1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Jepang memasuki wilayah Indonesia pada saat sedang perang Asia Timur Raya. Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang membom Pangkalan Militer AS di
Hawai. Oleh karena itu, Jepang datang ke Indonesia untuk mencari cadangan militer sebagai antisipasi terhadap serangan Sekutu. Kedatangan Jepang disambut
baik oleh bangsa Indonesia. Hal ini berkaitan dengan adanya anggapan dari masyarakat yang terdapat dalam ramalan Jayabaya bahwa Jepang telah berjasa
besar melepaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan Belanda. Jepang juga menyebut dirinya “Saudara Tua” bangsa Indonesia. Intinya Jepang ingin
menciptakan kesan bahwa mereka tidak sama seperti Belanda atau orang-orang Eropa lainnya yang telah menjajah Indonesia sebelumnya.
Pendudukan Tentara Jepang di Indonesia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu wilayah Indonesia bagian Timur yang diduduki oleh tentara Angkatan Laut
Jepang, sedangkan Indonesia bagian Barat dikuasai oleh Tentara Angkatan Darat Jepang. Angkatan darat Jepang yang berkedudukan di pulau Sumatera berpusat
dan dikendalikan dari Singapura yang dipimpin oleh seorang gubernur Militer dinamakan dengan Gunseikan.
Pembagian tentara Jepang menjadi dua bagian bertujuan untuk melengkapi perlengkapan pasukan di dua kelompok besar pertahanan Darat dan Laut. Untuk
memperlancar pencarian pemuda calon cadangan pertahanan Jepang, maka
2 dibentuklah Sendendu. Pasukan Sendendu juga dibentuk sebagai propoganda
tentang Jepang di Sumatera Utara. Badan ini juga membentuk surat kabar yang terbit di Sumatera Utara sebagai bacaan rakyat. Surat kabar ini dinamakan dengan
Sumatera Shinbun. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia banyak orang Jepang yang
meninggal di berbagai tempat di Indonesia khususnya di Sumatera Utara menurut Sari 2006:48 antara lain: Tebing Tinggi, Binjai, Tanjung Tiran Batu Bara
Kabupaten Asahan, Kisaran, Tanjung Balai, Stabat, Siantar, Prapat, Kabanjahe, Kabanjahe-Tigapana, Sawalunto, Medan, Pangkalan Brandan, Rantau Prapat,
Aceh Mulabo, Aceh Langsa, Kuala Simpang, Aceh-Arakundoe, dan Jakarta. Pemerintah Jepang memutuskan untuk membangun sebuah komplek
pemakaman untuk menempatkan semua tulang-belulang dari orang-orang yang meninggal tersebut dalam satu tempat. Makam ini terletak di kota Medan tepatnya
di daerah Delitua. Makam ini dibangun atas keputusan Konsulat Jendral Jepang yang ada di Medan dengan persetujuan dari pemerintah Indonesia dengan
perincian biaya dari pemerintah Jepang melalui Konsulat Jendral Jepang Medan. Makam orang Jepang di Medan bukanlah makam keluarga karena tidak
terdapat kamei nama keluarga, kamon kepala keluarga, koro tempat dupa, dan geika tempat bunga. Tulang-belulang yang dikuburkan di pemakaman ini
juga bukan tulang belulang yang memiliki hubungan darah antara satu sama lain. Pada pemakaman ini terdapat 33 makam dan 119 buah guci abu. Seluruh
bangunan makam memiliki bentuk yang dipengaruhi oleh kepercayaan Buddha dan Shinto. Ada juga makam yang memiliki bangunan dengan bentuk Eropa,
3 namun masih tetap memiliki unsur kepercayaan Buddha dan Shinto pada tulisan di
batu nisannya. Dari pengamatan yang penulis lakukan pada makam orang Jepang di Delitua,
pemakaman ini masih sangat terawat dan terlihat sangat bersih karena pemerintah Jepang menggaji seseorang untuk merawat dan menjaga makam ini. Kemudian
dari wawancara singkat penulis dengan penjaga makam tersebut, penulis mendapatkan informasi bahwa keluarga dari orang Jepang yang dikuburkan pada
pemakaman ini sudah jarang sekali yang datang karena keluarganya yang masih hidup sekarang ini adalah keturunan ke-4 yang merupakan cicit mereka, karena
garis keturunannya sudah jauh maka para keluarga tersebut tidak lagi mengenal siapa yang dikuburkan di pemakaman ini. Namun, setiap setahun sekali tepatnya
pada bulan September yang merupakan ulang tahun makam tersebut, konsulat jendral Jepang di Medan datang ke makam untuk sembahyang dan memberikan
kuyo persembahan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara singkat mengenai makam
orang Jepang di Delitua yang menurut penulis cukup fenomenal diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang pemakaman tersebut dengan
judul penelitian “Fenomena Makam Orang Jepang Di Medan Studi Kasus Makam Orang Jepang di Delitua”.
4
1.2.
PERUMUSAN MASALAH
Pendudukan Jepang di Indonesia berakhir pada tahun 1945, makam orang Jepang di Delitua dibangun pada tahun 1972. Pembangunan makam tersebut
dilakukan setelah Indonesia merdeka dan sampai saat ini makam tersebut masih sangat terawat karena masih dipelihara dan dikelola dengan baik. Setiap tahun
kegiatan berziarah masih rutin dilakukan. Peziarah yang datang merupakan anak cucu dari orang-orang yang dikuburkan pada makam tersebut kemudian warga
Jepang maupun orang Indonesia yang merupakan keturunan orang Jepang. Berdasarkan keterangan diatas maka timbul beberapa pertanyaan antara lain:
1. Bagaimana fenomena makam orang Jepang di Delitua, Medan?
2. Bagaimana pemeliharaan makam orang Jepang di Delitua, Medan?
1.3. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN