Pemahaman Ulama Terhadap Hadis Sirkumsisi

53 b. Fiqh Hadis Jika hadis di atas lafaz Abû Dâ’ûd dari Abu Hurairah dan al- Tirmizi dari Aisyah diartikan secara harfiah, maka hal itu menunjukkan bahwa perempuan-perempuan muslimah adalah disunat. Namun jika hadis yang sama dengan riwayat lain, maka kata dua barang yang dikhitan adalah bahasa kiasan pengganti zakarpenis dan farjvagina. Riwayat yang lain, menunjukkan bahwa kata khitanan adalah kinayahkebiasan yang boleh jadi bukan bahasa Rasulullah saw.

B. Pemahaman Ulama Terhadap Hadis Sirkumsisi

1. Ulama fiqh Didalam ulama fiqh ini memiliki perbedaan pendapat antara imam fiqh dan pengikutnya dalam masalah srkumsisi perempuan sebagai berikut: a. Imam Syafi’i Beliau berpendapat bahwa, dalam kitab syarah sahih muslim, imam al- Nawawi berkata, status hukum sirkumsisi perempuan wqajib menurut imam Syafi’i dan banyak ulama, serta sunnah menurut imam Malik dan mayoritas ulama. Sedangkan pendapat imam Syafi’i sendiri, sirkumsisi itu wajib baik untuk laki-laki maupun perempuan. 175 b. Imam Hanbali Didalam kitab al-mughni dan syarah al-kabir karya al-maqdisi ditegaskan bahwa: Hukum sirkumsisi wajib bagi laki-laki dan makrumah bagi perempuan, tidak wajib atas mereka. 176 Didalam kitab syarah mu’jam al-fiqh al-Hambali dikatakan: 174 Malik, al-Muivatta, hadis no. 93. Lihat juga no. 94. Pada no.94 merupakan lapaz Ibn Umar, bukan A’isyah 175 An-Nawawi, Syarh Sahih Muslim, Jil. 2, 126. 176 Lihat Ibn Qudamah, Al-Mughni, Jil.1, 70-71; Ibn Qudamah Syarh al-Kabir, Jil.1, 85- 86. 54 \ ﻪ ﻨ ﻋ ، ﻦ ﻣ ﻪ ﻠ ﻌ ﻓ ﻪ ﻣ ﺰ ﻟ ﻪ ﺴ ﻔ ﻧ ﻲ ﻠ ﻋ Hukun khitan wajib atas laki-laki fan makrumah bagi perempuan, tidak wajib atas mereka. Dan jika seorang tua masuk islam kemudian dia takut jika disunat akan membahayakan kesehatan dan jiwanya maka dia terlepas dari kewajiban dikhitan. Namun jika orng tua tadi percaya, maka dia harus melakukannya dikhitan. 177 c. Imam mazhab syi’ah zaidiyah Al-syaukani, sorang ulama bermazhab syi’ah Zaidiyah, dalkam kitab Nail al-autar-nya berpendapat bahwa sirkumsisi perempuan itu tidak wajib. Beliau berkata: oleh karena tidak terdapat hadis yang dapat dijadikan argumendalil untuk menentukan sesuatu yang dicari, dan karena lafaz sunnah dalam istilah agama lebih luas pengertiannya dari istilah yang digunakan ulama ushul, maka yang benar, tidak terdapat dalil yang menunjukan kewajiban. Yang lebih diyakini adalah sunnah sunnah sebagaimana hadis lima perkara adalah fitrah dan hadis-hadis seperti itu. Kemudian, hal yang wajib harus didasari dengan yang meyakinkan dampai datang hal yang memaksa merubah pendapatnya. yang dijadikan. Pendapat lain untuk sirkumsisi perempuan dilontarkan oleh Abû Abdillah Ibn al-hajj dalam kitab al-madkhal seperti dikutip Ibn Hajar di kitab Fath Bari. Beliau mengatakan bahwa: Ibn Hajar membagi status hukum sirkumsisi perempuan kepada 2 dua macam, yaitu; 1. Wajib kepada laki-laki dan perempuan 2. Sunnah kepada laki-laki dan perempuan. 178 Imam Syaukani membagi hukumnya kepada 3 tiga macam, yaitu; 177 Mu’jam al-Fiqh al-Hanbali, Jil.2, 296, dalam kata khitan 178 Asqalanî, Fath al-Bari ... 531. dan Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islâm wa Adillatuhu, Damaskus; Dar al-Fikr, 1989, juz III, 460-461. 55 1. Wajib bagi laki-laki dan perempuan, 2. Sunnah bagi laki dan perempuan, 3. Wajib bagi laki dan tidak wajib bagi perempuan. 179 Bagi Mahmud Syaltut dan Sayyid Sabiq mengkategorikan sirkumsisi perempuan kepada; 1. Haram, 2. Sunnah qadimah atau tradisi kuno, bukan tradisi Islam. Dengan demikian, penstatusan hukum sirkumsisi bagi laki-laki dan perempuan, dari awal ulama fiqh sudah berbeda pendapat. Perebedaan pendapat ini memungkinkan adanya intervensi dan interaksi budaya yang mempengaruhi kebijakan atau keputusan ijtihad para ulama dalam menelaah dan memahami teks-teks agama. Karena, dari sejarah yang kuat ditemukan bahwa tradisi sirkumsisi sudah mengakar dalam masyarakat Yahudi, Arab Kuno atau Mesir Kuno dan masyarakat lain sebelum Islam lahir. Jadi, budaya sirkumsisi perempuan bukan murni terlahir dari Islam yang kemudian dibudayakan namun malah sebaliknya,. 180 1. Perdebatan Argumentasi Ulama a. Sirkumsisi perempuan adalah Wajib Pendapat ini dituturkan oleh imam Syafi’î dan pengikutnya mengatakan megetakan demikian, namun ada juga ulama mazhab Syafi’î yang kontra. Ulama fiqh lain yang sependapat dengan ini adalah al-Sya’biy, Rabi’ah, al-Auza’i, Yahya bin Sa’ad al-Ansarî. 181 Argumen yang dikemukakan ulama imam Syafi’î kebanyakan berkaitan dengan dalil sirkumsisi laki-laki. Seperti berdasar teks yang orotritatif yang menyatakan bahwa sirkumsisi merupakan kewajiban, syiar 179 Syaukanî, Nail al-Authar..., 138. 180 Ali Ahmad al-Jurjawî, Hikmat al-Tasyrî’ wa Falsafatuhû, Beirut; Dar al-Fikr, 1994, 31. 181 M. Ali Hasan, Masâ’il Fiqhiyyah, 132. Lihat juga, fiqh khitan perempuan karangan Litfu Fathullah, al-Mughni Center Press, 2006. 56 agama, dan ibadah. Diantara dalil yang dijadikan argumen tersebut adalah: 182 : ، : ، . : ، . Artinya : “Dari Ummu ‘Athiyah r.a, beliau berkata bahwa ada seorang juru sunat para wanita Madinah, Rasul SAW mendatanginya dan bersabda kepadanya:”Jangan berlebihan, karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan kecintaan suami. Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW bersabda: Potong ujungnya saja karena hal itu membuat wajah berseri dan bagian kenikmatan suami.” 183 Imam Abû Dâ’ûd sendiri mengatakan hadis ini lemah karena, ada perawinya yang tidak diketahui majhûl. 184 Di dalam kitab Talkhish al-Habîr, Ibn Hajar menyatakan respons ketika mengomentari rantai sanad hadis tersebut, beliau mengutip beberapa pendapat dari ulama pakar hadis, yang mengatakan hadis tersebut bermasalah ma’lûl, ada yang menyebut lemah dha’if, dan ada juga mengatakan tidak dikenal munkar. Berikutnya adalah hadis: 185 ِﻟ ﺎ ﺪ ، ، : ، ، ، : ، ، 182 Al-Asqalanî, Fath al-Bari, 530. 183 Abû Dâûd, as-Sunan, Kitâb al-Adab, no. Hadis: 5271, juz IV, 368, lihat Ibnu al-Atsîr, Jami’ al-Ushul, juz V, 348. 184 Abû Dâ’ûd, as-Sunân, Kitâb al-Adab, juz IV., lihat juga al-Asqalani, Fath al-Bâri , 530. . Lihat juga buku Fiqh Khitan Perempuan karangan Lutfi Fathullah.. Al-mughni Center Press 2006. 185 Sadqi Muhammad Jamîl, Sunân Abû Dâ’ûd, Beirut: Dar al-Fikr, 1974, juz I, 198. 57 ، ، : . Artinya: “Memberitahu kepada kami Makhlad bin Khalid, menceritakan Âbdu al-Razzâk, menceritakan Ibn Juraij, dikabarkan dari Usaim bin Kulaib, dari bapaknya, dari kakeknya bahwa telah datang seseorang kepada Nabi SAW, dan berkata: “Sesungguhnya aku telah masuk Islam”, maka Nabi bersabda: “Buang dari kamu rambut kekufuran, dan pada redaksi lain Nabi bersabda: “Buang rambut kekufuranmu dan bersirkumsisilah”. H.R. Abû Dâ’ûd Hadis ini sanad-nya bermasalah, mulai dari Ibn Juraij yang banyak men-tadlis, perawi-perawi setelah dia tidak dikenal dan hadis ini tergolong dhâ’if. 186 Hadis lain adalah: ، ، ، ، : . 187 Artinya: “Menceritakan kepada kami Sulaiman bin abd al- Rahman ad-Damsyiqî, dan Abd al-Wahhab al-Asyja’i berkata, memberitahukan kepada kami Marwan, menceritakan Muhammad bin Hassan, berkata Abd al-Wahhab al-Kupi dari Abdul Malik bin Umair dari Ummu ‘Atiyah bahwa seorang perempuan tukang khitan wanita di Madinah, Nabi bersabda: “Jangan berlebihan karena yang demikian adalah kesenangan bagi wanita dan kepuasan bagi suami.” H.R. Abû Dâ’ûd Hadis Ummu ‘Atiyah tersebut dikenal lemah, demikian juga Abû Dâ’ûd sebagai periwayat menyebut hadis ini adalah 186 Ahmâd bin Hanbal, al-Musnad, Beirut: al-Maktab al-Islami, tt, juz V, 75. 187 Sadqi Muhammad Jamil, juz 4, 412-413 58 lemah, bahkan menurut riwayatnya, beliau meriwayatkan hadis ini justru untuk memperlihatkan ke-dha’if-an statusnya. 188 Hadis lain adalah; : . ﺎ ﻴ ﻋ ﻞ 189 Artinya: “Dari Zuhri dari rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang masuk Islam maka hendaklah bersirkumsisilah meskipun sudah besar.” H.R. Harb bin Ismâ’îl Menurut ahli hadis dan ahli fiqh, hadis ini tidak bisa dijadikan hujjah, karena tidak shahih. Ibn Hajar mengatakan bahwa hadis ini hanya ditujukan untuk laki-laki saja. Beliau mengutip perkataan Ibn Munzir “Tidak ada satu hadis yang bisa dijadikan hujjah atau rujukan dalam sirkumsisi, dan tidak ada satupun sanad yang bisa diikuti”. 190 Seandainya hadis ini diterima, ia tidak bisa dipahami secara umum, sampai ditemukan dalil kuat bahwa laki-laki dan perempuan masuk dalam objek perintah yang konkrit. Namun bukti yang kuat menunjuk, bahwa ia hanya ditujukan pada sirkumsisi laki-laki saja. Demikain, Ibn Hajar mengelompokkan hadis tersebut dalam bab “perintah Nabi SAW kepada laki-laki yang masuk Islam untuk bersirkumsisi.” Jadi, sama sekali tidak menjurus pada status hukum sirkumsisi perempuan. Meskipun dalil yang dikemukakan golongan yang mendukung pewajiban sirkumsisi perempuan tidak sahih, mereka tetap komit pada kewajiban sirkumsisi bagi perempuan. Mereka beropini bahwa sirkumsisi merupakan syi’ar agama 188 Sadqi Muhammad Jamil, juz 4, 412-413 189 Al-Asqalanî, Fath al-Barî., 82. lihat juga buku Fiqh Khitan Perempuan karangan Lutfi Fathullah, al-mughni center press, 2006. 190 Al-asqalanî, Talkhis al-Habir, Madinat al-Munawwarah, t.p., 1964, jil. 4, 83 59 yang hanîf dan simbol agama Islam. Sebab, tradisi tersebut telah dilakukan sejak era Ibrâhîm sampai Muhammad tanpa ada pengubahan. Oleh karenanya, menurut mereka siapa yang meninggalkan sirkumsisi dianggap keluar dari fitrah seperti perintah Allah kepada para Rasulnya. Meskipun tidak bertatus hadis shahihmutawatir, tetapi hadis marfu’,, mauquf dan mursal, namun, dalam disiplin ilmu hadis hadis tersebut bisa saling meguatkan antara satu dengan lainnya, dengan begitu, hadis-hadis tersebut dapat dipakai sebagai dalil untuk mewajibkan pelaksanaan sirkumsisi bagi perempuan. b. Sirkumsisi perempuan adalah Sunnah Hal ini disepakati oleh imam Hanafi, Hasan Basri, Ibn Abî Mûsâ, mengatakan bahwa hukum sirkumsisi adalah sunat mu’akkad kepada laki-laki, dan suatu kehormatan bagi perempuan. Jadi, tidak sampai mengkategorikan sirkumsisi perempuan itu wajib. 191 Dasar hadisnya adalah: ِﺑ ِﺿ ، ِﻪ ﻴ ﻢ : . 192 Artinya: “Dari Abî Hurairah r.a. bersabda Rasul SAW: “sirkumsisi sunnah bagi laki-laki dan kehormatan bagi perempuan.” H.R. Ahmad dan Baihaqî Al-Baihaqî menyatakan hadis ini lemah, 193 karena sanadnya diragukan, beliau menambahkan bahwa perkataan diatas tersebut bukanlah hadis melainkan hanya perkataan Ibn Abbas saja. 194 191 Ibn Qayyim, Tuhfatul Maulud, 129. 192 Ahmad bin Hanbal, Sunan Ahmad bin Hanbal 193 Syaukani, Nail al-Authar.,139. lihat juga buku Fiqh Khitan Perempuan karangan Lutfi Fathullah, Al-mughni center press 2006. 194 Abdul Lutfi Fathullah, “Khitan Bagi Perempuan Menurut Pandangan Islam,” makalah pada acara Rountable Discussion Female Circumcision, di PBNU, 16 April 2003, 5-6. 60 Namun secara tekstual, hadis ini secara nyata mengakui sirkumsisi bagi laki-laki dan perempuan adalah sesuatu yang dianjuran Nabi. Bila dikerjakan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdampak pada implikasi hukum lainnya. Oleh karena itu, status hukum atas sirkumsisi adalah sunnah. Selain itu, kelompok kedua ini membantah pewajiban sirkumsisi perempuan oleh kelompok pertama dengan mencermati dalil-dalil yang dijadikan hujjah tersebut, yaitu: Pertama, perintah al-Qur’ân untuk mengikuti millah Ibrâhîm mengacu pada pokok-pokok keimanan atau tauhid, tuntunan kembali kepada Allah, dan bersikap ikhlas kepada- Nya, bukan mencakup segala perbuatan Ibrâhîm. karena kata millah syariatajaran pada ayat diatas dijelaskan dengan kata hanîf lurus, berarti tidak men-syirik-kan Tuhan. 195 Kedua, Rasul memasukkan sirkumsisi sebagai salah satu yang disunnahkan, bukan diwajibkan. Hal ini terangkai secara paralel antara perintah sirkumsisi dengan mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak. Ketiga, para ahli hadis sepakat bahwa hadis yang menerangkan orang yang muallaf baru masuk Islam hendaklah melaksanakan sirkumsisi – hadis yang driwayatkan oleh Utsaim bin Kulaib dan al-Zuhri diatas – adalah hadis yang lemah. Menurut kelompok ini, hadis-hadis yang lemah tersebut tidak bisa dijadikan hujjah pewajiban sirkumsisi perempuan, sebab, tingkat kesahihannya diragukan. Seandainyapun hadis ini diterima, ia tidak bisa dipahami secara umum bahwa perempuan masuk dalam objek perintah tersebut, karena ia hanya berkaitan dengan sirkumsisi laki-laki saja. Ibn Hajar al-Asqalani mengelompokkan hadis diatas pada 195 Ibn Qayyim al-Jauziyyah., 138. 61 kewajiban sirkumsisi bagi laki-laki. 196 Dan sepertinya, hadis inilah yang dipakai oleh Imam Ahmad yang menyatakan sirkumsisi hanya wajib pada laki-laki, sedang bagi perempuan hanya berstatus sunnah. Keempat, memperhatikan teks Ummu ‘Athiyyah diatas, mayoritas ulama mazhab tidak memahami, baik tersurat atau tersirat, tentang adanya perintah wajib menyirkumsisi perempuan, yang ada hanyalah tuntunan Nabi kepada juru sirkumsisi agar tidak merusak ‘onderdil wanita’ atau organ kelamin perempuan. Dan mungkin saja, Rasul tidak membolehkan praktek sirkumsisi yang telah berlangsung lama di Madinah, jika tidak mematuhi persyaratan tersebut. 2. Pendapat ulama kontemporer Anwar Ahmad, ulama kontemporer, menyatakan bahwa perintah dalam islam ditujukan kepada laki-laki, karena tuntutan sirkumsisi termasuk kategori sunnah fithrah yang diarahkan kepada lelaki, seperti memelihara jenggot dan mencukur kumis. Beliau menambahkan, banyak ulama mazhab yang berspektif tekstual maupun rasional tidak menerima pendapat yang mewajibkan sirkumsisi perempuan. 197 Imam as-Syaukani memberi catatan pada seluruh hadis yang berhubungan dengan kewajiban sirkumsisi pada laki-laki dan perempuan dengan pernyataan tegas: . 196 Husein muhammad, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender, 45-46. 197 Ahmad Anwar, Ara’ ‘Ulama ad-Din al-Islam fi Khitan al-Untsa, 8. 62 Artinya: “Yang benar adalah bahwa tidak ada dasar hukum yang sahih, yang menunjukkan kewajiban sirkumsisi. Hukum yang bisa diyakini adalah sunnah seperti yang dinyatakan dalam hadis lima fitrah dan yang semisal dengannya. dalam hal ini, wajib mengikuti sesuatu yang sudah diyakini, sampai ada sesuatu yang mengubahnya.” 198 Perkataan asy-Syaukanî ini perlu diberi catatan, bahwa kalau hukum sirkumsisi adalah sunah fitrah, maka yang lebih tepat adalah untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan tidak demikian, seperti yang disimpulkan oleh Anwar Ahmad diatas. Dari perkataan ini bisa ditarik dua kesimpulan. Pertama, tidak ada satu hadis pun yang sahih mengenai perintah wajibnya sirkumsisi perempuan. Kedua, kalaupun ada yang shahih misalnya, maka ia tidak bisa dipahami sebagai perintah sirkumsisi untuk perempuan, tetapi tertuju untuk laki-laki saja. a. Haram Argumen dari kelompok ini dikaitkan dengan tiadanya temuan dari teks-teks nash yang bisa dijadikan dalil keshahihan serta tiadanya dukungan dari etika medis. Akhirnya, dasar hukum memotong dan menyakiti tubuh atau sirkumsisi perempuan dikembalikan kepada haram, karna, tiada berefek maslahat bagi perempuan. Seperti kaidah fiqih yang berbunyi: . 199 Artinya: “Menyakiti orang yang masih hidup itu tidak boleh menurut agama, kecuali ada kemalahatan-kemaslahatan yang kembali kepadanya dan melebihi rasa sakit yag menimpanya. Kaidah fiqih tersebut bisa dijadikan pijakan dalam menelaah sirkumsisi perempuan. 200 Dan untuk sementara ini, bisa dikatakan hukum asal sirkumsisi perempuan adalah haram, karena termasuk 198 asy-Syaukani, Nail –al-Authar, juz I, 139. 199 Muhammad Syaltut, l-Fatawa,.. 333. 200 Muhammad Syaltut, l-Fatawa, lihat juga buku fiqh khitan perempuan karangan Dr. Lutfi Fathullah.,al-mughni center press,2006 63 melukai anggota tubuh. Namun, apabila laki-laki diperbolehkan untuk bersirkumsisi karena memberi dampak yang positif bagi kesehatan dan seksualnya selain dalil teks hadis, maka selazimnya jua rumus argumen medis yang kuat mesti melandasi keputusan untuk menyirkumsisi perempuan. Karena tanpa bukti dan rekomendasi medis yang valid, serta efek peningkatan seksualitas perempuan, maka hukumnya kembali pada asalnya, yaitu haram. Beberapa alasan pengharaman lainnya adalah: 201 1. Sirkumsisi perempuan tidak disyariatkan dalam nash sahih Islam. 2. Diklaim dapat membahayakan kesehatan dan organ genital. 3. Beberapa negara melarang penyirkumsisian perempuan karna didukung juga oleh argumentasi ahli kedokteran. 4. berefek psikologis dan sosial seperti vrigiditas kedinginan seksual, sulitnya mencapai kepuasan seksual, dan sebagainya.

C. Hadis sirkumsisi perempuan dan penolakan ahli kesehatan WHO