Ronito Sitorus : Sifat Fisis Dan Kimia Dari Campuran Antara Epoksiprena Dengan Polipropilena Dan Metil Metakrilat, 2009.
USU Repsoitory © 2009
2.14 Karet Alam
Karet alam umumnya diperoleh dari lateks yang berasal dari pohon Havea Braziliensis.
Karet alam terdapat sebagai suspensi koloid dari berbagai partikel yang sangat kecil dalam cairan putih seperti susu disebut lateks. Masing-masing butir karet
diselubungi oleh protein dan lipid. Karet alam yang umum dikenal adalah poli-cis-1,4- isoprena. Suharto, 1993
Poliisoprena yang dikenal ada 2 jenis yakni: 1.
cis-1,4 poliisoprena karet alam 2.
trans-1,4 poliiisoprena gutta perca. Struktur kedua isomer ini digambarkan sebagai berikut:
H
3
C H
H
3
C CH
2
C=C C=C
H
2
C CH
2
n H
2
C H
n
Cis-1,4 poliisoprena karet alam trans-1,4 poliisoprena gutta perca
Gambar 2.2. struktur isomer poliisoprena
Sifat-sifat karet alam Warnanya agak kecoklatan, tembus cahaya atau setengah tembus cahaya
dengan berat jenis 0,91-0,93. Sifat mekaniknya tergantung pada derajat vulkanisasi, sehingga dapat dihasilkan banyak jenis sampai jenis yang kaku seperti ebonit.
Temperatur penggunaan yang paling tinggi sekitar 99 C, melunak pada 130
C dan terurai sekitar 200
C. Sifat isolasi listriknya berbeda karena perbandingan pencampuran aditif. Namun deminikan, karakteristik listrik pada frekwensi tinggi
adalah jelek. Sifat kimianya jelek terhadap ketahanan minyak dan ketahanan pelarut. Zat tersebut dapat larut dalam hidrokarbon, ester asam asetat, dan sebagainya. Karet
yang kenyal agak mudah didegradasi oleh sinar UV dan ozon. Karet alam digunakan secara luas untuk ban mobil, pengemas karet, penutup
isolasi listrik, sol sepatu dan sebagainya.
Ronito Sitorus : Sifat Fisis Dan Kimia Dari Campuran Antara Epoksiprena Dengan Polipropilena Dan Metil Metakrilat, 2009.
USU Repsoitory © 2009
2.5 Resin Epoksi
Dari segi komersial, resin epoksi termasuk polimer nonvinil terpenting. Resin epoksi pada dasarnya merupakan suatu polieter. Resin ini memperlihatkan tipe khusus
polieter yang dipreparasi melalui reaksi polimerisasi tahap antara epoksida dan senyawa dihidroksi, biasanya bisfenol, dalam hadirnya basa. Tampak bahwa
diepoksida mungkin diperlukan untuk membentuk polimer, tetapi pada prakteknya epiklorohidrin paling umum dipakai karena bereaksi dengan cara suatu diepoksida
O CH
2
—CH—CH
2
Cl Rangkaian polimerisasinya melibatkan pembentukan ion alkoksida, adisi
nukleofilik alkoksida ke karbon yang kurang terintangi dari cincin epoksida, kemudian penutupan cincin melalui subsitusi ion klorida.
O R— O—CH
2
—CH—CH
2
Gambar 2.3 . Struktur molekul resin epoksi
Resin epoksi tidak berubah kekuatannya meskipun bertahun-tahun. Tahan minyak, gemuk, BBM, alkali, pelarut aromatik, asam alkohol, juga panas atau cuaca
dingin. Akan tetapi lemah terhadap ester dan keton. Resin epoksi memiliki keunggulan sebagai zat perekat dibandingkan polimer lain. Diantaranya
kereaktifannya yang tinggi, daya pembasahan baik, kekuatan kohesif tinggi, tanpa reaksi atsir tidak mengkerut, tidak mengalami ”crep”, dapat luwes diubah-ubah
sifatya dengan memilih bahan penguat , dengan penambahan polimer yang lain atau filler.
Pemakaian karet epoksi amat luas, pada bahan-bahan logam, gelas, keramik, kayu, beton, plastik termoset poliester, fenolik. Bidang-bidang
kedirgantaraan pesawat, automotif, elektronik, bangunan, pekayuan dan sebagainya.
2.6 Benzoil Peroksida