Berdasarkan Fungsinya Penggolongan Jalan

Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan Overlay Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang STA 61+000 – 62+800, 2008. USU Repository © 2009

II.1 Umum

Perencanaan tebal perkerasan merupakan dasar dalam menentukan tingkat pelayanan sebuah jalan baik perkerasan baik menggunakan bahan pengikat semen maupun bahan pengikat aspal. Perkerasan lentur umumnya menggunakan bahan campuran aspal sebagai bahan lapisan permukaan surface course. Yang dimaksud dengan perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan campuran aspal sebagai bahan pengikat agregat penyusunnya. Hasil interpretasi, evaluasi dan simpulan dari perencanaan perkerasan jalan memperhitungkan hal – hal sebagai berikut : • Perencanaan secara ekonomis sesuai dengan kondisi setempat. • Tingkat keperluan. • Kemampuan pelaksanaan. • Syarat teknis lainnya. Sebagai konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah optimal.

II.2 Penggolongan Jalan

1. Berdasarkan Fungsinya

a. Jalan arteri adalah jalan – jalan yang melayani angkutan utama dengan cirri – cirri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; b. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan pembagian dengan cirri – cirri perjalanan jarak sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi; Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan Overlay Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang STA 61+000 – 62+800, 2008. USU Repository © 2009 c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi; d. Jalan Arteri Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. Persyaratan jalan arteri primer adalah : • Kecepatan rencana 60 kmjam; • Lebar badan jalan 8,0 m; • Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata – rata; • Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai; • Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, lalu lintas ulang alik; • Indeks permukaan tidak kurang dari 2. e. Jalan Kolektor Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Persyaratan jalan kolektor primer adalah : • Kecepatan rencana 40 km jam; • Lebar badan jalan 7,0 m; • Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata – rata; Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan Overlay Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang STA 61+000 – 62+800, 2008. USU Repository © 2009 • Jalan kolektor primer tidak terputus walupun memasuki daerah kota; • Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu; • Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, lalu lintas ulang alik; • Indeks permukaan tidak kurang dari 2. f. Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil. Persyaratan jalan lokal primer adalah : • Kecepatan rencana 20 km jam; • Lebar badan jalan 6,0 m; • Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa; • Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5. g. Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua; Persyaratan jalan arteri sekunder yaitu : • Kecepatan rencana 30 km jam; • Lebar jalan 8,0 m; Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan Overlay Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang STA 61+000 – 62+800, 2008. USU Repository © 2009 • Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata – rata; • Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat; • Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5. h. Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga; Persyaratan jalan kolektor sekunder adalah : • Kecepatan rencana 20 km jam; • Lebar badan jalan 7,0 m; • Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5. Jalan tol sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan; Persyaratan jalan lokal sekunder adalah : • Kecepatan rencana 10 km jam; • Lebar badan jalan 5,0 m; • Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0. Disamping jenis jalan tersebut diatas, terdapat juga jalan bebas hambatan atau jalan tol. Jalan bebas hambatan merupakan alternative lintas yang ada, dan mempunyai spesifikasi tersendiri. i. Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumuhan, menghubungkan kawasan Immanuel Syam Naek Nababan : Studi Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Tambahan Overlay Pada Proyek Peningkatan Jalan Propinsi Jurusan Binjai – Timbang Lawang STA 61+000 – 62+800, 2008. USU Repository © 2009 sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Persyaratan jalan lokal sekunder adalah : • Kecepatan rencana 10 km jam; • Lebar badan jalan 5,0 m; • Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0. Disamping jenis jalan tersebut diatas, terdapat juga jalan bebas hambatan atau jalan tol. Jalan bebas hambatan merupakan alternatif lintas yang ada, dan mempunyai spesifikasi tersendiri. j. Jalan utama, yaitu jalan yang melayani lalu lintas yang tinggi antara kota – kota yang penting atau pusat – pusat produksi dan pusat eksport. Jalan – jalan dalam golongan ini harus direncanakan untuk dapt melayani lalu lintas yang cepat dan berat. k. Jalan sekunder, yaitu jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi antar kota – kota penting dan kota – kota yang lebih kecil atau daerah sekitarnya. l. Jalan penghubung, yaitu jalan untuk keperluan aktivitas daerah yang juga di pakai sebagai jalan penghubung antara jalan – jalan dari golongan yang sama atau yang berlainan.

2. Berdasarkan Lalu lintas