Metode Analisis Data GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA HAMIL DAN IBU BALITA DI KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA (Suatu Tinjauan Etnolinguistik)

commit to user

E. Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena Harimurti Kridalaksana, 2001: 136. Data dikumpulkan dengan metode dasar yaitu teknik sadap. Untuk mendapatkan data pertama-tama si peneliti harus menyadap pembicaraan seseorang atau beberapa orang Sudaryanto, 1993: 133. Adapun mengenai teknik lanjutannya menggunakan teknik simak libat cakap SLC, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik SLC ialah di mana peneliti menyimak pembicaraan calon data dan berpartisipasi dalam dialog Sudaryanto, 1993: 134. Pengumpulan data juga menggunakan teknik wawancara mendalam indepth-interviewing. Cara ini bersifat deskriptif dan eksplanatoris, yaitu peneliti di samping berusaha menjaring informasi deskriptif mengenai fakta atau fenomena sosiolinguistik linguistik, juga berupaya menggali informasi yang berupa penjelasan munculnya fakta atu fenomena tersebut Gunawan dalam Mahsun, 2005: 228. Untuk mengabsahkan data yang diucapkan dari para informan tersebut, maka perlu dilakukan teknik rekam agar data yang diperoleh dapat dianalisis dengan baik. Selain itu dapat juga dibantu dengan teknik catat untuk mencatat fenomena yang tidak dapat ditangkap dalam teknik rekam untuk menyempurnakan pengumpulan data.

F. Metode Analisis Data

Pada penelitian ini penulis akan menganalisis data menggunakan metode distribusional dan metode padan.

1. Metode Distribusional

commit to user Metode distribusional disebut juga dengan metode agih. Metode distribusional adalah metode analisis data yang alat penentunya unsur dari bahasa itu sendiri Sudaryanto, 1993: 15. Teknik yang digunakan adalah teknik Bagi Unsur Langsung BUL. Teknik ini digunakan untuk membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud Sudaryanto, 1993: 42. Jika unsur yang dilesapkan membuat kalimat menjadi tidak gramatikal, berarti unsur tersebut mempunyai kadar keintian yang tinggi, sehingga tidak dapat dihilangkan. Teknik lanjutan yang dipakai adalah teknik lesap dan teknik ganti. Teknik lesap digunakan untuk menganalisis dan mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. Jika hasil dari pelesapan itu tidak gramatikal maka berarti unsur yang bersangkutan memiliki kadar keintian yang tinggi atau bersifat inti: artinya, sebagai unsur pembentuk satuan lingual, unsur yang bersangkutan mutlak diperlukan Sudaryanto, 1993: 42. Metode distribusional dengan teknik dasar BUL dan teknik lanjutan berupa teknik lesap dan teknik ganti untuk menganalisis bentuk GTBJ, teknik ganti digunakan untuk mengatahui kadar keintian suatu unsur yang diganti. Contoh penerapannya sebagai berikut: 1 Aja mateni kewan yen lagi mbobot . ‘Jangan membunuh hewan jika sedang hamil’ 2 Ora ilok bocah dilem . ‘Tidak pantas bayi dipuji’ commit to user Untuk mengatahui kadar keintian salah satu unsur, salah satu unsur yang dimaksud dihilangkan atau dilesapkan, yang hasilnya sebagai berikut: 1a Ø mateni kewan yen lagi mbobot. ‘ Ø membunuh hewan jika sedang hamil’ 2a Ø bocah dilem. ‘ Ø bayi dipuji’ Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa unsur aja ‘jangan’ dan ora ilok ‘tidak pantas’ merupakan unsur inti yang tidak dapat dihilangkan maupun dilesapkan. Karena jika dihilangkan atau dilesapkan, maka kalimat itu menjadi tidak gramatikal dan maknanya menjadi berbeda. Sedangkan jika menggunakan teknik ganti, hasilnya akan menjadi seperti ini: 1b ndeloki Aja mateni kewan yen lagi mbobot. ngopeni melihat ‘ Jangan membunuh hewan jika sedang hamil.’ memelihara 2b digendhong Ora ilok bocah disunggi dilem digendong „ Tidak pantas anak dipanggul ‘ dipuji commit to user Hasil analisis kalimat 1b dan 2b di atas dengan teknik ganti menunjukka bahwa kalimat tersebut masih berterima namun tidak menunjukkan GT yang dimaksud.

2. Metode Padan

Metode padan adalah metode yang dipakai untuk mengkaji untuk menentukan identitasa satuan lingual tertentu dengan alat penentu di luar bahasa Sudaryanto, 1993: 13. Adapun penerapannya antara lain sebagai berikut: 1 Ora ilok bayi dipunji, mundhak wani karo wong tuwane. Fungsi dari GT ini adalah pelajaran dari dua segi, yaitu pendidikan etikamoral dan pendidikan kesehatan. Dari segi moral, menurut konsepsi Jawa, meletakkan anak lebih tinggi dari orang tua atau membiarkan anak memegang kepala orang tuanya secara tidak langsung mengajarkan anak bahwa kedudukan anak lebih tinggi daripada orang tua, maka ketika dewasa si anak akan kurang ajar dengan orangtuanya. Sedangkan dari segi kesehatan, memanggul bayi akan membahayakan jiwa si bayi karena lemah dalam hal keamanan. Makna gramatikal : tidak pantas bayi digendong di pundak, nanti berani dengan orang tuanya. Makna kultural : orang tua pasti ingin menyenangkan hati anaknya, salah satu caranya adalah dengan menggendongnya di atas pundak, karena biasanya si anak akan senang. Tetapi ternyata hal ini tidak diperbolehkan karena menurut nasihat orang tua Jawa, si bayi kelak akan berani melawan orang tuanya jika sudah dewasa. Pemaknaan secara kultural yang didapatkan dari masyarakat demikian, commit to user tetapi mungkin ada benarnya juga orang tua memberi nasehat, karena anak kecil yang banyak bergerak secara tiba-tiba itu mungkin saja terlepas dari pegangan orang tuanya ketika sedang digendong diatas bahu. Secara logika hal ini dikarenakan ketika berada di atas bahu, pengamanan dan kecekatan tangan orang tua berkurang, dan tidak berada dalam jangkauan mata si penggendong, terlebih si bayi berada di ketinggian jauh diatas tanah, ketika jatuh hal ini bisa berakibat fatal. Oleh karena itu menggendong diatas bahu tidak diperbolehkan karena dari segi manapun tidak aman. 2 Ora ilok bayi disawung. Fungsi dari GT ini adalah untuk pendidikan kesehatan dan etikamoral. Menurut orang tua Jawa, menggendong dengan selendang akan mengeratkan tali batin antara ibu-anak. Maka memang seharusnya seorang ibu menjaga anaknya dengan sepenuh hati, selalu mendekatkan kepada anaknya agar kelak ketika si anak dewasa, hubungan antara ibu dan anak tetap erat terjaga. Sedangkan dari segi kesehatan, hal ini akan menjaga si bayi yang banyak bergerak agar tidak mudah terlepas dari gendongan bagitu saja. Makna gramatikal: tidak pantas bayi digendong tanpa selendang. Makna kultural dalam GT tersebut adalah bahwa kita harus selalu menggendong bayi dengan memakai selendang disawung: nggendhong tanpa lendhang karena: 1 Bayi akan terlepas dan jatuh dengan mudah jika tidak diikat ke badan kita. 2 Menurut orang tua jaman dahulu, menggendong dengan selendang akan mengikat erat batin si bayi dengan batin kita, sehingga akan selalu ada commit to user kontak batin yang kuat antara ibu denagn si anak sampai si anak dewasa kelak. 3 Oleh orang Jawa, menggendong dengan selendang dipercaya agar si bayi tidak mudah terlepas dalam artian diambil keatas meninggal sewaktu- waktu. wawancara dengan ibu Sarmi, tanggal 3 Pebruari 2010 3 Ora ilok bayi diajak nyapu. Fungsi dari GT ini adalah sebagai pendidikan kesehatan. Jika kita sedang melakukan pekerjaan yang kotor, maka sebaiknya tidak mengajak serta si bayi karena tentu saja si bayi dapat terkena kotoran yang ditimbulkan. Dalam hal ini menyapu yang menimbulkan debu dapat mengganggu pernapasan bayi yang masih rentan. hal ini dapat membuat bayi menjadi asma atau flu, maupun masalah pencernaan. Makna gramatikal: tidak pantas bayi diajak menyapu digendong sambil menyapu. Makna kultural dalam GT ini adalah bahwa kita jangan pernah menggendong si bayi sambil menyapu karena: 1 Debu yang tersapu akan terhirup si bayi sehingga dapat menyebabkan gangguan pernapasan si bayi yang masih halus. 2 Menurut orang tua Jawa, menyapu sambil menggendong bayi akan menyebabkan si bayi jatuh ketika memanjat kelak jika ia sudah dewasa. wawancara dengan ibu Sarmi, tanggal 3 Pebruari 2010 commit to user

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data