Internasionalisasi pendidikan di Indonesia
Tesis
Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar M.A dalam Pengkajian Islam
Oleh:
Abdul Syukur
IM: 07.2.00.1.12.08.0003Pembimbing:
urlena Rifa’i, MA.,Ph.D
SEKOLAH PASCASARJA A
U IVERSITAS ISLAM EGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
ii
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Abdul Syukur
Nomor Induk Mahasiswa : 07.2.00.1.12.08.0003 Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 08 Maret 1973
Alamat : Jl. Kampung Gusti Rt. 003/015 No. 59 Pejagalan Penjaringan Jakarta Utara 14450
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Internasionalisasi Pendidikan di Indonesia” adalah benar benar karya asli saya, kecuali kutipan kutipan yang tersebut sumbernya. Apabila di dalamnya terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya. Jika di kemudian hari ternyata terbukti tulisan ini merupakan plagiasi karya atau tulisan orang lain, maka saya siap menanggung resikonya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggungjawab.
Jakarta, 18 Februari 2010 Yang Membuat Pernyataan,
(3)
iii
Tesis dengan Judul “Internasionalisasi Pendidikan di Indonesia” yang ditulis oleh Abdul Syukur, NIM 07.2. 00.1.12.08.0003, telah diperbaiki sesuai dengan saran saran pembimbing dan disetujui untuk dimajukan dalam Sidang Ujian Tesis pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Februari 2010 Dosen Pembimbing,
(4)
iv
Tesis berjudul “Internasionalisasi Pendidikan di Indonesia” yang ditulis oleh Sdr. Abdul Syukur, Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 07.2.00.1.12.08.0003, telah diperbaiki berdasarkan petunjuk dan permintaan pembimbing dan Tim Penguji pada Ujian Tesis tanggal 25 Februari 2010. Oleh sebab itu, tesis tersebut diterima sebagai salah satu syarat memeroleh gelar Magister dalam bidang penkajian Islam.
Dewan Penguji,
1. Dr. Ujang Thalib, MA ... (Ketua Sidang/Merangkap Penguji) Tanggal ...
2. Nurlena Rifa’i, MA., Ph.D ... (Pembimbing/Merangkap Penguji) Tanggal ...
3. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA ... (Penguji) Tanggal ...
4. Muhammad Zuhdi, M.Ed., Ph.D ... (Penguji) Tanggal ...
(5)
v
global, di mana sistem pendidikan tidak lagi hanya bersifat academic oriented, akan tetapi juga berorientasi pada pengembangan kompetensi interkultural dan softskill dengan penekanan yang seimbang. Secara faktual, praktek dari sistem pendidikan yang bersifat academic oriented ini dapat dilihat pada pengembangan konsep Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang dijalankan pemerintah.
Tesis ini membuktikan ketidak benaran kesimpulan Commeyras dan Mazile, dalam tulisannya Imagine life in another country on another continent (2001), yang menyatakan bahwa internasionalisasi mengacaukan kegiatan pembelajaran dan menjadi ancaman bagi perbedaan budaya. Tesis ini juga mengkritisi pandangan Bonal dan Rambla dalam Captured by the Totally Pedagogised Society (2003), bahwa internasionalisasi adalah sebuah sistem yang kompleks dari hubungan kekuasaan dan pengawasan yang menambah, menjaga, dan mengesahkan pengajaran, dalam bentuk distribusi kesadaran, identitas, dan hasratnya sendiri.
Sebaliknya, tesis ini menguatkan pendapat Jane Knight dalam An Internationalization Model (2001) bahwa internasionalisasi adalah sebuah proses integrasi dimensi internasional, interkultural dan global, ke dalam tujuan, fungsi, dan layanan pendidikan. Pandangan ini mendorong seluruh pihak terkait dengan pendidikan untuk berorientasi pada multi kompetensi secara menyeluruh dan seimbang. Tesis ini juga menguatkan pandangan Frischman dalam Teachers, Globalization, and Hope (2001) bahwa siswa harus siap berhadapan dengan tantangan pekerjaan yang fleksibel dan kreatif. Hal ini mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan dasarnya, yaitu watak yang dapat secara terus menerus diajar dan dilatih. Dengan kata lain, siswa harus memiliki softskill yang memadai.
Sumber data tesis ini adalah seluruh literatur yang terkait dengan internasionalisasi pendidikan dan temuan hasil observasi dan penelitian mengenai implementasi program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Konsep Internasionalisasi pendidikan dan konsep RSBI dielaborasi untuk mendapatkan esesnsi masing masing, lalu elemen elemen Internasionalisasi dan RSBI itu diklasifikasikan untuk dicari keterkaitan dan titik temu antar keduanya. Setelah itu konsep internasionalisasi pendidikan dijadikan tolok ukur dalam mengevaluasi konsep RSBI.
(6)
vi
emphasizes not only academic orientation, but also intercultural competence and softskills through a balanced emphasizing. Factually, the practice of this academic oriented educational system can be seen in the development of International Standarized School concept run by the government.
This research disputed with Comeyras and Mazile’s conclusion in “Imagine life in another country on another continent (2001)”, where they noted that internationalization has ruined learning activities and has become a serious threat to cultural diversity. This thesis also criticized Bonal and Rambla in “Captured by the Totally Pedagogised Society (2003)”, where they assumed that internationalization is a complex system of power and control relationship that increases, preserves, and legalizes learning in the sense of distribution of its own consciousness, identity, and desire.
On the contrary, this research supported Jane Knight in “An Internationalization Model (2001)”, where she stated that internationalization is a process of integrating international, intercultural, or global dimension into the purpose, function, and delivery of education. Knight’s view of internationalization provided the impetus for all stakeholders to conduct a multi competence orientation in a balanced and comprehensive way. This thesis also supported Frischman in “Teachers, Globalization, and Hope (2001)”, where he noted that students must be well prepared to face the challenges of flexible and creative working world. This will motivate them to develop their basic skills: the characters which are able to be developed simultaniously. In other word, the students need to have adequate softskills.
The sources of this research are all literatures related to internationalization of education and findings of observation about the implementation of International Standarized School. The concepts of internationalization and international standarized school will be elaborated to come to the essence of the idea, and the elements of the two concepts are classified to find out their relationship. After that, the concept of internationalization is used to evaluate the concept of international standarized school.
(7)
vii
ﻞﻣﺎﺸﻟﺍ ﻪﻴﺟﻮﺘﻟﺍ ﱃﺇ ﺝﺎﺘﳛ ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍ ﻡﺎﻈﻧ ﻥﺃ ﻲﻫ ﺚﺤﺒﻟﺍ ﺍﺬﻫ ﺎﻬﻴﻟﺇ ﻞﺼﺣ ﱵﻟﺍ ﺔﻴﺴﻴﺋﺮﻟﺍ ﺔﺠﻴﺘﻨﻟﺍ
ﻪﺠﺘﻳﻮﻫ ﺎﳕﺈﻓ ﺐﺴﺤﻓ ﺔﻴﳝﺩﺎﻛﻷﺍ ﺐﻧﺍﻮﳉﺍ ﰲ ﺍﺭﻮﺼﳏ ﻥﻮﻜﻳ ﻻ ﱴﺣ ﱄﻭﺪﻟﺍ ﻯﻮﺘﺴﳌﺍ ﱃﺇ ﻪﺘﻴﻗﺮﺗ ﻞﺟﻷ
ﺕﺍﺭﺎﻬﳌﺍﻭ ﺔﻓﺎﻘﺜﻟﺍ ﱪﻋ ﻪﻧﻮﻛ ﻊﻣ ﺹﺎﺼﺘﺧﻻﺍ ﺮﻳﻮﻄﺗ ﻮﳓ ﻚﻟﺬﻛ
ﻥﺯﺍﻮﺘﻣ ﺰﻴﻛﺮﺘﺑ ﺔﻤﻋﺎﻨﻟﺍ
.
ﺱﺍﲑﻣﻮﺟ ﻱﺃﺭ ﻦﻣ ﺔﻘﺑﺎﺴﻟﺍ ﺔﺠﻴﺘﻨﻟﺍ ﺖﻔﻠﺘﺧﺍﻭ
)
Commeyras (ﻲﻠﻳﺰﻣﻭ
) Mazile(
ﰲ
ﺎﻤﻬﺘﻔﻟﺆﻣ
"
ﻯﺮﺧﺃ ﺓﺭﺎﻗ ﻰﻠﻋ ﻯﺮﺧﺃ ﺔﻟﻭﺩ ﰲ ﺓﺎﻴﺣ ﻦﻋ ﻞﻴﲣ
"
)
Imagine Life in Another Country
on Another Continent
) (
2001
(
ﺚﻴﺣ ﺔﻴﳝﺩﺎﻛﻷﺍﻭ ﺔﻴﻤﻴﻠﻌﺘﻟﺍ ﺕﺎﻄﺸﻨﻟﺍ ﻞﹼﻄﻌﻳ ﻞﻳﻭﺪﺘﻟﺍ ﻥﺇ ﲔﻠﺋﺎﻘﻟﺍ
ﺔﻴﻓﺎﻘﺜﻟﺍ ﺕﺎﻓﻼﺘﺧﻻﺍ ﺩﻮﺟﻭ ﺩﺪﻬﻳ
.
ﻝﺎﻧﻮﺑ ﻱﺃﺭ ﺔﻟﺎﺳﺮﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﺔﺠﻴﺘﻧ ﺪﻘﺘﻨﺗ ﱄﺎﺘﻟﺎﺑﻭ
)
Bonal (ﻰﻠﺒﻣﺍﺭﻭ
)
Rambla (ﰲ
"
ﻲﺟﻮﻏﺍﺪﻴﺒﻟﺍ ﻊﻤﺘﺎﺑ ﻙﻮﺴﳑ
) "
Captured by the Totally Pedagogised
Society
) (
2003
(
ﺎﺒﻫﺫ ﻦﻳﺬﻠﻟﺍ
ﻑﺍﺮﺷﻹﺍﻭ ﺔﻗﺎﻄﻟﺍ ﲔﺑ ﺕﺎﻗﻼﻋ ﺓﺪﻋ ﻦﻣ ﺐﹼﻛﺮﻣ ﻡﺎﻈﻧ ﻮﻫ ﻞﻳﻭﺪﺘﻟﺍ ﻥﺃ ﱃﺇ
ﺔﺒﻏﺮﻟﺍﻭ ،ﺔﻳﻮﳍﺍﻭ ،ﻲﻋﻮﻟﺍ ﻊﻳﺯﻮﺘﻛ ﻝﺎﻜﺷﺃ ﺓﺪﻋ ﰲ ﻢﻴﻠﻌﺘﻟﺍ ﻖﻴﻘﲢﻭ ،ﺔﻳﺎﻋﺮﻟﺍﻭ ،ﺓﺩﺎﻳﺰﻟﺎﺑ ﻥﺎﻣﻮﻘﻳ ﻥﺍﺬﻠﻟﺍ
.
ﺖﻐﻴﻨﻛ ﱐﺎﺟ ﻝﻮﻗ ﺔﻔﻟﺎﺴﻟﺍ ﺔﺠﻴﺘﻨﻟﺍ ﺕﺪﻳﺃﻭ
)
Jane Knight
(
ﰲ
"
ﻲﻠﻳﻭﺪﺗ ﺝﺫﻮﳕ
"
) An Internationalization Model ) ( 2001(
،ﱄﻭﺪﻟﺍ ﺪﻌﺒﻟﺍ ﲔﺑ ﺝﺎﻣﺪﻧﻹﺍﻭ ﻞﻣﺎﻜﺘﻟﺍ ﺔﻴﻠﻤﻋ ﻮﻫ ﻞﻳﻭﺪﺘﻟﺍ ﻥﺇ
ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍ ﺔﻣﺪﺧﻭ ،ﺔﻔﻴﻇﻮﻟﺍﻭ ،ﻑﺪﳍﺍ ﱃﺇ ﻲﻤـﻟﺎﻌﻟﺍﻭ ،ﰲﺎﻘﺜﻟﺍﻭ
.
ﻦﻋ ﺔﻟﻮﺌﺴﳌﺍ ﺕﺎﻬﳉﺍ ﻊﻴﲨ ﻱﺃﺮﻟﺍ ﺍﺬﻫ ﻊﻓﺪﻳ
ﺎﻧﺯﺍﻮﺘﻣﻭ ﻼﻣﺎﺷ ﻪﻧﻮﻛ ﻊﻣ ﺩﺪﻌﺘﻣ ﺹﺎﺼﺘﺧﺍ ﺔﻴﻤﻨﺗ ﰲ ﻢﻬﻣﺎﻤﺘﻫﺍ ﺰﻴﻛﺮﺗ ﱃﺇ ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍ
.
ﺔﺠﻴﺘﻧ ﺕﺪﻛﺃ ﱄﺎﺘﻟﺎﺑﻭ
ﻦﻣ ﻪﺸﺘﻳﺮﻓ ﻱﺃﺭ ﺚﺤﺒﻟﺍ ﺍﺬﻫ
)
Frischman
(
ﻪﺑﺎﺘﻛ ﰲ
"
ﺀﺎﺟﺮﻟﺍﻭ ،ﺔﳌﻮﻌﻟﺍﻭ ،ﻥﻮﻤﻠﻌﳌﺍ
"
)
Teachers,
Globalization, and Hope
) (
2001 (
ﻦﻳﺪﻌﺘﺴﻣ ﺍﻮﻧﻮﻜﻳ ﻥﺃ ﲔﻤﻠﻌﺘﳌﺍ ﻰﻠﻋ ﻡﺰﻠﻳ ﻪﻧﺇ ﻞﺋﺎﻘﻟﺍ
ﺔﻠﺑﺎﻘﳌ
ﺔﻧﻭﺮﳌﺎﺑ ﲔﻠﻫﺆﻣﻭ ﻦﻳﺮﻜﺘﺒﻣﻭ ﲔﻋﺪﺒﻣ ﻢﻮﻛ ﻊﻣ ﻝﺎﻤﻋﻷﺍ ﻥﺍﺪﻴﻣ ﰲ ﻱﺪﺤﺘﻟﺍ
.
ﺎﻀﻘﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﻞﻜﻓ
ﱃﺇ ﻱﺩﺆﺗ ﺎﻳ
ﺓﺭﺎﺒﻌﺑ ﻭﺃ ،ﺓﺮﻤﺘﺴﻣ ﺔﺳﺭﺎﳑﻭ ﻢﻴﻠﻌﺗ ﱃﺇ ﺔﻠﺋﺎﻣ ﺔﻌﻴﺒﻃ ﻲﻫﻭ ﺔﻴﺳﺎﺳﻷﺍ ﻢﺭﺪﻗ ﺮﻳﻮﻄﺘﻟ ﲔﻤﻠﻌﺘﳌﺍ ﺔﻋﺎﻄﺘﺳﺍ
ﺔﻴﻓﺎﻛﻭ ﺓﺩﺪﻌﺘﻣ ﺕﺍﺭﺎﻬﲟ ﲔﻠﻫﺆﻣ ﺍﻮﻧﻮﻜﻳ ﻥﺃ ﲔﻤﻠﻌﺘﳌﺍ ﻰﻠﻋ ﻡﺰﻠﻳ ﻯﺮﺧﺃ
.
ﺕﺎﻈﺣﻼﳌﺍ ﺞﺋﺎﺘﻧ ﻦﻣﻭ ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍ ﻞﻳﻭﺪﺘﺑ ﻖﻠﻌﺘﺗ ﱵﻟﺍ ﺭﺩﺎﺼﳌﺍ ﻊﻴﲨ ﻦﻣ ﺚﺤﺒﻟﺍ ﺐﺗﺎﻛ ﺩﺎﻔﺘﺳﺍ
ﺞﻣﺎﻧﱪﻟﺍ ﺬﻴﻔﻨﺘﺑ ﺔﻘﻠﻌﺘﳌﺍ ﺔﻴﻤﻠﻌﻟﺍ ﺙﻮﺤﺒﻟﺍﻭ
"
ﺔﻴﻟﻭﺪﻟﺍ ﺔﻴﺳﺎﻴﻘﻟﺍ ﺔﺳﺭﺪﳌﺍ
."
ﺞﻬﻨﳌﺍ ﺚﺤﺒﻟﺍ ﺐﺗﺎﻛ ﻡﺪﺨﺘﺳﺍ ﺪﻗﻭ
ﺕﺎﻧﺎﻴﺒﻟﺍ ﻪﻠﻴﻠﲢ ﰲ ﻲﻋﻮﻨﻟﺍ
.
ﺎﺘﻟﺍ ﺎﻴﺟﻮﻟﻮﻨﻴﻣﻮﻨﻴﻔﻟﺍ ﺞﻬﻨﳌﺍ ﻦﻣ ﻚﻟﺍﺬﻛ ﺐﺗﺎﻜﻟﺍ ﺩﺎﻔﺘﺳﺍﻭ
ﻞﻴﻠﲢ ﺔﻴﻨﻘﺗﻭ ﻲﺧﺭ
ﻯﻮﺘﶈﺍ
.
ﺏﺍﻮﺼﻟﺎﺑ ﻢﻠﻏﺃ ﻪﻠﻟﺍﻭ
.
(8)
viii
KATA PE GA TAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, karena berkat rahmat dan ridha Nya tesis ini pada akhirnya dapat terselesaikan. Tesis ini menjadi salah satu syarat memperoleh gelar Magister dalam pengkajian ilmu ilmu Islam pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tesis dengan berjudul INTERNASIONALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA ini mengkaji implementasi internasionalisasi pendidikan dan signifikansi peran program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dalam kemajuan sekolah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk mengangkat suatu sistem pendidikan ke level global memerlukan orientasi yang komprehensif mencakup kompetensi akademik, interkultural, dan softskill.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini dapat terselesaikan karena adanya keterlibatan banyak pihak yang telah memberikan banyak bantuan penting pada penulis, sejak semasa aktif kuliah sampai dengan selesainya penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu rektor dan staffnya.
2. Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh civitas akademik atas pelayanannya.
3. The Three Real Lecturers: Orang tua saya Prof. Dr. Suwito, MA., atas segala “sentilan” dan kelakar khasnya, Bapak Dr. Fuad Jabali, MA., atas “Otak Gede” dan warning “Cikawaw”nya yang luar biasa, dan Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., atas maklum dan keseriusannya “mengobrak abrik” kejumudan fikiran dan wawasan penulis. Jazâkum Allâh Ahsan al Jazâ’... .
(9)
ix
arahan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Terima kasih atas semuanya Ibu.
5. Departeman Agama Republik Indonesia, atas pemberian beasiswanya yang telah membuat penulis dapat mengenyam pendidikan lebih tinggi di SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda KH. Muhammad Hasanuddin (Alm.) yang telah berpulang sebelum tesis ini selesai, dan “Mak” Hj. Kaspinah tercinta, atas segala pengorbanannya bagi penulis.
7. Istri tercinta, Maemunah, yang telah dengan amat sabar mendampingi penulis dan mengurus rumah dan anak anak yang hebat: Salma Humaira, Fairuz al Fida’, Najma Saqifa, dan “Miss Ribet” Qisthie Reva.
8. Buat Ka Haji, Thanks for the car. Buat Q munk, thanks for Arabic translation. Dan seluruh Kakak dan adik yang lain, terima kasih atas support dan maklumnya.
9. Segenap Dewan Guru dan Staff YPI. Darul Bina yang telah banyak membantu dan menghandle tugas penulis selama penulisan tesis ini.
10. Teman teman seangkatan di SPS UIN atas kebersamaannya: Yenni, Bu Rahma, Bu Fat, Teh Ghina, akh Didi Purnomo, dan seluruh keluarga angkatan 2007. Thanks for all.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan tesis ini mungkin malah merupakan langkah awal bagi penulis untuk mengembangkan karir akademik di masa yang akan datang. Dan pada akhirnya, kepada Allah jua lah penulis serahkan segala ketundukan, keikhlasan, dan pengabdian. Semoga ridha Allah senantiasa mengiringi setiap langkah dan gerak. Amîn... .
Jakarta, 18 Februari 2010 Penulis,
Abdul Syukur
(10)
x
Pedoman transliterasi Arab latin yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Huruf Konsonan
Arab Latin Arab Latin
ا A / a ط Th / th
ب B / b ظ Zh / zh
ت T / t ع ‘ (koma terbalik di atas)
ث Ts / ts غ Gh / gh
ج J / j ف F / f
ح H / h ق Q / q
خ Kh/ kh ك K / k
د D / d ل L / l
ذ Dz / dz م M / m
ر R / r ن N / n
ز Z / z و W / w
س S / s ھ H / h
ش Sy / sy ء ` (apostrof)
ص Sh / sh ي Y / y
ض Dh / dh ة Ħ
2. Huruf Vokal a. Vokal Pendek
Arab ama Latin
َ◌____ Fathaħ a
ِ◌____ Kasrah i
(11)
xi
b. Vokal Panjang (Mad)
Arab ama Latin
ا… َ◌ Fathaħ dan alif Â
ي… ٍ◌ Kasrah dan ya Î
و…. ٌ◌ Dhammah dan wau Û
3. Diftong
Arab ama Latin
ي… َ◌ Fathaħ dan ya Ai
و…. َ◌ Fathaħ dan wau Au
4. Kata Sandang
Kata sandang “ لا ” dilambangkan dengan / al/, baik yang diikuti dengan huruf syamsiyah maupun yang diikuti dengan huruf qamariyah.
لا = Al / al
yzا = Al sy… / al sy لا و = wa al
Contoh:
y{|zا : al Syams }~•zا : al Qalam
5. Syiddah
Syiddah (tasydîd) dilambangkan dengan huruf ganda Contoh:
€•ّƒر : Rabbanâ لّ„… : Nazzala
6. Singkatan<Singkatan dkk : dan kawan kawan dll : dan lain lain Ed. : editor
(12)
xii
Q.S : al Qur’an Surat swt : subhanahu wa ta’ala
saw : shallallâhu ‘alaihi wa sallam t.th : tanpa tahun
t.tp : tanpa tempat
7. Pengecualian Transliterasi
Adalah kata kata bahasa arab yang telah lazim digunkan di dalam bahasa Indonesia dan menjadi bagian dalam bahasa Indonesia, kecuali menghadirkannya dalam konteks aslinya dan dengan pertimbangan ke konsisten an dalam penulisan.
(13)
xiii
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... x
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I. PE DAHULUA A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
D. Tinjauan Pustaka ... 13
E. Metodologi Penelitian ... 18
F. Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II. I TER ASIO ALISASI PE DIDIKA A. Internasionalisasi dalam Perspektif Global ... 24
B. Unsur unsur Internasionalisasi Pendidikan ... 29
C. Dimensi dimenasi dalam Internasionalisasi ... 43
D. Diskursus Lokal dan Global ... 48
BAB III. SEJARAH I TER ASIO ALISASI PE DIDIKA A. Periodisasi Sejarah ... 53
B. Polarisasi Internasionalisasi ... 70
BAB IV. SEKOLAH BERTARAF I TER ASIO AL A. Latar Belakang Pengembangan SBI ... 73
(14)
xiv
BAB V. IMPLEME TASI I TER ASIO ALISASI PE DIDIKA PADA LEVEL I STITUSI
A. Implementasi Internasionalisasi Pendidikan di Sekolah ... 119 B. Refleksi Internasionalisasi Pendidikan ... 143
BAB V. PE UTUP
A. Kesimpulan ... 160 B. Rekomendasi ... 161
DAFTAR PUSTAKA ... 162 LAMPIRA <LAMPIRA
(15)
A. Latar Belakang
Trend pendidikan internasional belakangan ini mencuat dan cukup menyita perhatian. Merebaknya sekolah sekolah internasional sebagai implementasi internasionalisasi pendidikan di negara kita merupakan fenomena, sebagaimana halnya globalisasi, yang ditanggapi dengan reaksi positif dan negatif.1 Mereka yang menanggapinya dengan reaksi positif merasa bahwa tidak lama lagi, dalam bidang pendidikan, negara kita dapat berdiri sama tinggi dengan negara negara lain. Sedangakan mereka yang bereaksi negatif merasa bahwa ini adalah ancaman besar bagi eksistensi lokal dimana budaya, nilai, dan local wisdom yang kita miliki akan tergerus oleh arus besar globalisasi.2
Globalisasi, dengan beragam makna yang dikandungnya,3 adalah sebuah isu besar dewasa ini. Kita hidup di dunia yang ditandai oleh saling keterhubungan sistem ekonomi, politik, dan lingkungan sosial global, inovasi teknologi yang dinamis, dan kompleksitas konflik, kesenjangan, dan perubahan yang terus meningkat. Tidak ada lagi batasan yang cukup jelas antara lokal dan global. Ketika sesuatu terjadi di sebuah negara, maka akan dengan cepat berimbas pada kondisi negara lain.
Carnoy mengatakan bahwa globalisasi, bersamaan dengan teknologi informasi baru dan proses proses inovasi yang ditimbulkan mendorong terjadinya revolusi dalam organisasi kerja, produk barang dan jasa, hubungan antar negara, bahkan sampai dengan budaya lokal. Informasi dan inovasi teknologi adalah
1
Shunji Tanabe, “Internationalization and Education from Japanese Experiences”, a paper presented in the 6th International Conference of the Faculty of Management Koper Congress Centre Bernardin, Slovenia, 2005., Lihat juga M. Mastuhu, Sistem Pendidikan asional Visioner, (Ciputat: Lentera Hati, 2007), Cet. Ke 1, h. 20 35
2
Jan Aart Scholte, Globalization: A Critical Introduction, (New York: Saint Martin Press, 2000), h. 28
3
Globalisasi memiliki makna internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, westernisasi, dan deterritorialisasi, yang masing masing memiliki penekanan yang berbeda terhadap proses globalisasi. Lihat What is Global about Globalization dalam Jan Aart Scholte, Globalization: A Critical Introduction, h. 46
(16)
landasan utama bagi globalisasi.4 Fenomena ini memang sangat luar biasa sehingga ia dapat merambah seluruh sisi kehidupan manusia saat ini, dan menjadi diskursus perdebatan besar di kalangan akademik, yang kemudian menghasilkan beragam perspektif para ahli tentangnya. Dan sungguh, ragam perspektif itu lebih dari sekedar apa yang dikatakan Zuhdi dengan kalangan liberal dan kalangan kritik.5 Ragam perspektif tentang globalisasi, sebagaimana dikemukakan Park, terdiri dari perspektif transnasional, kompetisi, politik ideologi, sharing, diversifikasi, dan humanistik.6
Dalam Islam, fenomena globalisasi sesungguhnya telah terintegrasi dengan agama ini sejak awal kemunculan dan perkembangannya, dalam konteks universalitas Islam. Dakwah Rasulullah saw bersifat universal, tidak seperti Rasul rasul pendahulunya seperti Nabi Nuh as,7 Nabi Hud as,8 Nabi Salih as,9 Nabi Musa as,10 dan Nabi Isa as.11
Sedangkan secara khusus tentang universalitas Islam, dapat kita lihat dalam banyak surat dan ayat yang berbeda,12 juga pada sabda nabi Muhammad saw tentang lima keistimewaan Nabi dan hadith riwayat Muslim yang artinya:
4
Martin Carnoy, Globalization, “Educational Trends and The Open Society”, OSI Education Conference, (Stanford University, 2005), h. 3
5
Muhammad Zuhdi, “Globalization and Its Impact on Education”, Paper presented in International Conference, UIN Jakarta, 2008., h. 2 3
6Perspektif Transnasional
memandang globalisasi adalah sebuah proses manusia di bumi menyatu ke dalam kampung dunia. Perspektif Kompetisi memandang Globalisasi berarti situasi di mana dunia menjadi lebih kompetitif dan hanya yang terbaik dapat bertahan. Perspektif Politik Ideologi melihat bahwa globalisasi dirasakan sebagai sejenis ideologi politik dari kelompok yang dominan untuk melanjutkan kekuatan sosial politik mereka pada tataran domestik maupun global.
Perspektif Sharing memandang Globalisasi adalah situasi dimana kepemilikan dunia lebih diperkaya dengan saling berbagi antara satu komunitas dengan komunitas lain. Perspektif Diversifikasi memandang Globalisasi adalah perbedaan. Hambatan Globalisasi antara lain: Masalah Perasaan, bias individu, kelompok dominan, bias kewajaran. Yang harus kita hindari adalah homogenisasi. Perspektif Humanistik memandang Globalisasi adalah sebuah situasi di mana individu individu dalam sebuah pesawat luar angkasa menjadi keluarga dunia yang tidak membedakan orang lain dan tahu bagaimana berbagi, menuntut keadilan, dan mengabadikannya. Globalisasi adalah universalisme. Lihat Namgi Park, “Perspektive Map of Globalization in the Education World”, Paper presented in the International Conference of Comparative Education, 2000.
7
Lihat Al Qur’an, QS. Al Mu’minun: 23 8
Al Qur’an, QS. Al A`raf: 65 9
Al Qur’an, QS. Al A`raf: 73 10
Al Qur’an, QS. Al A`raf: 103 11
Al Qur’an, QS. Ali `Imran: 49 12
Al Qur’an, QS. Al Furqan: 1, QS. Saba’: 28, QS. Al A`raf: 158, QS. Al An`am: 19, QS. Ali `Imran: 20, dan lain lain.
(17)
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangannya, tidak seorang pun dari ummat (manusia) ini, Yahudi maupun asrani, yang mendengar tentang aku kemudian dia mati dan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa, melainkan dia termasuk penghuni neraka”.13 Dalil dalil tersebut menjadi landasan bagi ekspansi Islam secara global. Akan tetapi, dalam konteks arus globalisasi yang digaungkan barat terhadap dunia, masyarakat Arab sendiri terpecah kepada tiga kelompok: yang menentang, menerima, dan moderat sesuai dengan kebutuhan.14
Mengenai dampak globalisasi terhadap pendidikan, Carnoy mengatakan ada dua akibat, setidaknya, pertama, adalah globalisasi meningkatkan tuntutan atas pendidikan, dan kedua, menghasilkan reaksi dari kalangan regionaliasi15 atau masyarakat setempat. Dampak pertama merupakan sesuatu yang langsung dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan hadirnya lembaga lembaga pendidikan yang lebih berkualitas dan kompetitif. Mereka merasakan lembaga lembaga pendidikan publik (sekolah sekolah negeri) tidak lagi dapat memuaskan kebutuhan mereka akan pendidikan yang baik untuk anak anak mereka karena keterbatasan anggaran yang ditetapkan pemerintah, juga karena kualitas para guru yang dengan dominasinya enggan mengembangkan diri sehingga berdampak langsung pada kualitas output yang notabene adalah anak anak mereka. Masyarakat menginginkan persaingan terbuka dan fair, dan pilihan pilihan yang lebih banyak.16 Dari tuntutan ini kemudian muncul proses privatisasi pendidikan.
Sedangkan dampak yang kedua, yaitu munculnya reaksi dari kalangan regional yang memahami perspektif kompetisi di era globalisasi, di mana yang terbaiklah yang akan bertahan dan sudah tak ada lagi batasan antara lokal dan global. Dengan perspektif ini mereka lebih terdorong untuk mengembangkan kekuatan lokal dengan menyerap sumberdaya global yang dibutuhkan. Cheng menjelaskan kemampuan ini dalam teori teori pohon, kristal, sangkar, DNA, jamur, dan amuba. Masing masing teori ini memiliki penekanan yang beragam
13
Lihat Fath al Bari I/346 Kitab Masajid No. 3., juga Sahih Muslim, Kitab Iman: 240. 14
Fauzi Najjar, “The Arabs, Islam, and Globalization”, Middle East Policy, vol. XII, No. 3, Fall 2005, h. 91
15
Martin Carnoy, “Globalization..”, h. 4 16
Clive R. Belfield & Henry M. Levin, Education Privatization: Causes, Consequences, and Planning Implication, (Paris: UNESCO, 2002), h . 29 33
(18)
atas ketergantungan global dan orientasi lokal. Oleh karenanya, mereka masing masing memiliki karakteristik, kekuatan dan keterbatasan tersendiri dalam mengonsep dan memenej pengembangan pengetahuan lokal.17 Dari kemampuan inilah kemudian muncul kalangan regional yang melakukan upaya upaya internasionalisasi pendidikan.
Internasionalisasi merupakan fenomena global yang mengubah cara cara dimana sistem pendidikan perlu melihat layanan pendidikan yang dijalankan, agar lebih kompetitif dan dapat memenuhi tuntutan global.18 Knight mendefinisikan internasionalisasi pendidikan sebagai sebuah proses mengintegrasikan dimensi internasional, interkultural, atau global ke dalam tujuan, fungsi dan layanan pendidikan.19
Sedangkan Verhoeven memandang definisi internasionalisasi dengan empat macam pendekatan. Dari pendekatan kegiatan, internasionalisasi mengacu pada fenomena seperti mobilitas lembaga dan siswa, serta perekrutan siswa internasional. Dari pendekatan kompetensi, yaitu hasil dan sasaran siswa dan guru sebagai produk dari kontak internasional. Dari pendekatan budaya, adalah
17
Karakteristik dari masing masing teori tersebut adalah sebagai berikut: Teori Pohon. Proses teori ini berakar pada nilai nilai dan tradisi lokal tapi menyerap sumberdaya eksternal yang relevan dan bermanfaat untuk tumbuh keluar. Teori Kristal. Kunci dari proses teori ini adalah memiliki benih benih lokal untuk mengkristalisasi dan mengakumulasi pengetahuan global sesuai dengan bentuk lokal yang ada. Teori Sangkar. Proses teori ini terbuka bagi masuknya pengetahuan dan sumberdaya global tapi membatasi perkembangan lokal dan interaksi interaksi terkait dengan dunia luar pada kerangka kerja yang sudah diatur. Teori D A. Proses teori ini mengidentifikasi dan mentransplantasi elemen elemen kunci yang lebih baik dari pengetahuan global untuk menggantikan komponen lokal yang lebih lemah, yang ada dalam pengembangan lokal. Teori Jamur. Prosesnya adalah untuk menggali tipe tertentu dari pengetahuan global untuk menutrisi perkembangan individu dan lokal. Teori Amoeba. Proses teori ini adalah menggunakan sepenuhnya pengetahuan global dengan hambatan lokal yang minim. Lihat Yin Cheong Cheng, “Fostering Local Knowledge and Wisdom in Globalized Education: Multiple Theories”, Paper presented ini the 8th International Conference on “Globalization and Localization Enmeshed: Searching for Balance in Education”, Chulalongkorn University, 2002., h. 11 17
18
Melissa Engelke, “Internationalisation of the Swedish Higher Education System: An Impact Analysis on Student and Employee Satisfaction”, Blekinge Institute of Technology, 2008, h. 1
19
Internasionalisasi adalah sebuah ungkapan sekaligus respon dari globalisasi. Integrasi adalah proses infusi internasional dan interkultural ke dalam kebijakan dan program untuk memastikan sentralitas. Internasional adalah hubungan antar bangsa, budaya, dan negara. Interkultural di sini untuk membicarakan aspek aspek internasionalisasi secara domestik. Dimensi global adalah rasa kesadaran global. Tujuan terkait dengan misi, fungsi meliputi pengajaran, riset dan layanan akademik, delivery berarti di dalam atau di luar kampus/sekolah. Lihat Jane Knight, “Updated Definition of Internationalization”, International Higher Education: The Boston College Center for International Education, Fall 2003, h. 2
(19)
hadirnya akademisi berkebangsaan berbeda di sebuah kampus yang memengaruhi budaya lokal. Dan dari pendekatan proses atau strategi, yaitu memisahkan tiga pendekatan di atas ketika mereka menyatu dalam sebuah perencanaan dalam rangka memberikan dimensi internasional pada kebijakan pendidikan dari sebuah negara.20 Perkembangan yang signifikan dalam konseptualisasi internasionalisasi terletak pada kemunculan dua istilah internasionalisasi, yaitu “internationalization at home” yang berarti internasionalisasi berbasis sekolah, dan “cross2border education” dalam arti di luar sekolah.21
Internasionalisasi itu sendiri sesungguhnya bukanlah hal baru. Banyak negara negara di dunia sudah memraktekkannya sejak lama, termasuk mereka yang ada di wilayah benua Asia. Beberapa negara seperti China, Jepang, Vietnam, India, Singapore, dan Thailand telah lama membangun kerjasama dengan negara negara barat dan timur tengah untuk memajukan pendidikannya, dengan China sebagai eksportir utama bagi sesama negara Asia.22
Dalam hal bagaimana negara negara di dunia mengimplementasikan internasionalisasi pendidikannya, ditemukan bentuk bentuk yang sangat beragam. Keragaman itu dapat ditelusuri mulai dari perbedaan pandangan para ahli mengenai konsep pendidikan internasional, yang di dalamnya dikenal dua istilah: Global Education, dan International Education. Pike memandang bahwa Global Education fokus terutama pada kurikulum, dengan tujuan memasukkan perspektif global ke dalam berbagai mata pelajaran dan atau mengembangkan pengajaran yang difokuskan pada isu isu global. Sedangkan International Education lebih fokus pada kajian mendalam tentang suatu wilayah di dunia untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang budaya lain.23 Sementara
20
Jef C. Verhoeven, “Internationalization and Commercialization of Higher Education in an Era of Globalization”, Presented in Second International Academic Workshop: Shenyang Educational System in Asia and Europe, 9 April 2004
21
Jane Knight, The Internationalization of Higher Education: Are We on the Right Track? Diunduh dari http://www.academicmatters.ca/current_issue.article.gk diakses pada 28 Februari 2009.
22
Philip G. Altbach & Jane Knight, “The Internationalization of Higher Education: Motivations and Realities”, The EA Almanac of Higher Education, 2006., h. 4 5
23
Lihat Graham Pike, “Background Paper on Global and International Education for CESI Think Tank on International Education”, University of Prince Edward Island, 2008., h. 1 2
(20)
Simonyi lebih memandang Global Education sebagai pendidikan universal yang meliputi “tujuh keseluruhan” dimensi: seluruh tempat, waktu, pandangan, entitas, metodologi, usia, dan sains.24
Sementara Hanvey memandang global education sebagai pembelajaran yang mendorong kemampuan individu untuk memahami kondisinya di masyarakat dan di dunia. Ia meliputi kajian tentang bangsa, budaya, dan peradaban, termasuk masyarakat kita yang pluralistik dan masyarakat orang lain, dengan fokus pada pemahaman bagaimana semua ini saling terhubungkan dan bagaimana mereka berubah, juga fokus kepada tanggung jawab individu dalam prosesnya. Ia memberikan individu sebuah perspektif yang realistis atas isu isu, problem dan prospek dunia, dan kesadaran akan hubungan antara minat pribadi dengan kepedulian akan orang orang di belahan bumi yang lain.25
Lebih jauh, Hanvey juga menjelaskan lima dimensi pendidikan global, yaitu kesadaran perspektif, kesadaran kondisi bumi, kesadaran lintas budaya, pengetahuan dinamika global, dan kesadaran akan pilihan pilihan manusia.26
24
Tujuh keseluruhan dalam dimensi dimensi itu adalah: Seluruh Bidang: pendidikan fokus terhadap seluruh dunia yang telah dikerutkan menjadi “kampung Dunia” oleh globalisasi, bahkan memperluas pandangan kita ke seluruh kosmos. Seluruh Waktu: atas dasar pelajaran sejarah, pendidikan global mengajari kita untuk berfikir berabad abad, tanggung jawab jangka panjang untuk generasi mendatang. Seluruh Manusia: badan, pikiran, dan jiwa. Pendidikan tidak hanya fokus terhadap kebutuhan materi manusia, tapi terutama terhadap pengembangan kepribadian manusia. Seluruh Makhluk: pendidikan fokus lebih luas dari sekedar umat manusia. Ia mengajarkan tanggung jawab terhadap makhluk lain dan bahkan keindahan alam. Seluruh Metodologi: sistem pendidikan formal, non formal (spt. Pelatihan, lokakarya, dsb) dan informal (spt. Internet, media, festival, dsb). Seluruh Tingkatan Usia: tidak hanya pendidikan siswa, tapi pendidikan seumur hidup, pendidikan profesi dan orang dewasa, pelatihan kepemimpinan, guru, dsb. Seluruh Disiplin Ilmu: seperti, ilmu sosial tidak dapat memahami masyarakat tanpa pandangan ilmu alam. Lihat Gyula Simonyi, “What is Global Education?”,
http://bocs.hu/sgy/globaleducation oasis.htm diakses pada 8 februari 2009.
25
Robert G. Hanvey, “An Attainable Global Perspective”, The American Forum for Global Education, 2004., h. 1
26Kesadaran Perspektif
yaitu memahami bahwa orang lain mungkin memandang kejadian kejadian dan dunia sangat jauh berbeda dengan pandangan kita. Kesadaran kondisi bumi yaitu mengetahui tren tren besar di dunia seperti perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan fakta fakta disekitarnya. Kesadaran lintas budaya adalah mengetahui ada perbedaan perbedaan dalam gagasan dan praktek antar bangsa bangsa dan melakukan upaya untuk memandang kejadian kejadian dari sisi yang tidak merugikan orang lain. Pengetahuan dinamika global yaitu mengenali saling ketergantungan orang dan tempat karena sistem dunia yang dinamis dalam lingkungan fisik, budaya, dan ekonomi. Dan Kesadaran pilihan manusia adalah mengetahui bahwa kejadian kejadian dibentuk oleh keputusan individu dan kolektif yang dibuat oleh suatu masyarakat atau bangsa. Keputusan yang dibuat di satu wilayah di dunia bisa jadi didesak oleh keputusan yang
(21)
Sedangkan International Education menurut UNESCO yaitu pendidikan yang menekankan pada pemahaman, kerja sama, dan perdamaian internasional dengan tujuannya meliputi dimensi internasional dan perspektif global, prinsip saling memahami dan menghormati, saling ketergantungan, kemampuan berkomunikasi, kesadaran akan hak dan kewajiban, solidaritas dan kerja sama internasional, dan kesiapan peran individu di level masyarakat, negara, dan dunia.27
Pike mengemukakan landasan pemikiran pendidikan internasional, yaitu: (1) Perlunya memahami penyebaran globalisasi dan dampaknya bagi kehidupan sehari hari, (2) Pentingnya mempersiapkan siswa agar cakap dalam hidup dan bekerja dalam komunitas yang secara etnis dan budaya berbeda, (3) Perlunya secara lebih penuh memahami tantangan besar global yang kita hadapi (seperti konflik internasional, perubahan iklim, jumlah dan perpindahan penduduk, kemiskinan dan kesenjangan) untuk membuat pilihan pilihan yang lebih jelas untuk masa depan, dan (4) perlunya melengkapi siswa dengan skill dan pengetahuan yang penting bagi mereka untuk menjadi warga yang aktif dan bertanggung jawab pada level lokal, nasional, dan global.28
Nilai dan misi yang dikandung pendidikan internasional itu kemudian diimplementasikan oleh sekolah internasional. Dengan kata lain, sekolah internasional menawarkan pendidikan internasional.29 Sylvester bahkan, seperti dikutip Bunnel, memandang bahwa kedua istilah itu sama.30 Sekolah Internasional adalah sekolah yang mengacu secara kuat pada prinsip prinsip pendidikan internasional dan didirikan dengan latar belakang antara lain untuk memenuhi
dibuat orang lain dan dapat berdampak bagi kehidupan orang orang yang jauh dari wilayah itu. Lihat Robert G. Hanvey, An Attainable Global perspective, h. 5 34
27
UNESCO, Recommendation concerning education for international understanding, co2 operation and peace and education relating to human rights and fundamental freedoms, (Paris: Unesco General Conference, 1974), h. 1 2.
28
Graham Pike, Background Paper... h. 2 3 29
Ian Hill, International Education Trend, dalam http://gurukreatif.wordpress.com/ diakses pada 7 februari 2009.
30
Tristan Bunnel, “The International Education Industry: An introductory framework for conceptualizing the potential scale of an ‘alliance’”, Journal of Research in International Education, Sage Publication,2007., h. 350
(22)
kebutuhan dan minat siswa asing, dan atau siswa lokal yang laik menurut kriteria yang ditetapkan.31
Di sisi lain, Tanabe menawarkan tiga model internasionalisasi berdasarkan pengalaman Jepang menghadapi globalisasi: pertama, Catch Up model atau mainstreaming model, dimana sekolah atau bahkan negara mengambil banyak hal baru dari luar untuk membangun atau melengkapi sistem yang telah dimiliki. Kedua, Competitive model, yaitu internasionalisasi yang dilakukan untuk menyesuaikan situasi domestik dengan kondisi global, agar sistem pendidikannya lebih kompetitif dibanding negara lain. Dan terakhir adalah win2win mutual model, internasionalisasi dengan meningkatkan kompetensi kognitif siswa dengan tetap mengusung keunikan masing masing seperti gaya hidup, budaya, agama, bahasa, dan sebagainya.32
Bangsa Indonesia sebagai salah satu warga komunitas global, tentu tidak ketinggalan untuk turut merespon arus globalisasi. Di bidang pendidikan khususnya, dapat dilihat bagaimana upaya pemerintah mengembangkan upaya upaya untuk melakukan pergeseran visi dari arah lokal ke global, yang terwujud dalam program rintisan sekolah bertaraf internasional. Sekolah Bertaraf Internasional adalah sekolah/ madrasah yang telah memenuhi seluruh standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan negara maju yang memiliki keunggulan tertentu, sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Sekolah ini didirikan dengan latar belakang tuntutan sosial dan ekonomi.33
Program Sekolah Bertaraf Internasional di Indonesia, secara umum bertujuan meningkatkan mutu kinerja sekolah agar dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara optimal dan memiliki daya saing internasional. Dan secara khusus meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dalam menyiapkan
31
Jakarta International School, About Us, http://www.jisedu.org diakses pada 9 februari 2009.
32
Shunji Tanabe, Internationalization and Education from Japanese Experiences, h. 1 2 33
Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Badan Penelitian dan Pengembangan, 2007., h. 2 5
(23)
lulusan yang memenuhi standar kompetensi lulusan berdaya saing pada taraf internasional, yang memiliki 14 karakter yang ditetapkan.34 Dengan kata lain, Program ini akan secara langsung berdampak pada kemajuan sekolah.
Peluncuran program sekolah internasional, tepatnya, sekolah nasional bertaraf internasional (SBI) oleh pemerintah secara resmi sesungguhnya telah dimulai sejak tahun 2005. Ini dapat dilihat pada poin ke sembilan dari tiga belas poin usaha yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan.35 Program internasionalisasi sekolah menjadi salah satu agenda pemerintah sebagai bentuk menjalankan amanat Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.36 Undang undang ini kemudian dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 61 ayat 1.37 Dengan landasan inilah Departemen Pendidikan Nasional, dalam rencana kerjanya sampai
34
Karakter yang dimaksud adalah: (1) Meningkatnya keimanan dan ketaqwaan serta berakhlak mulia; (2) Meningkatnya kesehatan jasmani dan rohani; (3) Meningkatnya mutu lulusan dengan standar yang lebih tinggi daripada standar kompetemsi lulusan nasional; (4) Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; (5) Siswa termotivasi untuk belajar mandiri, berpikir kritis dan kreatif, dan inovatif; (6) Mampu menyelesaikan masalah secara efektif; (7) Meningkatnya kecintaan pada persatuan dan kesatuan bangsa; (8) Menguasai penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar; (9) Membangun kejujuran, objektifitas, dan tanggung jawab; (10) mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris, dan atau bahasa asing lainnya secara efektif; (11) Siswa memiliki daya saing melanjutkan pendidikan bertaraf internasional; (12) Mengikuti sertifikasi internasional; (13) Meraih medali tingkat internasional; (14) Dapat bekerja pada lembaga internasional. Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional, (Jakarta: DirJen DikDasMen, 2008), hal. 5 6
35
Departemen Pendidikan Nasional, Rencana Strategis Departemen Pendidikan asional 200522007, Pusat Informasi dan Humas Depdiknas, 2007, hal.26. Skala prioritas Depdiknas dalam menetapkan strategi dan program pembangunan pendidikan nasional jangka menengah (2004 2009) dilakukan dengan membelanjakan dana APBN/APBD yang lebih ditekankan pada (1) upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan (3) peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan. Program sekolah internasional merupakan turunan dari strategi no. 2 yang keseluruhannya memiliki 13 program (h. 23 27)
36
Pasal 50 (3) berbunyi: Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Lihat, Departemen Agama, Undang2 undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Direktoral Jenderal Pendidikan Islam, 2006, h. 33.
37
PP. No. 19 Tahun 2005 tentang SNP Pasal 61 (1) berbunyi: Pemerintah bersama sama Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Lihat, Departemen Agama, Undang2undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Direktoral Jenderal Pendidikan Islam, 2006, h. 189.
(24)
dengan tahun 2009 menargetkan sebanyak 112 sekolah bertaraf internasional harus sudah berdiri di Indonesia.38
Berdasarkan penelitian awal penulis, secara teoretis program Sekolah Bertaraf Internasional di Indonesia menggunakan pendekatan sistem fungsi produksi39 di mana sekolah menjadi wahana pengolahan input –yang ditetapkan kriterianya – untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Dalam hal ini, pemerintah lebih menekankan peningkatan kualitas produk pada beberapa mata pelajaran tertentu, dan bersifat cognitive oriented.40 Hal ini tentu sangat jauh berbeda dengan apa yang ditawarkan sekolah internasional seperti diungkapkan Pike di atas, yaitu wawasan global yang meliputi isu isu global, mengakui keragaman budaya, prinsip prinsip perdamaian, dan penghargaan akan hak asasi manusia, yang tentu saja jauh lebih luas dibanding sekedar menekankan aspek kognitif semata. Pada titik ini penulis melihat ada kesenjangan yang terjadi dalam konsep internasionalisasi pendidikan secara teoretis, dengan yang tejadi pada tataran praksis.
Belum lagi, ketika dihadapkan dengan fakta dualisme pendidikan. Sebagaimana diketahui, di Indonesia, pengelolaan pendidikan berada di bawah
38
Program No. 9; Pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap provinsi/ kabupaten/ kota; untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/ kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan pemerintah kabupaten/ kota yang bersangkutan, untuk mengembangkan SD, SMP, SMA dan SMK yang bertaraf internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia. Lihat, Depdiknas, Rencana Strategis Departemen Pendidikan asional 200522007, Pusat Informasi dan Humas Depdiknas, 2007, h.26.
39
Fungsi produksi dalam pendidikan biasanya memetakan jumlah input yang terukur pada suatu sekolah dan memetakan karakteristik siswa dengan ukuran output sekolah yang diharapkan. Untuk tujuan empiris, fungsi ini biasanya dianggap bersifat linier. Ia menjelaskan level maksimum hasil yang mungkin dicapai dari kombinasi input yang beragam. Ia menyederhanakan hubungan teknis antara input dan output. Lihat David H. Monk, “The Education production Function: Its Evolving Role in policy Analysis”, Educational Evaluation and policy Analysis, Cornell University: Spring 1989, Vol. 11., No.1, p. 31., Lihat juga
http://economics.about.com/library/glossary/bldef education production function.htm diakses pada
23 februari 2009. 40
Hal ini dapat dilihat dari proses penerimaan siswa di SBI dengan tahapan mencakup: (1) seleksi administrasi, meliputi nilai raport SMP/MTs minimal 7,5 untuk Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris; Penghargaan prestasi akademik; Sertifikat dari lembaga kursus Bahasa Inggris. (2) Achievement Test, meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dengan skor minimal 7. (3) Test kemampuan bahasa Inggris meliputi reading, listening, writing, dan speaking, dengan skor minimal 7. (4) Lulus test psikologi meliputi minat dan bakat, dan kepribadian. (5) Wawancara siswa dan orang tua. Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional,... p.21
(25)
tanggungjawab dua departemen yaitu Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama. Dalam hal pendidikan dasar dan menengah, Depdiknas mengelola SD, SMP, dan SMA, sedangkan Depag mengelola MI, MTs, dan MA.
Dualisme pengelolaan pendidikan ini memunculkan asumsi yang beragam di tengah masyarakat, di antaranya adalah adanya anggapan umum bahwa sekolah sekolah di bawah Diknas lebih berkualitas dibanding Madrasah yang dikelola Depag. Madrasah memiliki banyak masalah, tidak relevan dengan kemajuan zaman, dan dipandang tidak mempunyai kekuatan juga tidak berdiri di atas dasar dasar yang kokoh.41
Penelitian ini mengambil sampel salah satu sekolah dari daftar Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dirilis Depdiknas, yaitu SMA Labschool Rawamangun. Dan untuk mengukur signifikansi peran program RSBI, dibutuhkan sekolah lain sebagai institusi pembanding, dalam hal ini penulis memilih MAN Insan Cendekia. Kedua sekolah ini menjadi pintu masuk penulis mengkritisi konsep Sekolah Bertaraf Internasional sekaligus membantah anggapan masyarakat, seperti yang diungkapkan Azra, tentang Madrasah. Hal ini sekaligus juga menunjukkan bahwa tesis dengan judul Internasionalisasi Pendidikan di Indonesia ini sangat urgen dan signifikan untuk dilakukan.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Terdapat beberapa aspek permasalahan terkait dengan internasionalisasi pendidikan, antara lain aspek sejarah, aspek sumberdaya manusia, aspek anggaran, dan aspek kebijakan. Dari keempat aspek tersebut permasalahan yang mungkin muncul antara lain: sejarah dan latar belakang, kompetensi guru; pendidikan guru; kompetensi tenaga kependidikan; kompetensi siswa; sumber dana pemerintah atau swasta; keterbatasan anggaran yang ditetapkan pemerintah; modal asing dalam lembaga pendidikan pemerintah dan non pemerintah; efisiensi
41
Lihat Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan asional: Rekonstruksi dan Demokratisasi, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2006), h. 71 73
(26)
dan efektifitas anggaran; kesesuaian kebijakan dengan konsep; arah kebijakan; dan implementasi kebijakan.
:. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, maka tesis ini membatasi kajiannya pada aspek sejarah dan implementasi dalam internasionalisasi pendidikan, dengan mengacu pada pertanyaan pertanyaan sebagai berikut:
1. Sejak kapan upaya internasionalisasi pendidikan dilakukan?
2. Bagaimana bentuk internasionalisasi dari program Sekolah Bertaraf Internasional?
3. Bagaimana implementasi dari program Sekolah Bertaraf Internasional sebagai upaya internasionalisasi pendidikan?
4. Bagaimana signifikansi peran program SBI dalam kemajuan sekolah/ Madrasah?
Dengan pembatasan masalah ini kemudian dapat dirumuskan masalah penelitian atau Research Question yang akan dijawab dalam tesis ini, yaitu: Bagaimanakah kemunculan proses internasionalisasi pendidikan, dan bagaimana pula signifikansi peran SBI dalam kemajuan sekolah/ Madrasah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Riset ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengungkap sejarah, latar belakang dan konsep pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional.
2. Mengkritisi konsep program rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang digagas pemerintah.
3. Meluruskan opini publik tentang madrasah.
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan konsep sekolah bertaraf
(27)
internasional di Indonesia, sedangkan secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan pihak pihak terkait dalam pengelolaan lembaga pendidikan yang berminat melakukan upaya internasionalisasi pendidikan, sehingga dapat menjalankannya secara lebih utuh dan terarah.
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan tema internasionalisasi, baik yang terkait dengan konsep, lembaga, kurikulum, guru, dan siswa. Dalam konteks konseptualisasi, didapati beberapa referensi, antara lain:
Riset Kanaan, Daur al2Tarbiyah fi Muwajihat al2`Aulamah wa Tahdiyat al2Qarn al2Hady wa al2`Isyrin wa Ta`zyz al2Hawiyat al2Hadhariyat wa al2Intima’ li al2Ummat yang memaparkan tantangan pendidikan di dunia Arab dalam mengantisipasi alienasi budaya dan dominasi asing dalam konteks globalisasi. Dalam riset ini Kanaan menegaskan kembali pentingnya identitas budaya asli Arab dan menyeru untuk merespon berbagai tantangan, serta memperkuat persatuan nasional dari bangsa bangsa Arab melalui penolakan hegemoni budaya asing, dan revitalisasi pembangunan nasional; pengembangan kurikulum dan data; persiapan guru dan pelatihan berkesinambungan; memasukkan teknologi dan sarana modern dari teknologi pendididkan yang maju, terutama melalui jaringan komunikasi elektronik; dan fokus pada masa depan pendidikan.42
Tulisan Ahmad Ali, Al2`Awlamah wa al2Tarbiyah yang menyajikan geliat globalisasi di negara negara Arab. Buku ini mengupas tentang pengaruh globalisasi terhadap pendidikan, kebijakan pemerintah tentang pengembangan pendidikan, juga kajian tentang interaksi lintas budaya.43
42
Ahmed Ali Kanaan, “Daur al Tarbiyah fî Muwâjihat al `Aulamah wa Taḫdiyat al Qarn al Ḫady wa al `Isyrin wa Ta`zyz al Hawiyat al Hadhariyat wa al Intima’ li al Ummat”, Riset disampaikan dalam Simposium tentang Globalisasi dan Prioritas Pendidikan di Universitas King Saud, Fakultas Pendidikan, 2004
43
Ahmad `Abd Allah Ahmad Ali, Al2`Awlamah wa al2Tarbiyah, (Cairo: Dar al Kitab al Hadith), 2002.
(28)
Hans de Wit (ed.), dalam Higher Education in Latin America: The International Dimension, menyajikan banyak isu penting terkait dengan internasionalisasi seperti model internasionalisasi, tantangan regional dan internasional bagi pendidikan, dan perbandingan internasionalisasi di beberapa negara Amerika latin seperti Argentina, Brazil, Chili, dan Kolombia.44
Parker & Wiseman (Eds.) dalam Global Trends in Educational Policy,
yang memuat tulisan beberapa ilmuwan yang mengupas antara lain tentang kebijakan internasionalisasi pendidikan, sejarah, permasalahan, dan implementasi kebijakan pendidikan, globalisasi pendidikan dan stigma, serta perspektif global bagi pendidikan guru.45
Lancrin, dalam Student Mobility, Internationalization of Higher Education and Skilled Migration, yang menganalisis hubungan antara mobilitas siswa, internasionalisasi pendidikan, dan perpindahan orang orang berketerampilan. Selain itu, ia juga menyajikan beberapa strategi internasionalisasi pendidikan, yaitu mutual understanding, skilled migration, income generation, dan capacity building. Dari keempat strategi ini satu di antaranya, yaitu mutual understanding, yang bersifat tradisional, sedangkan tiga lainnya secara nyata didikte oleh pertimbangan ekonomi.46
Tanabe, dalam Internationalization and Education from Japanese Experience, yang menawarkan beberapa model sebagai konsep internasionalisasi, yaitu Catch Up model, Competitive model, dan win2win mutual model. Tanabe menyatakan bahwa menyeimbangkan proses internasionalisasi adalah hal yang sulit. Menangani dua sisi antara perkembangan individu dan masyarakat, dengan saling pengertian antara identitas nasional dan hubungan antar budaya adalah elemen kunci. Internasionalisasi memerlukan pandangan atas keduanya seluas
44
Hans de Wit et.al., (Eds.) Higher Education in Latin America: The International Dimension, (Washington D.C: The World Bank) 2005.
45
David P. Baker & Alexander W. Wiseman (Eds.), Global Trends in Educational Policy, (Amsterdam: Elsevier) 2005.
46
Stephan Vincent Lancrin, “Student Mobility, Internationalization of Higher Education and Skilled Migration”, World Migration 2008, h. 105 125
(29)
mungkin. Dalam konteks ini, Tanabe memandang win2win mutual model adalah konsep internasionalisasi terbaik di antara model model yang lain.47
Altbach & Knight, dalam The Intenationalization of Higher Education: Motivations and realities, yang memaparkan motivasi dan sumberdaya bagi internasionalisasi. Mereka menyajikan tujuh hal terpenting yang melatar belakanginya, yaitu: Profits, Access provision and demand absorption, Traditional Internationalization, European Internationalism, Developing2Country Internationalization, Individual Internationalization, dan Cross2Border Higher Education: Growth Area.48
Tulisan Kritz dalam laporannya kepada divisi populasi PBB. Fokus dari laporan ini adalah pada perpindahan lintas batas siswa, atau layanan pendidikan oleh penyelenggara di satu negara untuk siswa yang berada di negara lain. Dalam artikel ini, Kritz menjelaskan hubungan antara globalisasi dengan internasionalisasi pendidikan. Ia juga menguraikan perbedaan antara globalisasi, internasionalisasi pendidikan, dan pendidikan transnasional.49
Knight, dalam laporan surveinya kepada International Association of Universities (IAU). Laporan ini menyimpulkan bahwa internasionalisasi pendidikan tidak hanya memiliki dampak positif berupa keuntungan, tapi juga dampak negatif berupa resiko yang harus ditanggung. Keuntungan yang dihasilkan meliputi bidang pengembangan siswa, staff, dan guru, pengajaran dan pembelajaran, penelitian, kemampuan bersaing, jaringan, kesadaran budaya, standar dan kualitas. Sedangkan resiko yang harus ditanggung mencakup Brain Drain, identitas budaya, biaya yang mahal, dan unsur bahasa.50
47
Shunji Tanabe, “Internationalization and Education from Japanese Experience”, Kanazawa University, paper presented in the 6th international conference of the faculty of management, Slovenia, 2005
48
Philip G. Altbach & Jane Knight, “The Intenationalization of Higher Education: Motivations and realities”, The EA Almanac of Higher Education, 2006
49
Mary M. Kritz, “Globalization and Internationalization of Tertiary Education”, Final Report submitted to the United ations Population division, New York: Cornell University, 2006
50
Jane Knight, Internationalization of Higher Education Practices and Priorities, International Association of Universities (IAU) Survey Report, 2003
(30)
Dalam konteks lembaga, didapati beberapa buku atau artikel seperti: Hayden, dalam Introduction to International Education: International Schools and their Communities, yang menegaskan bahwa esensi dari pendidikan internasional adalah menggabungkan seluruh dimensi global kurikuler ke dalam kurikulum sekolah. Selain itu, Buku ini memaparkan semua hal yang berkaitan dengan pendidikan internasional mulai dari konteks dan sejarah, sekolah internasional, siswa sekolah internasional, guru, administrasi, dan kurikulum sekolah internasional, serta peran sekolah internasional di masa depan.51
Bunnel, dalam The International Education Industry: An introductory for conceptualizing the potential scale of an “alliance, mengemukakan bagaimana sekolah internasional telah menjelma menjadi sebuah industri yang diakui, namun sedikit sekali upaya yang telah ditempuh untuk mengonseptualisasi hakikat dan skalanya. Sangat diperlukan adanya sebuah aliansi dari industri besar ini, dan artikel ini mengeksplorasi dua pilihan yang mungkin: Aliansi Pendidikan Internasional, dan Aliansi untuk Pendidikan Internasional. Pilihan yang kedua dipandang lebih lepas dan fleksibel sehingga banyak dipakai selama tujuh tahun terakhir, dan artikel ini menawarkan kerangka pengantar untuk membicarakan skala yang potensial dari operasinya.52
Laporan Hayward yang menyimpulkan bahwa internasionalisasi pendidikan di kampus dan universitas di Amerika adalah sebuah fenomena yang tidak terdokumentasikan dengan baik.53
Sedangkan dalam konteks kurikulum, guru, dan siswa didapati juga beberapa artikel seperti: Galligan dalam paper diskusinya di University of Southern Queensland, yang membicarakan perlunya mengembangkan definisi internasionalisasi kurikulum dan isu su terkait internasionalisasi. Galligan menawarkan sebuah definisi internasionalisasi kurikulum dan kerangka kerja
51
Mary Hayden, Introduction to International Education: International Schools and their Communities, (London: SAGE Publications) 2006.
52
Tristan Bunnel, “The International Education Industry: An introductory for conceptualizing the potential scale of an “alliance”, Journal of Research in International Education, vol. 6, 2007
53
Fred M. Hayward, Internationalization of U.S Higher education, American Council on Education: Preliminary Status Report, 2000
(31)
untuk membangun sebuah definisi internasionalisasi. Ia juga merancang hubungan antara kualitas lulusan dan dua konsep: rencana internasionalisasi dan rencana pengajaran dan pembelajaran.54
Zahn dkk., dalam Fostering Global2Mindedness in teacher preparation yang memaparkan bahwa Program pendidikan guru perlu memerhatikan perubahan yang cepat di dunia, yang sebagian disebabkan oleh peningkatan populasi yang semakin beragam. Lingkungan kelas yang berubah dengan sangat cepat ini menegaskan kebutuhan akan guru yang terlatih yang dapat berkomunikasi dengan dan mengajar siswa dengan masing masing latar belakang yang jauh berbeda. Selain itu, mereka juga harus memiliki pemahaman tentang nilai nilai dan praktek rumpun budaya yang memengaruhi individu siswa di tengah beragam populasi etnis yang mereka ajar. Dalam konteks ini penulis memaparkan langkah langkah yang diambil oleh sebuah kampus pendidikan untuk menciptakan kerja sama internasional dan pengalaman pembelajaran dalam rangka meningkatkan program pelatihan guru mereka dan mengembangkan sebuah lingkungan yang berpemikiran global.55
Senada dengan Zahn, Dooly, dalam Integrating Intercultural Competence and Citizenship Education into Teacher Training: a Pilot Project memaparkan sebuah proyek penjajakan yang didisain untuk membantu guru mengeksplorasi cara cara dimana keyakinan budaya mereka terhubung dengan hubungan lembaga dan sosial yang lebih luas. Melalui pembelajaran refleksi dan eksperiensi, guru disadarkan akan fakta bahwa keyakinan mereka berdampak langsung atas cara mereka mengenal siswa dalam proses pengajaran yang dijalankannya. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi interkultural guru dan pemahaman tentang bagaimana menjadi seorang warga dunia saat ini.56
54
Linda Galligan, “Internationalization of the Curriculum”, University of Southern Queensland: Discussion Paper, 2008
55
Gail Zahn, dkk., “Fostering Global Mindedness in teacher preparation”, International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, vol. 19 no. 3, 2007
56
Melinda Dooly, “Integrating Intercultural Competence and Citizenship Education into Teacher Training: a Pilot Project”, Citizenship Teaching and learning, vol. 2, no. 1, July 2006
(32)
Dan tesis Hayle, Educational Benefits of Internationalizing Higher Education: The Student’s Perspectives, yang mengkaji keuntungan pendidikan dari usaha yang dilakukan lembaga untuk menginternasionalisasikan pendidikan sebagaimana dipersepsi dan dialami oleh mahasiswa domestik dan mahasiswa internasional di Queen’s university di Kingston, Ontario, Kanada. Dalam riset ini, Hayle memunculkan empat keuntungan baik bagi siswa maupun lembaga, yaitu (1) pengetahuan dan saling pengertian yang lebih luas terhadap negara lain, budaya, dan isu isu global; (2) Jejaring dan pengembangan keterampilan emosi dan sosial; (3) meningkatkan penghasilan; dan (4) memberikan kontribusi bagi reproduksi pengetahuan barat. Tujuan utama tesis ini adalah, pertama, memahami cara cara dimana siswa dilaporkan mendapat keuntungan dari serangkaian program dan aktivitas yang diasosiasikan dengan gagasan internasionalisasi di dalam kampus. Dan kedua, memastikan mana di antara tiga kerangka internasionalisasi yang dominan, (kompetensi global, kapitalisme akademik, dan kolonialisme akademik), yang nampak menginformasikan praktek institusional yang dialami siswa. Selain mengemukakan keuntungan sebagaimana dikemukakan para ahli, Hayle juga mengemukakan dampak negatif dari internasionalisasi.57
Dari riset dan artikel di atas, tesis Hayle adalah yang terdekat dengan posisi tesis ini. Namun, jika Hayle membahas internasionalisasi pendidikan dari sisi keuntungan pendidikan dalam perspektif siswa, tesis ini akan membahas internasionalisasi pendidikan dari sudut tinjauan sejarah dan implementasi konsep, yang mencakup analisis sejarah, implementasi, dan signifikansi perannya dalam kemajuan pendidikan.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Riset ini merupakan Field Research (penelitian lapangan), dengan fokus penelitian yaitu program internasionalisasi pendidikan yang dijalankan
57
Elaine Marcia Hayle, Educational Benefits of Internationalizing Higher Education: The Student’s Perspectives, Canada: Queen’s University, 2008
(33)
pemerintah melalui rintisan sekolah bertaraf internasional, yaitu SMA Labschool Rawamangun Jakarta dan MAN Insan Cendekia Serpong Banten, dalam bentuk studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Pilihan ini diambil karena penelitian ini berusaha mengungkap fakta fenomenologis berupa ide, gagasan, dan dunia makna yang terdapat dalam suatu materi. Untuk memahamimnya tidak mungkin dilakukan secara positifis dan kuantitatif, melainkan dibutuhkan penghayatan dan keterlibatan yang mendalam.58
2. Sumber Data
Sumber primer riset ini adalah buku Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA bertaraf Internasional (2008) dan Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (2007) yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional.
Sumber primer ini akan didukung oleh sumber sekunder berupa literatur literatur yang membahas internasionalisasi pendidikan, di antaranya adalah Internationalization Remodelled: Definition, Approaches, and Rationales karya Jane Knight (2004), Strategies for Internationalisation of Higher Education: a Comparative Study of Australia, Canada, Europe, and the United States of America yang ditulis Hans de Wit (1995), Global Trends in Educational Policy karya Barker & Wiseman (2005), The Internationalization of Higher Education: Are We on the Right Track? Yang ditulis Jane Knight (2008), Learning in the Global Era: International Perspectives on Globalization and Education dengan editor Marcelo M. Suarez Orozco (2007), International Education: Principles and Practice karya Thompson dan Hayden (1998), Education for International Understanding and Global Competence karya Carol M. Barker (2000).
Adapun data lapangan, penulis memerolehnya dari berbagai sumber, antara lain:
58
Burhan Bungin (Ed.), Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikatif, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hal. 5 6
(34)
a. Ahli Pendidikan
Ahli pendidikan yang dimaksud penulis adalah para intelektual atau ilmuan yang berkompeten di bidang pendidikan, baik dari kalangan Diknas maupun Departemen Agama. Mereka dapat memberikan informasi terkait aspek filosofis dari gagasan Sekolah Bertaraf Internasional dan aspek sejarah internasionalisasi pendidikan di Indonesia.
b. Kepala Sekolah/ Madrasah
Kepala Sekolah/ Madrasah dapat memberikan informasi tentang kebijakan kebijakan sekolah terkait dengan implementasi internasionalisasi di sekolah; pandangannya tentang motif internasionalisasi, kegiatan pembelajaran, pendekatan berbasis hasil, dan integrasi dimensi internasional ke dalam kurikulum dan program. Juga pandangannya tentang common value dan budaya sekolah.
c. Dokumen Profil Sekolah
Dokumen profil sekolah yang dimaksud adalah seperangkat informasi mencakup visi dan misi, data pendidik dan tenaga kependidikan, data siswa dan prestasi siswa, serta sebaran alumni. Hal ini penting untuk dapat mengungkap background keberhasilan pendidikan yang mereka kelola.
d. Kondisi Sekolah dan praktek pendidikan
Kondisi sekolah yang di sini adalah atmosfir dari budaya dan nilai yang ditumbuh kembangkan di dalam sekolah guna mempersiapkan siswa menghadapai persaingan baik pada level lokal maupun global. Sedangkan praktek pendidikan yang dimaksud adalah kegiatan transmisi, pembudayaan, dan penanaman nilai, baik di dalam maupun di luar kelas.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data tersebut di atas diperoleh penulis melalui teknik teknik sebagai berikut:
(35)
a. Wawancara
Teknik ini dilakukan dengan melakukan dialog dengan sumber data guna mendapatkan pandangan, respon, pengetahuan, motivasi, kepercayaan, dan perasaan narasumber secara mendalam mengenai topik tertentu.59 Penulis menggunakan teknik ini kepada para ahli dan kepala sekolah/ madrasah. Wawancara dilakukan secara terstruktur, karena arah pembicaraan ditentukan oleh alur pertanyaan yang telah disusun.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data tertulis terkait peristiwa yang dapat berbentuk tulisan, gambar, buku dan sebagainya.60 Metode ini digunakan untuk mendapatkan data data seperti dokumen RSBI, piagam akreditasi sekolah, dokumen prestasi siswa, dan profil sekolah.
c. Observasi
Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menggunakan pengamatan indra melihat secara teliti.61 Teknik ini penulis gunakan untuk mendapatkan data tentang kondisi sekolah dan bagaimana budaya sekolah dikembangkan. Selain juga untuk mengamati fasilitas fasilitas yang dimiliki sekolah.
4. Teknik Analisa Data
Data data penelitian yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan fenomenologi heuristis62, dimana penulis
59
Burke Johnson & Larry Christensen, Educational Research: Quantitative, Qualitative, and Mixed Approaches, (Boston: Pearson Education Inc., 2004), h. 183
60
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 329
61
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), Cet. Ke 2, h. 146
62
Yaitu salah satu penyelidikan fenomenologis yang mengedepankan penghayatan peneliti, dengan kerangka yang lebih sempit dan fokus. Ia berhubungan dengan makna, bukan ukuran; dengan hakikat, bukan penampilan; dengan kualitas, bukan kuantitas; dan dengan pengalaman, bukan prilaku. Lihat Dede Oetomo, Penelitian Kualitatif: Aliran dan Tema, dalam Bagong Suyanto & Sutinah (Ed.), Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), h. 179
(36)
melakukan elaborasi konsep Internasionalisasi pendidikan dan konsep RSBI untuk mendapatkan esesnsi dari masing masing gagasan tersebut, dan kerangka berpikir induktif komparatif, dimana penulis mengklasifikasi elemen elemen Internasionalisasi dan RSBI, kemudian mencari keterkaitan dan atau titik temu antar keduanya, sehingga menghasilkan pemahaman apakah keduanya sama sekali berbeda, atau didapati adanya hubungan, baik saling menguatkan ataupun melemahkan. Setelah itu, konsep internasionalisasi pendidikan tolok ukur dalam mengevaluasi konsep RSBI yang dijalankan pemerintah. Sedangkan teknik analisa data yang digunakan adalah content analysis,63 terutama terkait dengan data lapangan yang diperoleh, baik melalui observasi maupun wawancara. Adapun untuk teknik penulisan, tesis ini akan merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)” karya Hamid Nasuhi dan kawan kawan, terbitan CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cetakan ke 2 tahun 2007.
F. Sistematika Pembahasan
Tesis ini akan disajikan dalam lima bab yang meliputi pendahuluan, kerangka teori, kondisi objektif penelitian, hasil penelitian, dan ditutup dengan kesimpulan dan saran.
Bab pertama akan memuat pendahuluan yang memaparkan latar belakang penelitian, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua akan menguraikan kerangka teori internasionalisasi pendidikan, meliputi internasionalisasi pendidikan dalam perspektif global, unsur unsur internasionalisasi pendidikan, dimensi global dan interkultural, dan diskursus lokal dan global.
63
Yaitu suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Lihat Henry Subiakto, Analisis Isi, Manfaat dan Metode Penelitiannya, dalam Bagong Suyanto & Sutinah, Metode Penelitian Sosial..., h. 126
(37)
Bab ketiga akan memaparkan sejarah internasionalisasi pendidikan, yang mencakup periodisasi sejarah dan polarisasi internasionalisasi berdasarkan upaya dan karakteristiknya.
Bab keempat akan menjabarkan program sekolah bertaraf internasional di Indonesia, yang mencakup latar belakang pengembangan SBI, konsep dasar penyelenggaraan program SBI, kurikulum asing dalam SBI, dan analisis penutup.
Bab kelima menyajikan implementasi internasionalisasi pendidikan pada level institusi, mencakup implementasi internasionalisasi pendidikan di sekolah, dan refleksi internasionalisasi pendidikan.
Bab keenam merupakan kesimpulan penelitian yang dikonstruk berdasarkan pertanyaan penelitian dalam perumusan masalah. Dari kesimpulan itu kemudian penulis dapat memberikan saran bagi seluruh pihak yang kepadanya penelitian ini ditujukan.
(38)
! " # $ ! ! !
" ! % ! &
! ! %! !
% ! !
#
A. Internasionalisasi dalam Perspektif Global
! ! ! !
! '(() # ! ! !
! " # ! ! ! " "
% #
* + ! !
# ! !
" " " ,
% , ! ! "
" ! ! #' ! +
! " #
-. " + ! !
'
* Internationalization of Higher Education in the United States of America and Europe: a historical, comparative, and conceptual analysis,/* & 0 + -))-1
# -'2
-3 4 5 $ 3 & ! 3 " ! ! %
(39)
" % " ! "
" " ! ! ! #8
. + ! " !
" ! # ! "
! " ! ! !
#7 * " +
" ! ! ! "
! #2
! ! " !
* + !
" #: '(;) !
'(() ! 3
4 + 6 4 ! ! ! 6 4 !
+ 6 4 ! 6 4twinning programs6 " #
" < " +
! !
! ! + ! !
! ! " ! #9
. + !
% ! #;
" !
! " #( "
" + ! %
8
= . 4 5 > & 6
Journal of Stdies in International Education, 8/'1 2%8' -))7 # 2
7
= . 4 5 ####6 # (
2
* Internationalization of Higher Education.... # ')7
:
.# * International Education: global marketing or overcoming the barriers?
! ! &??+++# # !# !?! # ( @ ! -))(#
9
" " A =# < 4 B ! &
3 + 6 Oxford Review of Education, 21/81 '((; # 8-;
;
= . 4 5 > ####6 # (
(
># ! 4< C $. B ! 6 #
. # # @ " /B #1 The Effective Academic: A Handbook for Enhanced
(1)
Mok, Ka Ho, “Questing for Internationalization of Universities in Asia: Critical Reflections”, Journal of Studies in International Education, SAGE Publication, 11, 2007.
Monk, David H., “The Education production Function: Its Evolving Role in policy Analysis”, Educational Evaluation and policy Analysis, Cornell University: Spring, Vol. 11., No.1, 1989.
Monroe, WS. (Ed.), Encyclopedia of educational Research, New York: Macmillan, 1950.
Morrison, Jo, et.al., “Researching the Performance of International Students in the U.K”, Studies in Higher Education, vol. 30, No. 3, 2005.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Mujib, Abdul, & Mudzakkir, Yusuf, Ilmu Pendidikan Islam, Jakara: Kencana
Prenada Media, 2006.
Mulyasa, E., Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Myrick, Florence, “Pedagogical Integrity in the Knowledge Economy”, 1ursing Philosophy, vol.5, no.1, 2004.
Nandika, Dodi, Pendidikan di tengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2007.
Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bina Aksara, 1988.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, Edisi Baru, Cet. Ke 1, 2005.
Nawawi, Hadari, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Jakarta: haji Masagung, 1989.
Nilsson, Bengt, “Internationalisation at Home from a Swedish Perspective: The Case of malmo”, Journal of Studies in International Education, vol.7, no.1, 2003.
Ninnes P, & Helisten M (Eds.), Internationalizing Higher Education: Critical Exploration of Pedagogy and Policy, Hongkong: Comparative Education Research Center, 2005.
(2)
O’meara, Patrick, Mehlinger, Howard D., dan Newman, Ma, Changing Perspectives on International Education, Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press, 2001.
Palomba, Catherine A., & Banta, Trudy W. (Eds.), Assessing Student Competence in Accredited Discipline, Virginia: Stylus Publishing, LLC, 2001.
Parsons, Christine, “Implementing Internationalisation Strategy”, EAIE Forum, vol.4, no.3, 2002.
Peterson, Kent D., & Deal, Terrence E., Shaping School Culture: The Heart of Leadership, Jossey Bass Publishers, 1998.
Pike, Graham, “Background Paper on Global and International Education for CESI Think Tank on International Education”, University of Prince Edward Island, 2008
Power, Collin, “Educational Research, Policy and Practice in an Era of globalization”, Springer International Journal, 6 No. 2, 2007.
Purwanto, Ngalim, Prinsip prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Rahman, et.al., Peran Strategis Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, Jatinangor: Alqaprint, 2006.
Rimmers H.H., & Gage N.L., Educational Measurement and Evaluation, New York: Harper & Brother Publisher, 1955.
Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004., Ed. 1, Cet. Ke 3.
Saito, Naoko, “Education for Global Understanding: Learning from Dewey’s Visit to Japan”, Teachers College Record, 105, no.9, 2003.
Saphier, Jon, & King, Matthew, “Good Seeds grow in Strong Culture”, Educational leadership, vol.42, no.6, 1985.
Scanlon, David G., International Education: A Documentary History, New York: Teachers College of Columbia University, 1960.
(3)
Schapper, Jan M., & Mayson, Susan E., “Internationalisation of Curricula: an Alternative to the Taylorisation of Academic Work”, Journal of Higher Policy and Management, vol.71, no.4, 1999.
Scholte, Jan Aart, Globalization: A Critical Introduction, New York: Saint Martin Press, 2000.
Scott, Peter, The Globalisation of Higher Education, Bickingham: Open University Press, 1998.
Shogar, Ibrahim, “Falsafah al Tarbiyah fi Ashr al ‘Awlamah”, Malaysia: International Islamic University, Kullyah of Sciences, 2004.
Sisiliano, Gene, Finance for non Financial Managers, New York: McGraw Hill, 2003.
Simonyi, Gyula, “What is Global Education?”, dalam website http://bocs.hu/sgy/globaleducation oasis.htm
Simpson, Douglas J., et.al., John Dewey and the Art of Teaching: Toward Reflective and Imaginative Practice, London & New Delhi: Sage Publication, 2005.
Sinagatullin, Ilghiz M., The Impact of Globalization on Education, New York: Nova Science Publishers Inc., 2006.
Singer P., One World: The ethic of Globalization, New Heaven: Yale University Press, 2002.
Smith, Stuart C., & Piele, Philip K., School Leadership: Handbook for Excellence in Student Learning, California: Crown Press, 2006.
St. John, Edward P., & Parsons, Michael D., Public Funding of Higher Education, Baltimore: The Jobn Hopkins University Press, 2004.
Stanton, Charles M., Higher Learning in Islam: the Classical Period A.D 700 1300, Marylands: Rowman & Littlefield Publisher, 1990.
Stomfay Stitz, A.M., Peace Education in America 1828 1990: Sourcebook for Education and research, London: Scarecrow Press, 1993.
Supriadi, Dedi, Satuan Pembiayaan Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
(4)
Suyanto, Bagong, & Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Ed. 1, Cet. Ke 5, 2005 Tanabe, Shunji, “Internationalization and Education from Japanese Experience”, Kanazawa University, paper presented in the 6th international conference of the faculty of management, Slovenia, 2005.
Taylor, E.W., “Intercultural Competency: A Transformative learning Process”, Adult Education Quarterly, 44 (3), 1994.
Teekens, Hanneke, “The Requirement to Develop Specific Skills for Teaching in an Intercultural Setting”, Journal of studies in International Education, vo.7, no.1, 2003.
Teichler, Ulrich, “Internationalisation as a Challenge for Higher Education in Europe”, Tertiary Education and Management, vol.5, 1999.
Tikly, Leon, “Globalization and Education in the Postcolonial World: towards a Conceptual framework”, Comparative education, vol.37, no.2, 2001.
Tilaar, H.A.R, Manifesto Pendidikan 1asional: Tinjauan dari Perspeksi Posmodernisme dan Studi Kultural, Jakarta: Kompas, 2005.
, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan 1asional dalam Perspektif Abad 21, Magelang: Tera Indonesia, 1998.
Tonna, Michelle Attard, “Teacher Education in a Globalized Age”, Journal for Critical Education Policy Studies, vol.5, no.1, 2007.
UNESCO, Recommendation concerning education for international understanding, co operation and peace and education relating to human rights and fundamental freedoms, (Paris: Unesco General Conference, 1974. Van der Wende, M.C, “International Policies: About new Trends and Contrasting
Paradigms”, Higher Education Policy, 14 (3), 2003.
Van Reken, Ruth E., & Rushmore, Sally, Thinking Globally when Teaching Locally, Kappa Delta Pi Record, Winter, 2009.
Vestal T., International Education: Its History and Promise for Today, Westport, CT: Praeger press, 1994.
Vincent Lancrin, Stephen, “Student Mobility, Internationalization of Higher Education and Skilled Migration”, World Migration 2008.
(5)
Wachter, Bernd, “An Introduction: Internationalisation at Home in Context”, Journal of Studies in International Education, vol.7, No.1, 2003.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tujuan Teoretik dan Permasalahannya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Perkasa, 2002.
Walker G., To Educate the 1ations: Reflection on an International Education, Suffolk: John Catt Educational Ltd., 2002.
Ward, Colleen, The Impact of International Students on Domestic Students and Host Institutions, New Zealand: Ministry of Education, 2001.
Welmond, Michael, “Globalization viewed from the Periphery: The Dynamics of Teacher Identity in the Republic of Benin”, Comparative Education Review, vol.46, no.1, 2002.
Willard, With Jed, “Global Competency”, Sudbury USA, languagecorps, at www.LanguageCorps.com
Yeh M., et.al., Globalization and Its Impact on Asia, Kuala Lumpur: Asian Strategy and Leadership Institute, 2004.
Zahn, Gail, et.al., “Fostering Global Mindedness in Teacher Preparation”, International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, Vol. 19, No. 3, 2007.
Zajda, Joseph (Ed.), Decentralization and Privatization in Education: The Role of the State, Netherlands: Springer, 2006.
, & Gamage, David, Decentralization and School Based management and Quality, New York: Springer Dordrecht Heidelberg, 2009.
Zeegers P., & Deller Evans K. (Eds.), Refereed Proceeding of the Biannual Language and Academic Skills in Higher Education Conference, Flinders University, 2003.
Zuhdi, Muhammad, “Globalization and Its Impact on Education”, Paper presented in International Conference, UIN Jakarta, 2008.
(6)
31 A. IDE TITAS DIRI
! " # $ % &" '
(" ) ! ** !
" $ %+ " $ (((
($, $, -"( . / $
0 $ % , 1 ! ) + )
0 " # $ 2 33)
4 5 6**5 553 5 * 5
6 , !7 ++ 8+
B. IDE TITAS KELUARGA
04 4 , $ $ & '
( 4# 0 , $
(, $
! 9 + 3
" # $
$ 4 5 5
5 : ; 6: < 53 5 !
! # = > 5 )
3 ? , 1 @ ) 5
C. RIWAYAT PE DIDIKA
, ( 1 ,, $ , $ )
5 , , $ A . / $ , $
! , 6/ = , + / , , $
3 # $ # , $ " ( : , ( ( > 4
, $
) + " ,8 , # $ & 5' 2( > 4 (, 8