4.3 Pengujian Tarik Spesimen Las Diikuti Dengan Perlakuan Hardening
Hardening atau proses pengerasan terhadap logam atau paduan yang dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan, fatique limit
atau strength yang lebih baik. Proses ini dilakukan dengan memanaskan hingga kedaerah satu fasa kemudian didinginkan sangat cepat. Kekerasan yang dapat
dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur pemanasan temperatur autenitising, holding time
dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung pada hardenability.
Proses hardening merupakan proses yang kritikal untuk menghasilkan distribusi fasa presipitat yang seragam. Jika proses pendinginannya berlangsung
terlalu lambat, presipitat akan terbentuk di batas butir, yang akan menyebabkan sifat mekaniknya keras dan getas. Pembentukan presipitat di batas butir berpotensi
menyebabkan terjadinya intergranular embrittlement perambatan retak melalui batas butir.
Proses hardening yang melibatkan pendinginan cepat rapid cooling fasa padat
α yang kaya akan elemen paduan Si, Mg, Cu hingga mencapai temperatur kamar. Pendinginan cepat ini akan mempertahankan larutan padat dengan cara
mencegah difusi atom-atom paduan keluar dari matriksnya, menghasilkan larutan padat lewat jenuh supersaturated solid solution – SSS. Proses ini dikenal sebagai
proses solid solution hardening. Data hasil pengujian tarik pada baja di las diikuti dengan perlakuan
hardening : 1. Data hasil pengujian tarik untuk benda uji 1 :
Prop. Limit force : 14068.86 [N]
Yield Force : 14245.99 [N]
Maximum Force : 16700.45 [N]
Proporsional Stress : 375.17 [Nmm
2
] = 37.52 [kgmm
2
] Yield Stress
: 379.89 [Nmm
2
] = 37.99 [kgmm
2
] Maximum Stress
: 445.35 [Nmm
2
] = 44.54 [kgmm
2
] Elongation
: 9.12 [] 2. Data hasil pengujian tarik untuk benda uji 2 :
Universitas Sumatera Utara
Prop. Limit force : 10956.51 [N]
Yield Force : 11791.53 [N]
Maximum Force : 18724.75 [N]
Proporsional Stress : 292.17 [Nmm
2
] = 29.22 [kgmm
2
] Yield Stress
: 314.44 [Nmm
2
] = 31.44 [kgmm
2
] Maximum Stress
: 499.33 [Nmm
2
] = 49.93 [kgmm
2
] Elongation
: 16.36 [] 3. Data hasil pengujian tarik untuk benda uji 3 :
Prop. Limit force : 12398.82 [N]
Yield Force : 13319.87 [N]
Maximum Force : 20293.58 [N]
Proporsional Stress : 330.64 [Nmm
2
] = 33.06 [kgmm
2
] Yield Stress
: 355.20 [Nmm
2
] = 35.52 [kgmm
2
] Maximum Stress
: 541.16 [Nmm
2
] = 54.12 [kgmm
2
] Elongation
: 20.80 [] Tabel 4.5 Data hasil pengujian tarik untuk material dilas diikuti dengan perlakuan
hardening.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.10 Diagram ultimate strength dari hasil pengujian tarik pada baja dilas diikuti dengan perlakuan hardening
Gambar 4.11 Diagram yield strength dari hasil pengujian tarik pada baja dilas diikuti dengan perlakuan hardening
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12 Diagram elongation dari hasil pengujian tarik pada baja dilas diikuti dengan perlakuan hardening
Gambar 4.13 Diagram prop. lomit dari hasil pengujian tarik pada baja dilas diikuti dengan perlakuan hardening
Universitas Sumatera Utara
4.3.1 Bentuk Patahan Yang Terjadi Pada Spesimen Las Diikuti Dengan Perlakuan Hardening.
Perpatahan adalah pemisahan atau pemecahan suatu benda padat menjadi dua bagian atau lebih diakibatkan adanya tegangan.proses perpatahan terdiri atas
dua tahap yaitu timbulnya retak dan tahap penjalaran retak.
Gambar 4.14 Bentuk penampang patahan pada baja dilas diikuti dengan perlakuan hardening
Berdasarkan bentuk penampang patahan pada baja dilas diikuti dengan perlakuan hardening pada hasil pengujian kekuatan tarik pada Gambar 4.14 di
atas menunjukkan bahwa patahan yang terjadi pada baja ST
37
merupakan patahan ulet. Hal ini dapat dijelaskan dalam gambar di bawah ini tentang skematis
terjadinya perpatahan ulet pada baja dilas diikuti dengan perlakuan hardening yang diberikan gaya tarik :
Sumber : Wiryosumarto dan Okumura 2004 Gambar 4.15 Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik pada baja
dilas diikuti dengan perlakuan hardening.
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : a Penyempitan awal b Pembentukan rongga-rongga kecil cavity
c Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu Retakan d Perambatan retak
e Perpatahan geser akhir pada sudut 45°.
4.3.2 Daerah Pengaruh Panas HAZ Pada Spesimen Las Diikuti Dengan Perlakuan Hardening.
Proses pendinginan hasil pengelasan yang diikuti dengan perlakuan hardening umumnya berlangsung secara cepat. Daerah pengaruh panas HAZ
merupakan daerah paling getas pada sambungan las. Struktur mikro HAZ berbeda dengan struktur mikro pada logam induk, dan logam las. Hal ini menyebabkan
perbedaan sifat mekanik Wiryosumarto, 2004. Logam las merupakan bagian yang mencair pada saat pengelasan, dimana
bagian ini mendapatkan temperature yang sangat tinggi. Strukturnya banyak dipengaruhi oleh komposisi kawat las dan laju pendinginannya. Kecepatan
pendinginan sangat cepat transformasi terjadi tanpa adanya proses difusi karbon dan menghasilkan Martensite atau Bainit. Untuk mendapatkan struktur mikro
hasil pengelasan yang baik maka unsur-unsur paduan, waktu pendinginan dan ukuran butiran Austenite harus tepat. Dalam hal ini, perlakuan hardening
timbulnya tranformasi Austenit-Martensit atau Bainit pada baja karbon yang bersifat keras tetapi getas.
Pada daerah HAZ logam induk masih terpengaruh oleh panas dari busur listrik, dan semakin dekat dengan las akan mendapat masukan panas yang tinggi,
dan semakin jauh akan berkurang. Hal ini kecepatan pendinginan tidak merata, sehingga terpengaruh pada struktur mikro yang terjadi.
4.4 Pengujian Tarik Spesimen Las Diikuti Dengan Perlakuan Full Annealing