Penularan Morfologi Siklus Hidup

2.2.2. Epidemiologi

Ascaris lumbrocoides terdapat di seluruh dunia dan di semua usia, paling sering terdapat pada anak usia 2 – 10 tahun dan berkurang dengan seiringnya usia hingga 15 tahun Haswell et al, 1989. Diperkirakan 1300 juta orang terinfeksi askariasis. Paling banyak ditemukan pada daerah tropis, tanah lembap, dan terlindung dari sinar matahari,ini merupakan kondisi yang baik untuk trasmisi askariasis secara terus menurus. Tanah liat merupakan tempat yang paling baik untuk perkembangan telur askaris dan tetap infektif dalam genangan air Ideham B dan Pusarawati S, 2007

2.2.3. Penularan

Transmisi atau penularan terutama masuk melalui air atau makanan sayuran mentah dan buah terutama yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Anak-anaknya yang suka bermain tanah yang terkontaminasi dapat tertular parasit askaris melalui tangan. Koinfeksi dengan penyakit parasit lain sering terjadi dikarenakan faktor predisposisi penularan yang sama Irianto K, 2009 .

2.4.4. Morfologi

Cacing ini berbentuk silindris giling memanjang,berwarna krem atau merah muda keputihan dan panjangnya bisa mencapai 40 cm Ideham B dan Pusarawati S, 2007. Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 dengan diameter 2–4 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm dengan diameter 3–6 cm. Pada cacing jantan ditemukan skapula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya posterior. Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi Sutanto et al, 1998. Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron dan berbentuk oval. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi oleh suatu membran lapisan vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap Universitas Sumatera Utara lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar lapisan ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi oleh lapisan albuminoid protein dalam darah yang permukaannya tidak teratur. Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Sedangkan telur yang tidak dibuahi berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur, dengan ukuran yang lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi yang dapat menginfeksi manusia Safar S, 2009.

2.2.5. Siklus Hidup

Pada tinja penderita askariasis yang membuang air besar tidak pada tempatnya mengandung telur askaris yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. Bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Askaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Askaris.Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Larva akan beredar mengikuti sistem peredaran darah yakni : hati, jantung, dan kemudian di paru-paru.Pada paru-paru, larva cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring larva menuju ke paru memerlukan waktu 10 – 14 hari. larva akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setelah mencapai usus, berkembang menjadi cacing dewasa.Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Satu siklus mulai dari tertelannya telur infektif sampai menjadi dewasa yang menghasilkan telur memerlukan waktu 3 bulan Gandahusada S, 2006.

2.2.6. Patofisiologi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene Dan Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe

6 48 123

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGKANG.

0 5 13

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

0 2 7

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Usia 2 Bulan-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Usia 2 Bulan-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KECAMATAN JATIPURO KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 82

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN PRAKTIK KESEHATAN IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK TODDLER DI DESA HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN PRAKTIK KESEHATAN IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK TODDLER DI DESA JATIREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI.

0 0 16

hubungan antara sanitasi lingkungan dengan

0 0 109

Hubungan antara Hygiene Perorangan dan Lingkungan dengan Kejadian Pioderma

0 1 7

1 HUBUNGAN ANTARA FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA

0 1 17