Penentuan Responden Teknik Analisis Data

13 Wawancara terbuka dilakukan agar data yang di kumpulkan lebih variatif dan beragam.

B. Penentuan Responden

Responden dari kata asal ”respon” atau penanggap, yaitu orang yang menanggapi. Dalam penelitian, responden adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan, yaitu ketika mengisi angket, atau lisan, ketika menjawab wawancara. http:subliyanto.blogspot.com201006subyek- penelitian-dan-responden.html. Responden yang penulis pilih dalam melengkapi data penelitian ini adalah pekerja, peziarah dan pengurus pemakaman di Delitua tersebut.

C. Teknik Analisis Data

Dalam tahap analisis data, penulis akan menggunakan pendekatan fenomenologi, pendekatan sejarah atau historical research, seperti yang telah penulis jelaskan pengertiannya di dalam kerangka teori diatas. Penulis juga menggunakan metode deskriptif studi kasus kualitatif. Studi kasus menurut Maxfield dalam Nazir 2011:57 adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran yang mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta 14 karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. 15 BAB II FENOMENA MAKAM ORANG JEPANG YANG ADA DI DELITUA MEDAN 2.1.LATAR BELAKANG SEJARAH PEMAKAMAN Saat ini makam orang Jepang di Medan berada di daerah Delitua. Namun sebelumnya makam orang Jepang di Medan berada di dalam kota Medan di Jalan Gatot Subroto. Berikut adalah catatan dokumentasi dari Badan Pengurus Perkuburan Jepang di Medan. “Sebelumnya makam orang Jepang di Medan berada di Jalan Gatot Subroto yang sekarang dikenal sebagai Plaza Medan Fair. Sebelum perang, perkumpulan orang Jepang yang menetap di Indonesia saat itu membentuk kepanitiaan untuk mengontrol pemeliharaan, sekitar 250 pilar digunakan pada pemakaman tersebut. Setelah perang dunia ke-2 pada tahun 1945 saat Jepang kalah perang lokasi pemakaman dibiarkan sunyi tidak ada yang mengelola karena seluruh anggota pengurus dan biksu Buddha ditarik kembali ke Jepang pada saat itu. Pada tahun 1951, setelah perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda, sisa-sisa tentara asli Jepang dan pejabat Konsulat berkumpul, saat itu pemeliharaan makam tidak lagi cukup jika hanya menjadi otoritas panitia kepengurusan makam orang Jepang di Medan. Saat-saat itu adalah saat yang penuh masalah bagi Indonesia, orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal mulai berkumpul disekitar makam, kemudian mereka merusak batu nisan dan membangun rumah di pinggir sungai menggunakan pondasi dari pecahan-pecahan batu nisan dari pemakaman orang Jepang di Medan. Orang-orang Jepang yang pulang ke Jepang mencemaskan batu nisan tersebut, mereka memasang kawat besi disekitar makam namun, dalam satu malam kawat besi tersebut sudah rusak, dalam tahun terakhir hanya sekitar belasan batu nisan yang selamat. Dengan adanya perencanaan pembangunan di kota Medan membuat konsulat meminta kepada pemerintah kota Medan untuk memindahkan makam orang Jepang keluar. Kemudian dari hasil diskusi Konsul Jendral dengan pemerintah kota Medan, pemerintah kota menawarkan daerah Delitua yang menjadi lokasi pemakaman saat ini sebagai situs alternatif. Hari perpindahan makam resmi jatuh pada 22 September 1973, dilaksanakan upacara perpindahan 16 dengan kepercayaan Buddha yang dihadiri oleh Bapak Inoue dari kuil Nishihon dari Jepang dan warga Jepang. Perlu dicatat bahwa saat ini biaya konstruksi makam orang Jepang dibiayai oleh sumbangan relawan perusahaan Jepang di Medan. Terdapat 25 monumen prajurit di dalam pemakaman saat ini, sekitar tahun 1947, setelah perang besar 25 komandan militer dan 25 orang lainnya di eksekusi. Monumen ini dibangun untuk menghibur arwah mereka, monumen ini juga merupakan monumen untuk mengenang sisa tentara Jepang yang terluka yang turut serta dalam perang kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu di Medan juga kedatangan dengan yang disebut karayuki-san. Mereka meninggalkan barang-barang seperti: shamisen, botol kosmetik dan lain-lain. Perempuan Jepang yang meninggal pada zaman Meiji sampai tahap awal Showa berasal dari prefektur Kumamoto Amakusa, Nagasaki, dan berbagai tempat lainnya di Jepang. Demi perang kemerdekaan Indonesia, orang-orang yang bekerja jauh dari rumah, dan orang-orang yang meninggal, bersama dengan doa kebahagiaan di akhirat untuk orang-orang yang datang ke tempat ini yang menjadi tanah di tanah asing, mulai sekarang merupakan tanggung jawab kami untuk benar-benar memelihara Pemakaman Orang Jepang di Medan”. Kemudian menurut Sari 2006:48 makam orang Jepang ini merupakan makam perpindahan dari berbagai tempat di provinsi Sumatera Utara maupun diluar provinsi Sumatera Utara. Kota dan daerah asal para jenazah tersebut antara lain: Tebing Tinggi, Binjai, Tanjung Tiran Batu Bara Kabupaten Asahan, Kisaran, Tanjung Balai, Stabat, Siantar, Prapat, Kabanjahe, Kabanjahe-Tigapana, Sawalunto, Medan, Pangkalan Brandan, Rantau Prapat, Aceh Mulabo, Aceh Langsa, Kuala Simpang, Aceh-Arakundoe, dan Jakarta. 2.2. MAKAM ORANG JEPANG DI DELITUA 2.2.1.