2.7 Tipe Sambungan
Hasil penyambungan logam melalui pengelasan hendaknya mengahasilkan sambungan yang berkualitas dari segi kekuatan dan lapisan las dari bahan atau
logam yang dilas, di mana untuk menghasilkan sambungan las yang berkualitas hendaknya kedua ujungbidang atau bagian logam yang akan dilas perlu di
berikan suatu bentuk kampuh las tertentu Arifin;1977. Tujuan utama dari pengelasan adalah untuk mendukung beban, sebagian
beban mekanis dan sebagian untuk mencapi hasil pengelasan dengan kekuatan yang bisa di jamin, maka perlu di kembangkan sebagai bentuk groove
Alip;1989. Untuk memperoleh kekuatan hasil pengelasan yang dapat di jamin kualitasnya, pengelasan sebaiknya menggunakan berbagai bentuk kampuh yang
sudah dikembangkan. Terdapat lima jenis sambungan yang biasa digunakan untuk menyatukan
dua bagian benda logam, seperti dapat dilihat dalam gambar 2.3.
Sumber : Teknik Kerja Mesin Dan Las Gambar 2.5 Jenis sambungan yang biasa digunakan dalam proses pengelasan
a. Sambungan tumpu butt joint.
kedua bagian benda yang akan disambung diletakkan pada bidang datar yang sama dan disambung pada kedua ujungnya.
b. Sambungan sudut corner joint.
kedua bagian benda yang akan disambung membentuk sudut siku-siku dan disambung pada ujung sudut tersebut.
Universitas Sumatera Utara
c. Sambungan tumpang lap joint.
bagian benda yang akan disambung saling menumpang overlapping satu sama lainnya.
d. Sambungan T tee joint
satu bagian diletakkan tegak lurus pada bagian yang lain dan membentuk huruf T yang terbalik;
e. Sambungan tekuk edge joint.
sisi-sisi yang ditekuk dari ke dua bagian yang akan disambung sejajar, dan sambungan dibuat pada kedua ujung bagian tekukan yang sejajar tersebut.
2.8 Perlakuan Panas
Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan pada logam yang dikontrol untuk merekayasa sifat mekanik dan sifat fisiknya tanpa perlu
merubah bentuk produknya. Proses manufaktur seperti pengelasan atau proses pembentukan dimana terjadi proses pemanasan dan pendinginan juga mengacu
pada proses perlakuan panas. Menurut Love 1986, prinsip pengerjaan panas heat treatment yang
berhubungan dengan perlakuan pada logam yaitu: a. Hardening pengerasan
Proses hardening atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam dengan cara dipanaskan kemudian didinginkan secara cepat. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan struktur martensit, semakin banyak unsur karbon, maka struktur martensit yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena
martensit terbentuk dari fase austenit yang didinginkan secara cepat. Proses hardening atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan
logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini maka austenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya
secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan logam
b. Full Annealing pelunakan Proses full anneling atau melunakkan logam merupakan proses pemanasan
logam, kemudian didinginkan secara perlahan-lahan untuk membentuk suatu
Universitas Sumatera Utara
struktur perlit dengan menggunakan media pendingin udara atau pendinginan dalam furnace. Proses anneling bertujuan untuk mengurangi tegangan sisa,
meningkatkan ketermesinan dan menghaluskan bentuk butiran logam. c. Normalising
Normalising adalah suatu proses pemanasan logam di atas suhu kritis atas kemudian didinginkan secara perlahan-lahan dan dibiarkan dingin di udara
terbuka. Prinsip dari proses normalising adalah untuk melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan proses ini belum tentu
memperoleh baja yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.
d. Tempering Proses tempering adalah pemanasan logam sampai temperatur di bawah
temperature kritis bawah, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai merata selama 15 menit. Selanjutnya diikuti dengan
pendinginan di udara. Jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun pula. Dalam hal ini keuletan dan ketangguhan logam akan meningkat. Meskipun proses
ini akan menghasilkan logam yang lebih lemah. Proses ini berbeda dengan anneling karena dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak,
mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon. Menurut Haqi 2006, hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan
aus yang tinggi dan kekuatan yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan
tergantung pada temperatur pemanasan temperatur autenitising, holding time dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang
menjadi keras banyak tergantung pada hardenabiliti. Langkah-langkah proses hardening adalah sebagai berikut :
a. Melakukan Pemanasan Heating
Misalnya pemanasan sampai suhu 850 , tujuanya adalah untuk mendapatkan
struktur Austenite. Dapat kita lihat diagram Fe-Fe
3
C disamping ini :
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Vlack dan Djaprie 1989 Gambar 2.6 Diagram Keseimbangan Fe-Fe
3
C b.
Penahanan Suhu Holding Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu
bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya
homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan diffusi karbon dan unsur paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai
jenis baja: a.
Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang
singkat, 5 - 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai.
b. Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan
holding time 15 -25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja Haqi, 2006.
c. Pendinginan.
Untuk proses hardening kita melakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media air, air garam dan oli. Tujuanya adalah untuk
mendapatkan struktur martensite, semakin banyak unsur karbon, maka struktur martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena
Universitas Sumatera Utara
martensite terbentuk dari fase Austenite yang didinginkan secara cepat, sehingga kekerasannya meningkat.
Media pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah Oli Mesran SAE 40. Oli Mesran SAE 40 merupakan pelumas produksi PT Pertamina dengan
viskositas 40 pada temperatur 100 C. Penggunaan Oli Mesran SAE 40 sebagai
media pendingin akan menyebabkan timbulnya selaput karbon pada spesimen tergantung dari besarnya viskositas dan kadar karbon spesimen. Atas dasar tujuan
untuk memperbaiki sifat baja tersebut, maka peneliti memilih perlakuan hardening dengan menggunakan media pendingin Oli Mesran SAE 40. Perubahan sifat pada
baja dapat diketahui dengan cara melakukan pengujian tarik. Mengingat banyaknya jenis baja karbon dan media pendingin maka dalam penelitian ini akan
dibatasi pada baja karbon rendah, yaitu baja dengan kadar karbon antara 0,12 C dan media pendingin Oli Mesran SAE 40, alasan dipilihnya media pendingin Oli
Mesran SAE 40 adalah karena Oli Mesran SAE 40 bila digunakan dilingkungan suhu panas akan bersikap sebagai pelumas atau peka terhadap temperature.
Penggunaan Oli Mesran SAE 40 ini sebagai media pendingin akan menyebabkan timbulnya selaput karbon pada spesimen tergantung pada besarnya viskositas.
Atas dasar tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut.
Sumber : Beumer 1994 Gambar 2.7 Kurva Pendinginan pada diagram TTT time-temperature-
transformation
Universitas Sumatera Utara
Dari diagaram pendinginan diatas dapat dilihat bahwa dengan pendinginan cepat kurva 6 akan menghasilkan struktur martensite karena garis pendinginan
lebih cepat daripada kurva 7 yang merupakan laju pendinginan kritis critical cooling rate yang nantinya akan tetap terbentuk fase austenite unstable.
Sedangkan pada kurva 6 lebih cepat daripada kurva 7, sehingga terbentuk struktur martensite, tetapi bersifat rapuh karena tegangan dalam yang besar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan proses hardening pada baja karbon akan meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya kekerasan, maka efeknya
terhadap kekuatan adalah sebagai berikut : 1.
Kekuatan impact impact strength akan turun karena dengan meningkatnya kekerasan, maka tegangan dalamnya akan meningkat.
2. Kekuatan tarik tensile sterngth akan meningkat. Hal ini disebabkan karena
pada pengujian tarik beban yang bekerja adalah secara aksial yang berlawanan dengan arah dari tegangan dalam, sehingga dengan naiknya kekerasan akan
meningkatkan kekuatan tarik dari suatu material.
2.9 Pengujian tarik