dapat berupa perbuatan, kejadian atau keadaan. Obyek hukum adalah harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Pihak yang berhak menuntut sesuatu
disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut debitur. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa perikatan adalah hubungan hukum
mengenai harta kekayaan yang terjadi antara debitur dan kreditur. Perikatan memang lebih luas pengertiannya apabila dibandingkan dengan perutangan.
Perikatan meliputi semua hubungan hukum perdata, sedangkan perutangan hanya meliputi hubungan hukum harta kekayaan, yang diatur dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan kata lain, perutangan adalah perikatan dalam arti sempit.
15
Kewajiban debitur membayar utang-utangnya disebut dengan Schuld, sedangkan kewajiban seorang debitur membiarkan kreditur mengambil harta
kekayaanya sebesar kewajiban pelunasan utangnya disebut Haftung. Debitur yang mengikatkan diri dalam perjanjian utang piutang wajib melaksanakan pasal-pasal
yang memuat kewajiban sebagai debitur, yaitu membayar utang-utangnya. Jika pihak debitur menyanggupi pembayarannya sesuai dengan perjanjian, pihak
debitur wajib membiarkan pihak kreditur menyita harta kekayaan yang dijaminkannya sesuai dengan jumlah utang yang ditanggung debitur. Itulah yang
disebut dengan Schuld dan Haftung.
16
B. Asas-Asas Perjanjian
Hukum perjanjian memuat sejumlah asas hukum. Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Asas hukum
15
Firman Op.Cit., hlm. 4-5.
16
Ibid, hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
dapat diartikan sebagai suatu hal yang dianggap oleh masyarakat hukum yang bersangkutan sebagai basic truth atau kebenaran asasi, sebab melalui asas-asas
hukum itulah pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk ke dalam hukum. Prinsip-prinsip atau asas-asas fundamental yang menguasai hukum kontrak adalah
prinsip atau asas konsensualitas dimana persetujuan-persetujuan dapat terjadi karena persesuaian kehendak konsensus para pihak. Asas konsensualitas
menyangkut terjadinya suatu persetujuan. Prinsip kekuatan mengikat menyangkut akibat persetujuan, sedangkan prinsip kebebasan berkontrak berkaitan dengan isi
persetujuan untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai persetujuan, kekuatan mengikat dan kebebasan berkontrak dalam asas konsensualitas.
Asas-asas yang terkandung dalam perjanjian antara lain adalah sebagai berikut :
17
1. Asas Kebebasan Berkontrak Sistem Terbuka
Hukum perjanjian menganut sistem terbuka, artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang
berisi apa saja sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem terbukajuga mengandung suatu pengertian bahwa perjanjian-perjanjian khusus
yang diatur dalam undang-undang hanyalah perjanjian-perjanjian yang telah dikenal umum di dalam masyarakat pada waktu Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dibentuk. Contoh :undang-undang hanya mengatur perjanjian jual beli dan sewa menyewa, namun dalam praktik, ada perjanjian bentuk campuran yang
timbul karena pembeli tidak mampu membayar harga barang sekaligus, yang dinamakan sewa beli.
17
QiromSyamsudin,“Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya”, Yogyakarta,Liberty, 1995, hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian menurut asas kebebasan berkontrak seseorang pada umumnya mempunyai pilihan bebas untuk mengadakan perjanjian dan didalam
asas ini terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas
tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian.
18
2. Asas Konsensualitas Kesepakatan
Hal ini tercermin dari Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan “semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat”.
Asas ini menyatakan bahwa perjanjian sudah terjadi dan bersifat mengikat sejak tercapai kesepakatan konsensus antara kedua belah pihak mengenai obyek
perjanjian. Di sini telahditetapkan apa yang menjadi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Sebagai contoh adalah transaksi jual beli. Perjanjian telah
timbul sejak penjual melakukan penawaran atas suatu barang dan penawaran itu kemudian disetujui oleh pembeli. Asas konsensualitas sebagaimana terdapat
dalam pasal 1320 angka 1 yakni sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, hal ini sesuai dengan asas ini yang lahir cukup dengan adanya kesepakatan.
3. Asas Itikad Baik Kepribadian
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1338ayat 3 asas itikad baik ini diatur. Asas itikad baik ini sangat mendasar dan penting untuk
diperhatikan di dalam membuat perjanjian. Maksud itikad baik adalah bertindak sebagai pribadi yang baik. Itikad baik dalam pengertian yang sangat subyektif
dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang, yaitu apa yang terletak pada
18
Firman, Op.Cit., hlm.91.
Universitas Sumatera Utara
seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif yaitu bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan
pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.
Pasal 1338ayat 3 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdatamengidentifikasikan bahwa sebenarnya itikad baik bukan merupakan
syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Unsur itikad baik hanya diisyaratkan
dalam hal pelaksanaan dari suatu kontrak, bukan pada pembuatan suatu kontrak, sebab unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan suatu kontrak sudah dapat dicakup
dari Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut. 4.
Asas Pelengkap Pasal-pasal dalam hukum perjanjian dikatakan sebagai hukum pelengkap,
karena pasal-pasal ini melengkapi perjanjian-perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap. Biasanya orang yang mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara
terperinci semua persoalan yang berkaitan dengan perjanjian itu. Sebagai contoh yaitu dalam perjanjian jual beli cukup apabila barang dan harganya telah disetujui.
Mengenai dimana barang diserahkan, siapa yang harus memikul biaya pengantaran barang dan lain-lain, kadang tidak diperhitungkan dalam perjanjian.
Adapun dasar hukum perjanjian antara lain adalah : a.
Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdatayaitu “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-
undang”
19
19
Subekti, Op. Cit., hlm.323.
Universitas Sumatera Utara
b. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu “suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
20
c. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu untuk sahnya
suatu perjanjian diperlukan empat syarat antara lain sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal
tertentu, suatu sebab yang halal”.
21
C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian