Kedudukan Hak Cipta Selanjutnya Setelah Pembagian Warisan

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007. USU Repository © 2009 dalam garis lurus itu dalam perwarisan karena kematian. Bagian mutlak seorang anak luar kawin yang telah diakui dengan sah adalah setengah dari bagian yang menurut Undang-Undang sedianya harus diwarisinya dalam pewarisan karena kematian. Dalam hal-hal bilamana guna menentukan besarnya bagian mutlak harus diperhatikan adanya beberapa waris yang kendati menjadi warisan karena kematian, namun bukan warisan mutlak maka apabila kepada orang-orang selain ahli warisan mutlak tadi baik dengan suatu perbuatan perdata antara yang masih hidup, maupun dengan surat wasiat, telah dihibahkan barang-barang sedemikin banyak, sehingga melebihi jumlah yang mana, andaikata ahli warisan mutlak tadi tidak ada, sedianya adalah jumlah terbesar yang diperbolehkan, dalam hal-hal yang demikian pun haruslah hibah-hibah tadi mengalami pemotongan-pemotongan yang demikian sehingga menjadi sama dengan jumlah yang diperbolehkan tadi, sedangkan tuntutan untuk itu harus dilancarkan oleh untuk kepentingan para waris mutlak beserta ahli waris dan pengganti mereka. Ini adalah merupakan pembagian dalam hal warisan yang sama belaku terhadap hak cipta yang diwariskan apabila si meninggal mempunyai hak cipta yang selanjutnya hak ciptanya diberikan kepada ahli warisnya baik berupa royalti ataupun sebagainya.

C. Kedudukan Hak Cipta Selanjutnya Setelah Pembagian Warisan

Mengenai kedudukan hak cipta setelah adanya proses pembagian warisan dari si meninggal dunia kepada ahli warisnya, maka kedudukan hak cipta masih tetap diakui dan dilindungi oleh negara dan Undang-undang. Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007. USU Repository © 2009 Mengenai pendaftaran hak cipta,maka untuk kepentingan hukum, sebaiknya semua ciptaan itu didaftarkan, tetapi karena Undang-undang Hak Cipta itu menganut system negatif deklaratif, sebagai juga halnya dengan pendaftaran merek dan pendaftaran tanah, maka hak cipta yang tidak didaftarkan juga diperbolehkan. Keuntungan bila sebuah ciptaan didaftarkan adalah bahwa orang yang mendaftarkan ciptaan itu dianggap sebagai penciptanya. Anggapan ini terus berlangsung, sampai dapat dibuktikan di muka hakim bahwa pendaftar bukan penciptanya. Jadi, kebenaran ini harus dicari dimuka hakim, bukan di muka pejabat pendaftar. Dalam Bab IV Pendaftaran Ciptaan Pasal 35 ayat 1, 2, 3 dan 4 Undang- undang Nomor 19 Tahun 2002 menjelaskan bahwa : 1 Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaan ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan. 2 Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. 3 Setiap orang dapat memperbolehkan untuk dirinya sendiri suatu petikan dari daftar umum ciptaan tersebut dengan dikenai biaya. 4 Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Pengaturan mengenai pendaftaran hak cipta tersebut diatur dalam pasal 35 sampai dengan pasal 44 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa hak cipta itu merupakan hak kekayaan yng bersifat immaterial dan merupakan hak kebendaan. Maka Undang-undang memberikan perlindungan kepada si pemilik atau si pemegang hak. Salah satu sifat atau azas yang melekat pada hak kebendaan adalah asas droit de suit, asas hak Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007. USU Repository © 2009 mengikuti bendanya. Hak untuk menuntut akan mengikuti benda tersebut secara terus menerus di tangan siapapun benda itu berada. Jika dipahami bahwa perlindungan hak cipta sebagai hak kebendaan yang immaterial maka akan teringat kepada hak milik. Hak milik menjamin kepada pemilik untuk menikmati dengan bebas dan boleh pula melakukan tindakan hukum dengan bebas terhadap miliknya itu. Objek hak milik itu dapat berupa hak cipta sebagai hak kekayaan immarial. Terhadap hak cipta, si pencipta atau si pemegang hak dapat mengalihkan untuk seluruhnya atau sebagian hak cipta itu kepada orang lain, dengan jalan pewarisan, hibah atau wasiat atau dengan cara lain. Hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu merupakan hak yang dapat dimiliki, dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik dan oleh karenanya terhadap hak cipta itu berlaku syarat-syarat pemilikan, baik mengenai cara penggunaannya maupun cara pengalihan haknya. Kesemuanya itu Undang-undang akan memberikan perlindungan sesuai dengan sifat hak tersebut. Dapat pula dipahami, bahwa perlindungan yang diberikan oleh Undang- undang terhadap hak cipta adalah untuk menstimulir atau merangsang aktivitas para pencipta agar terus mencipta dan lebih kreatif. 55 Kedudukan hak cipta setelah adanya pembagian warisan masih tetap dilindungi oleh Undang-undang, karena bahwa sesungguhnya Undang-undang masih 55 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm. 430. Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007. USU Repository © 2009 tetap memberikan keuntungan atau royalti bagi para keluarga ahli waris dengan setiap pengcopian atau perekaman ciptaan dari ciptaan si pencipta yang meninggal dunia. Kalau suatu hasil ciptaan dijual kepada seorang pembeli, sedangkan hak ciptanya tidak turut serta diserahkan, maka hak cipta masih tetap ada di tangan penciptamya. Begitupun kalau hak cipta sudah dijual untuk seluruhnya atau sebagiannya, maka penjual yang sama tidak boleh menjual hak cipta untuk kedua kalinya kepada orang lain lagi. Ketentuan ini adalah logis, sebab kalau penjual yang sama menjual hak cipta untuk yang kedua kalinya, maka penjual itu menjual barang orang lain. Akibatnya penjualan seperti yang digambarkan di atas, maka dapat menimbulkan sengketa antara beberapa pembeli hak cipta yang sama atas suatu ciptaan. Dalam hal ini perlindungan yang diberikan kepada pembeli yang terdahulu memperoleh hak cipta itu. Dengan perlindungan tersebut, maka UHC Indonesia menempatkan tindak pidana hak cipta itu sebagai delik biasa yang dimaksud untuk menjamin perlindungan yang lebih baik dari sebelumnya, di mana sebelumnya tindak pidana hak cipta dikategorikan sebagai delik aduan. Perubahan sifat delik ini adalah merupakan kesepakatan masyarakat yang menyebabkan suatu pelanggaran bisa diperkarakan ke pengadilan secara cepat dan tidak perlu menunggu pengaduan terlebih dahulu dari pemegang hak cipta. Dengan argumentasi bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang dimiliki pencipta, jadi tepatlah penempatan tindak pidana hak cipta sebagai delik biasa. Dengan demikian kedudukan hak cipta selanjutnya setelah adanya pembagian Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007. USU Repository © 2009 warisan masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undang-undang sepanjang masih tetap dipergunakan dan dipakai hak cipta tersebut oleh masyarakat. Untuk melihat benar tidaknya anggapan tersebut di atas, dapat dibuktikan bahwa ada beberapa karya buku milik pencipta warga negara Indonesia yang dibajak di Malaysia, ternyata baik kualitas kertas maupun penjilidannya lebih baik dari yang diproduksi penerbit dengan izin si pencipta dan harganya dijual jauh lebih murah. Hal ini tentu secara ekonomi memberikan keuntungan bagi masyarakat luas. Hanya saja keadaan ini tidak dibenarkan hukum, sebab ada pihak lain yang dirugikan yakni pencipta dan penerbit. Pembajakan tetap merupakan tindakan yang kurang baik, tindakan tidak terpuji, bertentangan dengan prinsip moralitas, apalagi dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan jerih payah orang lain. Dalam peristiwa ini, pada dasarnya yang dirugikan adalah pencipta atau si pemegang hak, sedangkan masyarakat konsumen merasa lebih untung, ia dapat membeli dengan harga yang lebih murah. Selanjutnya sejarah perkermbangan hak cipta di Indonesia sama seperti luar negeri, yakni dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan siences dan teknologi. Namun landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan filosofis dan budaya hukum suatu negara. Demikianlah jika dilihat dalam auterswet 1912, hak cipta hanya dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalam UHC Indonesia tahun 1982, dibatasi hanya 25 tahun saja. Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007. USU Repository © 2009 Kemudian dalam UHC Indonesia No. 7 tahun 1987 dan UHC No. 12 Tahun 1997 kembali dimajukan menjadi selama hidup si pencipta dan 50 tahun mengikuti ketentuan Berne Convention sebelum direvisi tahun 1967 yang diketahui diadopsi oleh Auterswet 1912. perubahan-perubahan dalam ketentuan tersebut membuktikan begitu kuatnya pengaruh budaya hukum asing ke dalam budaya hukum Indonesia. Ketika UHC 1982 dilajhirkan, banyak alasan yang dikemukakan sepanjang menyangkut filosofis fungsi sosial hak milik, dan disepakatilah jangka waktu hak cipta selama hidup si pencipta ditambah dengan 25 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Dalam Undang-undang hak cipta yang baru sekarang Nomor 19 Tahun 2002, jangka waktu pemilikan hak cipta ditetapkan selama seumur hidup si pencipta dan 50 tahun setelah ia meninggal. Ide mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta, sebenarnya didasarkan atas landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk hak cipta fungsi sosial. Sehingga dengan diberikannya pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta, maka diharapkan hak cipta itu tidak dikuasai dalam jangka waktu yang panjang di tangan si pencipta yang sekaligus sebagai pemiliknya dan juga orang lain atau ahli waris dari si pencipta yang telah meninggal dunia. Sehingga dengan demikian dapat dinikmati oleh rakyat atau masyarakat luas sebagai pengejawantahan dari asas tiap-tiap hak mempunyai fungsi sosial. Meskipun kenyataannnya tidak persis demikian, selama ini hak cipta yang telah berakhir masa berlakunya hanya menguntungkan pihak tertentu, khususnya pihak produser dalam Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007. USU Repository © 2009 hal karya cipta lagu dan pihak penerbit dalam hak karya cipta berupa buku atau hasil karya ilmiah lainnya. Oleh karena itu, dapatlah dimengerti bahwa pembatasan jangka waktu hak cipta itu adalah merupakan pertimbangan atas milik umum dan milik individu perorangan. Bagi Indonesia yang menganut falsafah pancasila, menempatkan keseimbangan atas dua kutub tersebut, yaitu pengakuan hak individu dan pengakuan hak publik. Antara kepentingan individu dan masyarakat merupakan dwi tunggal yang tak dapat dipisahkan. Pancasila mempertemukan kedua pandangan ini. Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang masyarakatnya individualistis materialis sekalipun di Amerika Serikat, juga mengadakan pembatasan mengenai pemilikan hak cipta dalam Undang-undangnya. Artinya pada suatu waktu hak cipta itu menjadi milik publik juga. Mungkin bagi di Indonesia hal ini mempunyai arti lain. Sebab jika dilihat dalam perubahan UHC 1982, di sana kembali diperpanjang jangka waktu kepemilikan hak cipta itu menjadi 50 tahun yang sebelumnya hanya 25 tahun dan dalam UHC Nomor 19 Tahun 2002, jangka waktu pemilikan hak cipta menjadi seumur hidup dan ditambah 50 tahun setelah si pencipta meninggal dunia. Dengan jangka waktu yang relative panjang itu, keseimbangan antara kepentingan individu dengan masyarakat yang dikenal dengan konsepsi hak milik berfungsi sosial dan lebih dapat terwujud. Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut Kuhperdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta, 2007. USU Repository © 2009 Dari uraian di atas, maka telah jelaslah bahwa sesungguhnya hak cipta mendapat perlindungan dari Undang-undang secara tepat dan sempurna, karena memang hak cipta merupakan hak yang secara khusus diberikan kepada si pencipta atau si pemegang hak cipta, walaupun si pemegang hak cipta adalah merupakan warisan dari si pencipta yang telah meninggal dunia, namun kedudukannya masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta.

B. Persamaan dan Perbedaan Pewarisan Menurut UU Hak Cipta dan KUH Perdata