Para Pihak dalam Perjanjian

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA

A. Para Pihak dalam Perjanjian

Kewenangan merupakan salah satu syarat menentukan keabsahan kontrak yang dibuat oleh badan hukum, baik badan hukum privat maupun badan hukum publik. Dalam kaitan dengan kontrak pengadaan oleh pemerintah, perhatian untuk memenuhi syarat kewenangan tidak saja pada tahapan penandatangan kontrak, tetapi juga pada proses pengadaannya. Penandatangan kontrak pengadaan hanya dapat dilakukan apabila proses pengadaan telah dilaksanakan secara sah, yakni jika seluruh aturan dan prosedur dalam pengadaan barangjasa telah dipenuhi. Kontrak pengadaan mempunyai kekuatan hukum yang sah dan mengikat jika kontrak itu ditanda tangani oleh pejabat yang mempunyai kapasitas untuk itu. Syarat kewenangan meliputi dua aspek, yaitu kewenangan pada proses pengadaan dan kewenangan pada tahap penandatangan kontrak. Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, setelah penggunaan anggaran PA menetapkan anggaran umum pengadaan barangjasa proses pengadaan selanjutnya adalah pembentukan ULP oleh menteripimpinan lembagakepala daerahpimpinan institusi, serta mengangkat organisasi pengadaan yaitu PPK, pejabat pengadaanpanitiapejabat hasil pekerjaan oleh PA. Pokja ULP ini wajib untuk ditetapkan untuk semua pengadaan barangpekerjaan kontruksijasa lainnya yang nilai diatas Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah dan untuk pengadaan 30 Y. Sogar Simamora, Hukum Kontrak Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia, Wins dan Patners, Surabaya, 2013, hal 204 konsultasi dengan nilai diatas Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah, sedangkan untuk pengadaan dibawah itu dapat dilaksanakan oleh pejabat pengadaan. POKJA ULP pejabat ini yang bertanggung jawab dalam menyusun dokumen pengadaan dan melaksanakan kegiatan pelaksanaan sesuai dengan metode pemilihan penyedia barangjasa yang telah ditetapkan. Pelaksanaan pengadaan pada dasarnya merupakan tanggung jawab dari POKJA ULPpejabat pengadaan. Kewenangan POKJA ULP pejabat pengadaan untuk membuat keputusan dalam proses pengadaan merupakan kewenangan yang diturunkan dari PA. Dengan demikian kewenangan ini termasuk kategori kewenangan mandat. Sekalipun POKJA ULPpejabat pengadaan tidak berwenang untuk menandatangani kontrak pengadaan, tetapi POKJA ULPPejabat pengadaan ini mempunyai posisi penting dalam melakukan pemilihan penyedia barangjasa, yaitu melakukan penilaian kualifikasi. Tahapan ini merupakan tahap yang sangat penting dalam lolos tidak calon penyedia barangjasa dalam mengikuti tahap berikutnya yakni pengajuan dokumen penawaran. Kewenangan berikutnya dari POKJA ULPpejabat pengadaan adalah melakukan penilaian terhadap penawaran yang diajukan oleh penyedia barangjasa untuk selanjutnya menetapkan atau mengusulkan calon pemenangan kepada PA. Aspek-aspek inilah yang merupakan kewenangan terpenting pada POKJA ULPpejabat pengadaan dalam keseluruhan proses pengadaan karena pada moment ini POKJA ULPPejabat pengadaan berwenang membuat keputusan yang mengikat. 31 31 Ibid. Hal 207 Tanggung jawab POKJA ULPPejabat pengadaan meliputi berbagai aspek mulai dari penyusunan rencana, pemilihan penyedia barangjasa, menyusun dan menetapkan dokumen pengadaan sampai pada pelaksanaanya yaitu pembuatan pengumuman, menilai kualifikasi penyedia barangjasa, melakukan evaluasi terhadap penawaran sampai tahap menetapkan atau mengusulkan pemenang berikut pembuatan laporan kepada PA. Kualifikasi yang disyarat bagi POKJA ULPPejabat pengadaan diantaranya adalah harus memiliki sertifikat keahlian pengadaan barangjasa pemerintah. Pelaksanaan prakualifiasi POKJA ULP wajib memenuhi dan melaksanakan seluruh aturan dan prosedur yang berlaku. Jika terdapat seluruh alasan penyedia barangjasa yang dinyatakan tidak lulus dapat mengajukan sanggahan kepada POKJA ULP dan sanggahan banding kepada MenteriPimpinan lembagaKepala DaerahPimpinan Institusi. Sanggahan itu diajukan misalnya karena POKJA ULP melakukan pelanggaran tata cara prakualifikasi dengan mengubah persyaratan dan kriteria prakualifikasi. Prosedur lelangseleksi prinsip transparansi dan kompetisi merupakan acuan bagi POKJA ULP. Dalam praktek dapat terjadi pelanggaran terhadap prinsip ini modusnya dapat berupa : lelang tertutup, lelang fiktif atau memberikan preferensi kepada peserta tertentu. Khusus menyangkut hal yang terakhir ini, dalam praktek terdapat apa yang disebut mitra strategis yang kemudian dalam proses tender diperlakukan secara khusus. Sebagai konsekuensi prinsip kompetensi, maka perlakuan semacam ini jelas tidak sesuai dengan aturan prosedur tender pengadaan. Tanggung jawab atas seluruh prosedur pelelangan dan hasil evaluasi sepenuhnya ada di pundak POKJA ULPPejabat pengadaan. Dengan demikian jika terjadi kelalaian atau pelanggaran dalam proses pengadaan, mulai dari tahap kualifikasi, evalausi penawaran sampai dengan penetapan atau pengusulan pemenangan menjadi tanggung jawab pihak POKJA ULPPejabat pengadaan. Perjanjian kerjasama merupakan jenis perjanjian yang banyak digunakan dalam praktek kegiatan komersial, termasuk oleh pemerintah. Tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur tentang perjanjian kerjasama. Jenis perjanjian ini lahir dan berkembang dalam praktek bisnis. Landasan hukum terutama bertumpu pada prinsip kebebasan berkontrak. Itulah sebabnya tidak terdapat keseragaman dalam menggunakan format perjanjian kerjasama ini. Batasan perjanjian ini juga masih belum jelas sehingga norma hukum yang berlaku terutama bertumpu pada kesepakatan para pihak. 32 Berikut ini adalah satu contoh batasan perjanjian kerjasama: Kontrak kemitraan atau kerjasama adalah kontrak pengadaan barang atau jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan tertentu dalam rangka mencapai sasaran perusahaan dalam batas waktu tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi sumber dana, daya atau fasilitas yang dimiliki atau dikuasai. Kontrak kemitraan menganut prinsip pembagian keuntungan dan pembebanan risiko bersama, jujur, adil berdasarkan kesepakatan yang ditetapkan dalam kontrak. Terdapat beberapa pengertian kerjasama yang berbeda yang satu dengan yang lain. Perjanjian kerjasama dalam praktek pengadaan, misalnya di Pertamina, 32 Ibid., hal 224. seperti nampak dari batasan diatas, pada dasarnya suatu patnership. Dengan demikian didalam tergantung unsur pembagian keuntungan dan beban kerugian. Tetapi ada juga yang memaksudkan perjanjian kerjasama bagi suatu head of agreement . Dalam jenis perjanjian kerjasama dimaknai sebagai kontrak induk atau kontrak pokok yang untuk pelaksanaannya dibuat lagi perjanjian yang lebih spesifik yang bersifat operasional. Ada juga situasi dimana para pihak membuat perjanjian kerjasama sedangkan yang dimaksud adalah MoU. Dengan demikian perjanjian kerjasama yang dimaksud oleh para pihak sama maknanya dengan perjanjian pendahuluan. Tetapi ada juga situasi dimana ketika para pihak menenui kesukaran dalam menemukan jenis kontraknya berhubung belum tersedianya perangkat hukum yang jelas mereka memberikan judul kerjasama atas kontrak yang disepakati. Hasil penelusuran ditemukan ketentuan mengenai kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta yaitu dalam Kepres No.7 Tahun 1998 tentang kerjasama pemerintah dan badan usaha swasta dalam pembangunan danatau pengelolaan infrastruktur. Dalam Kepres No. 7 Tahun 1998, ini tidak diberikan batasan dan kriteria perjanjian kerjasama, namun ditentukan hal-hal yang sekurang-kurang harus diatur dalam perjanjian, yakni : a. Lingkup pekerjaan b. Jangka waktu c. Tarif pelayanan, dalam hal kerjasama menyangkut kegiatan pengelolaan infrastruktur d. Hak dan kewajiban, termasuk risiko yang harus dipikul pihak-pihak e. Sanksi dalam hal pihak-pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian f. Penyelesaian perselisihan g. Pemutusan atau pengakhiran perjanjian h. Pengembalian infrastrutur atau pengelolaannya kepada pemerintah atau BUMN atau Badan Usaha Milik Daerah BUMD Kepres No. 7 Tahun 1998 selanjutnya disempurnakan dengan Kepres No. 81 Tahun 2001 tentang Komite Kebijakan Pembangunan Infrakstruktur. Pasal Kepres No. 81 Tahun 2001 menyatakan Kepres No. 7 Tahun 1998 dinyatakan tidak berlaku sepanjang telah diatur atau bertentangan dengan Kepres No. 81 Tahun 2001. Dua aspek yang telah dikemukan diatas, ternyata tidak diatur lebih lanjut dalam Kepres No.81 Tahun 2001, karenanya perihal klausal kontrak dan jenis kontrak yang terdapat dalam Kepres No. 7 Tahun 1998 tetap berlaku. Namun diterbitkanlah Perpres No. 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur yang mencabut ketentuan Kepres No. 7 Tahun 1998 dan hingga saat ini Perpres No. 67 tahun 2005 telah mengalami perubahan, yaitu dengan Perpres No.13 Tahun 2010 perubahan pertama Perpres No. 56 Tahun 2011. Sistem pengadaan barang, aturan dan prosedur yang berlaku bagi pengadaan jasa lainnya hampir sama dengan pengadaan barang dan pekerjaan kontruksi. Dengan demikian metode pemilihan, metode penyampaian dokumen penawaran dan metode evaluasi yang berlaku bagi pengadaan barang dan pekerjaan kontruksi berlaku sama bagi pengadaan jasa lainnya. Metode pemilihan penyedia jasa misalnya, untuk pengadaan jasa lainnya harus menggunakan metode pelelangan dan bukan metode seleksi seperti yang dilakukan bagi pengadaan konsultansi. Implikasi selanjutnya adalah pada aspek metode evaluasi. Dalam pengadaan jasa lainnya, seperti pengadaan barang konstruksi, harus digunakan metode evaluasi sistem gugur, sistem nilai atau sistem penilaian biaya selama umur ekonomis, bukan metode evaluasi kualitas, evaluasi kualitas dan biaya atau evaluasi pagu anggaran sebagaimana diberlakukan untuk pengadaan jasa konsultansi. Para pihak dalam kontrak pengadaan barang atau disebut dengan the parties to the contract for procurrement of goods mempunyai hubungan sangat erat dengan organisasi pengadaan barang, karena dengan adanya organisasi ini akan dapat diketahui para pihak yang diberikan kewenangan untuk menandatangani kontrak dengan penyedia barang. Organisasi pengadaan barang ditentukan Organisasi pengadaan barang ditentukan dalam Pasal 7 Pepres No. 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Pepres No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang atau jasa pemerintah. Ada dua macam organisasi pengadaan barang yaitu meliputi : 1. Organisasi pengadaan melalui penyedia barang 2. Organisasi pengadaan melalui kelola Organisasi pengadaan meliputi : a. PA KPA b. PPK c. ULPPejabat pengadaan d. Panitiapejabatpenerima hasil pekerjaan Organisasi pengadaan melalui kelola terdiri dari a. PA KPA b. PPK c. ULPPejabat pengadaan atau Tim Pengadaan d. Panitiapejabat penerima hasil pekerjaan 33 Adapun para pihak dalam perjanjian pengadaan barang PT. Wahana Adidaya Pertiwi dan PT. Kereta Api Indonesia sebagai Badan Hukum 1. PT. Wahana Adidaya Pertiwi penerima kerja PT. Wahana Adidaya Pertiwi didirikan pada tanggal 28 September 1996 sesuai dengan Akte Notaris No.4 yang dibuat di hadapan Sundari Siregar, Sarjana Hukum, Notaris di Medan dengan nama PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI. Akte ini telah mengalami beberapa perubahan, terakhir dirubah dengan Akte No. 8 tertanggal 08 Agustus 2009 dihadapan Go Outon Utomo, Sarjana Hukum, Notaris di Medan. Akte ini telah didaftarkan pada Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-19977.AH.01.02. Tahun 2009 tertanggal 11 Mei 2009. Adapun penjelasan mengenai profil dan legalitas perusahaan adalah sebagai berikut : Nama Perusahaan : PT.WAHANA ADIDAYA PERTIWI Alamat : jl. Bambu II No. 25, Medan NPWP : 01.790.523.3-123.000 Status Modal : Swasta Lainnya Status Badan : Tunggal 33 Salim HS, dkk, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, 177 Jenis Usaha : Penggadaan Barang Jasa Kontruksi Jasa Angkutan Permodalan dan Susunan Pengurus berdasarkan Akte perubahan terakhir adalah sebagai berikut : Nama Jumlah Saham Modal Disetor Tn. Kahar Wirianto 750 Rp 750.000.000 Ny. Melati Rusli 250 Rp 250.000.000 Total 1.000 Rp 1.000.000.000 Susunan Pengurus : 1. Direktur Utama : Drs. Subur Utama 2. Direktur : Kahar Wirianto 3. Komisaris Utama : Melati Rusli 4. Komisaris :Suriwaty Kurniawan Maksud dan tujuan perseroan sesuai dngan akte pendirian tersebut sebagai berikut : a. Menjalankan usaha dalam bidang pembangunan, termasuk sebagai perencana, pengawas, kontraktor kontraktor, pembuatan bangunan-bangunan, gedung- gedung, jalan, jembatan, irigasi, bendungan, pembukaan lahan, penggalian, pengurugan, pemasangan, instalasi listrik, gas, air minum, telekomunikasi, dan pekerjaan-pekerjaan lain dalam bidang pembangunan. b. Menjadi pengembang atau developer proyek perumahan real estate, pusat perbelanjaan, gedung-gedung, perkantoran, dan kawasan industri. c. Mendirikan dan menjalankan usaha sebagai grosir, leveransir, distributor, dan supplier. d. Menjalankan usaha di bidang Jasa Penyalur Tenaga Kerja Outsourcing. e. Menjalankan usaha di bidang perbengkelan kendaraan bermotor dan alat-alat berat. f. Menjalankan usaha dalam bidang agrobisnis, meliputi bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan pertambakan. Perseroan ini didirikan untuk masa waktu yang tidak ditentukan lamanya. Maksud dan tujuan didirikannya perseroan adalah berusaha dalam bidang pengadaan barang. Tujuan dan aktivitas didirikannya perusahaan adalah untuk memperoleh manfaat ekonomi yang layak dan menguntungkan. Dalam hal ini usaha yang dipilih harus benar-benar memiliki peluang untuk dikembangkan dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Visi dan Misi Perusahaan a. Visi Perusahaan Menjadi perusahaan kontraktor yang terdepan di industri jasa konstruksi, serta memberikan kesejahteraan kepada karyawan, pengurus, pemegang saham dan stake holder lainnya melalui komitmen terhadap tata kelola perusahaan yang baik. b. Misi Perusahaan Selalu menjaga komitmen untuk memberikan kepuasan pelanggan dengan memperhatikan kualitas, harga yang sesuai dan waktu pekerjaan yang tepat pada setiap proyek yang dikerjakan, serta memberikan peluang lapangan pekerjaan kepada SDM yang berpotensi

2. Sejarah Singkat PT.KeretaApi Indonesia Persero

PT.Kereta Api Indonesia Persero mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang dalam pengelolaan perkeretaapian di Indonesia, mulai dari masa penjajahan kolonial Belanda, penjajahan Jepang dan Republik Indonesia sampai saat ini. Seiring berjalanannya waktu banyak perubahan yang terjadi dalam pengelolaan perkeretaapian di Indonesia.

a. Zaman Kolonial

Sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di Desa Kemijen pada Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele. Pembangunan diprakasai oleh “Naamlooze Venotschap Nederlandsch Indische Spoorweg. Maatschappij’ NV NISM yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju Desa Tanggung 26 KM dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari sabtu, 10 Agustus 1867. PT.Kereta Api Indonesia Persero. Pada tahun-tahun berikutnya dibuka angkutan umum lintas Semarang, Kedung Jati, Gundih, Surakarta, Yogyakarta dan Lempuyangan, juga Bogor- Jakarta yang selanjutnya diambil alih oleh perusahaan Kereta Api SS Staart Spoorweg yang kemudian dilanjutkan kelintas Bogor, Bandung, Sukabumi, Banjar, Yogyakarta dan Surabaya. Setelah pemasangan lintas Semarang dan Surabaya, pemerintah mengizinkan modal swasta turut serta mengusahakan pengusaha perkeretaapian di Indonesia. Jumlah perusahaannya 12 perusahaan yang pada umumnya bermotif komersil. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan lintas di Cilele dan Kotaraja Banda Aceh yang digunakan untuk perang Aceh, serta pemasangan di Makassar dan Taktar. Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan kereta api di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 berkurang dikarenakan dibongkar semasa pendudukan Jepang dan di angkut ke Burma untuk pembangunan jalan kereta api di Burma. Jalan rel yang dibongkar pada masa pendudukan Jepang 1942-1943 sepanjang 473 km, sedangkan jalan kereta api yang dibangun semasa pendudukan jepang adalah 83 km antara Bayah-Cikarang dan 220 km antara Muaro-Pekanbaru. Menjelang berakhirnya pemerintahan Belanda, SS daerah Eksploitasi dibagi menjadi SSGI Jawa Bagian Timur, SSWL Jawa Bagian Barat, Aceh Tram Aceh, Z. SS Sumatera Selatan, W. SS Sumatera Barat dengan pusatnya di Bandung.

b. Masa Pendudukan Jepang

Pada Tanggal 8 Maret 1942 pemerintah Hindia Belanda menyerah pada Jepang. Perusahaan kereta api SS dan VS pengelolaannya disatukan oleh pemerintah Jepang. Kereta Api di Jawa dikuasai oleh angkatan Darat Jepang diberi nama Rikuyu Sok Yoku dan dibagi kedalam tiga daerah exploitasi yaitu: 1 Seibu Kyoku di Jawa Barat; 2 Chubu Kyoku di Jawa Tengah dan; 3 Tobu Kyoku di Jawa Timur Perekerta apian di Sumatera dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang dan dibagi dalam tiga daerah exploitasi, yaitu: 1 Nambu Sumatora Tetsudo di Sumatera Selatan termasuk Lampung; 2 Seibu Sumatora Tetsudo di Sumatera Barat;dan 3 Kita Sumatora Tetsudo di Aceh dan Sumatera Utara

c. Zaman Kemerdekaan Hingga Sekarang

Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya setelah kemerdekaan di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan kereta api yang tergabung dalam “Angkatan Moeda Kereta Api” AMKA mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 penguasaan perkertaapian berada dalam penguasaan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dalam mengurusi perkeretaapian di Indonesia. Tanggal 28 Septembr ditetapkan sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, Selanjutnya berdasarakan Maklumat Kementerian Perhubungan No. 1KA Tanggal 23 Oktober 1946 Perusahaan Kereta Api SSdan VS dikelola oleh Djawatan Kereta Api DKARI. Pada masa perjuangan revolusi fisik dengan datangnya kembali Belanda bersama sekutu, kekuasaan kereta api terpecah dua. Di daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia dioperasikan oleh DKARI, sedangkan di daerah-daerah yang diduduki oleh Belanda kereta api dioperasikan oleh SS dan VS, setelah terjadi pengakuan kedaulatan, perusahaan kereta api dikuasai kembali oleh pemerinatah RI. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum RI tanggal 6 Januari 1950 No.2 tahun 1950, terhitung 1 januari 1950 DKARI dan SS serta VS digabung menjadi satu Djawatan dengan nama Djawatan Kereta Api DKA. Selanjutnya terjadi perubahan perusahaan sampai menjadi PT.Kereta Api Indonesia Persero pada saat ini. Aset yang berasal dari VS, waluapun ssecara de facto sejak tanggal 1 Januari 1950 semua asset VS telahdiambil alih oleh DKA namun secara dejure belum menjadi keakayan negara, asset DKA. Lain halnya dengan aset SS, setalah berdirinya Negara RI dan terbentuknya DKA maka semua asset SS baik secara de fakto maupun de jure menjadi asset DKA. Maka berdasrkan Undang-undang No.86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan milik Belanda yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia, diyatakan bahwa semua perusahaan swasta Belanda yang berada di Indonesia dinasionalisasi dengan membayar ganti rugi kepada kerjaan Belanda. Pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pokok-Pokok Pelaksanaan Undang-Undang Nasionalisai Perusahaan Belanda. Selanjutanya Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 asset dari 12 perusahaan kereta api swasta Belanda yang tergabung dalam Venerigde Spoorwegbedriff VS tersebut diserahakan pengelolannya kepada DKA, sehingga sejak berlakunya PP tersebut makan secara yuridis semua asset Vs sudah menjadi asset DKA yang sekarang sudah menjadi PT.Kereta Api Indonesia Persero. Pada saat ini perkeretaapian di Indonesia dikelola oleh PT.Kereta Api Indonesia Persero yang dibentuk berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Kereta Api menjadi perusahaan Perseroan Persero dan berkantor pusat di Bandung. Perubahan ini adala langkah dari Loan Agreement nomor 4196-IND tanggal 15 Januari 1997 yaitu proyek efisiensi perkeretaapian Railway Effeciency dan merupakan proyek dari bank dunia. Berikut ini susunan organisasi yang merupakan perubahan secara de facto pada 1 Juni 1999, saat Menteri Perhubungan Giri S. Hadiharjono mengukuhkan susunan direksi PT.Kereta Api Indonesia Persero di Bandung.

B. Isi Perjanjian dan Tanggung jawab Para Pihak

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa Di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan

5 133 87

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah (Studi Di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara)

4 85 130

Tinjauan Hukum Pembatalan Akta Perjanjian Kerjasama Pengadaan Barang Atas Dasar Wanprestasi (Studi PT.TNC)

3 102 129

Proses Pengadaan Barang Dan Jasa Pada PT. Kereta Api (Persero) Daop II Bandung

0 10 1

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG ANTARA CV. NADIA PERKASA DENGAN PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT.

0 0 9

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 8

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 1

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 13

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 32

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 2