BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA
JALAN KERETA API PERLANAAN – GUNUNG BAYU
A. Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa
Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu
Penunjukan jasa pengadaan barang dan jasa terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan PT.KAI khususnya panitia pengadaan barang, yaitu:
1. Berpijak pada prinsip-prinsip terbuka dan bersaing;
2. Akuntabel dan didasarkan kepentingan masyarakat umum;
3. PT. KAI melalui panitia pengadaan barang dan jasa perlu mempertimbangkan
jenis, sifat, nilai jasa, kondisi lokasi, kepentingan masyarakat dan jumlah pengadaan barang dan jasa atau kontraktor yang ada;
4. Menetapkan kriteria dan persyaratan pengadaan jasa yang objektif dan tidak
diskriminatif; 5.
Melaksanakan penetapan jasa secara transparan dan adil untuk menghindari terbukanya kemungkinan KKN dalam pelaksanaannya.
34
Dilihat dari ketentuan-ketentuan yang terkait dengan perjanjian pengadaan barang dan jasa adalah merupakan perjanjian kontraktoran, yaitu : hubungan yang
terjadi antara pengguna jasa kontraktor dan penyedia jasa kontraktor adalah hubungan hukum untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu bagi pengguna jasa
34
Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI, tanggal 3 Agustus 2015.
kontraktoran dan sebagai kompensasinya penyedia jasa kontraktoran mendapatkan sejumlah pembayaran yang telah ditetapkan Pasal 1601 KUHPerdata.
Seperti perjanjian pada umumnya maka perjanjian kontraktoran juga mengandung prinsip-prinsip Hukum Perikatan yang tercantum dalam
KUHPerdata, yaitu : a.
Memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian Pasal 1320; b.
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik Pasal 1338;
c. Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya Pasal 1340;
Penelitian terhadap dokumen Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa di PT. KAI merupakan dasar dari pelaksanaan kerja dapat diketahui bahwa perjanjian
pengadaan barang dan jasa harus dibuat dalam bentuk tertulis, namun tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai apakah perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk
otentik atau perjanjian di bawah tangan. Sebagaimana dalam praktek perjanjian pengadaan barang dan jasa dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan bukan
dalam bentuk otentik akta notariil. Dimana draft perjanjian telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak pengguna jasa dalam hal ini oleh PT. KAI. Dibuatnya
perjanjian pengadaan barang dan jasa tersebut dalam bentuk akta di bawah tangan didasarkan oleh efesiensi waktu dan biaya. Sebagaimana perancangan perjanjian
panitia pengadaan barang dan jasa di lingkungan PT. KAI menggunakan standar kontrak atau contoh Surat Perjanjian Kerja SPK. Hal-hal yang menyangkut
pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa merupakan ketentuan standar yang telah ditetapkan oleh PT. KAI sebagai pengguna jasa. Langkah ini dilakukan
dengan tujuan untuk menciptakan syarat dan kondisi yang sama dalam setiap perjanjian pengadaan barang dan jasa kepada setiap penyedia jasa. Sehingga tidak
terdapat diskriminasi perlakuan syarat dan kondisi dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa yang harus dipatuhi oleh pihak rekanan. Setiap kontrak pengadaan
barang dan jasa dibuat terdiri dari 2 dua rangkap yang sama isi dan kekuatan hukumnya, masing-masing bermeterai cukup dan ditanda tangani oleh para pihak
terkait. Perjanjian pengadaan barang dan jasa tersebut di atas dapat disimpulkan
pihak kontraktor tinggal menandatangani perjanjian tersebut tanpa negosiasi yang berarti. Sehingga prinsip “taked or lived” yang biasa terjadi dalam suatu
perjanjian standar berlaku juga terhadap perjanjian pengadaan barang dan jasa, walaupun sebenarnya perjanjian pengadaan barang dan jasa bukanlah perjanjian
baku atau standar karena pihak kontraktor mempunyai hak untuk ikut serta dalam merumuskan perjanjian.
Pihak kontrak hanya menjalankan, isi kontrak dan akibat-akibat hukumnya. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil penelitian lapangan, pihak
kontraktor hanya berorientasi kepada proyek dalam arti kontraktor hanya mempunyai target menjadi pemenang tender, sedangkan permasalahan kontrak
pengadaan barang dan jasa yang akan ditandatangani dalam setiap proyek yang diperolehnya dilakukan tanpa negosiasi lebih lanjut. Hal ini merupakan indikator
lemahnya posisi tawar pihak kontraktor dalam pembuatan perjanjian pengadaan barang dan jasa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak adanya keseimbangan
antara PT. KAI dengan PT. Wahana Adidaya Pertiwi dalam perancangan kontrak
tersebut. Dari pasal-pasal yang termuat dalam suatu isi perjanjian dapat menggambarkan kondisi dan informasi tentang apa yang disepakati oleh para
pihak yangmembuatnya baik secara tersurat maupun tersirat. Perjanjian pengadaan barang dan jasa di PT. KAI dapat dintisarikan isi
kontrak sekurangkurangnya memuat ketentuan perjanjian sebagai berikut : a.
Para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama; jabatan, dan alamat;
b. Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai
jenis dan jumlah barangjasa yang diperjanjikan; c.
Hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian; d.
Nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat-syarat pembayaran; e.
Persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci; f.
Tempat dan jangka waktu penyelesaianpenyerahan dengan disertai jadwal waktu penyelesaianpenyerahan yang pasti serta syarat-syarat
penyerahannya; g.
Jaminan teknishasil pekerjaan yang dilaksanakan danatau ketentuan mengenai kelaikan;
h. Ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak
memenuhi kewajibannya; i.
Ketentuan mengenai pemutusan kontrak secara sepihak; j.
Ketentuan mengenai keadaan memaksa; k.
Ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan;
l. Ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja;
m. Ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawab gangguan lingkungan;
n. Ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan.
Kewajiban bagi para pihak untuk membuat perjanjian pengadaan barang dan jasa dengan memuat minimal 14 empat belas klausula yang telah ditetapkan
sebagai salah satu upaya perlindungan hukum bagi para pihak, dalam perjanjian kontraktoran. Dengan adanya kewajiban ini sesungguhnya telah ada pembatasan-
pembatasan dalam asas kebebasan berkontrak, yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang.
Pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa harus dapat dimaknai dalam arti positif karena
setidaknya dengan pembatasan tersebut pemerintah telah berupaya untuk memberikan “guide line” bagi penyusunan perjanjian pengadaan barang dan jasa.
Keempat belas klausula tersebut bukanlah menjadi isi keseluruhan perjanjian. Para pihak dapat menambahkan klausula-klausula lain sesuai dengan kondisi yang
telah disepakati. Penyusunan isi suatu kontrak pada umumnya perlu diatur serangkaian
“rule of game” untuk dapat mencerminkan kenyataan atau maksud perjanjian yang dibuat. Dalam pembuatan perjanjian pengadaan barang dan jasa ada
beberapa aspek menurut penulis yang harus diperhatikan oleh para pihak, yaitu: 1
Penguasaan materi perjanjian meliputi objek dan syarat-syarat atau ketentuan yang akan disepakati;
2 Penafsiran-penafsiran klausula perjanjian;
3 Bahasa dalam perjanjian;
4 Peraturan perundang-undangan yang terkait;
5 Penyelesaian sengketa.
Untuk menghindari kesalahan dalam perumusan dan pembuatan perjanjian dan mengantisipasi munculnya konflik, sebaiknya dipergunakan jasa konsultan
hukum dan notaris. Agar kerja sama dapat berjalan dengan baik. Perjanjian pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung
Bayu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat pihak-pihak yang terkait didalamnya. Dengan kata lain pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor harus
menaati klausul-klausul yang ada dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa tersebut. Apabila pihak kontraktor wanprestasi dalam melaksanakan, maka
sebagai akibat dari wanprestasi tersebut pihak kontraktor dapat dikenai sanksi sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian pengadaan barang.
Rencana pembangunan suatu proyek yang dituangkan dalam perjanjian pengadaan barang tentu tidak selamanya dapat tercapai seperti yang direncanakan.
Banyak hal yang dipengaruhi oleh kehendak manusia maupun diluar kehendak manusia yang mempengaruhi jalannya pelaksana perjanjian pengadaan barang
yang dapat menyebabkan rencana tersebut terhambat atau bahkan kemungkinan rencana tersebut dibatalkan sama sekali. Maka akhirnya berkembanglah teori dan
praktek hukum mengenai ketidakterlaksanaan perjanjian pengadaan barang dengan berbagai bentuk dan konsekuensinya. Berkaitan dengan itu terdapat dua
macam hambatan dalam pelaksanan perjanjian pengadaan barang yaitu hambatan oleh kelalaian manusia dan hambatan yang diakibatkan peristiwa diluar kekuasaan
manusia atau force mejeur. Hambatan yang diakibatkan kelalaian manusia antara lain wanprestasi pihak kontraktor. Wanprestasi tersebut terjadi karena pihak
kontraktor melaksanakan pekerjaan tidak sebagaimana mestinya, atau terlambat dalam penyerahan atau sama sekali tidak melaksanakan pekerjaan.
35
Hambatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu dikarenakan terjadinya keadaan memaksa atau
overmacht, pemberi tugas biasanya memberikan toleransi kepada pihak kontraktor dan mendiskusikan kembali perjanjian pengadaan barang sehingga kerugian dapat
ditanggung bersama. Jika dalam
jangka waktu pemeliharaan pihak kontraktor tidak melaksanakan pengadaan barang dan jasa jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu walaupun telah diberi
peringatan tertulis oleh pihak pemberi tugas, maka pemberi tugas dapat pula menyerahkan pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada pihak ketiga. Namun apabila
wanprestasi tersebut dikarenakan instruksi dalam bestek, tidak sesuai dengan apa yang ada dilapangan sehingga mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu atau terdapat perubahan desain sesuai dengan keinginan pihak pemberi tugas, maka
pihak kontraktor dapat meminta toleransi kepada pihak pemberi tugas mengenai jangka waktu perpanjangan penyelesaian proyek tersebut.
Apabila pihak kontraktor melakukan wanprestasi berupa melaksanakan pekerjaan tidak sesuai kontrak maka kontraktor tersebut dapat dikenai sanksi
antara lain berupa :
35
Purwahid Patrik. Hukum Perdata I Asas – Asas Hukum Perikatan. Fakultas Hukum UNDIP Semarang 1998, hal 62.
a Teguran dan peringatan-peringatan tertulis
Apabila teguran dan peringatan-peringatan tertulis dua kali berturut-turut tidak diindahkan maka dilakukan penangguhan pembayaran dan pengulangan atau
penggantian pekerjaan baik sebagian atau seluruh pekerjaan. Apabila teguran dan peringatan tertulis tiga kali berturut-turut tidak juga
diindahkan maka dilakukan pemutusan perjanjian.
36
1 Peringatan tertulis
Jika pihak kontraktor tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian
pengadaan barang sehingga mengakibatkan kegagalan pengerjaan maka dikenai sanksi administratif ataupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang dapat
dikenakan kepada pihak kontraktor sebagai penyedia jasa, menurut Pasal 42 ayat 1 UU No 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi berupa:
2 Penghentian sementara pekerjaan konstruksi
3 Pembatasan kekgiatan usaha dan atau profesi
4 Pembekuan izin usaha dan atau profesi
Sebagaimana dalam ketentuan dalam Pasal 43 ayat 2 disebutkan “Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau
tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pengerjaan dikenakan pidana paling lama 5 lima
tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5 lima persen dari nilai kontrak”. Karena pengaturan hukum di Indonesia sangat minim maka diharapkan
para pihak mengatur sendiri hal-hal tersebut dalam kontrak yang bersangkutan.
36
Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI, tanggal 3 Agustus 2015.
Hal ini menyebabkan kedudukan dan peranan dari suatu kontrak konstruksi yang komprehensif menjadi semakin penting artinya, karena menurut
hukum di Indonesia hal-hal yang diatur dalam kontrak menjadi undang-undang atau kekuatannya sama dengan kekuatan undang-undang bagi para pihak. Maka
harus dinegosiasikan satu demi satu pasal dan ayat dari kontrak tersebut secara cermat
Pekerjaan kereta Api 2014 Perlanaan – Gunung Bayu merupakan
pekerjaan yang dimenangkan tender oleh PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI
hambatan yang terjadi yaitu mengenai pembuatan bantalan yang didatangkan dari PT. Wika dan alas batu pecahnya dari perusahaan lain, hal ini menyebabkan PT.
WAHANA ADIDAYA PERTIWI mengalami kendala karena barang yang disuplai sering tidak tepat waktu sehingga waktu penggerjaan bisa tersendat.
PT. KAI tidak ada sangkutannya mengenai pengadaan barang tersebut tetapi mencakup tentang standarisasi dari PT. KAI mengenai barang yang diambil
kemudian penggantian bantalan ini awalnya bantalan dijalur Perlanaan – Gunung Bayu terbuat dari kayu dan relnya berukuran 25 istilah dalam KAI. Jalur ini
sudah ada sejak tahun 80-an dan baru dimenangkan tender pengerjaan oleh PT. Wahana Adidaya Pertiwi yang diganti menjadi bantalan beton dan penggantian rel
secara total yang bahannya didatang langsung dari Jakarta.
37
Waktu pengerjaan secara diterbitkannya Surat Perintah Kerja SPK PT. Wahana Adidaya Pertiwi langsung mengerjakan pekerjaan tersebut agar pihak PT.
KAI dapat mengecek kesiapan pekerjaan tersebut secara sistematis dan apabila
37
Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI, tanggal 3 Agustus 2015.
ada yang kurang tepat maka bisa dikerjakan lebih lanjut oleh PT. Wahana Adidaya Pertiwi demi terjalinya hubungan yang baik antara PT. Wahana Adidaya
Pertiwi dengan PT. KAI yang sudah menjadi rekanan sejak tahun 90-an dalam yang dalam hal ini sejak tahun 90-an tersebut PT. Wahana Adidaya Pertiwi tidak
melakukan wanprestasi. Pelaksanakan perjanjian pengadaan barang timbul wanprestasi.
Wanprestasi tersebut terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian kontraktoran
sehingga pihak lain merasa dirugikan. Mengenai hal tersebut apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kontraktoran kedua belah pihak yaitu
pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor akan berusaha untuk menyelesaikan secara musyawarah.
38
Apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang kedua belah pihak yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor akan
berusaha untuk menyelesaikan masalahnya kepada Badan Arbitrase yang terdiri dari wakil pihak pemberi tugas dan wakil pihak kontraktor masing-masing satu
orang dan satu orang lagi dari pihak netral yang ditunjuk oleh kedua belah pihak.Penyelesaian perselisihan lewat jalur hukum dapat ditempuh sebagai
langkah terakhir yaitu meminta penyelesaian ke Pengadilan Negeri. Sebagai akibat dari wanprestasi kontraktor, maka bouweer sebagai pemberi kerja dapat
mengajukan tuntutan: a.
Supaya pekerjaan tetap dilaksanakan
38
Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI, tanggal 3 Agustus 2015.
b. Supaya perjanjian diputuskan
c. Ganti kerugian
d. Pembiayaan selanjutnya karena pekerjaan dilanjutkan oleh pihak ketiga.
Hal kontraktor tidak dapat menyelesaikan pekerjaan menurut waktu yang ditetapkan atau menyerahkan pekerjaan dengan tidak baik, maka atas gugatan dari
si pemberi tugas dapat memutuskan perjanjian tersebut sebagian atau seluruhnya beserta segala akibatnya. Yang dimaksud dengan akibat pemutusan perjanjian
disini ialah pemutusan untuk waktu yang akan datang dalam arti bahwa mengenai pekerjaan yang telah diselesaikandikerjakan akan tetap dibayar, namun mengenai
pekerjaan yang belum dikerjakan itu yang diputuskan. Dengan adanya pemutusan perjanjian demikian perikatannya bukan berhenti sama sekali seperti seolah-olah
tidak pernah terjadi perikatan sama sekali, dan wajib dipulihkan ke keadaan semula, melainkan dalam keadaan tersebut diatas si pemberi tugas dapat
menyuruh orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan itu sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Atau jika telah terlanjur dibayar kepada kontraktor atas
biaya yang harus ditanggung oleh kontraktor sesuai dengan pembayaran yang diterimanya. Jika terjadi pemutusan perjanjian, si kontraktor selain wajib
membayar denda-denda yang telah diperjanjikan juga wajib membayar kerugian yang berupa ongkos-ongkos, kerugian yang diderita dan bunga yang harus
dibayar.
39
Praktek pengadaan barang ternyata ada yang tidak mengadakan pemisahan antara perselisihan dari segi teknis dan perselisihan dari segi yuridis. Yaitu dengan
39
Ibid
mencantumkan dalam perjanjian pengadaan barang ketentuan-ketentuan yang menyatakan bahwa bila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak penyelesaian
diselesaikan secara musyawarah. Jika dengan jalan musyawarah tidak tercapai kata sepakat maka dibentuk panitia Arbitrase yang terdiri dari seorang wakil pihak
kesatu dan seorang wakil pihak kedua, kemudian mengangkat seorang ahli yang pengangkatannya disetujui oleh kedua belah pihak. Selanjutnya penyelesaian
perselisihan akan diteruskan melalui pengadilan, apabila melalui cara tersebut diatas tidak dicapai penyelesaian.
Keputusan panitia Arbitrase ini mengikat kedua belah pihak, dan biaya penyelesaian perselisihan yang dikeluarkan akan dipikul bersama. Menurut Pasal
36 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor: 5 Tahun 2014
Tentang Registrasi Usaha Jasa Konstruksi Terintegrasi disebutkan bahwa : 1
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang
bersengketa. 2
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksisebagaimana diatur dalam KUH Pidana 3
Jika dipilih penyelesaian sengketa diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
Selanjutnya dalam Pasal 37 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 disebutkan apabila:
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi diluar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan. 1
Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat menggunakan pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
2 Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat dibentuk oleh
pemerintah dan masyarakat jasa konstruksi. Dalam prakteknya selama ini, setiap perselisihan dalam pelaksanaan
perjanjian kontraktoran dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat diantara para pihak dan belum pernah diselesaikan melalui pengadilan.
40
Tanggung jawab kontraktor dalam pengadaan barang dan jasa apabila terdapat sub kontraktor menurut penulis secara yuridis hubungan hukum sub-
kontraktor hanya dengan kontraktor utamanya saja, yang dituangkan dalam perjanjian tersendiri. Pihak kontraktor tidak dibenarkan mensub-kontraktor
seluruh pekerjaan dan atau sebagian pekerjaan utamanya kepada pihak lain atau kontraktor lainnya, kecuali disub-kontrakkan kepada penyedia jasa spesialis. Dan
apabila ketentuan ini dilanggar maka kontrak pengadaan barang atau jasa dapat dibatalkan dan terhadap pelanggaran tersebut maka pihak kontraktor dapat
dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam kontrak.
40
Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI, tanggal 3 Agustus 2015.
Untuk menghindari terjadinya kerugian maka kontraktor harus benar-benar memilih sub-kontraktor yang memilih reputasi yang baik, bertanggung jawab dan
memiliki kemapuan yang dapat diandalkan. Dalam perjanjian induk antara pengguna jasa dan kontraktor, di samping perjanjian antara kontraktor dan sub-
kontraktor dapat disimpulkan hak dan kewajiban serta syarat-syarat yang berlaku bagi para pihak tersebut sebagai berikut:
1 Pengguna Jasa berhak untuk memperlakukan sub-kontraktor dalam
pemenuhan kewajiban dan konsep yang sama seperti kontraktor utama, yaitu dalam hal pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh kontraktor
utama, sub-kontraktor juga dianggap tidak dapat melakukannya. Jika kontraktor mengenai sesuatu hal dianggap tidak berkepentingan untuk
melakukannya maka sub-kontraktor juga dianggap tidak berkepentingan untuk melakukan pekerjaan tersebut.;
2 Adanya keinginan dari kontraktor utama untuk memberlakukan syarat-
syarat dari perjanjian induk kepada sub-kontraktor yang berarti mengalihkan beban yang diwajibkan oleh pemberi tugas yang semula
berlaku bagi kontraktor utama menjadi berlaku bagi sub-kontraktor. 3
Sub-kontraktor berhak untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya dengan kontraktor utama menurut syarat-syarat
yang berlaku bagi perusahaan. 4
Dalam hal pembayaran yang tertuju pada sub-kontraktor, pembayaran tersebut tidak tergantung pada adanya pembayaran pada kontraktor utama.
Sub-kontraktor menerima pembayaran dari kontraktor dan tidak
mengharapkan pembayaran dari pengguna jasa. Pengguna Jasa akan membayarkan langsung kepada kontraktor utama kecuali ditentukan
sebaliknya dalam perjanjian. Dalam praktek jika pengguna jasa tidak menghendaki bahwa pekerjaan
tersebut dilakukan oleh sub-kontraktor maka dalam perjanjian harus dicantumkan dengan tegas adanya klausula bahwa pekerjaan tersebut dilarang untuk
diborongkan lebih lanjut kepada sub-kontraktor. Dalam praktek banyak sekali terjadi adanya sub-kontraktor yang memang dibutuhkan oleh kontraktor besar
untuk dapat membantu menyelesaikan pekerjaan tersebut menurut bagian-bagian yang telah dibagi-bagi untuk dikerjakan. Selain hal-hal yang telah dikemukan di
atas dalam penulisan ini penulis sedikit meninjau risiko dalam perjanjian kontraktoran yang terkait juga dengan tanggungjawab kontraktor dalam
pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa. Dalam menentukan pembebanan risiko karena musnahnya atau kerusakan barang pada kontraktoran
dibedakan apakah kontraktor melaksanakan pekerjaan dengan menyediakan material atau hanya melaksanakan pekerjaan saja tanpa menyediakan material.
Juga dibedakan apakah musnahnya barang itu terjadi sebelum penyerahan atau setelah penyerahan pekerjaan.
Kontraktor yang melakukan pekerjaan dan menyediakan material, jika kemudian pekerjaannya musnah sebelum penyerahan pekerjaan maka risiko ada
pada kontraktor, ini berarti kontraktor harus mengerjakan lagi dengan material yang baru kecuali jika si pemberi tugas telah lalai melakukan pemeriksaan dan
menyetujui pekerjaan tersebut maka risiko beralih pada pemberi tugas Pasal 1650 KUH Perdata.
Bagi kontraktor yang hanya melaksanakan pekerjaan saja, kemudian terjadi kerusakan sebelum pekerjaan diserahkan maka resiko ada pada kontraktor
yaitu hanya bertanggungjawab terbatas pada kesalahan yang dibuatnya Pasal 1606 KUH Perdata. Sekalipun tidak ada kesalahan pada kontraktor, ia tetap tidak
berhak menerima pembayaran biaya borongan. Hal demikian adalah sesuai dengan pembebanan risiko pada perjanjian timbale balik pada umumnya yaitu jika
pihak yang satu terhalang untuk memenuhi prestasi maka pihak yang lain juga dibebaskan dari kewajibannya. Dalam keadaan demikian di atas si kontraktor
dapat juga berhak atas pembayaran mengerjakan bangunan tersebut jika si pemberi tugas lalai untuk melakukan pemeriksaan dan menyetujui pekerjaan atau
bendanya menjadi rusak karena cacat. Suatu yang telah diborongkan dengan harga tertentu kemudian rusak
sebagian atau seluruhnya yang disebabkan karena adanya kesalahan dalam susunannya konstruksinya atau akibat dari jeleknya kualitas bahan material yang
dipakai kontraktor yang bersangkutan bertanggungjawab untuk itu selama jangka waktu sepuluh tahun Pasal 1609 KUH Perdata. Demikian juga jika setelah
penyerahan pekerjaan barangnya musnah akibat kesalahan dari pihak kontraktor atau adanya cacat yang tersembunyi maka kontraktor bertanggungjawab
sepenuhnya atas kerugian tersebut. Jika pekerjaan yang dilakukan musnah atau rusak diluar kesalahan dari
pihak kontraktor, misalnya karena banjir, gempa bumi, kebakaran, dan lain-
lainnya dan ia telah berusaha untuk menanggulangi bahaya tersebut maka kontraktor berhak memperoleh pembayaran ganti rugi seimbang dengan
pekerjaanyang telah dihasilkan dan ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan. Kontraktor juga akan dibebaskan dari kewajiban penggantian kerugian yang
disebabkan karena kurang tepatnya perencanaan proyek yang dibuat oleh pengguna jasa kontraktoran. Dalam keadaan demikian maka resiko kerugian ada
pada pengguna jasa.
B. Faktor terjadinya Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan