lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar lapisan ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi oleh lapisan
albuminoid protein dalam darah yang permukaannya tidak teratur. Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Sedangkan
telur yang tidak dibuahi berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang
kurang sempurna dan isinya tidak teratur, dengan ukuran yang lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi yang dapat menginfeksi manusia Safar
S, 2009.
2.2.5. Siklus Hidup
Pada tinja penderita askariasis yang membuang air besar tidak pada tempatnya mengandung telur askaris yang telah dibuahi. Telur ini akan matang
dalam waktu 21 hari. Bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Askaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja
makan dan menelan telur Askaris.Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke
pembuluh darah. Larva akan beredar mengikuti sistem peredaran darah yakni : hati, jantung, dan kemudian di paru-paru.Pada paru-paru, larva cacing akan
merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring larva menuju ke paru memerlukan waktu 10 – 14 hari. larva akan tertelan
kembali masuk ke saluran cerna. Setelah mencapai usus, berkembang menjadi cacing dewasa.Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan
bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Satu siklus mulai dari tertelannya telur infektif sampai menjadi dewasa yang menghasilkan
telur memerlukan waktu 3 bulan Gandahusada S, 2006.
2.2.6. Patofisiologi
Cacing dewasa bergerak di seluruh bagian saluran pencernaan dan bergerak masuk dan keluar dari lubang misalnya, saluran empedu, pankreas,
saluran usus buntu, divertikulum, Meckel divertikulum dan mungkin menggumpal menyebabkan patologi obstruktif. Cacing akan mati sehingga
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan inflamasi, nekrosis, infeksi, dan pembentukan abses. Jika cacing bermigrasi melalui lubang di dinding usus dapat menyebabkan pecahnya usus, hal
ini dapat memicu terjadinya sekunder infeksi untuk TB atau tipus, cacing juga dapat menyebabkan peritonitis granulomatosa. Larva saat migrasi dapat sampai ke
otak, saraf tulang belakang, ginjal, atau organ tubuh lainnya, yang menyebabkan pembentukan granuloma, peradangan atau infeksi. Cacing juga bisa berkumpul
menjadi bolus dan menghambat usus keci yang paling umum di ileum terminal, meskipun lain yang lebih proksimal tetapi jarang ditemukan. Kondisi ini dapat
baik kembali dengan pemberian obat antihelminthic . Telur dapat disimpan di hati atau saluran empedu. Jika cacing masuk ke dalam darah, maka dapat
menyebabkan reaksi local William H, 2008.
2.2.7. Gejala klinis
Kurang lebih 85 kasus askariasis tidak menunjukan gejala klinis asimtomatik, namun beberapa individu dengan keluhan rasa terganggu di
abdomen bagian atas dengan intensitas bervariasi. •
Migrasi pulmonal Pada awal migrasi larva melalui paru-paru pada umumnya tidad
menimbulkan gejala klinis, namun pada onfeksi berat dapat menyebabkan pneumonitis. Larva askaris dapat menimbulakan reaksi hipersensitif
pulmonum, reaksi inflamasi dan pada individu yang sensitif dapat menyebabakan gejala seperti asma misalnya batuk, demam, dan sesak
nafas. Reaksi jaringan karena migrasi larva yakni inflamasi eosinofilik, granuloma pada jaringan dan hipersensitifitas local menyebabakan
peningkatan sekresi mucus, inflamasi bronkiolar dan eksudat serosa. Pada kondisi berat karena larva yang mati, menimbulkan vaskulitis dengan
reaksi granuloma perivaskuler. Inflamasi eosinofilik dekenal dengan loffler’s sindrom
• Gejala alergi lainnya seperti urtikaria kemerahan di kulit skin rash, nyeri
pada mata dan insomnia karena reaksi alergi terhadap: -
Ekskresi dan sekresi metabolik cacing dewasa
Universitas Sumatera Utara
- Cacing dewasa yang mati
• Infeksi intestinal
- Cacing dewasa menimbulkan gejala klinis ringan , kecuali pada infeksi
berat. Gejala klinis yang sering timbul, gangguan abdominal, nausea, anoreksia dan diare.
- Komplikasi serius akibat migrasi cacing dewasa ke pencernaan lebih atas
akan menyebabkan muntah cacing keluar lewat mulut atau hidung atau keluar lewat rectum. Migrasi larva dapat terjadi sebagai akibat rangsangan
panas 38,9 C.
- Sejumlah cacing dapat membentuk bolus massa yang dapat
menyebabkan obstruksi intestinal secara parsial atau komplet dan menimbulkan rasa sakit pada abdomen, muntah dan kadang-kadang massa
dapat di raba. -
Migrasi cacing ke kandung empedu, menyebabkan kolik biliare dan kolangitis. Migrasi pada saluran pankreas menyebabkan pankreatitis.
Apendisitis dapat disebabkan askaris yang bermigrasi ke dalam saluran apendiks.
- Pada anak di bawah umur 5 tahun menyebabakan gangguan nutrisi berat
karena cacing dewasa dan dapat di ukur secara langsung dari peningkatan nitrogen pada tinja. Gangguan absorpsi karbohidrat dapat kembali normal
setelah cacing dieleminasi. -
Askaris dapat menyebabkan protein energy malnutrition. Pada anak-anak yang diinfeksi 13-14 cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram protein dari
diet yang mengandung 35-50 gram proteinhari Ideham B dan Pusarawati S, 2007.
- Efek terhadap ekonomi telah banyak diketahui orang, yaitu, menguras
banyak uang, karena kemampuan A. lumbrikoides memakan karbohidrat yang cukup besar Soedarmo, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.2.8. Diagnosis