limbah organic; 3 tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai biota laut; 4 habitat berbagai jenis margasatwa; 5 penghasil kayu dan non kayu; 6
potensi ekoturisme. Gosalam et al. 2000 telah mengisolasi bakteri dari ekosistem hutan
mangrove yang mampu mendegradasi residu minyak bumi yaitu Alcaligenes faecalis, Pseudomonas pycianea, Corynebacterium pseudodiphtheriticum, Rothia
sp., Bacillus coagulans, Bacillus brevis dan Flavobacterium sp. Hutan mangrove secara mencolok mengurangi dampak negative tsunami
di pesisir pantai berbagai Negara di Asia Anonim, 2005a. Ishyanto et al. 2003 menyatakan bahwa Rhizophora memantulkan, meneruskan dan menyerap energi
gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpun Rhizophora bakau. Venkataramani 2004
menyatakan bahwa hutan mangrove yang lebat berfungsi seperti tembok alami. Dibuktikan di desa Moawo Nias penduduk selamat dari terjangan tsunami
karena daerah ini terdapat hutan mangrove yang lebarnya 200-300 m dan dengan kerapatan pohon berdiameter 20 cm sangat lebat. Hutan mangrove mengurangi
dampak tsunami melalui dua cara, yaitu: kecepatan air berkurang karena pergesekan dengan hutan mangrove yang lebat, dan volume air dari gelombang
tsunami yang sampai ke daratan menjadi sedikit karena air tersebar ke banyak saluran kanal yang terdapat di ekosistem mangrove.
4.4 Ekowisata Hutan Mangrove
Universitas Sumatera Utara
Secara global, sektor pariwisata termasuk ekowisata pada saat ini menjadi harapan bagi banyak Negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang
dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Pada saat ini sektor pariwisata telah menjadi industri swasta yang terpenting di dunia. Menurut World Travel and
Tourism Council, terbukti pada tahun 1993 pariwisata merupakan industri terbesar di dunia dengan pendapatan lebih dari US 3,5 triliyun atau 6 .
Masalah kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan pada saat ini sangat menonjol dan menjadi isu internasional yang mendapat perhatian khusus. Di sisi
lain, justru kepariwisataan alam mengalami perkembangan yang meningkat dan signifikan. Kepariwisataan alam kemudian berkembang ke arah pola wisata
ekologis yang dikenal dengan istilah ekowisata ecotourism dan wisata minat khusus alternative tourism. Pergeseran dalam kepariwisataan internasional
terjadi pada awal dekade delapan puluhan. Pergeseran paradigma pariwisata dari mass tourism ke individual atau kelompok kecil, maka wisata alam sangat
berperan dalam menjaga keberadaan dan kelestarian obyek dan daya tarik wisata ODTW alam pada khususnya dan kawasan hutan pada umumnya. Pergeseran
paradigma tersebut cukup berarti dalam kepariwisataan alam sehingga perlu diperhatikan aspek ekonomi, ekologi, dan masyarakat lokal sosialnya Fandeli
dan Mukhlison, 200 dalam Gunarto, 2004. Wisatawan saat ini sangat peka terhadap permasalahan lingkungan.
Menyesuaikan dengan kondisi positif ini, konsep-konsep pariwisata dikembangkan sehingga timbul inovasi-inovasi baru dalam kepariwisataan. Salah
satu konsep pariwisata yang sedang marak ialah ekowisata, dengan berbagai
Universitas Sumatera Utara
teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber daya pesisir yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam konsep pengelolaan
ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan prioritas–prioritas. Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan. Konsep ekowisata ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Indonesia,
dengan beberapa alasan yang melandasinya, pertama; Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati dan ekowisata bertumpu pada sumberdaya alam dan
budaya sebagai atraksi. Namun disisi lain Indonesia juga mengalami ancaman terbesar dari degradasi keanekaragaman hayati baik darat maupun laut, sehingga
memerlukan startegi yang tepat dan alatsarana yang tepat pula, guna melibatkan kepedulian banyak pihak, untuk menekan laju kerusakan alam. Kedua pelibatan
masyarakat, konsep ini cocok untuk mengubah kesalahan-kesalahan dalam konsep pengelolaan pariwisata terdahulu, yang lebih bersifat komersial dan
memarginalisasikan masyarakat setempat, serta mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Namun lebih dari itu, demi keberhasilan usaha ini tidak semua
kawasan yang memiliki mangrove memiliki potensi pariwisata untuk dikembangkan, yang mana dapat ditentukan atas faktor-faktor berikut:
− Lokasi harus memenuhi kategori seperti keunikan dan dapat dijangkau
− Perencanaan ekowisata dan persiapan oleh masyarakat untuk
menjalankan ekowisata sebagai usaha bersama, −
Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kegiatan ekowisata, −
Interpretasi atas alam dan budaya yang baik,
Universitas Sumatera Utara
− Kemampuan untuk mencipakan rasa nyaman, aman kepada wisatawan,
dan juga usaha pembelajaran kepada wisatawan, −
Menjalin hubungan kerja yang berkelanjutan kepada pemerintah dan organisasi-organisasi lain yang terlibat.
Dilemanya ialah kegiatan pariwisata tidak melulu menghasilkan hal- hal yang indah atau ideal, bahkan sangat sering hal-hal negatif dalam
lingkungan dan masyarakat karena kegiatan pariwisata yang terlalu intensif dan secara bersamaan tidak terkelola dengan baik, dan akhirnya
membunuh sumber daya yang melahirkan pariwisata itu sendiri. Oleh karena itu pengembangan ekowisata harus dilakukan secara berkelanjutan,
yaitu dengan memperhatikan lingkungan, masyarakat dan pergerakan perekonomian yang terjadi sebelum dan selama ekowisata dijalankan.
Ekowisata mampu memberikan kontribusi secara langsung melalui konservasi, yang berupa penambahan dana untuk menyokong kegiatan
konservasi dan pengelolaan lingkungan, termasuk didalamnya penelitian untuk pengembangan. Selain itu, pengunjungwisatawan membantu dalam
usaha perlindungan dengan memberikan informasi atas kegiatan ilegal dan membantu dalam memformulasikan semacam “buku petunjuk”
pengunjung selama melakukan kunjungan atau berwisata. Sedangkan kontribusi ekowisata secara tidak langsung melalui
konservasi berupa meningkatnya kesadaran publik terhadap konservasi pada tingkat lokal, nasional bahkan internasional. selain itu, pendidikan
Universitas Sumatera Utara
konservasi selama berwisata menjadi bagian pengalaman yang terbentuk selama wisatawan ber-ekowisata, yaitu dengan melibatkan wisatawan
secara langsung terhadap kegiatan pelestarian sekaligus meningkatkan kualitas produk ekowisata yang ditawarkan.
4.5 Upaya Pengembangan Potensi Hutan Mangrove Bagi Pengembangan