Ketebalan material Studi Pengaruh Perlakuan Panas Pada Hasil Pengelasan Baja ST37 Ditinjau Dari Kekuatan Tarik Bahan

Perubahan metalurgi yang paling penting dalam pengelasan adalah struktur mikro yang akan menentukan sifat-sifat mekanis sambungan las. Pada umumnya struktur mikro yang terjadi tergantung pada komposisi kimia dari logam pengisi, logam induk atau metal dasar ataupun proses pengerjaan material sebelumnya,teknik pengelasan yang diterapkan, dan proses perlakuan panas yang diberikan pada hasil pengelasan. Pada proses pengelasan diawali dengan adanya las busur listrik yang terbentuk antara logam induk dan ujung elektroda, karena panas dari busur, maka logam induk dan ujung elektroda tersebut sampai mencapai titik cairnya, sehingga membentuk manik cairan las weld pool. Selanjutnya setelah lebur dan terjadi ikatan, kemudian diikuti dengan tahap pembekuan solidfication. Sumber panas dalam proses pengelasan merupakan titik yang selalu bergerak, maka setiap titik dari logam induk yang ada disekitar lasan akan mengalami proses pemanasan dan pendinginan yang berbeda. Tahap selanjutnya adalah proses pendinginan dan pembekuan logam yang terjadi walaupun ada juga sebagian panas diserap oleh udara luar secara konveksi maupun konduksi. Oleh karena penyerapan energi panas oleh logam induknya sendiri yang umumnya dengan laju yang cukup cepat, maka kadang-kadang keadaan ini disebut Quench rate. Quench rate dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : a. Jenis material b. Bentuk sambungan

c. Ketebalan material

d. Pre-heating jika ada Data hasil pengujian tarik pada baja di las tanpa heat treatment : 1. Data hasil pengujian tarik untuk benda uji 1 : Prop. Limit force : 11872.50 [N] Yield Force : 12247.00 [N] Maximum Force : 17287.50 [N] Proporsional Stress : 316.60 [Nmm 2 ] = 31.66 [kgmm 2 ] Yield Stress : 326.59 [Nmm 2 ] = 32.66 [kgmm 2 ] Maximum Stress : 461.00 [Nmm 2 ] = 46.10 [kgmm 2 ] Universitas Sumatera Utara Elongation : 21.52 [] 2. Data hasil pengujian tarik untuk benda uji 2 : Prop. Limit force : 11781.41 [N] Yield Force : 11953.47 [N] Maximum Force : 17479.80 [N] Proporsional Stress : 314.17 [Nmm 2 ] = 31.42 [kgmm 2 ] Yield Stress : 318.76 [Nmm 2 ] = 31.88 [kgmm 2 ] Maximum Stress : 466.13 [Nmm 2 ] = 46.61 [kgmm 2 ] Elongation : 23.48 [] 3. Data hasil pengujian tarik untuk benda uji 3 : Prop. Limit force : 11993.96 [N] Yield Force : 12307.73 [N] Maximum Force : 17854.30 [N] Proporsional Stress : 319.84 [Nmm 2 ] = 31.98 [kgmm 2 ] Yield Stress : 328.21 [Nmm 2 ] = 32.82 [kgmm 2 ] Maximum Stress : 476.11 [Nmm 2 ] = 47.61 [kgmm 2 ] Elongation : 26.66 [] Tabel 4.4 Data hasil pengujian tarik untuk material dilas tanpa heat treatment Universitas Sumatera Utara Spesimen Gambar 4.4 Diagram ultimate strength dari hasil pengujian tarik pada baja dilas tanpa heat treatment Spesimen Gambar 4.5 Diagram yield strength dari hasil pengujian tarik pada baja dilas tanpa heat treatment Universitas Sumatera Utara Gambar 4.6 Diagram elongation dari hasil pengujian tarik pada baja dilas tanpa heat treatment Spesimen Gambar 4.7 Diagram prop. limit dari hasil pengujian tarik pada baja dilas tanpa heat treatment

4.2.1 Perpatahan Pada Spesimen Las Original

Perpatahan adalah pemisahan atau pemecahan suatu benda padat menjadi dua bagian atau lebih diakibatkan adanya tegangan. Proses perpatahan terdiri atas dua tahap yaitu timbulnya retak dan tahap penjalaran retak. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.8 Bentuk penampang patahan pada baja dilas tanpa heat treatment Berdasarkan bentuk penampang patahan pada baja dilas tanpa heat treatment pada hasil pengujian kekuatan tarik pada Gambar 4.8 di atas menunjukkan bahwa patahan yang terjadi pada baja ST 37 merupakan patahan ulet. Hal ini dapat dijelaskan dalam gambar di bawah ini tentang skematis terjadinya perpatahan ulet pada baja dilas tanpa heat treatment yang diberikan gaya tarik : Sumber : Wiryosumarto dan Okumura 2004 Gambar 4.9 Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik pada baja dilas tanpa heat treatment Keterangan : a Penyempitan awal b Pembentukan rongga-rongga kecil cavity c Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu Retakan d Perambatan retak e Perpatahan geser akhir pada sudut 45°.

4.2.2 Daerah Pengaruh Panas HAZ Pada Spesimen Las Original

Selama pengelasan berlangsung, logam las dan daerah pengaruh panas atau heat affected zone HAZ akan mengalami serangkaian siklus thermal, yaitu Universitas Sumatera Utara pemanasan sampai mencapai suhu maksimum kemudian diikuti dengan pendinginan. Siklus thermal tersebut mempengaruhi struktur mikro logam las dan HAZ, di mana logam las akan mengalami serangkaian transformasi fasa selama proses pendinginan, yaitu dari logam las cair berubah menjadi Ferrit δ kemudian γ Austenit dan akhirnya menjadi α Ferrit. Pada umumnya waktu cooling time antara temperatur 800 C – 500 C dipakai sebagai acuan pada pengelasan baja karbon, karena pada interval suhu tersebut terjadi transformasi fasa dari Austenit γ menjadi Ferrite + Sementit yang tergantung pada kecepatan pendinginannya. Selama pendinginan dari logam cair sampai menuju suhu kamar, logam las mengalami serangkaian perubahan fasa. Baja karbon rendah akan mengalami perubahan fasa cair menjadi Ferrite δ ketika pembekuan berlangsung kemudian berubah menjadi Austenite γ dan akhirnya menjadi Ferrite α . Struktur mikro yang akan terbentuk ditentukan pada saat pendinginan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur mikro, seperti komposisi akhir logam las, filler serta kondisi udara sekitar pengelasan. Proses pendinginan pada las berlangsung secara kontinu, yaitu proses penurunan suhu berlangsung tanpa adanya penurunan suhu secara mendadak. Menurut Abson dan Pargeter 1986, struktur mikro yang mungkin terbentuk dari pengelasan adalah: 1. Proeutectoid Ferrrite, terdiri dari grain boundary Ferrite dan intragranular polygonal Ferrite pada suhu 1000-650 C. 2. Widmanstatten Ferrrite atau Ferrite with aligned second phase pada suhu 750- 650 C. 3. Accicular Ferrite, tumbuh di dalam butir Austenite pada suhu 650 C. 4. Bainite, terbentuk pada suhu 400-500 C. 5. Martensite, terjadi jika pendinginan berlangsung sangat cepat. Daerah pengaruh panas HAZ merupakan daerah paling rentan terjadi retak pada sambungan las. Struktur mikro HAZ berbeda dengan struktur mikro pada logam induk, dan logam las. Hal ini menyebabkan perbedaan sifat mekanik Wiryosumarto, 2004. Ditinjau dari pengaruh siklus panas terhadap struktur mikro daerah lasan ,maka logam las dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara a. Logam Las Weld Metal Daerah logam lasan, umumnya memiliki sifat yang lebih baik daripada logam induk, karena logam lasan merupakan campuran unsur yang berasal dari logam pengisi dan logam induk. Logam pengisi biasanya memiliki unsur pemadu yang menghasilkan sifat yang lebih baik daripada logam induk. Terjadi proses pembekuan dari logam las weld metal yang berasal dari logam induk dengan ujung elektroda yang mencair karena panas dari busur listrik. Fenomena pembekuan akan memunculkan struktur yang kasar akibat adanya laju pendinginan yang relative cepat. Adanya pengkasaran ukuran butir di daerah logam las akan menurunkan sifat mekanik. Penurunan sifat mekanik yang terjadi jangan sampai melampaui sifat mekanik logam induk. Karena itu berdasarkan hal tersebut dan mengingat menurut standar bagian logam las tidak diperkenankan untuk gagal, maka untuk mengatasi penurunan tersebut dipilih kualitas mekanik logam las minimal 15 lebih tinggi dari sifat logam induk. b. Fusion Line Daerah batas lebur fusion line adalah daerah yang mana terjadi batas antara padat dan cair. Terjadi pencampuran antara logam las dan logam induk. Pada prinsipnya di daerah ini terjadi proses pemaduan. Secara umum hasil dari suatu proses pemaduan dapat menghasilkan larutan padat, senyawa atau campuran antara larutan padat dan senyawa yang akan memberikan perbedaan terhadap sifat mekanik yang dimilikinya. c. Daerah Yang dipengaruhi Panas HAZ Daerah terpengaruh panas HAZ = Heat Affected Zone, adalah daerah lasan yang tidak mencair tetapi sudah mengalami pengaruh perubahan mikrostruktur akibat pemanasan dan pendinginan selama proses pengelasan. Akan terjadi kombinasi antara pembentukan butir-butir yang kasar sebagai akibat terekpos pada suhu tinggi dengan timbulnya transformasi fasa, dari fasa padat ke fasa padat yang lain. Menurut Hall-Petch, pengkasaran butir akan menyebabkan kekuatan logam akan menurun. Secara umum di daerah ini terjadi proses perlakuan panas dengan segala macam aspek yang mempengaruhinya seperti tinggi dan lamanya temperatur pemanasan, laju pendinginan, termasuk ada atau tidaknya pre heat dan post heat dan jenis fasa yang akan dihasilkannya. Universitas Sumatera Utara

4.3 Pengujian Tarik Spesimen Las Diikuti Dengan Perlakuan Hardening