HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

55

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai karakteristik responden, variabel harga diri, variabel interaksi sosial, dan hubungan harga diri dengan interaksi sosial pada Orang Dengan HIVAIDS ODHA di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan juni sampai juli 2016, dengan jumlah responden sebanyak 64 orang yang menderita HIVAIDS di RSUP H. Adam Malik Medan. 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Karakteristik Responden Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dengan jumlah responden sebanyak 64 orang yang menderita HIVAIDS menunjukkan bahwa umumnya responden berusia 26-35 tahun sebanyak 56,9, berjenis kelamin laki- laki sebanyak 54,7 dengan mayoritas bersuku batak sebanyak 42,2 dan umumnya responden beragama kristen sebanyak 67,2. Selanjutnya tingkat pendidikan terakhir responden pada umumnya adalah SMA sebanyak 62,5, status perkawinan responden adalah kawinmenikah sebanyak 56,2. Kemudian pekerjaan responden tidak diketahui atau lainnya sebanyak 45,3, dan umumnya responden terkena HIVAIDS 1 tahun sebanyak 65,6. 45 Universitas Sumatera Utara 56 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi berdasarkan Karakteristik Responden n=64 NO Karakteristik Frekuensi n Persentasi 1 Usia 17-25 4 3,4 26-35 33 56,9 36-45 18 31,0 45-55 6 6,9 56-65 3 1,7 2 Jenis kelamin Laki-laki 35 54,7 Perempuan 29 45,3 3 Suku Batak 27 42,2 Aceh 1 1,6 Mandailing 2 3.1 Jawa 13 20,3 Melayu 1 1,6 Lain-lain 20 31,2 4 Agama Islam 19 29,7 Kristen 43 67,2 Budha 2 3,1 5 Pendidikan terakhir SD 2 3,1 SMP 14 21,9 SMA 40 62,5 Perguruan Tinggi 8 12,5 6 Status Perkawinan Tidak kawin 19 29,7 Kawin 36 56,2 Jandaduda 9 14,1 7 Pekerjaan PNS 3 4,7 Pegawai Swasta 10 15,6 Pedagang 14 21,9 Petani 8 12,5 Lainnya 29 45,3 8 Lama Terkena 1 tahun 22 34,4 1 tahun 42 65,6 Universitas Sumatera Utara 57 5.1.2 Gambaran Harga Diri Mayoritas karakteristik harga diri responden berada pada rentang sedang sebanyak 95,3. Responden yang memiliki harga diri tinggi sebanyak 4,7, dan tidak ada responden yang memiliki harga diri rendah. Berdasarkan hasil estimasi ordinal dan disesuaikan dengan skala instrumen, dapat disimpulkan bahwa pasien HIVAIDS di RSUP H. Adam Malik Medan memiliki harga diri dalam rentang sedang Medium self-esteem. Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Karakteristik Harga Diri Orang Dengan HIVAIDS di RSUP H. Adam Malik Medan n=64 No Karakteristik Frekuensi n Persentasi 1 Rendah - - 2 Sedang 61 95,3 3 Tinggi 3 4,7 5.1.3 Gambaran Interaksi Sosial Mayoritas karakteristik interaksi sosial responden berada pada rentang baik, yaitu sebanyak 67,2 dan interaksi sosial yang buruk sebanyak 32,8. Berdasarkan hasil estimasi interval dan disesuaikan dengan skala instrumen, dapat disimpulkan bahwa pasien HIVAIDS di RSUP H. Adam Malik Medan melakukan interaksi sosial dengan baik. Universitas Sumatera Utara 58 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Karakteristik Interaksi Sosial Orang Dengan HIVAIDS di RSUP H. Adam Malik Medan n=64 No Karakteristik Frekuensi n Persentasi 1 Buruk 21 32,8 2 Baik 43 67,2 5.1.4 Hubungan Harga Diri dengan Interaksi Sosial Orang Dengan HIVAIDS di RSUP H. Adam Malik Medan Analisa hubungan harga diri dengan interaksi sosial diukur dengan menggunakan uji Spearman’s rho. Dari hasil analisa didapat p=0,030 α=0,05 dan nilai koefisien korelasi r=0,271 yang berarti hipotesa diterima, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan interaksi sosial ODHA Pvalue = 0,030 dengan kekuatan hubungan lemah dan arah hubungan yang positif atau searah. Tabel 5.4. Hasil Analisa Hubungan Harga Diri dengan Interaksi Sosial Orang Dengan HIVAIDS di RSUP H. Adam Malik Medan Variabel 1 Variabel 2 r pValue Harga diri Interaksi Sosial 0,271 0,030 Universitas Sumatera Utara 59 5.2 Pembahasan Tujuan penelitian ini meliputi penjelasan mengenai gambaran harga diri, interaksi sosial, dan hubungan harga diri dengan interaksi sosial pada Orang Dengan HIVAIDS ODHA di RSUP H. Adam Malik Medan. 5.2.1 Gambaran Harga Diri Orang Dengan HIVAIDS ODHA di RSUP H. Adam Malik Medan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 64 Orang Dengan HIVAIDS ODHA di RSUP H. Adam Malik Medan selama Juni – Juli 2016 didapatkan sebagian besar responden memiliki tingkat harga diri berada kategori sedang Medium self-esteem dengan jumlah sebanyak 95,3 dan hanya 4,7 yang memiliki harga diri tinggi, serta tidak ditemukan responden ODHA yang memiliki harga diri rendah. Harga diri pada kategori sedang Medium self-esteem menurut Coopersmith dalam Mruk, 2006 menyatakan bahwa individu dengan tingkat harga diri sedang merupakan hasil dari tidak tereksposnya seorang individu pada faktor-faktor yang mendukung kepemilikan tingkat harga diri yang tinggi, namun memiliki sebagian faktor sehingga menghindarkan mereka dari tingkat harga diri yang rendah. Karakteristik individu dengan harga diri sedang hampir sama dengan karakteristik individu harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap. Medium self-esteem yang dimiliki ODHA di RSUP H. Adam Malik Medan berkaitan dengan adanya peran pendampingrelawan ODHA yang peduli, bersimpati dan mendukung ODHA, serta bekerjasama dengan beberapa lembaga Universitas Sumatera Utara 60 kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan Epstein dalam Mruk, 2006 yang menyatakan bahwa salah satu sumber harga diri adalah penerimaan dan penolakan. Penerimaan dan penolakan dalam hubungan interpersonal seorang individu dengan orang tua, saudara, teman, pasangan, dan rekan kerja dapat mempengaruhi perasaan seorang individu atas dirinya. Bentuk penerimaan seperti rasa peduli, pengasuhan, perasaan tertarik, respek, serta kagum dan bentuk penolakan seperti tidak dihiraukan, direndahkan, atau dimanfaatkan dapat memperharuhi harga diri seseorang. Hasil penelitian ini didukung oleh Harefa 2012 dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Orang HIVAIDS ODHA di Lembaga Medan Plus, Medan yang menunjukkan bahwa pada umunya responden memiliki harga diri yang positif sebanyak 83,9. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan lingkungan sosial responden, dimana keluarga memberikan dukungan baik emosional, instrumental, informasional, dan penilaian. Harga diri merupakan semua yang dirasakan dan dipikirkan seseorang mengenai dirinya, mencakup seluruh kepercayaan dan sikap seseorang terhadap dirinya Rakhmat, 2003. Banyak faktor yang membangun harga diri seseorang. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan harga diri seseorang, yaitu penghargaan, penerimaan, dan perhatian yang diterima individu dari orang-orang terdekatnya; sejarah kesuksesan dan status seseorang dalam masyarakat; nilai- nilai dan aspirasi yang dianut individu; serta cara-cara individu dalam merespon penilaian dari lingkungannya Coopersmith, 1967 dalam Harefa, 2012. Selain lingkungan keluarga dan lingkungan sosial faktor yang mempengaruhi harga diri adalah usia. Dalam penelitian ini mayoritas usia Universitas Sumatera Utara 61 responden adalah 26 – 35 tahun, yaitu sebanyak 56,9. Hal ini berarti responden pada umumnya berada di fase dewasa awal atau usia produktif, dimana menurut Notoadmodjo 2007, umur merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan yang baru, semakin bertambahnya umur akan mencapai usia reproduksi, dan semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Faktor umur, menyatakan fokus harga diri seseorang mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan seseorang. Kemudian tingkat pendidikan. Mayoritas tingkat pendidikan terakhir responden dalam penelitian ini adalah SMA, yaitu sebanyak 62,5 dibandingkan dengan SMP 21,9. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka cenderung semakin tinggi pula harga diri. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari Dusek 1996 dalam Nurmalasari 2007, bahwa kelas sosial yang ditandai oleh pendidikan, pekerjaan dan penghasilan merupakan penentu dari harga diri. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Coopersmith 1967, yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih memiliki banyak pengalaman, dan harga diri yang tinggi dapat terbentuk melalui pengalaman-pengalaman, baik itu pengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan. Selain itu Horney dalam Hall Lindzey 1993 Nurmalasari 2007, juga mengungkapkan bahwa harga diri seseorang ditentukan oleh banyaknya penghargaan yang diterima dari masyarakat lingkungan sekitar, ini berarti bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki harga diri yang tinggi karena banyaknya penghargaan yang didapat dari lingkungan sekitar. Universitas Sumatera Utara 62 Kemudian lamanya seseorang menderita suatu penyakit juga dapat mempengaruhi tingkat harga diri. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa responden menderita HIVAIDS mayoritas 1 tahun yaitu sebanyak 65,6. Dimana dalam mempertahankan harga diri, mekanisme koping yang digunakan pada pasien HIVAIDS adalah sebagai berikut : 1 Penolakan: meniadakan realitas situasi; 2 Penghindaran: mencoba untuk mengabaikan akibat situasi; 3 Regresi: menjadi lebih tergantung, lebih pasif, lebih emosional; 4 Kompensasi: meniadakan keterbatasan disatu area dan mendapatkan keahlian didaerah lain; 5 Rasionalisasi: memaafkan diri untuk tidak mencapai harapan; 6 Pengalihan perasaan: penyaluran perasaan yang tidak dapat diterima ke dalam perilaku yang dapat diterima secara sosial. Hal ini berarti mayoritas responden telah mencapai mekanisme kopingnya dengan baik. 5.2.2 Interaksi Sosial Orang Dengan HIVAIDS ODHA di RSUP H. Adam Malik Medan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik interaksi sosial ODHA di RSUP H. Adam Malik Medan pada umumnya berada pada kondisi yang baik yaitu 67,2 dan interaksi sosial yang buruk diperoleh sebanyak 32,8. Hal ini berarti ODHA memiliki interaksi yang baik dengan orang-orang disekitarnya. Hal ini disebabkan karena pihak RSUP H. Adam Malik memfasilitasi ataupun memberikan dampingan pengawas untuk pasien ODHA, yang bekerjasama dengan beberapa lembaga kemasyarakatan yang masih peduli dan bersimpati serta mendukung ODHA. Interaksi sosial berasal dari proses alami Universitas Sumatera Utara 63 yang melihat kemudian meniru. Lalu sugesti, yaitu pengaruh psikis baik yang datang dari orang lain maupun dari dirinya sendiri yang pada umumnya datang tanpa ada kritikan. Kemudian faktor identifikasi pribadi dan yang terakhir faktor simpati. Penelitian ini didukung oleh Duriah 2014 yang menyatakan bahwa interaksi sosial yang dialami ODHA lebih bersifat asosiatif daripada disasosiatif. Hal tersebut dibuktikan dengan pergaulan ODHA yang memenuhi semua ciri dari interaksi sosial asosiatif, yakni ODHA dapat bekerjasama, berasimilasi, terakomodasi, dan berakulturasi dengan baik dengan semua lapisan masyarakat, baik keluarga, relasi, teman, dan orang-orang yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Interaksi sosial disasosiatif terjadi pada permulaan saja. Pernyataan tersebut juga didukung dengan karakteristik responden yang mayoritas menderita HIVAIDS 1 tahun. Dimana responden telah melewati mekanisme kopingnya dengan baik dan interaksi sosial disasosiatif atau yang buruk hanya terjadi pada permulaan saja. Menurut Jacobson dalam Orford, 1992 dalam Nurmalasari 2007 dukungan sosial merupakan suatu bentuk tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dicintai, dan bahwa orang lain bersedia memberikan perhatian dan keamanan. Ini berarti tingginya dukungan sosial subjek dikarenakan subjek telah memiliki perasaan nyaman, merasa percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dicintai, dan merasa bahwa orang lain bersedia memberikan perhatian dan keamanan. Hal ini berkaitan dengan tingkat harga diri yang dimiliki responden yaitu berada dalam rentang sedang sebanyak 95,3. Dimana harga diri merupakan rasa ingin Universitas Sumatera Utara 64 dihormati, diterima, kompeten, dan bernilai, inilah yang diharapkan oleh pasien ODHA. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial, juga turut mempengaruhi subjek. Dimana menurut Sarafino 1994 dalam Nurmalasari 2007 didapatkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menerima dukungan sosial adalah potensi penerima dukungan, potensi penyedia dukungan dan komposisi serta struktur jaringan sosial. Hal ini berarti responden memperoleh dukungan sosial seperti yang diharapkannya, memperoleh kesediaan dari seseorang yang diharapkan dapat menjadi penyedia dukungan yang dibutuhkan, dan memperoleh kedekatan hubungan yang dimiliki dengan orang- orang dalam keluarga maupun lingkungannya. Hasil penelitian ini didukung oleh Erwina Aulia 2014 yang melakukan penelitian di Yayasan Lentera Minangkabau Support, bahwa pada penelitian tersebut diketahui sebanyak 64,4 ODHA memiliki interaksi sosial yang baik. Hal ini dilihat dari karakteristik ODHA sendiri terkait dengan pekerjaannya, seluruh ODHA di Yayasan Lantera Minangkabau adalah orang yang memiliki aktivitas atau kesibukan yang rutin. Kegiatan itu berlangsung di luar rumah, yang mengharuskan ODHA untuk melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan orang lain. Secara tidak langsung ODHA telah melewati masa-masa proses kembali ke kehidupan sosialnya. Mereka bertemu, berinteraksi dan bekerja bersama orang lain. ODHA telah mampu masuk ke kehidupan sosialnya. Menyesuaikan diri sedari didiagnosa sebagai Orang Dengan HIVAIDS. Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Hermawati 2011 yang menunjukkan bahwa ODHA yang memiliki interaksi sosial positif sebanyak Universitas Sumatera Utara 65 12,5 dan ODHA dengan interaksi sosial negatif 87,5. Hasil yang berbeda disebabkan oleh penelitian ini dilakukan pada suatu komunitas yang bersifat non yayasan yang sama sekali belum mendapatkan pemahaman nilai-nilai moral dan psikososial. 5.2.3 Hubungan Harga Diri dengan Interaksi Sosial Pada Orang Dengan HIVAIDS ODHA di RSUP H. Adam Malik Medan Analisis hubungan hubungan harga diri dengan interaksi sosial, menunjukkan semakin tinggi tingkat harga diri ODHA maka semakin baik interaksi sosial ODHA tersebut. Hubungan kedua variabel lemah r=0,271. Hasil uji statistik lebih lanjut disimpulkan, adanya hubungan yang bermakna antara harga diri dengan interaksi sosial p=0,030. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harefah 2012 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan harga diri ODHA di Lembaga Medan Plus Medan Tahun 2013 dengan nilai p = 0,019, maka Ha terbukti. Hal ini juga didukung oleh penelitian Hermawati 2011 yang menunjukkan hasil penghitungan bahwa didapat r square sebesar 0,335 yang berarti bahwa variabel interaksi sosial memberikan pengaruh sebesar 33,5 terhadap variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIVAIDS di masyarakat. Sedangkan pada penelitian Aulia Erwina 2014 diperoleh nilai p=0,08 dengan r=0,257. Nilai p=0,08 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara harga diri dengan interaksi sosial pada ODHA di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang. Hal ini karena, pertama faktor internal Universitas Sumatera Utara 66 yang berasal dari diri ODHA sendiri, ODHA telah mampu mengartikan setiap stigma yang muncul dari lingkungannya. Sehingga dengan keadaan dirinya sekarang ODHA telah mampu menepis semua pandangan yang keluar dari lingkungan sekitar terhadap dirinya. Sedangkan menurut Spiritia 2010 dalam Aulia Erwina 2014 terdapat hubungan yang berarti antara kepercayaan diri yang merupakan bagian dari harga diri dengan kenyamanan ODHA dalam berinteraksi dengan orang lain. Pada penelitian ini, interaksi sosial yang baik dipengaruhi oleh lingkungan rumah sakit, dimana pihak RSUP H. Adam Malik Medan memfasilitasi ataupun memberikan dampingan relawan untuk pasien ODHA yang bekerjasama dengan beberapa lembaga kemasyarakatan yang masih peduli dan bersimpati serta mendukung ODHA. Hal ini didukung oleh Yuniar 2012 yang menyatakan bahwa hubungan yang baik dengan tenaga kesehatan, sikap dan perilaku tenaga kesehatan yang bersahabat dan penuh rasa kekeluargaan disertai konseling kepatuhan dapat memberikan rasa nyaman bagi ODHA. Adanya dukungan dari keluarga juga dapat membantu ODHA untuk mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan mampu menjalani kehidupannya menjadi lebih baik. Gaskin 2000 mengungkapkan bahwa ODHA merasa lebih baik saat mereka mendapat dukungan dari keluarga terutama dukungan emosional. Konsep diri positif yang dimiliki ODHA dapat ditunjukkan melalui kemampuannya menerima kondisi dan keadaan diri pada saat kini, bersikap lebih realistik, objektif dan tidak menunjukkan ketegangan emosional yang berlebihan. Universitas Sumatera Utara 67

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN