2.4.3 Hidrolisa
Hidrolisis merupakan pemecahan ikatan kimia akibat adanya reaksi oleh air Cairns, 2004. Hidrolisis glikosida flavonoid dapat dilakukan dengan tiga metode
yaitu hidrolisis asam, hidrolisis basa dan hidrolisis dengan bantuan enzim Markham, 1988. Ketiga metode hidrolisis tersebut memiliki kegunaan masing-
masing. Hidrolisis asam banyak digunakan untuk melepaskan residu gula terikat dan aglikon flavonoid. Hidrolisis enzim digunakan untuk mengidentifikasi gula
spesifik dan posisi ikatan, sedangkan hidrolisis basa digunakan untuk menghilangkan asam ester organik pada flavonoid Tomas-Barberan Farreres,
2012. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai
glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Pemilihan metode hidrolisis
didasarkan pada bentuk glikosida flavonoid, gula penyusun glikosida dan tempat berikatan gula dengan aglikon. Perbedaan kecepatan hidrolisis glikosida
bergantung pada jenis gula dan tempat berikatan gula dengan aglikon Bohm, 1998. Harborne 1965 mengkategorikan glikosida menjadi 3 kategori yaitu
mudah dihidrolisis, lambat dihidrolisis dan tahan asam.
Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah, sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida
6 sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 45
menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter
setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid setelah diuapkan Mabry, et al 1970.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Kromatografi
Saat ini kromatografi adalah teknik pemisahan yang paling umum dan sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dimanfaatkan untuk analisis baik
secara kualitatif dan kuantitatif atau bahkan analisis preparatif. Teknik kromatografi telah berkembang dan digunakan untuk memisahkan dan
mengkuantifikasi komponen-komponen yang kompleks, baik organik maupun anorganik Sudjadi, 2007.
Semua teknik kromatografi pada dasarnya menggunakan dua fasa, yaitu fasa tetap dan fasa bergerak. Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari
kedua fasa tersebut. Kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat dari fasa tetap, jika berupa zat padat dikenal sebagai kromatografi serapan absorption
chromatography dan jika berupa zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi partition chromatography Sastrohamidjojo, 1985.
Proses Sorpsi
Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fasa gerak ke fasa diam, sedangkan proses sebaliknya pemindahan solut dari fasa diam ke fasa gerak
disebut desorpsi. Keduanya terjadi secara terus-menerus selama pemisahan karena sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis.
Solut akan terdistribusi diantara dua fasa yang sesuai dengan perbandingan distribusinya untuk menjaga keadaan yang setimbang. Beberapa mekanisme yang
terlibat pada proses sorpsi yaitu adsorpsi, partisi, pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.
Universitas Sumatera Utara
Adsorben
Silika gel merupakan jenis adsorben fase diam yang penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol Si-
OH. Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.
Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu mendeaktifkan permukaannya karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal ini
dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 105 C, meskipun demikian
reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke
dalam adsorben silika gel ini Sudjadi, 1986.
Silika gel dapat diaktivasi dengan cara dipanaskan pada suhu 110ºC selama 24 jam. pH dari silika gel yang telah diaktivasi adalah 4. Di samping itu,
silika gel juga dapat di nonaktifkan reactivation dengan cara pemanasan pada suhu 110ºC selama 24 jam Armarego, dkk. 2012.
2.4.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis dikembangkan oleh Ismailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Metode ini sederhana, sensitif, kecepatan pemisahan tinggu dan mudah
untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan Khopkar,1990.
Dalam kromatografi lapis tipis, fase diamnya merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30µm. Semakin kecil ukuran
partikel fase diam, maka semakin baik kinerja efisiensi dan resolusi kromatografi lapis tipis. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembangan bergerak
sepanjang fase diam akibat adanya pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik ascending ataupun pengaruh gravitasi pada pengembangan secara
menurun descending Sudjadi, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan fase gerak yang digunakan pada kromatografi lapis tipis tergantung pada solut yang dianalsis dan fase diam yang digunakan
Sumarno,2001.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk dua tujuan pertama sebagai metode untuk memperoleh hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif dan yang
kedua yaitu untuk menentukan sistem pelarut yang akan digunakan pada kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis, pemisahan yang dilakukan pada senyawa yang berbeda seperti senyawa organik alam, senyawa organik sintetik, kompleks anorganik-
organik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dan peralatan yang digunakan juga tidak mahal dan jumlah cuplikan yang rendah dalam beberapa mikrogram
dapat ditangani. Kelebihan dari metode kromatografi lapis tipis ini yaitu pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit Gritter,1991.
Fase diam yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis berupa fase polar seperti silika gel, kiselguhr, alumina aluminium oksida, magnesium silikat
dan selulosa, dan fase non polar fase terbalik seperti fase diam dari silika. Bila fase diam telah ditentukan maka pemilihan fase gerak yang akan digunkan
berpedoman pada kekuatan elusi dari fase gerak tersebut Sumarno,2001.
2.4.4.2 Kromatografi Kolom
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penjerap yang berada dalam tabung kaca. Pelarut sebagai
fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa pelarut bergerak melalui
kolom dengan laju berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom Gritter, 1991.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Kristalisasi
Kristalisai adalah pengendapan kristal dari larutan yang terbuat dari bahan tertentu. Selama proses pembentukan kristal, molekul akan cenderung menjadi
melekat kristal tumbuh terdiri dari jenis yang sama molekul karena cocok dalam kisi kristal untuk molekul struktur yang sama daripada molekul yang lain. Jika
proses kristalisasi diperbolehkan untuk terjadi dalam mendekati – kondisi kesetimbangan, preferensi molekul untuk deposit pada permukaan terdiri dari
molekul seperti akan menyebabkan peningkatan dalam kemurnian bahan kristal. Sehingga proses rekristalisasi adalah salah satu metode yang paling penting
tersedia bagi ahli kimia untuk pemurnian padatan Pasto, 1992 .
2.4.5 Rekristalisasi