Hoji Tomurai Age Higan

28 Ada pula suatu ritual yang berhubungan dengan pemujaan leluhur yang ditujukan kepada satu kelompok arwah dari suatu Ie, ritual ini disebut dengan mai-asa atau mai-ban. Yaitu penyajian sesajen berupa makanan di pagi hari atau di malam hari yang diiringi dengan pembakaran hio dupa atau peletakkan bunga di butsudan atau kamidana dirumah, kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para ibu.

a. Hoji

Upacara yang dilaksanakan setelah upacara kematian dalam agama Budha adalah hoji 法 寺 atauhoyo 法 要 . Menurut Oota dalam Saraswati 2003:45-46 tujuan dari upacara ini adalah suizen melakukan persembahan untuk mendoakan arwah orang yang meninggal, keiga mendoakan kebahagiaan arwah orang yang meninggal, kigan memohon doa pada dewa dan sang Budha, serta hoon membalas budi. Tetapi pada umumnya, pengadaan hoji atau hoyo adalah untuk melakukan persembahan serta menghibur serta mendoakan arwah orang yang meninggal. Pada saat ini seluruh kerabat dan keluarga orang yang meninggal berkumpul di depan altar dimana ihai dan kotsutsubo tempat abu orang yang meninggal diletakkan. Pendeta akan dipanggil untuk membacakan sutra kemudian dupa dinyalakan dan hidangan disajikan untuk para tamu yang datang. Menurut Danandjaja 1997:351 Kadang-kadang hoji dilakukan pada hari ke100 hyakkanichi dan untuk jangka waktu tertentu akan dilakukan sho-tsuki-menichi yaitu hoji yangdilaksanakan setiap tahun tepat pada tanggal kematian, mei-tsuki- menichi yaitu hoji yang dilakukan setiap bulan dan nenki yaitu hoji yang dilakukan secara periodik. 29

b. Tomurai Age

Menurut Situmorang 2011:41 Tomurai Age adalah acara memindahkan ihai dari kamidana dirumah, dipindahkan ke gunung atau dibakar. Hal ini dilakukan karena sosen leluhur tersebut sudah 49 tahun disembah dirumah. Oleh karena itu dianggap sudah menjadi dewa sosendadai atau okusama. MenurutKodansha Encyclopedia of Japan dalam Dewanti 1996:32 Tomurai Age adalah peringatan ke-33 tahun konsep Budha atau ke-50 tahun konsep Shinto yang merupakan upacara peringatan kematian terakhir. Orang Jepang beranggapan bahwa pada saat itu orang yang meninggal akan bergabung bersama para leluhur yang lain, ihai orang yang meninggal dibakar, dibuang ke laut atau disimpan dikuil sambil mengatakan ”Hotoke wa kami ni nari...” yang berarti arwah akan menjadi dewa.

c. Higan

Menurut Kyousuke 1997:1167 Higan adalah: 春分・秋分の日を中日とし、前後各三日を合わせた七日間。 Shunbun to Shuubun no hi wo chuunichi toshi, zengo kakumikka wo awaseta nanokakan Yang artinya: Hari ekuinoks dalam 7 hari yang disesuaikan masing-masing 3 hari sebelum dan 3 hari sesudah. Maksudnya adalah higan adalah waktu dimana hari ekuinoks musim semi shunbun no hi dan musim gugur shuubun no hi yang disesuaikan dalam 3 hari sebelum dan 3 hari sesudahnya dalam 7 hari. Menurut KBBI kbbi.web.idekuinoks ekuinoks adalah saat matahari melintasi ekuator sehingga 30 siang dan malam bagi tempat-tempat di lintang 0 ˚ sama panjang; saat busur siang dan busur malam matahari sama panjang bagi semua tempat di bumi, diperkirakan pada tanggal 21 maret dan 23 september. Menurut Situmorang 2011:41 higan adalah upacara yang dilakukan pada tgl 17 Maret dan 17 September. Adalah hari dimana panjang siang dan malam sama. Menurut Kodansha Encyclopedia of Japan dalam Dewanti 1996:35 upacara higan ini dimaksudkan untuk menolong arwah melewati dunia yang penuh kekacauan ini menuju dunia pencerahan. Pada saat higan inilah dimana keluarga pergi berziarah ke makam untuk membersihkan makam dan juga mengadakan upacara dengan mengundang pendeta Budha untuk membacakan sutra di depan butsudan, hidangan makanan dan sake juga disediakan di depan butsudan. Ada kue yang terbuat dari kacang merah yang bernama o-hagi yang khusus disiapkan pada saat itu, sebagian dihidangkan kepada para leluhur dan sebagian lagi untuk dimakan pada saat makan malam.

d. Segaki