebut terdapat penanda signifier berupa keadaan murid
SD Muhammadiyah yang sangat memprihatinkan yang menunggu kesepuluh murid yang belum pasti, tetapi mereka tetap bersemangat pada hari pertama
bersekolah, kemudian makna konotasi yang digambarkan adalah gambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitung terlihat sangat kontras, SD
Muhammadiyah yang keadaannya jauh dari kata layak, sehingga tidak ada yang mau mendaftar menjadi murid SD tersebut, sedangkan SD PN Timah yang
memiliki fasilitas yang lengkap, sehingga pada penerimaan murid pertama banyak orang tua yang mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut, hanya orang-orang
yang mampu saja yang dapat bersekolah di SD PN Timah, sedangkan para buruh
Universitas Sumatera Utara
hanya mampu menyekolahkan anak-anaknya di SD yang hampir rubuh yaitu SD Muhammadiyah.
Adegan lain yang menggambarkan tentang kesenjangan sosial masyarakat Belitong terdapat pada menit 13:21 sampai menit 13:58 pada saat anak-anak
laskar pelangi sedang menyebutkan Pancasila, terlahat adegan-adegan yang tidak sesuai dengan makna Pancasila tersebut, seperti terlihat pada gambar berikut:
Anak-anak laskar pelangi yang sedang menghafal Pancasila
Lintang yang bersemangat mendayung sepeda dari rumah ke sekolah yang
berjarak 80 km
Masyarakat Belitong yang bekerja sebagai buruh di PN Timah
Masyarakat Belitong yang bekerja sebagai kuli panggul
Universitas Sumatera Utara
Adegan tersebut merupakan petanda signified bahwa anak-anak laskar pelangi sedang menghafal Pancasila, Lintang yang bersemangat mendayung
sepeda dari rumah ke sekolah yang berjarak 80 km, masyarakat Belitong bekerja sebagai buruh di PN Timah dan ada juga yang bekerja sebagai kuli panggul,
sebagaimana dijelaskan pada tabel dibawah ini: Tabel 5
Makna Pancasila yang tidak sesuai dengan kenyataannya
Signifier penanda Anak-anak laskar pelangi sedang menghafalkan
Pancasila
Signified petanda Lintang yang bersemangat mendayung sepeda dari
rumahnya ke sekolah dengan jarak 80 km
Makna Denotasi 1 Kehidupan masyarakat Belitong yang tidak sesuai
dengan makna Pancasila
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis semiotika tentang penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang tidak
sesuai dengan makna Pancasila yang sedang dihafal oleh anak-anak SD Muhammadiyah
Makna Konotasi 2 Tidak terlihatnya makna Pancasila yang sesungguhnya
Makna denotasi dari sejumlah adegan tersebut yaitu tentang kehidupan masyarakat asli Belitong yang tidak sesuai dengan makna Pancasila yang sedang
dihafal oleh anak-anak laskar pelangi, adapun makna konotasinya yakni berupa analisis penggambaran kesenjangan sosial yang dirasakan oleh masyarakat asli
Belitong yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak yang dialami oleh anak- anak laskar pelangi dan tidak pula mendapatkan pekerjaan yang layak yang
ditunjukkan oleh masyarakat yang bekerja sebagai buruh di PN Timah dan menjadi kuli panggul.
Makna konotasi lain yang coba digambarkan dalam adegan ini yakni akibat kekuasaan dari pihak PN Timah yang mengeksploitasi hampir seluruh
kekayaan alam tanah Belitong, yang memaksa penduduk asli Belitong harus
Universitas Sumatera Utara
menguras tenaga di tanah kelahiran mereka sendiri, daerah yang sesungguhnya makmur, kesenjangan sosial digambarkan dengan begitu jelasnya.
Adegan lain yang menggambarkan tentang kesenjangan sosial masyarakat Belitung terdapat pada adegan di menit 15:55 dan 17:25 yaitu pada saat hujan
terjadi, ruangan kelas di SD Muhammadiyah mengalami kebanjiran, sehingga Pak Harfan menyuruh Bu Mus untuk mengajak anak-anak Laskar Pelangi agar
bermain diluar kelas. Seperti pada tabel berikut: Tabel 6
Kondisi Sekolah yang Jauh dari Kata Layak
Visual
Visual
Signifier penanda Kondisi atap sekolah yang bocor dan dinding sekolah
yang hampir rubuh
Signified petanda
Anak-anak yang mengeluarkan kambing-kambing dari
Universitas Sumatera Utara
kelas dan Pak Harfan bersama warga menyokong dinding sekolah yang hampir rubuh
Makna Denotasi 1 Kondisi sekolah SD Muhammadiyah yang kurang
mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Kesenjangan sosial yang terjadi pada SD Muhammadiyah yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah
setempat, dikarenakan anak-anak yang bersekolah di SD tersebut adalah anak-anak para buruh
Makna Konotasi 2
Ketidak pedulian pemerintah setempat
Terlihat penanda signifier berupa anak-anak yang mengusir kambing- kambing agar keluar dari ruang kelas karena kondisi diluar sedang hujan, dan
ketika Pak Harfan menyuruh Bu Mus agar mengajak anak-anak ke luar sekolah supaya Pak Harfan dafat membersihkan ruang kelas yang becek dan kotor akibat
hujan dan kambing-kambing yang masuk ke dalam ruang kelas. Sehingga petanda signified yang dimaksudkan adalah kondisi atap sekolah yang bocor dan dinding
sekolah yang hampir rubuh. Adapun makna denotasi yang tergambar yakni kondisi sekolah SD Muhammadiyah yang kurang mendapatkan perhatian dari
pemerintah setempat. Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni ketidak
peduliannya pemerintah setempat terhadap SD yang mayoritas muridnya adalah anak-anak para buruh dan pekerja kasar, yang mana mereka semua itu adalah
anak-anak asli Belitong. Hal tersebut mencerminkan rendahnya rasa kepedulian pemerintah setempat terhadap kaum buruh dan para pekerja kasar.
Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong lainnya tergambar pada menit 19:34 sampai menit 22:00 saat Pak Zulfikar menasehati Pak Harfan
agar berhenti mengajar dari SD Muhammadiyah, seperti tergambar pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 7 Pendidikan Hanya Dilihat dari Jumlah dan Statistik
Visual
Pak Zufikar sedang berdialog dengan Pak Harfan
Signifier penanda
Pak Zulfikar menasehati Pak Harfan
Signified petanda
Nasehat Pak Zulfikar kepada Pak Harfan agar menutup sekolah yang sudah tidak ada muridnya itu
Makna Denotasi 1
Pak Harfan yang tetap berusaha mempertahankan sekolah SD Muhammadiyah walaupun hanya sepuluh
murid
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis penggambaran kesenjangan sosial antara Pak Zulfikar dan Pak Harfan yang sama-sama seorang
guru, namun keadaan Pak Harfan sangat sederhana
Makna Konotasi 2
Sifat Pak Harfan yang tidak mudah menyerah
Terlihat penanda signifier berupa adegan saat Pak Zulfikar menasehati Pak Harfan dan saat Pak Harfan memperbaiki bangku yang sudah rusak. Sehingga
petanda signified yang dimaksudkan adalah agar Pak Harfan menutup sekolah SD Muhammadiyah yang hanya memiliki sepuluh orang murid itu.
Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni perbedaan diantar kedua orang guru Pak Zulfikar dan Pak Harfan yakni kesenjangan sosial
diantara keduanya yang sama-sama berprofesi menjadi seorang guru, namun Pak Harfan lebih terlihat sederhana dibandingkan dengan Pak Zulfikar.
Analisis semiotika tentang penggambaran kesenjangan sosial dan budaya dalam pendidikan logis matematis
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan logis-matematis berkaitan dengan pola, rumus-rumus, angka - angka dan logika. Salah satu adegan yang menggambarkan analisis semiotika
kesenjangan sosial dan budaya dalam pendidikan logis-matematis yakni saat pelajaran berhitung. Sebagaimana penggalan scene berikut:
Penggalan scene 1 Penggambaran pola pengajaran berhitung di SD Muhammadiyah dan SD PN
Timah INT. Di dalam ruang kelas : pagi hari
SHOOT VISUAL
DIALOG AUDIO
Sound Effect
1 Long Shoot Time: 00:23:29
Pak Bakre yang keluar kelas pasca mengajar
pengetahuan peta, lalu bu mus memsuki
ruang kelas untuk mengajar berhitung
pada anak-anak laskar pelagi.
BuMus: Assalamualaikum
Anak-anak: Waalaikum salam,
bu mus.
2 Medium Close Up
Time: 00:23:35
Gambar foto presidan, dan wakil presiden
dan gambar garuda pancasila. Kemudian
pak Mahmud memasuki ruang
kelas, lalu langsung menjelaskan metode
pengajaran menghitung untuk hari
ini yakni menggunakan
kalkulator.
Pak Mahmud: pagi anak-anak… dalam
pelajaran menghitung pagi
ini, bapak akan mengajarkan kalian
menggunakan kalkulator..
masing-masing kalian
menunjukkan kalkulator, akan
mendapatkan kalkulator
Universitas Sumatera Utara
3 Medium long shoot Time:
00:23:55
Suasana kelas ketika anak-anak sedang
bertepuk tangan. Suasana seluruh kelas
hingga memperlihatkan
bagian badan Pak Mahmud.
Fx: Tepuk tangan
anak-anak sekelas.
4 Medium Close Up Time:
00:23:58
Pak Mahmud meminta Flo membagi-bagikan
kalkulator kepada teman-temannya.
Pak Mahmud: Flo kamu bantu bapak
membagi-bagikan kalkulato kepada
teman-temanmu, ya
5 Medium Close Up Time:
00:24:00 Gambar sekotak
penuh kalkulator.
6 Medium Shoot Time: 00:24:02
Ekspresi wajah Flo yang
sebenarnya enggan melakukan apa
yang disuruh pak Mahmud.
Dari penggalan scene tersebut, terdapat dialog berupa Pak Mahmud kepada murid-muridnya serta dialog Bu Mus kepada anak-anak laskar pelangi.
Dalam scene itu tergambar analisis pendidikan berupa kesenjangan sosial dan budaya serta kecerdasan logis-matematis, serta subtansi budaya pendidikan seperti
tercantum pada table berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 8 Subtansi Marginalisasi Masyarakat
Visual
Visual
Signifier penanda Pembagian kalkulator dan penggunaan lidi
Signified petanda
Penggunaan kalkulator dan penggunaan lidi sebagai alat bantu hitung cepat
Makna Denotasi 1 Perbedaan pola pengajaran berhitung antara SD PN
Timah dan SD Muhammadiyah
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis semiotika dalam penggambaran kesenjangan sosial antara SD PN Timah dan SD Muhammadiyah,
antara menggunakan kalkulator dan lidi sebagai alat
Universitas Sumatera Utara
bantu untuk mempermudah cara berhitung
Makna Konotasi 2
Perbedaan antara masyarakat pemilik modal dan kaum pekerja
Terlihat penanda signifier berupa pada saat adegan Pak Mahmud membagi-bagikan kalkulator kepada siswa-siswa SD PN Timah, dan pada saat
Bu Mus meminta siswa-siswa SD Muhammadiyah mengeluarkan lidi. Sehingga petanda signified yang dimaksudkan adalah penggunaan alat bantu untuk belajar
berhitung. Adapun makna denotasi yang tergambar yakni perbedaan pola pengajaran di kedua sekolah tersebut.
Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni berbedanya pola pengajaran di kedua sekolah tersebut. SD Muhammadiyah yang jauh lebih
sederhana dalam menggunakan alat bantu berhitung yakni dengan menggunakan lidi, sedangkan pola pengajaran yang diterapkan di SD PN Timah menggunakan
kalkulator alat penghitung elektronik sebagai alat bantu hitung cepat, mempersentasikan kesenjangan sosial antara SD PN Timah dan SD
Muhammadiyah yang satu menggunakan kalkulator dalam peroses belajar hitung dan yang satunya masih menggunakan lidi sebagai alat bantu berhitung.
Hal tersebut mencerminkan rendahnya penghargaan terhadap proses, kecenderungan ini menggambarkan bahwa keberadaan kalkulator sebagai bentuk
kemajuan teknologi dimanfaatkan untuk memudahkan segala aktifitas mereka. Sehingga dengan teknologi, mereka justru lebih percaya kemampuan mesin
daripada percaya kepada kemampuan diri sendiri. Makna konotasi lain yang digambarkan dari kesenjangan pola pengajaran
tersebut yakni marginalisasi masyarakat yang diakibatkan adanya hegemoni kekuasaan kelompok kapitalis sebagai pemilik modal dan alat produksi, dalam hal
ini PN Timah yang mengeksploitasi kekayaan alam Belitong tanpa melihat nasib rakyat asli Belitong sebagai kaum pekerja di tanah kelahiran mereka sendiri.
Sehingga tercermin bahwa terjadi kesenjangan sosial pada kehidupan masyarakat di Belitong. Perbedaan yang kontras pada penggunaan lidi sebagai
alat bantu hitung di SD Muhammadiyah dan penggunaan kalkulator sebagai alat bantu hitung di SD PN Timah, merupakan titik senteral yang menggambarkan
Universitas Sumatera Utara
kesenjangan sosial tersebut. Hal ini menggambarkan pemerintah daerah Belitong saat itu hanya sekedar simbol tanpa mampu menata kekayaan daerah untuk
memakmurkan penduduk asli Belitong. Cerminan ini menggambarkan budaya perbedaan kelas, seperti pandangan
Karl Marx dalam The Communist Manifesto berisi penggambaran perjuangan kelas pada masyarakat kapitalis, yakni kelas yang terdiri dari orang yang
menguasai alat produksi atau dinamakan kaum kapitalis, yang mengeksploitasi kelas yang terdiri atas orang yang tidak memiliki alat produksi, yaitu kaum
proletar Mark dalam Sunarto, 2000:5. Terdapat juga penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong
yang lain tergambar pada saat adegan anak-anak yang membaca peta dunia yang sudah robek dan usang yang ditempelkan didepan kelas yaitu pada menit 26:24
sampai menit 26:36 seperti tergambar pada tabel berikut: Tabel 9
Anak-anak yang semangat dalam belajar, walaupun dengan fasilitas yang terbatas
Visual
Visual
Universitas Sumatera Utara
Signifier penanda Peta Indonesia yang sudah robek dan usang ditempelkan
di depan kelas, dan murid-murid yang sedang menjawab pertanyaan Bu Mus
Signified petanda Pengajaran geografi berupa pengenalan membaca peta,
khususnya peta Indonesia
Makna Denotasi 1
Pembelajaran pengetahuan letak geografis wilayah Indonesia.
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat belitong, khususnya para murid SD Muhammadiyah ketika belajar
pelajaran geografi menggunakan peta yang sudah robek dan usang.
Makna Konotasi 2
Sikap yang penuh semangat yang ditunjukkan oleh anak- anak laskar pelangi ketika belajar membaca peta.
Dari tabel tersebut, tergambar penanda signifier yakni pemasangan peta wilayah Indonesia di depan kelas dan murid-murid yang sedang menjawab
Universitas Sumatera Utara
pertanyaan Bu Mus tentang pengetahuan peta, merupakan petanda signified pengajaran geografi berupa pengenalan membaca peta, khususnya peta wilayah
Indonesia. Adapun makna denotasi dari adegan tersebut adalah pembelajaran
pengetahuan letak geografis Indonesia dilihat dari peta. Para siswa SD Muhammadiyah diajarkan mengenal letak geografis sejumlah wilayah di
Indonesia dengan peroses tanya jawab. Sedangkan makna konotasi yang tergambar yakni pendidikan kecerdasan yang berhubungan dengan bentuk, lokasi
dan membayangkan hubungan diantaranya Gardner dalam
beranda.blogsome.com. Analisis tentang penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong
khususnya para siswa SD Muhammadiyah yang tergambar secara eksplisit, yakni gambar peta Indonesia yang rapuh dan robek mencerminkan pesan yakni bahwa
keterbatasan sarana dan prasarana yang terbatas dan sudah hampir tidak layak dipakai yang dimiliki oleh SD Muhammadiyah, namun di dalam keterbatasan
tersebut masih ada semangat yang tinggi dalam belajar dan mengajar.
Terdapat pula adegan yang menggambarkan tentang kesenjangan sosial masyarakat Belitong lainnya, yakni pada saat ulangan umum, SD Muhammadiyah
terpaksa bergabung dengan SD PN Timah yang diambil pada menit 29:50 hingga menit 30:15 ketika anak-anak SD Muhammadiyah bergabung dengan SD PN
Timah pada saat ujian, seperti terlihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 10 Perbedaan yang Terlihat Sangat Jelas
Visual
Visual
Signifier penanda Siswa-siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah yang
sedang mengikuti ulangan umum
Signified petanda Siswa-siswa SD PN Timah mengenakan seragam sekolah,
sedangkan siswa-siswa SD Muhammadiyah mengenakan pakaian biasa
Makna Denotasi 1
Perbedaan siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah terlihat jelas
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis semiotika penggambaran kesenjangan sosial antara siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah,
antara mengenakan seragam sekolah pada waktu ulangan umum dan mengenakan pakaian biasa
Universitas Sumatera Utara
Makna Konotasi 2
Kesenjangan sosial yang begitu terlihat jelas
Terlihat penanda signifier adegan pada saat siswa-siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah sedang melaksanakan ulangn umum, dan ketika
pengawas membagi-bagikan soal ujian kepada anak-anak yang mengikuti ujian. Sehingga petanda signified yang dimaksudkan adalah siswa-siswa SD PN
Timah yang mengenakan seragam sekolah pada saat ulangan umum dan siswa- siswa SD Muhammadiyah yang mengenakan pakaian biasa. Adapun makna
denotasi yang tergambar yakni perbedaan antara siswa-siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah terlihat begitu sangat jelas.
Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni kesenjangan sosial antara siswa-siswa SD PN Timah dan SD Muhammadiyah dari segi
seragam. Siswa-siswa SD PN Timah mengenakan seragam sekolah pada saat ulangan, sedangkan siswa-siswa SD Muhammadiyah mengenakan pakaian biasa
pada saat ujian dikarenakan keterbatasan biaya, namun walaupun demikian mereka tetap bersemangat di dalam mengikuti ulangan sekolah tersebut.
Hal itu mencerminkan kesenjangan sosial diantara kedua Sekolah Dasar tersebut, mengenai pemakaian seragam sekolah pada saat mengikuti ulangan
sekolah. SD PN Timah yang mayoritas murid-muridnya adalah anak-anak kaum pemilik modal dan pengusaha, dengan mudahnya, mampu membeli seragam
sekolah yang diinginkan, sementara SD Muhammadiyah yang mayoritas murid- muridnya adalah anak-anak para buruh dan kuli kopra, tidak punya kemampuan
untuk membeli seragam sekolah. Adapun penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang lain
adalah pada saat adegan yang digambarkan pada menit 31:52-33:50, saat adegan anak-anak laskar pelangi memperoleh liburan sekolah, setelah selesai ulangan
umum. Masing-masing dari mereka mengisi liburan dengan membantu perekonomian orang tua dengan bekerja dan anak-anak SD PN Timah yang
mengisi liburan mereka dengan bermain sepatu roda. Adapun penanda signifier dari sejumlah adegan tersebut yakni pada saat
anak-anak laskar pelangi bekerja menjadi buruh dan anak-anak SD PN Timah bermain sepatu roda, sebagaimana gambaran berikut:
Universitas Sumatera Utara
Ikal yang berdagang sayuran di pasar pada saat berlibur
Anak-anak PN Timah yang bermain sepatu roda pada saat berlibur
Borek dan A Kiong menjadi kuli angkut pada saat berlibur
Anak-anak PN Tmah yang sedang bermain sepatu roda pada saat berlibur
Adegan tersebut merupakan petanda signified bahwa Borek dan A Kiong sedang bekerja sebagai kuli angkut, Ikal berdagang sayur di pasar dan beberapa
anak PN Timah yang sedang bermain sepatu roda pada saat berlibur. Sebagaimana dijelaskan pada tabel dibawah ini:
Tabel 11 Subtansi Analisis Nasib Kehidupan Penduduk Asli Belitong
Universitas Sumatera Utara
Signifier penanda
Para anggota laskar pelangi menjadi kuli dan berdagang, sedangkan anak-anak PN Timah sedang bermain sepatu
roda pada saat mengisi liburannya.
Signified petanda Para anggota laskar pelangi membantu orang tua mereka
bekerja demi memperoleh penghasilan tambahan dan anak-anak PN Timah yang bermain sepatu roda.
Makna Denotasi 1
Kehidupan anggota laskar pelangi yang kurang mampu, memaksa mereka bekerja membantu perekonomian
keluarga-keluarganya.
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitung yang ditunjukkan oleh anggota laskar pelangi
dengan bekerja menjadi kuli demi membantu perekonomian keluarga yang kurang mampu dan anak-
anak PN Timah yang bermain sepatu roda pada saat mengisi liburannya
Makna Konotasi 2 Penggambaran nasib kehidupan penduduk asli Belitong.
Makna denotasi dari sejumlah adegan tersebut yaitu tentang kehidupan masyarakat asli Belitong yang digambarkan oleh anggota laskar pelangi yang
membantu perekonomian keluarga mereka dengan bekerja, untuk memenuhi kebutuhan keuangan dan penghidupan yang layak bagi keluarga dan anak-anak
PN Timah yang mengisi liburan mereka dengan bermain sepatu roda. Adapun makna konotasinya yakni berupa analisis penggambaran kesenjangan sosial
masyarakat Belitong yang digambarkan oleh anggota laskar pelangi saat bekerja demi membantu orang tua mereka, agar terpenuhi segala kebutuhan hidup
keluarganya. Makna konotasi lain yang coba digambarkan dalam adegan ini yakni
akibat hegemoni kekuasaan PN Timah yang mengeksploitasi hampir seluruh kekayaan alam Belitong, yang memaksa penduduk asli belitong harus menguras
tenaga di daerah mereka sendiri, daerah yang sesungguhnya makmur. Kesenjangan sosial disini digambarkan dengan jelas manakala anak-anak dibawah
Universitas Sumatera Utara
umur terpaksa turut serta membantu perekonomian keluarga demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Tampak dalam hal ini penggambaran nasib masyarakat asli Belitong ditengah gemilangan harta alami yang tereksploitasi kaum kapitalis. Meskipun
masyarakat asli Belitong sudah memperoleh pendidikan, namun pendidikan disini bukanlah unsur utama dalam mempertahankan kelangsungan hidup, karena tetap
saja mereka harus tunduk pada kebutuhan ekonomi, kebutuhan pemenuhan sandang, pangan dan papan.
Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang lain terdapat pada penanda signifier berupa adegan pada menit 38:18 hingga menit 40:16 saat
Pak Bakri bertemu Pak Harfan dan Bu Mus, ia mengatakan bahwa dirinya mendapat tawaran mengajar di SD Negri 1 Bangka. Tawaran tersebut merupakan
petanda signified bahwa Pak Bakri tidak akan mengajar lagi di SD Muhammadiyah. Secara denotasi adegan ini merupakan bentuk pengunduran diri
Pak Bakri dari SD Muhammadiyah. Sebagaimana digambarkan pada tabel berikut ini:
Tabel 12 Subtansi Sikap Matrealistis
Visual
Pak Bakri mengajukan pengunduran diri dari SD Muhammadiyah untuk mengajar di SDN 1 Bangka
Signifier penanda
Tawaran mengajar SD Negri 1 Bangka
Signified
Pak Bakri tidak akan lagi mengajar lagi di SD
Universitas Sumatera Utara
petanda
Muhammadiyah
Makna Denotasi 1
Pak Bakri mengundurkan diri dari SD Muhammadiyah.
Makna Konotasi 1
Makna Denotasi 2
Analisis penggambaran kesenjangan masyarakat Belitong. Bila tidak ada lagi murid setelah Laskar Pelangi lulus, maka
tidak ada pemasukan keuangan sehingga kelangsungan hidup bisa terancam.
Makna Konotasi 2
Sikap matrealistis dapat timbul karena adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi.
Secara konotasi, pengunduran Pak Bakri karena tuntutan ekonomi, SD Muhammadiyah hanya memiliki sepuluh anak murid yang kehidupannya miskin
dan tidak ada lagi murid lain selain mereka. Maka secara logis Pak Bakri berfikir bahwa kehidupannya tidak terjamin bila ia tetap mengajar di SD Islam tertua di
tanah Belitong tersebut, pasca kesepuluh anak murid itu lulus sekolah dasar. Sehingga menimbulkan sikap matrealistis sehingga tujuan utama guru sebagai
‘pahlawan tanpa tanda jasa’ menjadi luntur demi terpenuhinya segala kebutuhan ekonomi keluarga yang tak terbatas.
Pola berfikir logis yang digambarkan ini mencerminkan budaya pendidikan yang bukan lagi tanpa pamrih, karena faktor kebutuhan ekonomi yang
tak terbatas yang memaksa seseorang untuk memenuhi segala kebutuhan tersebut. Setinggi apapun idealisme seorang guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, tetap
saja dirinya pun harus tunduk pada tuntutan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai seorang manusia yang harus memenuhi segala kebutuhan
hidupnya. Adapun penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitung yang
lainnya terdapat pada menit 54:06 sampai menit 56:05 yaitu pada saat persiapan untuk mengikuti karnaval 17 Agustus yang diikuti oleh SD se-kecamatan
Gantong, sebagaimana tergambar pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 13 Keterbatasan Fasilitas Sekolah yang Kurang Mendukung
Visual
Persiapan SD PN Timah mengikuti karnaval
Visual
Persiapan SD Muhammadiyah mengikuti karnaval
Signifier penanda
Persiapan mengikuti karnaval 17 Agustus
Signified petanda Pengunaan alat musik drum band dan perlengkapan
yang disediakan oleh alam sebagai persiapan karnaval
Makna Denotasi 1
Perbedaan peralatan yang dipersiapkan dalam mengikuti karnaval
Universitas Sumatera Utara
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis pengganbaran kesenjangan sosial masyarakat antara SD PN Timah dan SD
Muhammadiyah dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti acara karnaval, antara fasilitas yang
lengkap dan fasilitas yang tersedia oloeh alam
Makna Konotasi 2
Keterbatasan fasilitas
Terlihat penanda signifier berupa adegan saat Mahar mempersiapkan kesenian apa yang akan ditampilkan pada saat acara karnaval nanti, sementara
fasilitas yang dimiliki SD Muhammadiyah tidaklah ada, namun dengan bakat seni yang dimiliki oleh Mahar, muncullah ide dari Mahar sesuatu yang akan
ditampilkan pada saat acara karnaval nanti, yaitu dengan menggunakan fasilitas yang disediakan oleh alam. Sehingga petanda signified yang dimaksudkan
adalah penggunaan alat musik drum band dan fasilitas yang disediakan oleh alam dalam persiapan mengikuti acara karnaval.
Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni perbedaan fasilitas yang tersedia di kedua sekolah tersebut. SD PN Timah yang memiliki
fasilitas yang memadai dalam persiapan mengikuti acara karnaval, sedangkan SD Muhammadiyah yang tidak memiliki fasilitas yang layak, memaksa Mahar
menggunakan bakat seninya untuk memikirkan apa yang akan mereka tunjukkan di acara karnaval nanti, yaitu Mahar menggunakan fasilitas yang disediakan oleh
alam. Adegan yang memperlihatkan kesenjangan sosial masyarakat Belitong,
yakni pada saat acara karnaval yang di ambil pada menit 57:03 sampai 58:25. Penanda signifier lainnya adalah penggunaan alat-alat musik seperti timpani,
drum bass, drum melodi dan pianika pada marcing band yang ditunjukkan oleh siswa-siswa SD PN Timah. Selain itu juga terdapat penggunaan alat musik tabla
pada pertunjukkan kesenian tradisional ciptaan Mahar yang dilakukan siswa-siswa dari SD Muhammadiyah, seperti pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 14 Subtansi Kontrasnya antara seni Modern dan Seni Tradisional
Visual
Marching Band SD PN Timah
Visual
Seni Tradisional Tabla SD Muhammadiyah
Signifier penanda
Penggunaan alat musik seperti drum, timpani, pianika serta tabla.
Signified petanda
Pertunjukkan kesenian dari siswa-siswi sekolah dasar se- kecamatan Gantong pada karnaval 17 Agustus
Makna Denotasi 1 Keragaman bentuk pertunjukkan kesenian Makna Konotasi
1 Makna Denotasi
2
Analisi penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong dalam pertunjukkan musikal, berupa kemampuan
penggunaan berbagai alat musik.
Makna Konotasi Kontrasnya seni modern ala barat dengan seni tradisional
Universitas Sumatera Utara
2
asli negri sendiri. Dari tabel tersebut, petanda signified adalah pertunjukkan kesenian dari
para siswa sekolah dasar se-kecamatan Gantong pada acara karnaval 17 Agustus. Adapun makna denotasi yang tergambar adalah keragaman bentuk pertunjukkan
kesenian yang dilakukan oleh para siswa se-kecamatan Gantong, diantaranya ada seni musik ala marching band ataupun gabungan dari seni suara, musik dan gerak
dari seni tradisional ala Mahar. Sedangkan makna konotasinya adalah penggambaran kesenjangan sosial
masyarakat Belitong berupa keterbatasan fasilitas yang di miliki oleh SD Muhammadiyah pada saat pertunjukan karnaval, sehingga menggunakan fasilitas
yang tersedia oleh alam. Kontrasnya budaya kesenian musik ala barat yang diwakili oleh kesenian marching band yang menggunakan alat musik modern dan
budaya kesenian musik tradisional yang diwakili dari perpaduan seni suara, musik dan gerak yang diwakili oleh seni tradisional yang diciptakan oleh Mahar dengan
alat musik sederhana. Alat musik tabla yang digunakan Mahar adalah alat perkusi Indian yang
digunakan dalam musik klasik, pop dan music religius dari negri India dan musik klasik ala Hindustan. Alat ini terdiri dari sepasang drum tangan yang berbeda
antara ukuran dan timbernya. Kata tabla berasal dari bahasa Arab, yang secara sederhana berarti drum yang dating dari Aramaic
www.wikipedia.orgwikitabla.com. Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong tergambar
dari kontrasnya perbedaan penggunaan antara alat musik ala barat dengan alat musik tradisional, menggambarkan kecenderungan budaya modernisasi yang
mulai memasuki kehidupan bangsa dengan maraknya arus budaya global. Seperti masuknya pralatan elektronik , yang dalam film laskar pelangi digambarkan pada
adegan Mahar mendengarkan radio, hal itu merupakan salah satu bukti bahwa modernisasi mulai mewabah di tanah air.
Proses modernisasi telah menunjukkan suatu kecendrungan yang selalu melekat dalam latar sejarah yang berbeda, kearah alinasi keterasingan anggota
masyarakat diantara satu dengan yang lainnya tenaga kerja, atomisasi masyarakat keadaan masyarakat tidak lagi sepenuhnya merupakan suatu
Universitas Sumatera Utara
kebetulan yang kokoh melainkan tercerai-berai atas anggota-anggotanya, birokrasi penguasa, dan homogenisasi kebudayaan Nasution, 2004:83. Dalam
hal ini proses modernisasi ditunjukkan dengan adanya homogenisasi kebudayaan berupa masuk dan berkembangnya budaya musik barat ke dalam negri.
Penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitung juga terlihat pada menit 66:44 dan 66:50 saat Ikal membeli kapur di toko kelontong Sinar Harapan
dengan harapan berjumpa dengan A Ling, sebagaimana tergambar pada tabel berikut:
Tabel 15 Ketidakpercayaan Kaum Penguasa Terhadap Kaum Buruh
Visual
Pemilik toko yang memarahi Ikal, agar membayar kapur yang kemaren diambil
Visual
Ikal yang ingin mengambil kapur
Universitas Sumatera Utara
Signifier penanda
Pemilik toko kelontong yang memarahi Ikal
Signified petanda
Ikal yang ingin mengambil kapur tulis agar bertemu A Ling
Makna Denotasi 1
Perbedaan antara pemilik toko dan Ikal yang hanya seorang anak buruh pekerja
Makna Konotasi 1 Makna Denotasi 2
Analisis penggambaran kesenjangan sosial antara pemilik toko kelontong dan anak SD
Muhammadiyah yang bernama Ikal, agar membayar kapur-kapur yang sudah diambil dari
kemarin
Makna Konotasi 2 Anggapan pemilik toko kelontong terhadap SD
Muhammadiyah yang tidak mampu membayar kapur-kapur yang telah diambil
Terlihat penanda signifier berupa adegan pada saat pemilik toko kelontong yang memarahi Ikal supaya Bu Mus membayar semua kapur-kapur
yang telah diambil, dan saat Ikal ingin mengambil kapur lagi dengan harapan bertemu dengan A Ling. Sehingga petanda signified yang dimaksudkan adalah
pengambilan kapur dengan alasan agar bertemu dengan A Ling. Adapun makna denotasi yang tergambar yakni perbedaan antara pemilik toko kelontong dengan
seorang anak buruh pekerja. Sedangkan secara konotasi, makna yang tergambar yakni anggapan
pemilik toko kelontong terhadap SD Muhammadiyah yang tidak mampu membayar kapur-kapur yang sudah diambil, hal ini menggambarkan kesenjangan
sosial antara pemilik toko kelontong terhadap SD Muhammadiyah yang tidak mampu membayar kapur-kapur yang telah diambil terlebih dulu, karena pemilik
toko kelontong beranggapan SD Muammadiyah adalah sekolah dasar yang miskin.
Adegan yang memperlihatka penggambaran kesenjangan sosial lainnya yakni pada saat ayah Ikal mengajak Ikal menonton hiburan rakyat pada menit
86:40 sampai menit 86:55 yang terlihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 16 Terbatasannya Sarana Hiburan untuk Masyarakat
Visual
Fasilitas hiburan rakyat
Visual
Suasana di tempat hiburan rakyat
Signifier penanda
Fasilitas hiburan masyarakat
Signified petanda
Penggunaan fita film untuk hiburan masyarakat Belitong
Makna Denotasi 1
Terbatasnya hiburan untuk masyarakat asli Belitong
Makna Konotasi 1
Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong tentang terbatasnya fasilitas hiburan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Makna Denotasi 2
Belitong
Makna Konotasi 2
Ketidakmampuan masyarakat asli Belitung
Adegan ini bermakna denotasi bahwa masyarakat asli Belitung bila ingin menonton hiburan rakyat, harus diadakan disuatu tempat yang luas agar mudah
menampung banyak orang yang sama-sama ingin menonton hiburan tersebut, itu dikarekan terbatasnya fasilitas hiburan yang disediakan oleh pemerintah setempat
untuk masyarakat asli Belitong. Adegan yang memperlihatkan penggambaran kesenjangan sosial lainnya
yakni pada saat latihat cerdas cermat untuk mengikuti perlombaan cerdas cermat se kecamatan Gantong yang terdapat pada menit 95:40 sampai menit 95:55 yang
ditujukkan pada dialog berikut ini:
Bu Mus : “Siapakah yang mengetik naskah Proklamasi Indonesia?”
Ikal : “Sayuti Melik”
Bu Mus : “Tulang yang terpanjang pada tubuh manusia adalah?”
Mahar : “Tulang paha”
Bu Mus : “Bilangan yang tidak bisa dibagi adalah?”
Lintang : “Bilangan prima”
Bu Mus : “siapakah pencipta lagu Indonesia Raya?”
Mahar : “Wage Rudolf Supratman”
Bu Mus : “jawablah lagu apa ini?, menyuruh Kucai Kucai”
Mahar : “Maju tak gentar”
Bu Mus : “Ciptaan?”
Mahar : “C Simanjuntak”
Bu Mus : “Sebutkan ibukota Irian Jaya?”
Mahar : “Jayapura”
Bu Mus : “Siapakah pengarang puisi yang berjudul ‘Aku’?”
Ikal : “Chairil Anwar”
Bu Mus : “Hari pedidikan nasional jatuh pada tanggal?”
Universitas Sumatera Utara
Lintang : “Tanggal 2 Mei”
Bu Mus : “Salah satu wakil Indonesia di konfrensi meja bundar
adalah?” Sahara
: “Muhammad Hatta” Bu Mus
: “Planet yang paling jauh ditata surya adalah?” Lintang
: “Planet Pluto” Bu Mus
: “Hewan yang memakan tumbuhan dan hewan lain disebut?”
Ikal : “Omnivora”
Bu Mus : “Sumber energy yang tidak mencemari lingkungan
adalah?” Mahar
: “Matahari”
Adegan lainnya yang menggambarkan kesenjangan sosial masyarakat Belitong, yakni saat adegan cerdas cermat antar sekolah se-kecamatan Gantong di
kabupaten Belitong yang diambil pada menit 100:19 hingga menit 106:07. Dalam perlombaam tersebut, SD PN Timah sebagai grup A, SD Negri 1 sebagai grup B
dan SD Muhammadiyah sebagai grup C. Berikut beberapa pertanyaan dan jawaban yang terdapat pada perlombaan cerdas cermat se-kecamatan Gantong:
Soal : “Siapakah penemu mesin uap?”
Jawaban : “James Watt”
Soal :“Kemanakah Soekarno-Hatta dibawa oleh para pemuda?
Jawaban : “Rengasdengklok”
Soal “Sebutkan judul lagu ini Dan siapa penciptanya?”
Jawaban :”Maju Tak Gentar, C Simanjuntak.
Soal : “Siapakah penulis roman Siti Nurbaya?”
Jawaban : “Marah Rusli.
Soal : “Apakah nama pelanet dengan jumlah satelit terbanyak?
Jawaban : “Yupiter.
Soal : “Sebuah segitiga siku-siku, sisi siku-sikunya adalah 20 cm
dan
Universitas Sumatera Utara
15 cm, berapa panjang sisi miringnya? Jawaban
: “25 cm. Soal
: “Sebutkan salah satu lagu ciptaan Kusbini? Jawaban
: “Padamu Negrai. Berikut ini tabel yang menjelaskan penanda signifier dan petanda
signified serta makna denotasi dan makna konotasi yang berusaha disampaikan pada kedua adegan yang menggambarkan kesenjangan sosial masyarakat
Belitong, yaitu: Tabel 17
Subtansi Kualitas Pendidikan yang sama sesuai dengan Kurikulum
Visual
Lintang menjawab pertanyaan Bu Mus pada latihan cerdas cermat di SD Muhammadiyah
Visual
Perlombaan cerdas-cermat tingkat sekolah dasar se- kecamatan Gantong
Signifier
Pertanyaan dalam latihan dan lomba cerdas cermat
Universitas Sumatera Utara
penanda Signified
petanda
Terdapat sejumlah kesamaan pertanyaan pada latihan dan pada saat lomba cerdas cermat.
Makna Denotasi 1
Kesamaan pola pengajaran disekolah yang berbeda
Makna Konotasi 1
Makna Denotasi 2
Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong
Makna Konotasi 2
Kesamaan hasil kualitas pengajaran karena penerapan kurikulum ajaran yang sama pula.
Dari penanda signifier dari sejumlah pertanyaan diatas yang merupakan petanda signified dari kesamaan sejumlah pertanyaan soal latihan dan saat
lomba cerdas cermat. Mengandung makna denotasi berupa kesamaan pola pengajaran di sekolah dasar yang berbeda, meskipun adanya perbedaan fasilitas,
sarana dan prasarana yang digunakan pada tiap sekolah. Adapun makna konotasi yang tergambar dari kedua adegan tersebut yakni
penggabungan dari pola berfikir logis dan reflektif menggunakan cara-cara berfikir induktif, deduktif maupun analogi secara cepat, guna memecahkan
persoalan-persoalan Indrakusuma, 1973:55. Hal tersebut berupa kesamaan hasil kualitas pengajaran meskipun pola
pengajaran dan fasilitas yang tersedia berbeda. Sehingga budaya pendidikan yang tergambar yakni bagaimanapun situasi dan kondisi, serta fasilitas yang dimiliki
satu tempat pendidikan seperti sekolah dasar, tidak dapat dijadikan alasan para pengajar memberikan pola pengajaran yang tidak baik dan tidak berkualitas atau
tidak sesuai dengan kurikulum pendidikan pada para siswanya. Kesamaan hasil kualitas pengajaran juga disebabkan karena adanya kurikulum ajaran yang sama
pula. Pasca adegan lomba cerdas cermat, terdapat penanda signifier pada
menit 133:46 yang diambil secara medium close up ketika Pak Mahmud
Universitas Sumatera Utara
mengacungkan tangan sebagai petanda signified protes atas keputusan juri yang menyalahkan jawaban Lintang, sebagaimana tergambar pada table berikut ini:
Tabel 18 Subtansi Kaum Penguasa Selalu Menganggap Remeh Kaum Marginal
Visual
Pembelaan Pak Mahmud atas jawaban Lintang yang disalahkan dewan juri pada saat perlombaan cerdas-cermat.
Visual
Sanggahan para dewan juri yang menganggap jawaban merekalah yang tepat, dan meragukan jawaban Lintang.
Signifier penanda
Pak Mahmud mengacungkan tangan
Signified petanda
Pengajuan protes pada keputusan juri
Makna Denotasi 1 Pengajuan keberatan atas keputusan juri yang menyalahkan
jawaban Lintang.
Makna Konotasi 1
Analisis semiotika dalam penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong, yang selalu menganggap remeh kaum
Universitas Sumatera Utara
Makna Denotasi 2
kalangan bawah.
Makna Konotasi 2
Kaum penguasa yang menganggap remeh kaum kalangan bawah.
Adegan ini bermakna denotasi bahwa Pak Mahmud melakukan protes pada keputusan juri, lalu membenarkan jawaban Lintang karena berdasarkan
perhitungan Pak Mahmud, hasil perhitungan Lintang sama dengan hasil perhitungan Pak Mahmud. Makna konotasi yang digambarkan adalah analisis
semiotika dan penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang menganggap remeh masyarakat kalangan bawah.
Makna konotasi lain yang berusaha digambarkan yakni ketidak percayaan dewan juri terhadap jawaban Lintang, sekolah Muhammadiyah yang memiliki
murid yang berlatar belakang kehidupan yang serba terbatas dan merupakan kelompok kaum marginal atau penduduk asli Belitong yang hidup dibawah garis
kemiskinan. Lintang dicurigai melakukan tindak kecurangan seperti mencuri soal karena ia berhasil menjawab setiap soal yang diajukan oleh dewan juri.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setelah menganalisis kehidupan sosial masyarakat Belitong dalam film Laskar Pelangi, maka bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Analisis penggambaran kesenjangan sosial masyarakat Belitong yang
digambarkan dalam film Laskar Pelangi menggambarkan sejumlah aspek yang terkait mengenai marginalisasi masyarakat, hegemoni kekuasaan, konsep identitas
serta modernisasi. Sejumlah aspek tersebut menggambarkan bahwa pendidikan dianggap suatu hal yang sulit untuk diperoleh semua kalangan.
2. Di dalam film Laskar Pelangi ini juga mengatakan bahwa pendidikan bukan
hanya milik orang bkaya saja, atau golongan menengah keatas, akan tetapi pendidikan itu untuk semua golongan.
3. Di dalam film Laskar Pelangi ini juga mengatakan bahwa terbatasnya fasilitas
sekolah yang berada di daerah-daerah terpencil yang pada umumnya adalah orang-orang tidak mampu.
4. Di dalam film ini mengatakan juga kecerdasan bisa datang dari mana saja, bisa
dari anak-anak kota, anak-anak desa, anak-anak orang kaya dan juga anak-anak orang miskin, anak-anak petani, nelayan dan sebagainya.
5. Film ini juga menceritakan bagaimana nasib sekolah-sekolah islam yang
berorientasikan pada pendidikan akhlak, dan juga nasib sekolah-sekolah yang ada di pelosok-pelosok negeri yang kurang terperhatikan oleh pemerintah.
5.2 Saran
Dengan melihat hasil penelitian yang dilakukan ini, penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut:
1. Penulis mengharapkan agar film yang bertemakan tentang pendidikan lebih
diperbanyak.
2. Dari analisis penggambaran kehidupan sosial ini diharapkan dapat dijadikan
bahan masukan bagi pemerintah untuk melihat realita yang ada pada pendidikan
di Indonesia, sehingga dapat menentukan pendidikan kedepannya lebih baik lagi.
69
Universitas Sumatera Utara