BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bentuk wanprestasi yang sering terjadi dalam perjanjian sewa beli
kendaraan bermotor adalah bahwa debitur tidak memenuhi kewajibannya untuk tepat waktu dalam melakukan pembayaran angsuran atau cicilan
kendaraan bermotor yang telah di kreditnya. 2.
Risiko-Risiko yang terjadi dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor seperti kerusakan, kehilangan, dan lainnya akan ditanggung oleh Pihak
Asuransi yang juga merupakan para pihak dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor.
3. Langkah pertama yang akan dilakukan para pihak dalam penyelesaian
sengketa adalah melalui musyawarah yaitu apabila dalam kasus kredit macet selama debitur mempunyai itikad baik bisa dilakukan penjadwalan
kembali kapan kredit pinjamannya akan di bayarkan. Langkah kedua melalui jalur hukum yaitu mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan.
101
Universitas Sumatera Utara
B. Saran
1. Konsumen kendaraan bermotor harus sadar akan kewajibannya untuk tepat
waktu dalam melakukan pembayaran angsuran atau cicilan kendaraan bermotor yang telah dikreditnya agar masalah kredit macet yang selama ini
sangat merugikan Kreditur dapat diminimalisir. Serta tindakan wanprestasi konsumen hendaknya harus dilihat dulu penyebabnya terjadi wanprestasi
tersebut. 2.
Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kedua belah pihak hendaknya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang secara klausula
mengatur dan membatasi isi perjanjian sewa beli kendaraan bermotor. 3.
Agar meminimalisir terjadinya sengketa sebaiknya isi perjanjian sewa beli dibuat dengan prinsip keterbukaan dan itikad baik dari kreditur maupun
debitur serta debitur hendaknya lebih teliti dalam membaca isi perjanjian karena perjanjian tersebut dibuat secara sepihak oleh kreditur.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu terlibat dalam pergaulan dengan sesamanya, sehingga terjadi hubungan antar manusia yang disebut juga dengan
hubungan antar individu. Hubungan antar individu menimbulkan hubungan yang dapat bersifat hubungan biasa dan hubungan hukum. Suatu hubungan disebut
hubungan hukum, apabila hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut diatur oleh hukum, yaitu hubungan antara sesama manusia yang dilindungi oleh
hukum atau akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pergaulan itu dilindungi oleh hukum.
Definisi hukum menurut beberapa pakar yaitu :
7
1. R. Soeroso
Definisi hukum secara umum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata tertib kehidupan
bermasyarakat yang memiliki ciri perintah dan larangan serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi-sanksi hukuman bagi pelanggarnya.
Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi hukum sebagai berikut : a.
peraturan dibuat oleh yang berwenang. b.
tujuannya mengatur tata tertib kehidupan masyarakat. c.
mempunyai ciri memerintah dan melarang. d.
bersifat memaksa dan ditaati.
7
Subekti, Hukum Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1992, hlm. 4. 19
Universitas Sumatera Utara
2. Abdulkadir Muhammad
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
3. C.S.T. Kansil
Hukum itu mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sebagai keamanan dan ketertiban terpelihara.
4. J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat
oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran-pelanggaran yang dikenai tindakan-tindakan hukum tertentu.
5. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidupperintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh
anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
Sebabnya hukum ditaati orang menurut Utrecht, yaitu :
8
a. Karena orang merasakan bahwa peraturan dirasakan sebagai hukum.
Mereka benar berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut. b.
Karena orang harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman.Penerimaan rasional itu sebagai akibat adanya sanksi-sanksi hukum supaya tidak
8
Sudarto, Hukum Pidana, Yayasan Sudarto, 1990, hlm. 39.
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan kesukaran, orang memilih untuk taat saja pada peraturan hukum karena melanggar hukum mendapat sanksi hukum.
c. Karena masyarakat menghendakinya. Dalam kenyataannya banyak orang
yang tidak menanyakan apakah sesuatu menjadi hukum atau belum. Mereka tidak menghiraukan dan baru merasakan dan memikirkan apabila
telah melanggar hingga merasakan akibat pelanggaran tersebut. Mereka baru merasakan adanya hukum apabila luas kepentingannya dibatasi oleh
peraturan hukum yang ada. d.
Karena adanya paksaan sanksi sosial. Orang merasakan malu atau khawatir dituduh sebagai orang yang asosial apabila orang melanggar suatu
kaidah sosial atau hukum.
Sedangkan tujuan hukum itu sendiri, menurut :
9
1. Apeldorn,yaitu mengatur pergaulan hidup manusia secara damai karena
hukum menghendaki perdamaian. 2.
Subekti, tujuan hukum adalah mengabdi pada tujuan negara yang pada pokoknya tujuan negara adalah mewujudkan kemakmuran dan memberikan
kebahagiaan pada rakyat di negaranya.
10
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan
pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum
yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan
9
Subekti, Op. Cit, hlm. 6.
10
Ibid, hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-
halyang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu hukum tata negara, kegiatan pemerintahan sehari-hari hukum
administrasi atau tata usaha negara, kejahatan hukum pidana, maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya. Sedangkan hukum perjanjian dalam bahasa belanda disebut verbintenis
yang artinya mengikat dan diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tetapi definisi mengenai Perikatan tidak diatur didalamnya. Hukum
Perikatan merupakan bagian dari hukum harta kekayaan vermogensrecht dan bagian lain dari hukum harta kekayaan adalah hukum benda. Setiap orang dapat
mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun isinya yang mereka kehendaki, baik yang diatur dalam undang-
undang maupun yang tidak diatur di dalam undang-undang. Inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak contractsvrijheid, dengan syarat bahwa kebebasan
berkontrak ini dibatasi dengan pembatasan umum, yaitu yang diaturdalam ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan
“suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum”, juga dibatasi oleh ketentuan didalam pasal 1254 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan “semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu yang bertetangan dengan
Universitas Sumatera Utara
kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-undang adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya tidak berlaku”.
11
Definisi perikatan menurut Sudikno Mertokusumo adalah hubungan hukum antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi.
Ada pula yang mendefinisikan perikatan sebagai hubungan hukum didalam lapangan harta kekayaan antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban dan
pihak yang lainnya berhak atas suatu prestasi. Perikatan sifatnya lebih luas dan abstrak daripada perjanjian yang lebih sempit dan konkret.
12
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:
13
Istilah “perjanjian” atau “kontrak” dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama. Suatu perjanjian atau kontrak memiliki unsur-unsur yaitu
pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum, perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban timbal balik. Ciri kontrak yang
utama ialah bahwa kontrak merupakan suatu tulisan yang memuat janji dari para pihak secara lengkap dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan
serta berfungsi sebagai alat bukti tentang adanya seperangkat kewajiban. Dengan demikian, dalam perjanjian para pihak yang melakukan kontrak memiliki
beberapa kehendak yaitu :
14
1. Kebutuhan terhadap janji atau janji-janji.
11
Firman Floranta Adoranta, “Aspek-aspek Hukum Perjanjian”,Bandung, CV Mandar Maju, 2014,hlm.1.
12
Ibid., hlm.3.
13
Surbekti dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Jakarta, PT Pradnya Paramita, 2007, hlm. 338.
14
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, Alumni, 1993, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
2. Kebutuhan terhadap janji atau janji-janji antara dua atau lebih pihak
dalam suatu perjanjian. 3.
Kebutuhan terhadap janji-janji yang dirumuskan dalam bentuk kewajiban. 4.
Kebutuhan terhadap kewajiban bagi penegakan hukum. Perjanjian atau kontrak merupakan salah satu dari dua dasar hukum
yangada selain dari undang-undang yang dapat menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang mengikat satu atau lebih subyek hukum
dengan kewajiban-kewajiban yang berkaitan satu sama lain. Pengertian perikatan sebagaimana diuraikan di atas menunjukan bahwa
perikatan memiliki pengertian yaitu hal yang mengikat antara orang yang satu dengan yang lain. Hal yang mengikat tersebut adalah peristiwa hukum yang dapat
berupa perbuatan, misalnya jual beli, utang piutang. Berupa suatu kejadian misalnya kelahiran, kematian, dan berupa keadaan, misalnya perkarangan
berdampingan, rumah bersusun, peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum.
Dalam hubungan utang piutang, pihak yang berutang disebut debitur, sedangkan yang memberi utang disebut kreditur. Dalam hal jual beli, pihak
pembeli berposisi sebagai debitur, sedangkan pihak penjual disebut sebagai kreditur. Dalam perjanjian hibah, pemberi hibah disebut debitur, sedangkan
penerima hibah disebut kreditur. Berdasarkan hal tersebut, maka pengertian kreditur adalah pihak yang menuntut sesuatu dan debitur adalah pihak yang
berkewajiban memenuhi tuntutan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perikatan adalah suatu
hubungan hukum. Hubungan hukum timbul karena adanya peristiwa hukum yang
Universitas Sumatera Utara
dapat berupa perbuatan, kejadian atau keadaan. Obyek hukum adalah harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Pihak yang berhak menuntut sesuatu
disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut debitur. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa perikatan adalah hubungan hukum
mengenai harta kekayaan yang terjadi antara debitur dan kreditur. Perikatan memang lebih luas pengertiannya apabila dibandingkan dengan perutangan.
Perikatan meliputi semua hubungan hukum perdata, sedangkan perutangan hanya meliputi hubungan hukum harta kekayaan, yang diatur dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan kata lain, perutangan adalah perikatan dalam arti sempit.
15
Kewajiban debitur membayar utang-utangnya disebut dengan Schuld, sedangkan kewajiban seorang debitur membiarkan kreditur mengambil harta
kekayaanya sebesar kewajiban pelunasan utangnya disebut Haftung. Debitur yang mengikatkan diri dalam perjanjian utang piutang wajib melaksanakan pasal-pasal
yang memuat kewajiban sebagai debitur, yaitu membayar utang-utangnya. Jika pihak debitur menyanggupi pembayarannya sesuai dengan perjanjian, pihak
debitur wajib membiarkan pihak kreditur menyita harta kekayaan yang dijaminkannya sesuai dengan jumlah utang yang ditanggung debitur. Itulah yang
disebut dengan Schuld dan Haftung.
16
B. Asas-Asas Perjanjian