Definisi Gangguan Pendengaran Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran Tabel 2.1. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran

vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.

2.2.2. Fisiologi Gangguan Pendengaran

Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan ketulian. Tuli dibagi atas tuli kondukt if, tuli sensorineural, dan tuli campur. Tuli konduktif terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen atau kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis Kliegman, Behrman, Jenson, dan Stanton, 2004. Tuli sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan sensorineural, dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik konduktif maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang Lassman, Levine dan Greenfield, 1997.

2.3. Gangguan Pendengaran

2.3.1. Definisi Gangguan Pendengaran

Menurut Khabori dan Khandekar, gangguan pendengaran menggambarkan kehilangan pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan, sedang, sedang berat, berat, dan sangat berat. Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran Tabel 2.1.

Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut International Standard Organization ISO dan American Standard Association ASA Derajat Gangguan Pendengaran ISO ASA Pendengaran Normal 10-25 dB 10-15 dB Ringan 26-40 dB 16-29 dB Sedang 41-55 dB 30-44 dB Sedang Berat 56-70 dB 45-59 dB Berat 71-90 dB 60-79 dB Sangat Berat Lebih 90 dB Lebih 80 dB

2.3.3. Jenis Gangguan Pendengaran

Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran. Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Menurut WHO-SEARO South East Asia Regional Office Intercountry Meeting Colombo, 2002 faktor penyebab gangguan pendengaran adalah otitis media suppuratif kronik OMSK, tuli sejak lahir, pemakaian obat ototoksik, pemaparan bising, dan serumen prop.

2.3.3.1.1. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif

Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni tanpa komplikasi biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis N.VIII. Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya. 2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi kepala. 3. Dapat disertai tinitus biasanya suara nada rendah atau mendengung. 4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut soft voice khususnya pada penderita otosklerosis. 5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai. Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang pendengaran. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang Soepardi dan Iskandar, 2001. 2.3.3.2. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut: 1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis. 2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi. Universitas Sumatera Utara 3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat- obat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya. Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata- kata yang mengundang nada tinggi huruf konsonan. Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.

2.3.3.3. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran misalnya otosklerosis, kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran misalnya presbikusis, kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam Miyoso, Mewengkang dan Aritomoyo, 1985. Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek Bhargava, Bhargava and Shah, 2002. Universitas Sumatera Utara

5.1.1. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran

Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi telinga, hidung dan tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes garputala dan tes audiometri dan pemeriksaan penunjang. Tes bisik merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar enam meter. Pada nilai normal tes berbisik ialah 56 – 66. Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya. Menurut Guyton dan Hall, cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar penala dipegang di depan teling kira-kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif. Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai garputala diletakkan di garis tengah kepala di vertex, dahi, pangkal hidung, dan di dagu. Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah teling mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi. Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan, tangkai garputala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa Medicastore, 2006. Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik. Tes ini meliputi audiometri nada murni dan audometri nada tutur. Audiometri nada murni dapat mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran tulang Universitas Sumatera Utara penderita dengan alat elektroakustik. Alat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal dengan frekuensi dan intensitasnya yang dapat diukur. Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita menerima suara dari sumber suara lewat heaphone, sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya penderita menerima suara dari sumber suara lewat vibrator. Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif pendengaran normal, gangguan pendengaran jenis hantaran, gangguan pendengaran jenis sensorineural, dan gangguan pendengaran jenis campuran. Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran secara kuantitatif normal, ringan, sedang, sedang berat, dan berat Bhargava, Bhargava dan Shah, 2002.

5.1.2. Penyakit yang Menyebabkan Gangguan Pendengaran