30 siang dan malam bagi tempat-tempat di lintang 0
˚ sama panjang; saat busur siang dan busur malam matahari sama panjang bagi semua tempat di bumi, diperkirakan
pada tanggal 21 maret dan 23 september. Menurut Situmorang 2011:41 higan adalah upacara yang dilakukan pada tgl
17 Maret dan 17 September. Adalah hari dimana panjang siang dan malam sama. Menurut Kodansha Encyclopedia of Japan dalam Dewanti 1996:35 upacara
higan ini dimaksudkan untuk menolong arwah melewati dunia yang penuh kekacauan ini menuju dunia pencerahan.
Pada saat higan inilah dimana keluarga pergi berziarah ke makam untuk membersihkan makam dan juga mengadakan upacara dengan mengundang
pendeta Budha untuk membacakan sutra di depan butsudan, hidangan makanan dan sake juga disediakan di depan butsudan. Ada kue yang terbuat dari kacang
merah yang bernama o-hagi yang khusus disiapkan pada saat itu, sebagian dihidangkan kepada para leluhur dan sebagian lagi untuk dimakan pada saat
makan malam.
d. Segaki
Menurut Kyousuke 1997:764 Segaki adalah: (仏教で)餓鬼道に堕らた死者や無録の死者のためにする供
養。 Bukkyou de gakimichidou ni orata shisha ya muroku no shisha
no tame ni suru kuyo.
Yang artinya: Dalam ajaran Budha persembahan untuk orang meninggal yang
tidak dikenali dan oeang meninggal yang menjadi hantu gentayangan.
31 Upacara ini ditujukan kepada roh gentayangan muen-botoke yang dianggap
membahayakan manusia. Menurut Smith dalam Dewanti 1996:36-37 ada kepercayaan bahwa saat pendeta membacakan kitab sutra, para muen-botoke
berkumpul mengelilingi altar dan pada saat upacara dilakukan secara resmi nyorai harus diletakkan diatas altar bersamaan dengan ihai yang bertuliskan nama untuk
beribu-ribu roh dari tiga dunia, upacara ini biasanya dilakukan pada malam hari tanpa lampu atau musik, dan kitab sutra dibacakan pendeta dengan suara yang
rendah agar tidak mengganggu muen-botoke. Upacara segaki dilakukan antara tanggal 1-15 Juli dan juga menjadi bagian dari upacara obon, namun dapat juga
dilakukan pada saat peringatan terjadinya kecelakaan ataupun bencana alam.
e. Upacara pada saat Shogatsu
Takeda dalam Dewanti 1996:32 mengemukakan bahwa pada saat obon atau shogatsu atau tahun baru merupakan saat dimana keluarga-keluarga Jepang
menyambut arwah para leluhur yang pulang ke Ie mereka masing-masing. Daun pinus pada saat shogatsu dan bunga-bunga pegunungan yang ditata pada saat obon
di rumah-rumah mereka adalah tanda bahwa arwah leluhur turun dari gunung dan tinggal bersama keturunannya di rumah mereka. Shogatsu adalah perayaan tahun
baru yang dilaksanakan pada tanggal 1-13 Januari yang ditandai dengan berkumpulnya seluruh anggota keluarga, mengunjungi kuil Budha atau Shinto dan
mengunjungi sanak saudara atau kerabat. Jepang Dewasa Ini 1998: 116 mengatakan bahwa pada saat shogatsu
keluarga-keluarga Jepang mengucapkan selamat datang kepada arwah leluhur yang berkunjung kerumahnya. Para leluhur dihibur dengan doa-doa dan sesajen
32 yang diletakkan di altar keluarga sampai mereka kembali pada akhir perayaan.
Upacara shogatsu ini dilakukan dengan tujuan untuk menyambut Toshigami atau dewa tahun baru. Rumah-rumah dibersihkan, dihiasi dengan tali yang terbuat dari
jerami padi yang dipasang sebagai garis perbatasan antara kawasan suci dengan kawasan duniawi atau disebut dengan Shimenawa yang dipasang di depan pintu
rumah sebagai tanda bahwa rumah tersebut adalah tempat tinggal dewa dan untuk mencegah roh-roh jahat masuk ke dalam rumah.
Di depan pintu gerbang diletakkan kadomatsu, yaitu rangkaian dari tiga ranting daun cemara di bambu, yang melambangkan kemakmuran dan
kesejahteraan di tahun yang akan datang. Di dalam The Kodansha Bilingual Encyclopedia of Japan 2003:530 dikatakan bahwa ketika shogatsu, terdapat
altar khusus yang disebut toshidana. Toshidana ini digunakan untuk menaruh berbagai persembahan yang ditujukan kepada kami atau dewa. Benda-benda yang
dijadikan persembahan tersebut diantaranya adalah ranting tumbuhan sakaki, kagamimochi dua buah mochi yang berbentuk bundar pipih seperti cermin yang
diletakkan dengan cara bertumpuk dengan bagian yang lebih kecil diatas dan yang lebih besar dibawah, dan sake. Ada juga sebagian orang yang menggunakan
kamidana altar Shinto sebagai toshidana.
f. Obon