Faktor terjadinya Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan

lainnya dan ia telah berusaha untuk menanggulangi bahaya tersebut maka kontraktor berhak memperoleh pembayaran ganti rugi seimbang dengan pekerjaanyang telah dihasilkan dan ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan. Kontraktor juga akan dibebaskan dari kewajiban penggantian kerugian yang disebabkan karena kurang tepatnya perencanaan proyek yang dibuat oleh pengguna jasa kontraktoran. Dalam keadaan demikian maka resiko kerugian ada pada pengguna jasa.

B. Faktor terjadinya Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan

Barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Sering terkendalanya pesanan yang sudah dipesan tidak tepat waktu terlebih lagi semua material terlebih dahulu harus diuji oleh PT. Wahana Adidaya Pertiwi untuk tidak menimbulkan hambatan yang lebih besar yang telah ditetapkan oleh PT. KAI Wilayah Sumatera Utara. Hambatan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang sering terjadi, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor Internal a. Keterbatasan Sumber Daya Manusia Pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu harus ditunjang dengan SDM yang berkualitas sehingga pengadaan barang dan jasa khususnya di ruang lingkup pemerintah dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi pelayanan publik. Dalam pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu sendiri memiliki masalah keterbatasan SDM yang dapat menghambat proses pengadaan. Keterbatasan SDM yang dimaksud adalah keterbatasan kemampuan yang dimiliki SDM pihak kontraktor terhadap pengunaan alat pengerjaan dan mengaplikasi keinginan dari pihak PT KAI dalam pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan - Bunung Bayu. Upaya untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur kereta api Perlanaan- Gunung Bayu yang berupa keterbatasan SDM adalah dengan memilih dan mendatangkan tenaga ahli yang profesional dalam memenuhi standarisasi pengerjaan tersebut. Keterbatasan SDM ini dapat menjadikan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur kereta api gunung bayu menjadi terhambat. b. Ketidaklancaran Sistem Selain SDM, faktor penghambat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur kereta api Perlanaan-Gunung Bayu adalah ketidaklancaran sistem misalnya dalam keterlambatan pembayaran oleh PPK kepada penyedia barang. Hambatan ini dapat menimbulkan kurang maksimalnya pihak kontraktor dalam memberikan kualitas karena terhambat juga dalam mendatangkan tenaga ahli atau SDM yang berkualitas. 2. Faktor Eksternal a. Faktor Teknis Hambatan teknis yang terjadi adalah masalah barang yang dipesan kepada distributor lain belum sampai ketujuan. Upaya untuk mengatasi hambatan teknis yang terjadi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu adalah pihak kontraktor memilih distributor yang berkompetensi dalam pemenuhan barang yang di pesan. Apabila gangguan tersebut terjadi dapat mengakibatkan pengerjaan menjadi terlambat sehingga jadwal yang telah ditentukan bisa tidak tercapai dan pengerjaannya bisa saja kurang maksimal. b. Faktor Non Teknis Hambatan non teknis pada pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu adalah kondisi lapangan pada saat pengerjaan misalnya cuaca yang kurang bersahabat, barang yang sudah dipesan dikirim oleh distributor tidak sesuai dengan kualitas dan standarisasi yang diminta. 41 c. Sumber Daya Manusia Hambatan eksternal yang dialami PT. Wahana Adidaya Pertiwi selain hambatan teknis dan non teknis yaitu hambatan SDM berupa keterbatasan kemampuan untuk menggunakan alat. Dalam pelaksanaannya, hambatan yang terjadi ini akan dapat mengarah memperlambat pengerjaaan jalur Kereta Api. Hambatan eksternal yang juga sering terjadi adalah masyarakat yang kurang kooperatif pada saat pengerjaan, yang menimbulkan pekerjaan itu sendiri. Upaya untuk mengatasi hambatan ini agar tidak menghambat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu dan proses tidak menemui hambatan yang sulit dengan mengadakan sosialisasi sebelum terjadinya pelaksanaan pengerjaan. 41 Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI, tanggal 3 Agustus 2015. C. Penyelesaian Sengketa antara para Pihak dalam Perjanjian Barang dan Jasa dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Apabila ada hal yang kurang tepat atau kesalahan yang disebabkan oleh PT. Wahana Adidaya Pertiwi itu sendiri tidak sesuai dengan Rencana Kerja Sementara maka PT. Wahana Adidaya Pertiwi siap mengganti semua pekerjaan yang sudah dilakukan tidak sesuai tersebut. 42 Penyelesaian sengketa melalui pengadilan merupakan pilihan terakhir dalam menyelesaikan suatu sengketa setelah sebelumnya dilakukan perundingan di antara para pihak yang bersengketa, baik secara langsung maupun dengan menunjuk kuasa hukumnya guna menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Jika proses perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan, barulah para pihak akan menyerahkan penyelesaian sengketa kepada arbitrase atau pengadilan untuk mendapat keputusan. Beberapa alasan yang menyebabkan penyelesaian sengketa melalui pengadilan tidak dijadikan pilihan utama adalah: 43 1. Lamanya proses beracara dalam persidangan penyelesaian perkara perdata; 2. Lamanya penyelesaian sengketa dapat juga disebabkan oleh panjangnya tahapan penyelesaian sengketa, yakni proses beracara di Pengadilan Negeri, kemudian masih dapat banding ke Pengadilan Tinggi, dan kasasi ke 42 Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. Wahana Adidaya Pertiwi, tanggal 3 Agustus 2015. 43 Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. Wahana Adidaya Pertiwi, tanggal 3 Agustus 2015. Mahkamah Agung. Bahkan proses dapat lebih panjang jika diajukan peninjauan kembali; 3. Lama dan panjangnya proses pengadilan tersebut tentunya membawa akibat yang berkaitan dengan tingginya biaya yang diperlukan; 4. Sidang pengadilan di Pengadilan Negeri dilakukan secara terbuka, padahal di sisi lain kerahasiaan adalah sesuatu yang diutamakan di dalam kegiatan bisnis; 5. Seringkali hakim yang menangani atau menyelesaikan perkara kurang menguasai substansi hukum sengketa yang bersangkutan atau dengan perkataan lain hakim dianggap kurang profesional; 6. Adanya citra kurang baik terhadap dunia peradilan Indonesia. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan, cara yang paling efektif, mudah dan sederhana adalah penyelesaian yang dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa tersebut. Cara lain yang dapat ditempuh adalah penyelesaian melalui forum atau lembaga yang tugasnya menyelesaikan sengketa dalam masyarakat. Forum atau lembaga resmi yang disediakan oleh negara adalah pengadilan, sedangkan sedangkan yang disediakan oleh lembaga swasta adalah lembaga yang disebut “arbitrase”. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sering disebut dengan Alternative Dispute Resolution ADR atau dalam istilah Indonesia disebut Alternatif Penyelesaian Sengketa APS. 44 Proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win- win solution”, kerahasiaan para pihak terjamin, bebas dari hal-hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komrehensif dalam kebersamaan, 44 Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. Wahana Adidaya Pertiwi, tanggal 3 Agustus 2015 dan tetap menjaga hubungan baik. Beberapa model APSADR yang sering digunakan dalam menyelesaikan sengketa bisnis, adalah: negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. APSADR merupakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dianggap lebih efektif, efisien, cepat, dan biaya murah, serta menguntungkan kedua belah pihak yang berperkara. Hal ini dilandasi oleh beberapa faktor yang menempatkannya dengan berbagai keunggulan, antara lain sebagai berikut: a. Ekonomis Penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan secara ekonomis lebih menguntungkan, karena biayanya yang relatif murah dibandingkan biaya jika dilakukan melalui pengadilan dan waktu penyelesaian lebih cepat. Oleh karena itu, faktor ekonomi perlu diperhitungkan secara matang dalam memilih penyelesaian sengketa yang tepat, agar tidak menjadi beban secara finansial bagi para pencari keadilan. b. Budaya hukum Budaya hukum adalah nilai-nilai dan sikap-sikap masyarakat yang berhubungan dengan hukum. Budaya hukum merupakan faktor yang mempengaruhi siginifikansi penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Nilai budaya tradisional yang menekankan pada komunalitas, kekerabatan, harmoni, primus inter pares telah mendorong unuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Demikian juga nilai dan sikap yangmenekankan pada aspek efisiensi dan efektifitas sangat berpengaruh dalam mendorong pilihan untuk menyelesaikan sengketa tanpa melalui pengadilan. c. Luasnya lingkup permasalahan Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki kemampuan untuk membahas ruang lingkup atau agenda permasalahan secara luas dan komprehensif, karena aturan permainan ditentukan oleh para pihak sesuai dengan kepentingan para pihak yang berselisih. d. Pembinaan hubungan baik APSADR yang menekankan pada cara-cara penyelesaian sengketa yang kooperatif sangat cocok bagi para pihak yang menginginkan pentingnya pembinaan hubungan baik antar manusia, baik pada saat sekarang maupun pada pasa mendatang. e. Faktor proses Proses penyelesaian sengketa melalui APSADR lebih fleksibel dan lebih memiliki kemampuan untuk menghasilkan kesepakatan yang mencerminkan kepentingan para pihak win-win solution. Praktek pengadaan barang ternyata ada yang tidak mengadakan pemisahan antara perselisihan dari segi teknis dan perselisihan dari segi yuridis. Yaitu dengan mencantumkan dalam perjanjian pengadaan barang ketentuan-ketentuan yang menyatakan bahwa bila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak penyelesaian diselesaikan secara musyawarah. Jika dengan jalan musyawarah tidak tercapai kata sepakat maka dibentuk panitia Arbitrase yang terdiri dari seorang wakil pihak kesatu dan seorang wakil pihak kedua, kemudian mengangkat seorang ahli yang pengangkatannya disetujui oleh kedua belah pihak. Selanjutnya penyelesaian perselisihan akan diteruskan melalui pengadilan, apabila melalui cara tersebut diatas tidak dicapai penyelesaian. Keputusan panitia Arbitrase ini mengikat kedua belah pihak, dan biaya penyelesaian perselisihan yang dikeluarkan akan dipikul bersama. Menurut Pasal 36 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor: 5 Tahun 2014 Tentang Registrasi Usaha Jasa Konstruksi Terintegrasi disebutkan bahwa : 45 1. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. 2. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksisebagaimana diatur dalam KUH Pidana 3. Jika dipilih penyelesaian sengketa diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. Selanjutnya dalam Pasal 37 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 disebutkan apabila: 1. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi diluar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan. 45 Masjchun Sofwan, Sri Soedewi, Hukum Bangunan, Liberty, Yogyakarta : 1982, hal 82 2. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat menggunakan pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak. 3. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat dibentuk oleh pemerintah dan masyarakat jasa konstruksi. Dalam prakteknya selama ini, setiap perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kontraktoran dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat diantara para pihak dan belum pernah diselesaikan melalui pengadilan. 46 Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh bahwa jika terjadi perselisihan antara penyediaan pekerjan kontruksi PPK dan penyedia barang, maka para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut melalui musyawarah dan mufakat, apabila penyelesaian tidak tercapai maka perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan di Medan. 47 46 Wawancara dengan Bedali Zebua, selaku Proyek Manager pada PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI, tanggal 3 Agustus 2015 47 Ibid

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa Di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan

5 133 87

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah (Studi Di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara)

4 85 130

Tinjauan Hukum Pembatalan Akta Perjanjian Kerjasama Pengadaan Barang Atas Dasar Wanprestasi (Studi PT.TNC)

3 102 129

Proses Pengadaan Barang Dan Jasa Pada PT. Kereta Api (Persero) Daop II Bandung

0 10 1

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG ANTARA CV. NADIA PERKASA DENGAN PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT.

0 0 9

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 8

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 1

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 13

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 32

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

0 0 2