RUANG LINGKUP PEMBAHASAN MAKAM ORANG JEPANG DI DELITUA 1.

4 1.2. PERUMUSAN MASALAH Pendudukan Jepang di Indonesia berakhir pada tahun 1945, makam orang Jepang di Delitua dibangun pada tahun 1972. Pembangunan makam tersebut dilakukan setelah Indonesia merdeka dan sampai saat ini makam tersebut masih sangat terawat karena masih dipelihara dan dikelola dengan baik. Setiap tahun kegiatan berziarah masih rutin dilakukan. Peziarah yang datang merupakan anak cucu dari orang-orang yang dikuburkan pada makam tersebut kemudian warga Jepang maupun orang Indonesia yang merupakan keturunan orang Jepang. Berdasarkan keterangan diatas maka timbul beberapa pertanyaan antara lain: 1. Bagaimana fenomena makam orang Jepang di Delitua, Medan? 2. Bagaimana pemeliharaan makam orang Jepang di Delitua, Medan?

1.3. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Penelitian ini hanya difokuskan pada sejarah, pelaksanaan pemeliharaan, pelaksanaan persembahan, peranan pengelola pemakaman serta identitas dari orang yang dikuburkan pada makam orang Jepang di Delitua. Jumlah makam pada pemakaman ini berjumlah 35 makam dan keseluruhannya dijadikan sampel penelitian. Untuk mendapatkan data-data yang akurat, penulis akan terjun langsung ke lapangan mencari catatan-catatan atau dokumen tentang makam tersebut dan melakukan wawancara dengan orang atau instansi yang bersangkutan yang mengerti tentang pemakaman tersebut. 5 Untuk menjawab pertanyaan perumusan masalah nomor satu, penulis hanya mencari dan menggunakan data atau fakta-fakta dari pengamatan langsung dan dari hasil wawancara serta dokumen konsulat jendral Jepang dan yayasan pengurus makam tersebut. Untuk menjawab pertanyaan perumusan masalah nomor dua, penulis hanya akan mencari dan menggunakan data dari hasil wawancara dan catatan dokumentasi dari instansi yang bersangkutan.

1.4. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A.

Tinjauan Pustaka Menurut Mogami dalam Situmorang 2011:53 dalam pandangan orang Jepang, roh berada di dalam tulang-belulang. Oleh karena itu persembahan- persembahan diarahkan kepada tulang-belulang dan pergi ke Ihai. Oleh karena itu persembahan-persembahanselain dilakukan di kuburan juga dilakukan di Ihai di rumah.Dalam pemikiran Jepang dahulu dikenal dua sistem makam yaitu: 1. Makam tempat menguburkan tulang-belulang jenazah yang terletak di gunung, dianggap makam yang kotor. 2. Makam tempat memberikan sesajen dan pemujaan makam yang dibuat di dalam desa dianggap makam yang suci. Menurut Kenji 2000:34 pada awalnya orang Jepang apabila ada keluarganya yang meninggal maka mayat tersebut dibuang ke Tanima Jigoku lembah, dan untuk rohnya dibuat tempat penyembahan. Tetapi kemudian karena ada perasaan kedekatan antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah meninggal tersebut, misalnya perasaan cinta akan keluarga maka kemudian mayat tersebut 6 tidak lagi dibuang ke Tanima Jigoku tetapi dikuburkan. Oleh karena itu Kenji 2000: 38 mengatakan kewajiban menguburkan tersebut mempunyai 3 buah pemikiran, yaitu: 1. Bagaimana cara menguburkannya. 2. Siapa yang bertanggung jawab menguburkannya. 3. Bagaimana pembiayaannya. Kemudian menurut Inoguchi 1976:109 penguburan di Jepang ada berbagai macam, antara lain: 1. Penguburan di air (水葬 すいそう ) , misalnya di sungai atau di laut. 2. Penguburan di api 火葬 か そ う , yaitu dengan pembakaran. 3. Penguburan di tanah ( 土葬 ) . 4. Penguburan di semak-semak ( 林葬 ) bertujuan agar cepat dimakan burung. Menurut Iwayumi 2001:2 Jenis-jenis kuburan atau pemakaman di Jepang: 1. Pemakaman umum ( 公営墓地 こ う え い ぼ ち ) , terdiri dari: 1. Pemakaman yang dikelola publik ( 公営墓地 ) . 2. Pemakaman kampung ( 部落有墓地 ぶ ら く よ ぼ ち ) . 2. Pemakaman pribadi ( 私有墓地 し ゆ う ぼ ち ) , terdiri dari: 1. Pemakaman pribadi yang berbadan hukum, dibagi atas: a. Pemakaman yang dikelola oleh lembaga agama, dibagi atas: 7 • Pemakaman oleh Jiin Otera, Jinja . • Pemakaman yang dikelola oleh badan hukum agama. b. Pemakaman yang diperuntukkan untuk umum, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: • Pemakaman yang dikelola oleh yayasan ( 財団法人営墓地 ざ い だ ん ほ う じ ん え い ぼ ち ) . • Pemakaman yang dikelola oleh perusahaan ( 社団法人営墓地 し ゃ だ ん ほ う じ ん え い ぼ ち ) . c. Pemakaman yang dikelola oleh perusahaan ( 営利法人営墓地 え い り ほ う じ ん え い ぼ ち ) . 2. Pemakaman pribadi yang tidak berbadan hukum ( 個人有墓地 こ じ ん ゆ う ぼ ち ) . Menurut Ariga dalam Situmorang 2011:25 Ie adalah kelompok kerjasama dalam mengelola kehidupan. Ariga tidak menyetujui apabila Ie dikatakan kelompok ikatan sedarah, karena pekerja di dalam Ie pun merupakan anggota keluarga Ie namun belum tentu ada ikatan darah. Sistem Ie juga dijadikan sebagai ideologi Negara pada zaman Meiji, sebelumnya Ie hanya terbatas pada kelompok kehidupan sehari-hari. Ie sebagai ideologi negara adalah pengertian bahwa sebuah negara berasal dari kumpulan keluarga-keluarga yang menjadi satu. Menurut Morioka dalam Situmorang 2011: 36 Kazokukokkakan pandangan negara keluarga adalah negara sebagai kelompok keluarga besar, hubungan di dalamnya Kaisar dan rakyat sama dengan 8 orangtua dan anak, rumah kaisar sama dengan rumah seluruh rakyat, sebagai etika dasar adalah Chu dan Ko pengabdian kepada orangtua dan pengabdian kepada pemimpin adalah satu. Menurut Aoyama dalam Situmorang 2011:33 pemujaan leluhur sangat melekat dengan sistem Ie, keberadaan Ie, dan Ihai adalah sama. Pemikiran seperti ini ada sejak zama Edo.Ihai adalah sebuah papan yang bertuliskan nama orang yang sudah meninggal lengkap dengan tahunnya. Ihai diletakkan di rak pemujaan sebagai objek pemujaan leluhur. Menurut Mulines dalam Sari 2006:9, yang dimaksud dengan makam tradisional Jepang adalah: 1. Makam yang bersifat agama rakyat. 2. Makam yang bersifat Shinto. 3. Makam yang bersifat berbagai macam aliran agama Buddha. 4. Seluruh makam yang bersifat konfuisme dan pandangan nilai yang mempengaruhinya. Ciri khas makam tradisional Jepang, antara lain: 1. Terdapat Kamon pada batu nisan cap nama. 2. Terdapat Koro tempat dupa. 3. Bentuknya : Bentuk makam tradisional Jepang, antara lain: 1. Berbentuk persegi empat. 2. Berbentuk tiang. 3. Berbentuk batu alam. 9

B. Kerangka Teori

Dalam pengerjaan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian historis Historical Research, yaitu kajian logik terhadap peristiwa-peristiwa setelah peristiwa itu terjadi. Menurut Suryabrata dalam Silaen 2013:9 tujuan penelitian ini adalah untuk membuat rekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, menverifikasikan, serta mensistesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Penulis menggunakan pendekatan ini karena penulis akan memaparkan awal mula pembangunan pemakaman orang Jepang di Delitua dari catatan-catatan mengenai pemakaman tersebut. Penulis juga akan menggunakan pendekatan fenomenologi. Menurut Kuswarno 2009:2 fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain.Menurut Moleong dalam Endraswara 2006:67 pendekatan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Peneliti fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu dari orang-orangsubyek yang sedang diteliti sedemikian rupa sehingga penulis mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. 10 1.5.Tujuan dan Manfaat Penelitian A. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan fenomena makam orang Jepang di Delitua, Medan. 2. Untuk mendeskripsikan pemeliharaan makam di makam orang Jepang di Delitua, Medan.

B. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan agar nantinya akan bermanfaat bagi pihak-pihak tertentu, seperti: 1. Bagi peneliti sendiri diharapkan agar mengetahui lebih dalam tentang norma budaya yang dianut orang Jepang yang berkenaan dengan perawatan pemakaman orang-orang terdahulunya. 2. Bagi mahasiswa dan masyarakat umum, penelitian ini dapat memberi penjelasan dan pengetahuan tentang makam orang Jepang yang ada di Delitua, Medan. 3. Bagi peneliti lain, dapat menjadi referensi jika ingin meneliti lebih dalam tentang makam orang Jepang. 11

1.6. METODE PENELITIAN A.

Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode kepustakaan, dokumentasi, observasi langsung, dan wawancara. Menurut Nasution 1996 :14, metode kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis. Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang mendukung penulisan skripsi ini. Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan diteliti meliputi : masalah, teori, konsep, kesimpulan serta saran. Data dihimpun dari berbagai literatur buku yang berhubungan dengan masalah penelitian. Studi kepustakaan adalah metode yang penting untuk mencari dan menggali lebih dalam studi yang berhubungan dengan penelitian, misalnya: teori-teori, masalah yang ada, konsep-konsep serta penarikan kesimpulan dan saran. Menurut Sugiyono 2011:329-330 dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, kriteria, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Hasil penelitian dari wawancara atau observasi akan lebih kridibel atau dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan masa kecil, sekolah, di tempat kerja, di masyarakat, dan autobiografi. 12 Menurut Nazir 2011:175 observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Peneliti akan mengamati secara langsung realitas dan fenomena yang ada di lapangan. Populasi makam di Delitua berjumlah 35 makam dan keseluruhan makam dijadikan sampel dalam pengamatan yang dilakukan penelitian ini. Wawancara adalah sebuah proses tanya jawab untuk memperoleh keterangan atau penjelasan untuk tujuan penelitian. Dengan bertatap muka dengan seorang informan sehingga memperoleh data, keterangan atau pandangan untuk kepentingan pengumpulan data. Wawancara juga berguna untuk melengkapi data dari observasi langsung atau pengamatan. Koentjaraningrat dalam Endraswara 2006:168 membagi wawancara ke dalam dua golongan besar, yaitu 1 wawancara berencana atau stpenelitirdized interview dan 2 wawancara tak berencana atau unstpenelitirized interview. Perbedaannya terletak pada perlu atau tidaknya peneliti menyusun daftar pertanyaan yang dipergunakan sebagai pedoman untuk mewawancarai informan. Sedangkan dipandang dari sudut bentuk pertanyaannya wawancara dapat dibedakan antara 1 wawancara tertutup atau closed interview dan 2 wawancara terbuka atau open interview. Perbedaan terletak pada jawaban yang dikehendaki dari informan. Apabila jawaban yang di inginkan terbatas maka wawancara tersebut tertutup. Sedangkan apabila pertanyaan yang dikehendaki tidak terbatas, maka wawancara tersebut terbuka. Penulis menggunakan metode wawancara berncana dan akan membuat daftar pertanyaan sebelum melakukan wawancara kemudian penulis akan menggunakan wawancara terbuka untuk menerima jawaban dari informan dalam penelitian ini. 13 Wawancara terbuka dilakukan agar data yang di kumpulkan lebih variatif dan beragam.

B. Penentuan Responden

Responden dari kata asal ”respon” atau penanggap, yaitu orang yang menanggapi. Dalam penelitian, responden adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan, yaitu ketika mengisi angket, atau lisan, ketika menjawab wawancara. http:subliyanto.blogspot.com201006subyek- penelitian-dan-responden.html. Responden yang penulis pilih dalam melengkapi data penelitian ini adalah pekerja, peziarah dan pengurus pemakaman di Delitua tersebut.

C. Teknik Analisis Data

Dalam tahap analisis data, penulis akan menggunakan pendekatan fenomenologi, pendekatan sejarah atau historical research, seperti yang telah penulis jelaskan pengertiannya di dalam kerangka teori diatas. Penulis juga menggunakan metode deskriptif studi kasus kualitatif. Studi kasus menurut Maxfield dalam Nazir 2011:57 adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran yang mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta 14 karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. 15 BAB II FENOMENA MAKAM ORANG JEPANG YANG ADA DI DELITUA MEDAN 2.1.LATAR BELAKANG SEJARAH PEMAKAMAN Saat ini makam orang Jepang di Medan berada di daerah Delitua. Namun sebelumnya makam orang Jepang di Medan berada di dalam kota Medan di Jalan Gatot Subroto. Berikut adalah catatan dokumentasi dari Badan Pengurus Perkuburan Jepang di Medan. “Sebelumnya makam orang Jepang di Medan berada di Jalan Gatot Subroto yang sekarang dikenal sebagai Plaza Medan Fair. Sebelum perang, perkumpulan orang Jepang yang menetap di Indonesia saat itu membentuk kepanitiaan untuk mengontrol pemeliharaan, sekitar 250 pilar digunakan pada pemakaman tersebut. Setelah perang dunia ke-2 pada tahun 1945 saat Jepang kalah perang lokasi pemakaman dibiarkan sunyi tidak ada yang mengelola karena seluruh anggota pengurus dan biksu Buddha ditarik kembali ke Jepang pada saat itu. Pada tahun 1951, setelah perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda, sisa-sisa tentara asli Jepang dan pejabat Konsulat berkumpul, saat itu pemeliharaan makam tidak lagi cukup jika hanya menjadi otoritas panitia kepengurusan makam orang Jepang di Medan. Saat-saat itu adalah saat yang penuh masalah bagi Indonesia, orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal mulai berkumpul disekitar makam, kemudian mereka merusak batu nisan dan membangun rumah di pinggir sungai menggunakan pondasi dari pecahan-pecahan batu nisan dari pemakaman orang Jepang di Medan. Orang-orang Jepang yang pulang ke Jepang mencemaskan batu nisan tersebut, mereka memasang kawat besi disekitar makam namun, dalam satu malam kawat besi tersebut sudah rusak, dalam tahun terakhir hanya sekitar belasan batu nisan yang selamat. Dengan adanya perencanaan pembangunan di kota Medan membuat konsulat meminta kepada pemerintah kota Medan untuk memindahkan makam orang Jepang keluar. Kemudian dari hasil diskusi Konsul Jendral dengan pemerintah kota Medan, pemerintah kota menawarkan daerah Delitua yang menjadi lokasi pemakaman saat ini sebagai situs alternatif. Hari perpindahan makam resmi jatuh pada 22 September 1973, dilaksanakan upacara perpindahan 16 dengan kepercayaan Buddha yang dihadiri oleh Bapak Inoue dari kuil Nishihon dari Jepang dan warga Jepang. Perlu dicatat bahwa saat ini biaya konstruksi makam orang Jepang dibiayai oleh sumbangan relawan perusahaan Jepang di Medan. Terdapat 25 monumen prajurit di dalam pemakaman saat ini, sekitar tahun 1947, setelah perang besar 25 komandan militer dan 25 orang lainnya di eksekusi. Monumen ini dibangun untuk menghibur arwah mereka, monumen ini juga merupakan monumen untuk mengenang sisa tentara Jepang yang terluka yang turut serta dalam perang kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu di Medan juga kedatangan dengan yang disebut karayuki-san. Mereka meninggalkan barang-barang seperti: shamisen, botol kosmetik dan lain-lain. Perempuan Jepang yang meninggal pada zaman Meiji sampai tahap awal Showa berasal dari prefektur Kumamoto Amakusa, Nagasaki, dan berbagai tempat lainnya di Jepang. Demi perang kemerdekaan Indonesia, orang-orang yang bekerja jauh dari rumah, dan orang-orang yang meninggal, bersama dengan doa kebahagiaan di akhirat untuk orang-orang yang datang ke tempat ini yang menjadi tanah di tanah asing, mulai sekarang merupakan tanggung jawab kami untuk benar-benar memelihara Pemakaman Orang Jepang di Medan”. Kemudian menurut Sari 2006:48 makam orang Jepang ini merupakan makam perpindahan dari berbagai tempat di provinsi Sumatera Utara maupun diluar provinsi Sumatera Utara. Kota dan daerah asal para jenazah tersebut antara lain: Tebing Tinggi, Binjai, Tanjung Tiran Batu Bara Kabupaten Asahan, Kisaran, Tanjung Balai, Stabat, Siantar, Prapat, Kabanjahe, Kabanjahe-Tigapana, Sawalunto, Medan, Pangkalan Brandan, Rantau Prapat, Aceh Mulabo, Aceh Langsa, Kuala Simpang, Aceh-Arakundoe, dan Jakarta. 2.2. MAKAM ORANG JEPANG DI DELITUA 2.2.1. JUMLAH Menurut catatan dokumentasi Badan Pengurus Perkuburan Jepang di Medan, sebelum di pindahkan ke Delitua, terdapat 250 pilar nisan yang digunakan pada Makam Orang Jepang di Medan. Pada saat itu makam masih berada di dalam kota 17 Medan, tepatnya di jalan Gatot Subroto yang sekarang dikenal dengan Medan Fair.Terdapat 25 monumen prajurit yang menjadi monumen untuk mengenang 25 komandan perang dan 24 orang yang di eksekusi pada tahun 1947, dan juga sisa tentara Jepang yang terluka pada saat perang kemerdekaan Indonesia. Namun, pada pada tahun 1951 setelah perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda, banyak batu nisan yang dicuri oleh penduduk Indonesia sehingga hanya tinggal belasan batu nisan yang tersisa. Menurut Sari 2206:48 pada makam orang Jepang di Delitua, Medan terdapat 35 makam orang Jepang dengan berbagai macam bentuk dan 305 buah guci abu jenazah yang dilektakkan di dalam rak tempat penyimpanan abu yang terdapat di dalam sebuah ruangan.

2.2.2. BENTUK

Menurut Mulines dalam Sari 2006:9, yang dimaksud dengan makam tradisional Jepang adalah: 1. Makam yang bersifat agama rakyat. 2. Makam yang bersifat Shinto. 3. Makam yang bersifat berbagai macam aliran agama Buddha. 4. Seluruh makam yang bersifat konfuisme dan pandangan nilai yang mempengaruhinya. Ciri khas makam tradisional Jepang, antara lain: 1. Terdapat Kamon pada batu nisan cap nama. 2. Terdapat Koro tempat dupa. 3. Bentuknya : 18 Bentuk makam tradisional Jepang, antara lain: 1. Berbentuk persegi empat. 2. Berbentuk tiang. 3. Berbentuk batu alam. Menurut Fujii dalam Iwayumi 2001:4 di Jepang ada berbagai macam bentuk dari batu nisan, yaitu: 1. Tipe Jepang : • Bentuk batu nisan persegi • Bentuk batu penyangga persegi • Bentuk Ihai catatan di kamar mayat Budhis • Bentuk batu nisan papan kayu • Bentuk buah catur kuda • Bentuk pilarpenyangga bulat 2. Tipe Eropa 3. Tipe menara 4. Tipe batu alam 5. Tipe patung batu Budha 6. Tipe makam bulat diatas bukit 7. Tipe makam dengan batu nisanmonumen peringatan Menurut Niwa dalam Iwayumi 2001:4 bentuk-bentuk batu nisan yaitu: 1. Tipe Jepang: • Tipe persegi 角碑型 • Tipe lima lingkaran 五輪型 • Bentuk kapalmodel perahu 船型 19 • Bentuk menara permata 宝塔型 • Bentuk dewa pelindung anak dalam agama Budha 地蔵型 2. Tipe Eropa: • Bentuk salib 十学型 • Bentuk pola petak-petak persegilantai batu 石畳型 • Tipe gerbang berbentuk busur ア―チ型 • Bentuk orang 人物型 • Bentuk yang lain bentuk papan dam Jepang Menurut Iwayumi 2001:4 ada 5 macam bentuk batu nisan, yaitu: 1. Tipe Jepang Karena zaman sekarang bentuk batu nisan dapat dilihat, jadi dapat dipikirkan tipe yang paling khas ideal. Kebanyakan mengambil konstruksi 3 tingkat yang rendah dan memasang batu epipedum tegak lurus panjang diatas dua baris alas yang terbuat dari batu yang disebut dengan, “batu perahu”. 2. Tipe Eropa Karena bentuknya yang sudah berkembang maka banyak terdapat kuburan yang dibuat seperti taman di daerah sekitar kota. 3. Bentuk Perubahan Tipe Jepang Tidak lagi menggunakan batu perahu epipedum yang tegak lurus seperti tipe Jepang, contohnya batu alam yang panjangtinggi, atau mengutangi bagian alas depannya. 20 4. Menara Lima Lingkaran Menggunakan lima menara lingkaran sebagai batu nisan 5. Bentuk bulat, bentuk piramid, dan lain sebagainya. Pada makam orang Jepang di Delitua, Medan terdapat sebuah ruangan di dalam pemakamaan. Menurut Sari 2006:48 ada sebuah ruangan di dalam area pemakaman tersebut yang digunakan para peziarah untuk menyembah roh leluhurnya atau roh keluarganya dengan memberikan doa dan sesajen kuyo. Di dalam ruangan tersebut juga kamidana atau butsudan yang dilektakkan di tengah- tengah rak abu jenazah dan diantara kedua sisinya diletakkan ihai. Menurut Sari 2006:49 makam orang Jepang di Delitua, Medan bukan makam keluarga karena tidak terdapat kamei, kamon, koro dan geika. Kemudian di dalam pemakaman ini masih terdapat ciri makam tradisional Jepang, yaitu: 1. Berbentuk persegi empat 2. Berbentuk patung Budha 3. Berbentuk batu alam 4. Berbentuk menara Di samping itu ada juga yang menggunakan bentuk kolaborasi yaitu antara tipe Jepang dengan tipe Eropa, yang berbentuk persegi empat dengan batu keramik.

2.2.3. ORANG YANG DIKUBURKAN

Orang yang dikuburkan pada makam orang Jepang di Delitua, Medan kebanyakan adalah pahlawan yang turut serta dalam perang kemederkaan Indonesia melawan Belanda. Menurut catatan dokumentasi dari Badan pengurus 21 perkuburan Jepang di Medan, diantaranya terdapat 74 pejuang yang terdiri dari 25 prajurit yang gugur dalam perang kemerdekaan Indonesia, kemudian 25 orang komandan perang yang berpangkat sersan dan mayor, dan 24 pejuang yang dieksekusi, namun ada juga beberapa warga sipil yang juga di kuburkan pada pemakaman tersebut. Menurut Sari 2006:51 makam pada gambar 1 merupakan makam pindahan dari Binjai pada tanggal 3 Maret 1999. Di dalam makam terdapat 20 tulang belulang Jenazah. Makam pada gambar 7 merupakan makam dari para pejuang yang tewas dalam perang. Di dalamnya terdapat 25 pejuang laki-laki. Menurut Sari 2006:50-51 makam pada gambar 3.1 merupakan makam dua orang pahlawan Jepang yang meninggal pada waktu perang. Data para pahlawan tersebut tertulis pada batu nisannya: 1. Makino Kenji, asal Toyama Ken Toyama Shi Jepang. Alamat tidak diketahui, mantan Sersan Mayor Dai Nippon Teikoku Kaigun angkatan laut kerajaan Jepang pada tahun Meiji ke-37 1904. Meninggal pada tahun 1939 di Tanjung Tiram Batu Bara Kabupaten Asahan dan dimakamkan di perkuburan Kristen di desa Simpang Tiga Labuhan Ruku. Pecah perang antara Jepang dan Rusia, Almarhum Sersan Makino Kenji direkrut turun dalam perang melawan angkatan laut Rusia. 2. Thurrumi Hasan, asal Jepang, turut dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia. Pangkat Sersan Mayor Tentara Unit Persenjataan pada tanggal 29 Juli 1947. Terkubur bersama senjatanya di Sei Ular melawan Belanda, terkena serangan udara Belanda. 22

2.2.4. PERAWATAN

Menurut Iwayumi dalam Sari 2006:37-41 jenis-jenis kuburan atau pemakaman di Jepang terbagi atas: 1. Pemakaman umum ( 公営墓地 こ う え い ぼ ち ) , terdiri dari: 1. Pemakaman yang dikelola publik ( 公営墓地 ) . 2. Pemakaman kampung ( 部落有墓地 ぶ ら く よ ぼ ち ) . 2. Pemakaman pribadi ( 私有墓地 し ゆ う ぼ ち ) , terdiri dari: 1. Pemakaman pribadi yang berbadan hukum, dibagi atas: a. Pemakaman yang dikelola oleh lembaga agama, dibagi atas: • Pemakaman oleh Jiin Otera, Jinja . • Pemakaman yang dikelola oleh badan hukum agama. b. Pemakaman yang diperuntukkan untuk umum, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: • Pemakaman yang dikelola oleh yayasan ( 財団法人営墓地 ざ い だ ん ほ う じ ん え い ぼ ち ) . • Pemakaman yang dikelola oleh perusahaan ( 社団法人営墓地 し ゃ だ ん ほ う じ ん え い ぼ ち ) . c. Pemakaman yang dikelola oleh perusahaan ( 営利法人営墓地 え い り ほ う じ ん え い ぼ ち ) . 2. Pemakaman pribadi yang tidak berbadan hukum ( 個人有墓地 こ じ ん ゆ う ぼ ち ) . 23 1. Pemakaman umum ( 公営墓地 こ う え い ぼ ち ) Pemakaman umum merupakan salah satu pemakaman masyarakat Jepang yang dikelola oleh negara. Pemakaman ini terbagi atas 2 pihak pengelola, yaitu: 1. Pemakaman yang dikelola publik ( 公営墓地 ) Pemakaman iniKoeibochi merupakan pememkaman umum masyarakat Jepang yang dikelola oleh negara. Hal ini sesuai dengan konsep pemikiran masyarakat jepang dengan sistem Ie dalam kelembagaannya. Bahwa negara adalah sebuah keluarga dimana rumah tangga adalah unit terkecil sedangkan negara adalah unit keluarga terbesar. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pengelolaan makam orang Jepang yang berada diluar negara Jepang juga merupakan tanggung jawab pemerintah Jepang. Dalam hal ini pengelolaan dilakukan oleh para duta Jepang pada setiap negara. Contohnya adalah makam orang Jepang di Delitua, Medan yang dikelola oleh Badan Pengurus Perkuburan Jepang di Medan yang terdiri dari tiga lembaga yaitu: Konsulat Jendral Jepang di Medan, Medan Japan Club, dan Yayasan Warga Persahabatan Cabang Medan. 2. Pemakaman kampung ( 部落有墓地 ぶ ら く よ ぼ ち ) Pemakaman KampungBurakuyobochi adalah pemakaman masyarakat Jepang yang dikelola oleh pemerintah wilayah pada suatu daerah atau desa. Pada masyarakaat Jepang terdapat pemikiran negara 24 sebagai sebuah keluarga. Pada masa feodal pengertian keluarga adalah satu keluarga dalam ruang lingkup satu wilayah. Di daerah kepala keluarganya adalah Daimyo dan seluruh anak buahnya adalah anggota keluarga. Makam ini dikelola oleh badan pengurus perkuburan yang ada pada setiap kantor pemerintahan wilayah masing-masing daerah. 2. Pemakaman pribadi ( 私有墓地 し ゆ う ぼ ち ) Pemakaman pribadiShiyuubochi dibagi atas dua bagian: 1. Pemakaman pribadi yang berbadan hukum 法人営墓地 ほ う じ ん え い ぼ ち Pemakaman ini disebut Houjineibochi, merupakan salah satu jenis pemakaman masyarakat Jepang yang dibangun dan dikelola oleh suatu lembaga yang berbadan hukum atau perusahaan yang khusus menangani masalah pengurusan mayat dan makam. Makam ini dibagi lagi menjadi tiga bagian: a. Pemakaman yang dikelola oleh lembaga agama 宗教法人営墓地 しゅうきょうほうじんえいぼち Pemakaman ini terdiri dari: • Pemakaman yang dikelola oleh Jiin Otera, Jinja Pemakaman ini disebut Jiin Bochi karena pemakaman orang Jepang ini dikelola oleh orang-orang yang bekerja dalam organisasi keagamaan, baik kuil Shinto Jinjamaupun kuil Budha Otera. Peraturan yang atau undang-undang yang digunakan dalam sistem 25 makam kuil ini adalah peraturan yang dibuat oleh keluarga yang mendukung sekte atau golongan keagamaan. • Pemakaman yang dikelola oleh badan hukum keagamaan Pemakaman ini adalah pemakaman yang dikelola oleh organisasi keagamaan yang berbadan hukum yang menerima konsumen tanpa membedakan agama atau kepercayaan konsumen serta pemakai makam. b. Pemakaman yang diperuntukkan untuk umum 公益法人営墓地 こ う え き ほ う じ ん え い ぼ ち Kouekihoujinei Bochi yaitu makam orang Jepang yang dikelola oleh lembaga kesejahteraan umum yang berbadan hukum dan menerima konsumen tanpa membedakan agama dari para konsumen tersebut. Pengelola makam ini adalah berupa yayasan kemasyarakatan dan organisasi daerah yang terdapat di setiap daerah yang disebut dengan Badan Hukum Kemasyarakatan Umum. Lembaga ini mengelola makam, bukan untuk mencari keuntungan. Jaminan kesinambungan makam akan tetap terjaga sebab pengelolaan makam tidak bertujuan untuk mendatangkan keuntungan lebih. Pengelolaan makam tersebut diatur dalam undang-undang pemakaman Bomaiho pasal ke-10 bahwa pihak yang mengelola pembakaran mayat dan yang membuat 26 tempat penyimpanan abu Nokotsu harus menerima izin dari gubernur daerah. Pemakaman ini dibagi lagi menjadi dua bagian: • Pemakaman yang dikelola oleh yayasan ( 財団法人営墓地 ざ い だ ん ほ う じ ん え い ぼ ち ) Zaidanhoujinei Bochi yaitu makam yang dikelola oleh suatu badan hukum yang berupa yayasan atau kelompok yang fungsional. • Pemakaman yang dikelola oleh perusahaan ( 営利法人営墓地 え い り ほ う じ ん え い ぼ ち ) Makam ini merupakan makam yang dikelola oleh perusahaan. Perusahaan di Jepang juga mempunyai konsep pemikiran tentang sistem Ie, bahwa perusahaan adalah sebuah keluarga Ie. Para pegawai merupakan anggota keluarga dan yang menjadi kepala keluarga adalah pemimpin. Perusahaan Jepang membuat makam bagi para pegawainya yang telah meninggal dan membuat altar Budha dan Shinto untuk memuja para leluhurnya di dalam perusahaan tersebut.

2.2.5. ACARA PEMUJAAN

Dalam pandangan Jepang, kematian adalah kekotoran, roh orang yang baru meninggal dianggap labil dan berbahaya. Menurut Situmorang 2011:48 dalam 27 pandangan Jepang kekotoran dibagi atas 2 macam yaitu, akafuju 赤 不 浄 dan kurofuju 黒 不 浄 .Akafuju adalah darah dan kurofuju adalah kematian, oleh karena itu diperlukan acara-acara pemujaan dan doa-doa untuk penyucian. Seluruh acara pemujaan dilakukan untuk menyucikan roh tersebut hingga menjadi dewaKami. Menurut Morioka dalam Situmorang 2011:46 roh yang tidak ada penyembahnya disebut muenrei 無 縁 霊 , maka roh tersebut dipercaya akan menjadi yurei 幽 霊 hantu, atau disebut juga gaki dalam agama Budha. Penyembahan leluhur ini dikatakan sebagai inti dari agama Ie. Kemudian menurut Fujii dalam Situmorang 2013:43 pemujaan leluhur pada umumnya adalah pemujaan orang mati cult of the dead, adalah pemujaan akan bentuk kepercayaan yang berpusat pada penyembahan yang bertujuan untuk menyenangkan roh, dan membersihkan roh orang mati dari kekotoran setelah berpisah dari raga supaya roh tersebut menjadi suci dan tenang. Setelah upacara kematian, menurut Situmorang 2011:50 orang Jepang kemudian melakukan acara pemujaanpemberian kuyo pada hari ke-7, hari ke-49, hari ke-100, acara 1 tahun isshuki, 3 tahun sankaiki, 7 tahun nanakaiki, 13 tahun juusankaiki, 17 tahun juunanakaiki, 23 tahun nijuusankaiki, hinnga 33 tahun sanjuusankaiki dalam konsep Budha atau 49 tahun konsep Shinto. Hingga acara ke-33 tahun atau 49 tahun roh leluhur sudah dianggap menjadi dewakami. Menurut Tsuboi dalam Situmorang 2011:51 jumlah seluruh upacara menjadi seibutsu proses menjadi hotokedewa sama jumlahnya dengan jumlah acara proses pendewasaan atau dari lahir hingga menikah. Kemudian roh tersebut diembah hingga tomurai age mencapai 33 tahun. 28 Ada pula suatu ritual yang berhubungan dengan pemujaan leluhur yang ditujukan kepada satu kelompok arwah dari suatu Ie, ritual ini disebut dengan mai-asa atau mai-ban. Yaitu penyajian sesajen berupa makanan di pagi hari atau di malam hari yang diiringi dengan pembakaran hio dupa atau peletakkan bunga di butsudan atau kamidana dirumah, kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para ibu.

a. Hoji