Khitan perempuan perspektif hadis dan sirkumsisi perempuan menurut WHO

(1)

KHITAN PEREMPUAN PERSPEKTIF HADIS DAN

SIRKUMSISI PEREMPUAN MENURUT WHO

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Tafsir Hadis

Oleh : Muhammad Sauki

Nim : 104034001252

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

KHITAN PEREMPUAN PERSPEKTIF HADIS DAN

SIRKUMSISI PEREMPUAN MENURUT WHO

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Tafsir Hadis

Oleh : Muhammad Sauki

Nim : 104034001252

Pembimbing:

Rifki Muhammad Fatkhi, MA NIP. 197701202003121003

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang barjudul “Khitan Perspektif Hadis Dan Sirkumsisi Menurut Who” telah di ujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negri jakarta pada tanggal 17 desember 2010 M. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana ushuluddin (S.UD) pada jurusan tafsir hadis.

Jakarta, 17 Desember 2010

Sidang Munaqasyah,

Ketua Sekretaris

Dr. Bustami, M.Si. Muslim S.Thi

Anggota,

Dr. Bustami, M.Si. Muslih, MA

Pembimbing,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat, hidayah dan rahmat-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul

“Sirkumsisi Perempuan (Studi Analisis Kritis Sirkumsisi Perempuan Persfektif Hadis dan Kesehatan)” dapat diselesaikan dengan baik. Salawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Munculnya berbagai hambatan dan kesulitan seakan ringan berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis berkenan mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak tertentu tanpa mengurangi penghormatan penulis bagi pihak-pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam pengantar singkat ini.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, penulis sampaikan kepada :

1. Dekan fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan

2. Bapak Drs. Bustamin, M.SI. Selaku ketua Jurusan Tafsir Hadis fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Rifqi Muhammad Fatkhi, M.A. Selaku pembimbing penulis sekaligus Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Terimakasih atas bimbingan serta waktu luangnya yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.


(5)

4. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Kedua orang tua penulis Ayahanda H. Hamim dan Hj Sawiyah serta kakak penulis Nurmala, adik penulis Solihin dan Farhan atas cinta dan kasih sayang serta pengorbanannya yang telah berusaha memberikan dorongan, nasihat, doa dan restunya.

6. Seluruh keluarga besar Pondok Pesantren modern an-Najah, Rumpin (Bogor). 7. Rekan-rekan Mahasiswa Tafsir Hadis angkatan 2004. Dion, Lexi, Asep, Ai,

Jacky, Ipunk, Rosyid, Si’awdan kawan-kawan.

8. Kepada seluruh karyawan perpustakaan umum Islam Iman Jama pasar jumat dan rekan-rekan rental Dion Komputer, Bang juri Comp, Aab Comp, joy Comp.

9. Teman-teman semua yang secara langsung, maupun tidak langsung ikut andil dalam memacu, memotivasi penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

Mudah-mudahan jasa dan amal baik tersebut mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Semoga skripsi yang sederhana ini dapat memenuhi harapan dan ikut serta membantu ke arah kemajuan pendidikan, khususnya dalam bidang studi kritik hadis dan juga bermanfaat bagi orang banyak dan membawa keberkahan di dunia dan akhirat.

Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan mencurahkan taufik serta hidayah-Nya kepada kita sekalian. Amin.

Jakarta, 15 Desember 2010


(6)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini

berpedoman pada buku pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, an

Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and

Assurance) tahun 2007.

Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan

b be

t te

ts te dan es

j je

h h dengan garis bawah

kh ka dan ha

d de

dz de da zet

r er

z zet

s es

sy es dan ye


(7)

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

d de dengan garis di bawah t te dengan garis di bawah z zet dengan garis di bawah

‘ Koma terbalik di atas hadap kanan

gh ge dan ha

f ef

q ki

k ka

l el

m em

n en

w we

h ha

' apostrop

y ye

Vokal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ

a fathah

ِ

i kasrah


(8)

Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___َ___

ai a dan i

___َ___

au a dan u

Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َـﺎـ

â a dengan topi di atas

ِـ

ْﻲ

î i dengan topi di atas

ُـ

ْﻮ ـ

û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaituل ا , dialihkan menjadi huruf /I/, baik diikuti hurufsyamsiyyah maupun hurufqamariyyah. Contoh:al-rijâl bukanar-rijâl,al-dîwân bukanad- dîwân.

Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: kata َرة ْو ُﺮ َﻀ ﻟ ا tidak


(9)

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika hurufta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jikata marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na't) (lihat contoh 2 di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1

ﺔ ﻘ ﻳ ﺮ ﻃ

tarîqah

2 al-jâmi‘ah al-islâmiyyah

3 wahdat al-wujûd

Cara Penulisan Kata

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdz tsabata al-ajru

َ

asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

ِﻠ

ِﻟ ﺎ


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSTUJUAN... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

PEDOMAN TRANSLITERASI... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 9

C. Kajian Pustaka ... 10

D. Metode Penelitian... 11

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...12

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II PENGERTIAN SIRKUMSISI, SEJARAH SIRKUMSISI DAN SIRKUMSISI PEREMPUAN MENURUT AHLI KESEHATAN (WHO) WORD HEALTH ORGANIZAZION i.Pengertian Sirkumsisi Perempuan ... 14

1. Sirkumsisi Perspektif Bahsa Arab: Memotong ...14

2. Devinisi Menurut Ahli Kesehatan (WHO) ...17

B. Sejarah Sirkumsisi Perempuan: Dari Simbol ke Dogma ... 18

1. Sirkumsisi Pra-Islam: Symbol Kesucian Wanita ...18

2. Sejarah Sirkumsisi Perempuan di Asia (Indonesia) ...22

a. Sirkumsisi Dalam Islam ...22

b. Sirkumsisi Dalam Yahudi dan Kristen...24

C. Faktor Timbulnya Praktek Sirkumsisi Perempuan ...28

1. Faktor Mitos ... 28


(11)

3. Faktor Budaya sosial ... 31

4. Faktor Mitos kebersihan...32

5. Faktor Doktrin agama ...32

D. Prosedur Sirkumsisi Perempuan menurut Ahli Kesehatan (WHO) Word Health Organizazion dan Hak Seksualitas ...33

1. Prosedur dan Praktek Sirkumsisi Perempuan di Timur Tengah, Afrika dan Beberapa Negara... E. Tinjauan Umum Pembudayaan Sirkumsisi Perempuan Menurut Islam dan Ahli Kesehatan (WHO) Word Health Organizazion.... 43

BAB III SIRKUMSISI PEREMPUAN PERSFEKTIF HADIS/ISLAM DAN STUDI ARGUMENTASI ISLAM DAN AHLI KESEHATAN (WHO) WORD HEALTH ORGANIZAZION A. Hadis-Hadis Tentang Sirkumsisi Perempuan dan Kualitasnya... 48

B. Pemahaman Ulama Terhadap Hadis Sirkumsisi Perempuan ... 53

1. Ulama Fiqh... 53

2. Ulama Kontemporer... 61

C. Hadis Sirkumsisi Perempuan dan Penolakan Ahli Kesehatan (WHO)... 63

1. Aspek Seksualitas Perempuan... 63

2. Aspek Kesehatan Perempuan... 65

D.Kontektualisasi Hadis Sirkumsisi Perempuan Persfektif Ulama Dan Ahli Kesehatan (WHO) Word Health Organizazion ... 67

E. Refleksi Akhir Filosofis ... 72

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Rekomendasi ... 79

DAFTAR PUSTAKA... 85


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sepanjang sejarah wanita telah menjelma menjadi sebuah misteri besar dalam kehidupan, tidak terkecuali masalah seksualitas mereka yang selalu menjadi kontroversi dan begitu mudah ditindas dengan berbagai macam cara diseluruh belahan dunia. Seolah sejarah selalu terus berulang dan tidak berpihak pada kaum perempuan, disetiap orde, budaya, dan kondisi sosial.

Dalam era modern ini, dinamika-konstruktif yang dicapai oleh perempuan dalam berbagai aspek sudah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sadar atau tidak, optimalisasi perempuan dalam mengekspresikan dirinya sekaligus berusaha untuk selalu mendapatkan kesempatan yang sama di tanah publik seperti kaum lelaki sudah mendapatkan legitimasi sembari rasionalisasi yang bisa diterima oleh hampir semua kalangan. Selanjutnya, seiring dengan perjalanan tradisi penafsiran Islam yang cenderung mendiskriminasikan hak-hak perempuan, sekarang ini di era tafsir modern, tafsir Islam sudah didekonstruksi menjadi tafsir epistemologis-reformis yang berujung pada tingkat praksis.

Demikian juga kondisi sosial yang lebih bercorak patriarki perlahan-lahan konstruksi sosiologis mapan tersebut dikritisi menuju keseimbangan (kesetaraan) sosial. Kondisi ini nantinya diharapkan, akan menumbuhkan imaji-kreatif nan sekaligus menyuburkan spirit keseimbangan yang dinamis antara dimensi patriarki dan matriarki. Sembari menempatkan perempuan, yang sedari dulu menjadi objek utama dari setiap perubahan, justru menjelma sebagai pusat proses perubahan serta penciptaan opini pengetahuan baru dalam dinamika kehidupan.1

Salah satu doktrin yang sampai saat ini masih diperdebatkan dan dipertanyakan oleh berbagai kalangan (khususnya ahli kesehatan) karena dipraktekkan di dunia Islam bahkan di Indonesia, adalah praktek sirkumsisi perempuan atau sunat (khitan) bagi perempuan, (selanjutnya penulis sebut dengan

1

Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam dan Kesetaraan


(13)

sirkumsisi perempuan). Antara satu negara dengan negara lainnya saling berbeda dalam menamakan istilah sirkumsisi perempuan, bagi masyarakat Sudan misalnya, sirkumsisi dengan tipe infibulasi2 dikenal dengan “sirkumsisi

pharaonic”(sirkumsisi Fir’aun disamakan juga dengan sirkumsisi tipe infibulasi),

di Mesir tipe seperti itu disebut ‘sirkumsisi orang-orang Sudan’. Di Indonesia,

istilah “sirkumsisi” lebih dikenal oleh kalangan medis, namun masyarakat umum

menyebutnya dengan khitan atau sunat perempuan. Dalam dunia Internasional dikenal dengan istilah female Circumcision atau FGM (Female genitale Mutilation) atau perusakan organ kelamin perempuan.3

Istilah ini merupakan kesepakatan dari Konfrensi Perempuan sedunia ke-4 di Beijing tahun 1995, yang dihadiri lebih dari 180 anggota delegasi dunia.

Definisi sirkumsisi perempuan menurut Elga Sarapung dkk, dalam bukunya Agama Dan kesehatan Reproduksi,4 adalah sebagai “Tindakan medis

berupa pembuangan sebagian atau seluruh bagian dari preputium (kulup atau kulit yang melingkupi glans penis atau kepala penis), bagi perempuan adalah dengan memotong atau membuang sebagian atau seluruh klitoris, bahkan ada yang membuang (labia minora) bibir vagina”. WHO (World Healt Organizaion) mendefinisikan sebagai “Semua tindakan atau prosedur yang meliputi

pengangkatan sebagian atau total dari organ genitalia eksternal perempuan atau bentuk perlukaan lain terhadap organ genitalia perempuan dengan alasan budaya,

2

Pembahasan yang paling awal tentang Infibulasi itu ditemukan dalam tulisan-tulisan sejarawan Pietro Bimbo yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1551 atau 1552 M. disitu

dijelaskan, “Sekarang meninggalkan Negara-negara lain, berlayar ke Laut Merah dan mengunjungi beberapa negara yang dihuni oleh orang-orang kulit hitam, unggul dan berani dalam perang. Dikalangan orang-orang ini, organ pribadi perempuan (vagina) dijahit menjadi satu, segera setelah mereka lahir, tetapi dilakukan dengan tidak menghalangi lobang keluarnya kencing. Ketika gadis-gadis menjadi dewasa, mereka menikah dengan keadaan vagina tetap terjahit dan tindakan suaminya yang pertama setelah kawin adalah membuka organ pribadi perawan yang dijahit secara kuat itu dengan pisau. Di kalangan orang-orang Barbar, keperawanan dalam pernikahan dihargai

secara tinggi.” Lihat Anne Cloudsley,Women of Omdurmen, Life, Love and the Cult of Virginity,

(London: Ethnographica 1983), 111. Lihat jua Haifa A. Jawad,Otentisitas Hak-Hak Perempuan

Perspektif Islam dan Kesetaraan Jender, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), cet. Ke1, 194-197.

3

Alwi Shīhab,Islam Inklusif,(Bandung: Mizan, 2001), cet. Ke-9, 274.

4

Elga Sarapung dkk., Agama Dan kesehatan Reproduksi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), 118.


(14)

atau alasan non-medis lainnya”.5 Budaya sirkumsisi perempuan sudah lama dikenal umat manusia, bahkan jauh sebelum Islam datang.6 Dari bukti yang ada, praktek sirkumsisi perempuan ini diduga telah dimulai sejak 4000 tahun silam, sebelum kemunculan agama yang terorganisasi.7 Praktek tersebut ditemukan pada Mummi Mesir yang berstatus kaya raya dan berkuasa. Ahli Antropologi menduga, dipraktekkannya sirkumsisi pada jaman Mesir Kuno adalah sebagai bentuk pencegahan masuknya roh-roh jahat melalui Vagina. Tradisi sirkumsisi perempuan sudah menjadi ritual dalam proses perkawinan. Praktek sirkumsisi pharaonic sebagai ritual sebelum pernikahan ditemukan sejak tahun 1350 SM.8

Pada abad ke-19 di Eropa dan Amerika Serikat, ditemukan bukti telah dilakukannya praktek clitoridektomy,9 sebagai bentuk pengobatan terhadap kebiasaan masturbasi yang dilakukan oleh kaum perempuan.10 Pada jaman Romawi, budak-budak perempuan diwajibkan sirkumsisi, pada masa itu budak perempuan yang disirkumsisi harganya jauh lebih tinggi dari budak perempuan yang tidak disirkumsisi. Karena, budak yang disirkumsisi dinilai sebagai perempuan yang masih suci atau perawan, dipercaya belum di sentuh oleh laki-laki lain maupun oleh majikannya.

Pada masa sekarang ini, praktek sirkumsisi perempuan telah dilakukan beberapa negara, khususnya di negara bagian Afrika,11 beberapa Negara Timur Tengah, serta sebagian kecil di Asia, Pasifik, Amerika Latin, Amerika Utara, dan Eropa. Setidaknya, diperkirakan 150 (seratus lima puluh) juta wanita di dunia

5

N. El-Sadawi,The Hidden Face of Eve: Women in Arab World,(London: Zed Books, 1980), 7-8. lihat juga artikel “Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”, artikel diakses 3 Mei 2008 dari http://pusdiknakes.or.id/pdpersi/html

6

Hasan Hathout,Revolusi Seksual Perempuan, Obstetri dan Ginekologi Dalam Tinjauan

Islam (Bandung: Mizan, 1996), cet. Ke-2, 89.

7

Otto Meinardus, Christian Egypt: Faith and Life, (Kairo: The American University Press, 1970), 333.

8 “Hentikan Kekera

san Terhadap Perempuan”, Jurnal Perempuan, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2002), 25.

9 Clitoridectomy

adalah pemotongan organ genital perempuan bagian luar, yaitu pemotongan atau pengirisan sebagian klitoris atau seluruhnya dan sebagian labia minora (bibir kecil vagina). Lihat Nahid Toubia,Female Genitale Mutilation: a Call for Global Action, (USA: United Nation Plaza, 1993), 55.

10

Asriati Jamil, “Sunat Perempuan Dalam Islam: Sebuah Analisis Jender,”dalamRefleks:

Jurnal Kajian Agama dan Filsafat (Jakarta, Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta, 2001) vol. 3. no. 2. 53.

11


(15)

telah mengalami tindakan ini, dan sepertiganya adalah anak-anak usia di bawah sepuluh tahun.12

Kepercayaan yang berkembang di Benua Afrika danTimur Tengah mengindikasikan bahwa perempuan yang tidak menjalani ritual ini akan dianggap sebagai perempuan liar, dan tidak dihormati kedudukannya oleh masyarakat sekitar.13 Selanjutnya sudah menjadi rahasia umum, perempuan yang tidak disirkumsisi merupakan aib besar bagi keluarganya. Kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat kemudian menjadikan tradisi sirkumsisi ini menjelma jadi suatu ritual keniscayaan bagi setiap masyarakat didunia muslim, termasuk Indonesia. Menurut kepercayaan beberapa daerah di Indonesia seperti Gorontalo dan Madura,14 nafsu seksual perempuan itu terlalu besar, maka untuk mengontrol libido seks tersebut, organ kelaminnya (klitoris) mesti di potong. Dalam tradisi Gorontalo, anak perempuan usia satu sampai dua tahun akan menjalani masa adat yang disebut dengan upacara Mopolihu Lo Limu (mandi air ramuan limau purut dan Mongubingo, sirkumsisi atau mencubit daging yang menempel pada klitoris). Secara turun-temurun dipercaya masyarakat, jika hal itu tidak dilakukan, maka anak yang dilahirkan tetap membawa sesuatu yang haram dan najis dalam hidupnya.

Jika dilihat dari segi agama, tradisi sirkumsisi dalam Islam, berawal sejak Nabi Muhammad SAW diperintahkan Allah untuk mengikuti tradisi (millah) Nabi Ibrâhîm. Hingga sekarang ajaran Nabi Ibrâhîm masih menjadi bagian dari Islam, seperti Haji yang masuk rukun Islām kelima dan ibadah Qurbān.15

Perintah Allah kepada Nabi SAW untuk mengikuti Nabi Ibrāhīm di

antaranya tertera dalam Suratan-Nisāayat 125 yaitu:

                         12

Olatinko Koso-Thomas, The Circumcision of Women: A Strategy for Education, (London: Zed Books, 1987) :17.

13

MajalahThe Times,(Amerika), edisi Maret 1994.

14 Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University, “Hasil Penelitian

oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Population Council dan Universitas Gajah Mada,”

dari tahun 2001-2003, (Yogyakarta: Population Council dan Gadjah Mada Press, 2003) :10.

15

Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Jakarta: Penebar Salam, 1999), cet. Ke-5, 402.


(16)





. 

Artinya: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada

orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agamaIbrāhīm yang lurus dan

Allah mengambilIbrāhīm menjadi kesayanganNya”.

SuratAli ‘Imrān ayat 95:

                    .

Artinya: “Katakanlah: "Benarlah (apa yang difirmankan)

Allah". Maka ikutilah agama Ibrahîm yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik”.

Sedangkan dalil Nabi Ibrāhīm menjalankan sirkumsisi bersumber dari

salah satu hadîs, yang Artinya “Menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id,

Mughīrah bin ‘Abdirrahmān al-Quraisiyy memberitahukan dari Abi Zannād dari

Abu Hurairah r.a. bahwa Rasūlullāh SAW bersabda: “Ibrāhīm melaksanakan

sirkumsisi pada usia 80 tahun dengan kampak”. (H. R. Bukhari)16

Apabila diteliti lebih seksama, sepanjang sejarah hukum Islam yang bersinggungan dengan dalil sirkumsisi, tidak ditemukan dalil yang sahih atau akurat, baik di al-Qur’an maupun tertera dalam lembaran-lembaran hadis. Akan tetapi, praktek tersebut oleh kebanyakan umat Muslim di berbagai negara tetap dijadikan sebagai bagian dari ajaran agama, terutama karena pengaruh doktrin-doktrin dari tokoh agama setempat.17 Sampai kini, faham tersebut masih banyak bergentayangan dalam praktek masyarakat Muslim di dunia termasuk di Indonesia. Tradisi tersebut tetap hidup turun temurun dari satu generasi kegenarasi berikutnya, meskipun ritual tradisi sirkumsisi tersebut sudah nyata-nyata menggambarkan bentuk penindasan hak reproduksi dan hak seksualitas

16

Abî ‘Abdillāh bin Isma’îl al-Bukhari, Sahih Bukhārī, (Beirut: Maktabah al-Asiriyah, 1997) : juz II, 139, hadis No. 7932, 9040 dan 2249

17

Husein Muhammad,Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender, (Yogyakarta: LKiS, 2001), cet. Ke-1. 39.


(17)

perempuan bahkan tergolong sebagai salah satu tindak kekerasan terhadap perempuan.

Terjadinya ragam pendapat dikalangan ulama dan tokoh-tokoh Islam klasik maupun kontemporer, kian menjadikan tradisi ini tetap hidup dan meluas.18 Diantara pendapat tersebut adalah pendapat Imam Mazhab yang 4 (empat), seperti Imam Maliki yang menyatakan bahwa sirkumsisi perempuan hanya sebagai tindakan kemuliaan, asalkan tidak berlebihan dalam hal menyayat atau memotong organ kelaminnya. Imam Hambali menyatakan sirkumsisi bagi perempuan adalah satu kemuliaan bagi perempuan, Imam Hanafi mengkategorikannya sebagai kemuliaan saja, sedangkan Imam Syafi’i, yang dianut mayoritas Muslim di

Indonesia, mewajibkan sirkumsisi bagi perempuan.19

Beberapa ulama kontemporer menganggap hadis yang berkembang– yang dijadikan dalil tentang pewajiban sirkumsisi- merupakan hadis yang dha’if

(lemah). Seperti hadis dari Ummū ‘Athiyyāh yang di riwayatkan oleh Abū Dā’ūd:

“Dari Ummụ ‘Athiyyāh r.a, beliau berkata bahwa ada seorang juru sirkumsisi para wanita di Madinah, Rasul SAW bersabda kepadanya: “Jangan berlebihan,

karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan kecintaan suami"(Abū Dā’ūd).20

Dalam redaksi hadis lain disebutkan:

Artinya: “Sirkumsisi itu sunnah bagi laki-laki dan perbuatan

mulia bagi perempuan”.21

Hadis ini dikategorikan lemah oleh Abû Dâûd sendiri dan diklasifikasikan sebagai hadis mursal, selain itu, hadis ini tidak ditemukan dalam kompilasi hadis

18

M. Ali Hasan, Masa’il Fiqhiyyah al-Hadisah Pada Masalah-Masalah Kontemporer

Hukum Islam,(Jakarta: P.T. Rajawali Press, 1996), cet. Ke-1, 179.

19

Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wā Adillatuhū, (Damaskus: Daar al-Fikr al-Islamî, t.t), juz III, 642. baca juga artikel dari majalahTempo, (Jakarta), 22 Oktober 2006.

20

Abû Dāūd,Sunān,hadis No. 4587

21 Nasaruddin Umar, “Bias Gender Dalam Pemahaman Agama,” dalam Jurnal


(18)

lain, hadis ini hanya terdapat dalam Sunan Abū Dāwud saja.22 Oleh banyak kalangan Muslîm, hadis ini dikategorikan rendah kredibilitasnya. Sayyīd Sabiq,

penulis buku Fiqh al-Sunnah, menyatakan semua hadis berkaitan dengan sirkumsisi perempuan tidak ada yang otentik.23 Pendapat ulama dan tokoh Islam lainnya adalah Muhammad Sayyid Tantawi, Syaikh Besar Al-Azhar di Mesir, mengatakan praktik sirkumsisi perempuan tidak Islami. Menurut mantan syeikh al-Azhar Kairo, Mahmud Syaltut,24 hadis yang dijadikan hujjah dalam tradisi sirkumsisi perempuan itu tidak jelas atau tidak sahih. Pendapat ini diamini juga olehSyekh Abbās, Rektor Institut Muslim, Paris. Senada dengan pendapat ini, Dr Yusuf Qardhawi, Syaikh al-Hanooti dan Mufti Ontario, Kanada, Syaikh Mahmud Kuttŷ, sepakat bahwa sirkumsisi perempuan itu tidak thabīt atau sahih dari nash sebagaimana thabīt-nya hukum sirkumsisi bagi lelaki.25 Jika ada nash-nash mengenai sirkumsisi perempuan, semuanya tidak shahih dan tidak boleh dijadikan hukum, karena dalil tersebut tidak lebih dari sekedar akomodasi produk ijtihad yang tertuang dalam disiplin fiqh. Fiqh mengakomodasinya lewat kaidah

“Melukai anggota tubuh makhluk hidup atau manusia (seperti sirkumsisi)

diperbolehkan apabila ada kemaslahatan yang diperoleh”.26

Selain perlu diteliti lebih dalam lagi permasalahan teks-teks agama (teks-teks fiqh/pemahaman dalam kitab kuning),27 teori kesehatan juga tidak mengakui sirkumsisi perempuan sesuai dengan etika kesehatan. Karena, metode sirkumsisi perempuan tidak ada dalam dunia medis, kecuali sirkumsisi laki-laki yang secara medis terbukti memiliki nilai positif, apalagi, teknik pelaksanaannya terdapat dalam kurikulum etika kesehatan.

Berbeda dengan sirkumsisi laki-laki, dimana pelaksanaan juga dikuatkan oleh dalil agama, teknik pelaksanaan sirkumsisi perempuan tidak pernah diajarkan dalam pendidikan kesehatan juga tidak ditemukan manfaatnya secara medis. Tidak adanya standar dan prosedur tetap tentang sirkumsisi perempuan secara

22

Husein Muhammad,Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender, 42.

23

Sayyid Sabiq,Fiqh al-Sunnah, juz I, 36.

24

Muhammad Syaltut,al-Fatawa, jil. III, cet. Ke-3, 302.

25

Kunjungi situs www.Islam-online.com

26

Muhammad Syaltūt,al-Fatawā,... 302.

27 Masdar F. Mas’udi,

“Perempuan di Antara Lembaran Kitab Kuning”, dalam Mansour Fakih et.al.,Membincang Feminisme, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000).


(19)

medis, membuat tenaga kesehatan dalam prakteknya, biasanya berdasar pada praktek seniornya saja. Dan lebih sering bertanya atau mengamati praktek sirkumsisi yang dilakukan oleh dukun/tukang sunat tradisional di daerah setempat, baik secara simbolik maupun dengan insisi (pengirisan) sertaeksisi (pemotongan) klitoris. Padahal menurut psikoseksual Amerika, Masters and Jonhson, sebagian besar pusat orgasme wanita bersumber dari klitoris. Karena klitoris sebagai pusat rangsangan yang memberi dampak besar terhadap kepuasan dan kenikmatan seksual, dan orgasme.28

Selain dari itu, bidan juga kerap melakukan praktek sirkumsisi perempuan sesuai kemauan/pesanan orang tua si anak (misalnya harus ditusuk atau dipotong sesuatu dari organ si anak sampai keluar darah dan lain-lain).29 Hal yang demikian, tidak terlepas dari paham/kepercayaan realitas soial masyarakat dan kalangan medis tentang kewajiban menyirkumsisi perempuan. Praktek seperti ini salah satunya terdapat di Yayasan Assalam Bandung (YAB) yang mewajibkan praktek sirkumsisi perempuan, sunatan massal setiap tahun dilaksanakan pada bulan Maulid Nabi Muhammad SAW.30

Praktek sirkumsisi perempuan sampai sekarang masih mendapat legitimasi dari sebagian budaya dan agama dibeberapa negara. Meskipun sedari dulu,31 praktek ini sudah mendapat tantangan dan tuntutan penghapusan dari berbagai lembaga dunia, antara lain WHO, LSM (lembaga Swadaya Masyarakat) yang bergerak dalam penuntutan kebebasan hak-hak wanita.32 WHO secara konsisten menyampaikan bahwa sirkumsisi perempuan dalam bentuk apapun tidak boleh

28

Budiman Arief, Pembagian Kerja Secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis

Tentang Peranan Perempuan Dalam Masyarakat, (Jakarta: P.T. Gramedia, 1982), 13. baca juga Graham Masterton, Menikmati Kepuasan Sejati, terj (KDT, PT. Kentindo Publisher, 2003) cet. Ke-4, 275.

29

“Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”, artikel

diakses pada 3 Mei 2008 dari http://pusdiknakes.or.id/pdpersi/html

30

Tradisi sirkumsisi perempuan secara massal di YAB dimulai sejak tahun 1950, dan pada tahun 1980, YAB bekerja sama dengan Rumah Sakit Islam Sadikin, Bandung, Jawa Barat

untuk mengadakan sirkumsisi perempuan secara massal hingga sekarang. Baca “Pro Kontra Khitan Perempuan,” Pikiran Rakyat, (Bandung), 24 Mei 2003. Lukman Hakim, “Khitan

Perempuan Dalam Sebuah Tradisi dan Syari’at Agama,” Makalah pada seminar sehari, “Khitan

Perempuan”di aula SD Assalam tanggal 16 Mei 2003, 1.

31

Sri Mulyani, “Khitan Bagi Perempuan Antara Tuntunan Agama dan HAM,” Suara

Karya, (Jakarta), 12 Juli 2003.

32


(20)

dilakukan di manapun oleh tenaga kesehatan, termasuk rumah sakit. Karena, berdasar pada etika kesehatan yang menyatakan, bahwa mutilasi pada organ tubuh manusia yang tidak perlu, tidak boleh di lakukan oleh tenaga medis.

Melihat fenomena praktek sirkumsisi perempuan di Indonesia yang semakin marak, bukan hanya dilakukan oleh dukun tradisional namun juga sudah menjalar ke rumah sakit yang pelakunya melibatkan dokter, bidan dan tenaga medis. Ternyata, menggugah Departemen Kesehatan Republik Indonesia (depkes RI) pada tahun 2006 untuk menerbitkan surat edaran yang berisi pelarangan tindakan medikalisasi sirkumsisi perempuan. Depkes menggugat tatanan budaya dan tradisi yang memberikan jalan berlangsungnya praktek sirkumsisi yang dinilai merugikan organ seksualitas kaum perempuan karena tidak sesuai dengan etika medis.

Namun anjuran depkes atau tenaga kesehatan yang melarang tindakan medikalisasi sirkumsisi perempuan pada tahun 2006 lalu, tidak hanya mengejutkan masyarakat namun, juga menyulut kontroversi antara tokoh agama (khususnya MUI) dan kalangan kesehatan. Apakah benar ritual sirkumsisi perempuan berdasar dari nash-nash agama? atau hanya suatu budaya pra-Islam yang akhirnya dikategorikan sebagai bagian dari ajaran Islam? dan mengapa ahli kesehatan melarang tindakan medikalisasi sirkumsisi perempuan? apakah titik sentral yang menjadi polemik dan perdebatan antara tokoh agama dan kesehatan?

Berangkat dari narasi dan pertanyaan di atas penulis tertarik mengangkat

tema tersebut kedalam sebuah skripsi dengan judul “Sirkumsisi Perempuan

Perspektif Hadis dan Ahli Kesehatan (WHO)”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa hal yang dijadikan dasar pelakasanaan penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana hadis tentang sirkumsisi perempuan? 2. Bagaimana kualitas hadis sierkumsisi perempuan? 3. Mengapa sirkumsisi merupakan anjuran dari para ulama? 4. Bagaimana pendapat ulama kontemporer?


(21)

5. Bagaimanakah status sirkumsisi perempuan menurut hadis?

6. Kenapa sirkumsisi perempuan dilarang oleh ahli kesehatan(WHO)? 7. kenapa masih banyak praktek / prosedur sirkumsisi?

8. Apa yang menjadi perdebatan sirkumsisi perempuan antara muhaddisin dan ahli kesehatan (WHO)?

9. Apakah yang menjadikan ahli kesehatan (WHO) melarang sirkumsisi perempuan?

Melihat banayknya pertanyaan-pertanyaan tentang sirkumsisi penulis membatasi pada pembahasan ini yaitu menelusuri status sirkumsisi perempuan persfektif hadis/argumentasi ulama, mencari titik pelarangan sirkumsisi perempuan menurut ahli kesehatan (WHO), bagaimana sejarah sirkumsisi perempuan / prosedurnya. Pembatasan ini adalah untuk tidak meluasnya pembahasan tentang sirkumsisi perempuan. Agar lebih sfesifik lagi, penulis merumuskan pembahasan:

1. Apa status sirkmsisi perempuan perspektif hadis dan argumentasi ulama? 2. Dimana letak kontroversi yang diperdebatkan antara Ulama hadis dengan

Ahli kesehatan (WHO) word health organizazion?

C. Kajian Pustaka

Melalui penelusuran kepustakaan kebeberapa tempat, penulis mendapati penelitian tentang, Khitan dalam Perspektif Hadis. Zakiyah, Khitan dalam

Perspektif Hadis. (Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syahida Jakarta 2005) Dalam skripsi tersebut di ungkap hal-hal yang menjelaskan Khitan dalam hadis-hadis Rasulullah dan membahas hadis-hadis yang berbicara tentang Khitan perspektif hadis, disini berbeda dengan penulis yasng ingin jelaskan tentang kontropersi menurut hadis dan kesehatan.

Fiqh khitan perempuan. Dr Ahmad Lutfi Fathullah, Fiqh khitan perempuan (al-Mughni pres. Cet ke-2 Jakarta 2006)

Di dalam buku ini menjelaskan tentang pendapat ulama kontemporer dan juga pendapat ulama fiqh 4 mazhab, serta bagaimana hukum khitan perempuan dalam pandangan Islam.


(22)

Khitan perempuan. Jamaluddin, Khitan Perempuan, (skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam Darunnajah, dibawah bimbingan Dr.Ibu Huzaimah, tahun 2001), skripsi ini menjelaskan tentang hukum sirkumsisi perempuan. Oleh karena itu, penulis mengambil tema mengenai sirkumsisi perempuan, studi analisis kritis sirkumsisi perempuan perspektif hadis dan ahli kesehatan (who), pembahasan yang dikaji tentunya berbeda dari fokus karya-karya di atas. Disini menulis akan menganalisa kenapa sirkumsisi dilarang oleh ahli kesehtan (who), di lain sisi menurut hadis / ulama tidak ada pelarangan sirkumsisi bagi perempuan.

D. Metode Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Sumber data digunakan adalah sumber data yang bersifat primer dan sekunder. Sumber data primer adalah, kitab abû dâ’ûd, kitab sahih bukhari muslim, kitab al-baihaqî, dan ijtihad ulama, dan masih banyak kitab-kitab hadis yang menjadi rujukan penulis, namun tidak penulis cantumkan disini, segaimana kebijakan ahli kesehatan tentang sirkumsisi perempuan. Datasekundermerupakan data yang diperoleh dari kepustakaan.33 Antara lain; etika/teori kesehatan, pendapat ahli kesehatan, dan literatur-literatur yang terkait materi.

Untuk mendapatkan gambaran praktek sirkumsisi dari perspektif agama dan kesehatan, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode library research (pengumpulan data melalui studi kepustakaan) yaitu, mencari informasi/data, melalui analisis dan konsep pemikiran para ahli yang termuat di buku, karya ilmiah, dan artikel yang relevansi dengan judul.34

2. Metode Pembahasan a. Secara Historis

Yaitu dengan mengumpulkan data-data dari sejarah pertama kali sirkumsisi dilaksakan.

33

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992),. 51.

34

Muhammad Nazir,Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), cet. Ke-3, 63. Lihat juga Koentjaraningrat,Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: P.T. Garamedia Pustaka Utama, 1991), 110-112.


(23)

b. Secara Sosiologis

Yaitu dengan mengambil data-data dari budaya atau kultur sirkumsisi.

Berdasarkan referensi yang ada, penulis dalam pembahasan skripsi ini berpijak pada metode pelaporan atau penulisan, yaitu melalui pengumpulan data baik primer maupun sekunder lalu diteliti dan dianalisa kemudian diambil kesimpulan.

3. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Centre for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujan untuk:

1. Mengetahui status sirkumsisi perempuan.

2. Mengetahui alasan pelarangan sirkumsisi perempuan menurut kesehatan. 3. Mengetahui titik kontroversi yang diperdebatkan tokoh agama dan

kesehatan tentang praktek sirkumsisi perempuan. Manfaat Penelitian

2. Manfaat Teoretis

Penulis harapkan bermanfaat secara teoritis sebagai aset pengembangan khazanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, agama, praktisi agama, tenaga kesehatan, dan terutama bagi perempuan secara umum. Disamping, berguna bagi penulis sebagai tugas akhir pada progam

studi tafsīr hadis. 3. Manfaat Praktis

a. Diharapkan dapat memberikan kejelasan bagaimana praktek sirkumsisi perempuan serta dampaknya bagi kesehatan perempuan.


(24)

b. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi siapa saja yang berkepentingan dalam sirkumsisi perempuan.

c. Dapat memberikan kejelasan status sirkumsisi perempuan dari perspektif agama, dan teori kesehatan.

F. Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan sistematis, penulis membagi menjadi lima bab yang didahului dengan kata pengantar, daftar isi dan diakhiri dengan daftar pustaka. Adapun sistematika penulisan skripsi ini yang dibagi ke dalam lima (4) bab, perinciannya sebagai berikut:

Pada BAB I,pendahuluan, membahas latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan manfaat (teoritis dan praktis), metode penelitian, serta teknik dan sistematika penulisan, ini penulis cantumkan kedalam bab satu, karena ini merupakan suatu pengantar, untuk mempermudah bagi pembaca.

Kemudian ,Bab II pengertian sirkumsisi perempuan dan sirkumsisi perempuan menurut ahli kesehatan(WHO). Menurut bahasa arab dan devinisi teori kesehatan, sejarah sirkumsisi, serta kontrofersi devinisi sirkumsisi, pendapat sejarah awal sirkumsisi dalam Islam dan diluar Islam (ajaran Yahudi dan Kristen). Klasifikasi sirkumsisi perempuan menurut ahli kesehatan, prosedur sirkumsisi perempuan menurut ahli kesehatan(WHO, dan hak seksualitas perempuan, tinjauan umum sirkumsisi perempuan menurut Islam dan manurut ahli kesehatan (WHO). Ini penulis cantumkan kedalam bab dua. Dimana sirkumsisi menurut bahasa arab yaitu memotong dan menurut kesehatan yaitu memotong ujung klitoris atau memotong kulit yang menutupi klitoris.

Bab III, Sirkumsisi perempuan persfektif hadis serta kualitas hadis tersebut, pemahaman ulama terhadap hadis tersebut, hadis sirkumsisi dan penolakan Ahli Kesehatan (WHO), kontekstualisasi hadis sirkumsisi perempuan menurut ulama kontemporer dan refleksi akhir menurut filosofis.

Bab IV, Penutup ini merupakan suatu jawaban yang menjawab dari peruusan masalah sirkumsisi perempuan.


(25)

BAB II

PENGERTIAN SIRKUMSISI PEREMPUAN, SEJARAH SIRKUMSISI DAN PENGERTIAN SIRKUMSISI MENURUT AHLI KESEHATAN

(WHO) WORD HEALTH ORGANIZAZION

A. Pengertian Sirkumsisi

1. Sirkumsisi Perspektif Bahsa Arab: Memotong

Dalam kamus al-Munjîd,35

sirkumsisi menurut bahasa (etimologi) berasal dari - – yang merupakan isim masdâr dari kata kerja -

ﱳ ﺧ

- yang artinya memotong atau potongan sesuatu.

Dalam Kamus al-Munawîr,36 sirkumsisi diartikan dengan makna

memotong, seperti dalam perkataan –

ﻪ ﺘ ﻔ ﻠ ﻗ ﻊ ﺘ ﻗ

:

– kata sirkumsisi berasal

dari kata

-

yang berarti memotong.

Dalam buku Ensiklopedi Hukum Islâm,37

sirkumsisi dengan pengertian yang sama; memotong. Dalam kamus Lisân al-’Arâb,38

kata sirkumsisi berasal

dari kata kerja bentuk isîm atau kata

bendanya adalahkhitândankhitânah .39 Seseorang yang disirkumsisi

disebut dan kata ditujukan untuk sirkumsisi kepada laki-laki,

sedangkan sirkumsisi terhadap perempuan disebut . Dan, kata

ﲔ ﺘ ﺧ

adalah sirkumsisi secara umum yang digunakan terhadap laki-laki dan perempuan.

Sirkumsisi menurut terminologi atau istilah adalah pemotongan sebagian dari organ kelamin laki-laki dan perempuan. Untuk laki-laki pelaksanaan sirkumsisi hampir sama di semua tempat, yaitu dengan memotong kulit yang menutupi kepala penis.40 Bagi perempuan berbeda di setiap tempat, ada yang

35

Luis Ma’lûf,Kamus al-Munjîd, (Beirut: al-Maktabah al-Katolikiyah, 1908), 169.

36

Ahmad Warson Munawir,Kamus al-Munawir,(Yogyakarta: t.p, 1984), 348.

37

Abdul Azis Dahlan et al., Editor,Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta, Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996), cet. Ke-2, 923-925.

38

Ibn Mandhûr al-Afriqî,Lisân al-‘Arab,(Beirut: Dar Shadir, 1994), juz 13, 137.

39

Ahmad Warson Munawîr,Kamus al-Munawîr, 349.

40

Penis terdiri atasglans penis, corono penis,dan corpus penis. Galan Penismerupakan bagian kepala penis yang berkulit tipis. bagian ini tertutup oleh selubung yang disebutpreputium


(26)

sebatas memotong sebagian dari klitoris atau seluruh klitoris,41 ada juga yang

memotong sebagian atau seluruh labia minora,42 bahkan, ada juga yang

memotong labia mayora43 lalu menjahit kedua sisinya, yang disisakan hanyalah

lobang kecil sebesar jari kelingking, sebagai tempat keluarnya air kencing dan darah menstruasi. Praktek ini dikenal dengan nama infibulasi di daerah benua

(kulup). Preputium berfungsi melindungi glans penis saat masih kanak-kanak. Namun bila

preputium sulit dibuka akan menyebabkan tumpukan kotoran saat remaja. Lemak tersebut dihasilkan oleh kelenjartyson yang aktivitasnya meningkat pada masa pubertas. Tumpukan lemak merupakan sumber pertumbuhan bakteri yang dapat menimbulkan radang dan penyakit sekitar

glans penis. Tindakan sirkumsisi dilakukan untuk membuang sebagian selubung penutup penis. Secara medis, tindakan sirkumsisi bermanfaat membuat kulitglans penis menjadi lebih tebal dan tak mudah tertular penyakit. Namun, kepekaan dan kelembutannya menjadi berkurang. Corona

penis merupakan bagian leher yang berada di antara kepala dan batang penis. Corpus penis berisi satu pipa kecil untuk saluran kemih atau sperma dan dua pipa besar untuk pembuluh darah yang memungkinkan penis ereksi saat gairah seks terpacu. Rabaan, sentuhan, bau-bauan, penglihatan dan pendengaran dapat memacu ereksi. Baca Maria Dwikarya, Menjaga Organ Intim (Penyakit

dan Penanggulangannya), (Jakarta: P.T. Kawan Pustaka, 2004), cet. Ke-1, 3-5, lihat Tim Penyusun Buklet Kesehatan Reproduksi PATH Indonesia,Kesehatan Reproduksi, (Jakarta: PATH Indonesia bekerja sama dengan The William Gates Jr. Foundation & Nike, INC, t.th), 25-26.

41

Klitoris terletak di bagian atas vagina, di atas lubang saluran urine (air kencing), di bawah lipatan labia minora yang melintasi bagian atas klitoris yang menutupi dan melindungi klitoris. Ukuran klitoris antara 4-10 mm, namun ukurannya berbeda pada setiap wanita, tetapi umumnya seukuran biji kacang polong; dan akan membesar ketika mendapat rangsangan seksual sampai dua kali lipat. Klitoris sangat sensitif karena memiliki banyak ujung saraf sensoris (saraf perasa). Rangsangan, sentuhan, dan rabaan pada organ ini mampu membuat wanita ereksi/terangsang dan mengirim sinyal-sinyal saraf ke otot vagina untuk berkontraksi dalam proses orgasme (orgasme clitoral). Baca Nina Surtiretna, Bimbingan Seks Suami Istri Pandangan Islam

dan Medis, (Bandung: P.T. Remaja rosdaKarya, 2000), cet. Ke-6, 141-142, dan buku lainnya; Derek Llewellyn-Jones M.D., Wanita dan Masalahnya, (Surabaya: Usaha Nasional, t.th), 14-16, dan lihat Wimpie Pangkahila,Membina Keharmonisan Kehidupan Seksual, (Jakarta: P.T. Intisari Mediatama, 1999), cet. Ke-2, 5.

42Labia minora

atau bibir kecil adalah dua bingkai atau lipatan kulit yang kecil, tipis, halus, lembut, agak basah, berwarna merah jambu. Fungsinya adalah sebagai pintu penutup yang membatasi serambi vagina. Pada bagian atas,labia minora ini terbelah menjadi dua lipatan, yang satu melintasi sebelah atas klitoris dan yang satu melewati sebelah bawahnya yang menyatu untuk membentukFourchette, yang selalu robek ketika melahirkan anak. Di sebelah bawah dan dalam bibir ini terdapat kelenjar bartholin yang mengeluarkan zat pelumas/lendir. Di bawah bibir ini, terdapat bagian berupa spons yang berisi darah, terutama pada perangsangan seksual. Perangsangan akan menyebabkannya menjadi besar karena terisi oleh darah dan terbukanya lobang vagina. Pembesaran ini akan menyebabkan penyempitan ruang vagina dan akan menjepit penis yang memasuki vagina sehingga meningkatkan kenikmatan bersenggama. Dalam usia masa subur, labia minora ini tersembunyi di balik labia mayora yang membesar, tetapi pada kanak-kanak dan wanita berusia lanjut labia minora ini tampak lebih jelas karena labia mayora-nya relatif kecil. Baca Nina Surtiretna,Bimbingan Seks Suami Istri Pandangan Islam dan Medis, 140, dan Derek Llewellyn-Jones M.D., Wanita dan Masalahnya,14, dan jua Maria Dwikarya,Menjaga

Organ Intim (Penyakit dan Penanggulangannya, 10, lihat juga Wimpie Pangkahila, Membina

Keharmonisan Kehidupan Seksual,5.

43Labia mayora

atau bibir besar adalah dua lipatan kulit tebal yang terletak di kiri kanan serambi vagina, yang berfungsi sebagai bantal pelindung. Pada orang dewasa labia ini berambut dan mempunyai kelenjar yang memberikan bau khas. Dalam keadaan normal, lonjong mengecil ke bawah seperti garis vertikal terisi oleh jaringan lemak bertemu di tengah, merupakan celah sepanjang 6-8 cm. Di sebelah muka atas, berakhir di bukit venus (mons veberis) yang ditumbuhi rambut. Di sebelah bawah belakang, dihubungkan oleh kulit yang diberi nama parineum, yang membatasi vagina dan dubur/anus. Lih. dr. Nina Surtiretna, Bimbingan Seks Suami Istri

Pandangan Islâm dan Medis, 140, dan Derek Llewellyn-Jones M.D., Wanita dan Masalahnya, . 13, dan Maria Dwikarya,Menjaga Organ Intim(Penyakit dan Penanggulangannya, 9, lihat jua dr. Wimpie Pangkahila,Membina Keharmonisan Kehidupan Seksual, 5.


(27)

Afrika,44 sedangkan di daerah Sudan dikenal dengan sebutan “sirkumsisi

pharaonic”(sirkumsisi Fir’aûn), bagi orang-orang Mesir tipe sirkumsisi infibulasi

lebih dikenal dengan sebutan“sirkumsisi orang-orang Sudan”. Tetapi, secara umum/global tipe ini disebut denganinfibulasi.

Dalam kamusLisan al-‘Arab, sirkumsisi adalah bagian yang dipotong dari kulit penis laki-laki dan bagian organ dari vagina/klitoris perempuan.45

Ragam Pendapat Devinisi Sirkumsisi

Secara terminologis (istilah) ulama mendefinisikan sebagai berikut:

1. Imam al-Mawardi, sirkumsisi pada laki-laki adalah memotong kulup atau kulit yang menutupi kepala penis, pada perempuan adalah dengan mebuang bagian yang berada diatas farji (lobang vagina) atau organ klitoris.46

2. Menurut Ibn Hajar al-Asqalanî, sirkumsisi pada laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi kepala khasyfah (kepala penis), sedangkan bagi perempuan dilakukan dengan cara memotong organ bagian atas dari vagina (klitoris), yang terletak diatas lobang

senggama, yang berbentuk seperti biji kurma atau jengger ayam”.47

3. an-Nawawi dalamSyarah Sahih Muslîm menulis, sirkumsisi bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulup yang menutupi kepala penis sehingga terbuka.48

4. Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menulis, “Sirkumsisi laki-laki adalah pemotongan kulit yang menutupi khasyfah agar tidak menyimpan kotoran, mudah dibersihkan ketika kencing dan menambah kenikmatan

44

Pembahasan yang paling awal tentang Infibulasi ditemukan dalam tulisan-tulisan sejarawan Pietro Bimbo yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1551 atau 1552 M. Lebih lengkap lihat Anne Cloudsley, Women of Omdurmen, Life, Love and the Cult of Virginity, (London: Ethnographica 1983), 111, lihat jua Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan

Perspektif Islâm dan Kesetaraan Jender, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), cet. Ke1, 194-197.

45

Ibn Mandhûr al-Afriqi,Lisân Al-‘Arab, 138, dan lih. Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi

Hukum Islam, 925.

46

Ibn Hajar al-Asqolanî,Fath al-Barî fi Syarh Sahîh al-Bukharî, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), juz XI, 530. lihat juga buku, Lihat juga,fiqh khitan perempuan karangan Litfu Fathullâh, (al-Mughnî center press, 2006).

47

Ibn Hajar al-Asqolanî,Fath al-Barî fi Syarh Sahih al-Bukharî530.

48


(28)

jima’ (setubuh). Sedang untuk perempuan adalah dengan memotong bagian atas dari vaginanya (klitoris). sirkumsisi ini merupakan tradisi kuno (sunnah qadimah)”.49

5. Prof. Wahbah al-Zuhaili dalam bukunya “al-Fiqh al-Islamî wa

Adillatuhû” menjelaskan: “Sirkumsisi pada perempuan ialah

memotong sedikit mungkin dari kulit yang terletak pada bagian atas farji atau kulit klitoris. Dianjurkan agar tidak berlebihan, artinya tidak boleh memotong jengger yang terletak pada bagian paling atas dari farji, demi tercapainya kesempurnaan kenikmatan pada waktu

bersenggama”.50

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa sirkumsisi perempuan adalah tindakan yang memotong, mengiris atau menghilangkan sebagian organ genital bagian luar perempuan, yakni klitoris atau kulit yang berada diatas klitoris atau tudung klitoris. Jadi, secara umum sirkumsisi perempuan adalah pemotongan atau memotong atau menghilangkan bagian klitoris atau kulit diatas klitoris perempuan.

2. Definisi Menurut Ahli Kesehatan (WHO)

Istilah sirkumsisi ataugenital cutting adalah pemotongan alat kelamin atau praktek kuno yang dipraktekkan oleh berbagai masyarakat di seluruh dunia untuk alasan-alasan sosio-kultural, dan hingga saat ini masih terus berlangsung. Sirkumsisi perempuan di Indonesia mengacu pada sirkumsisi lak-laki, yaitu memotong ujung klitoris atau memotong kulit yang menutupi klitoris. Istilah secara internasionalnya adalah Female Genital Mutilation (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC).

Istilah circumsicion berarti “cutting around” (memotong melingkar),

secara spesifik menunjuk pada prosedur pemotongan alat kelamin laki-laki. Istilah genital mutilation lebih dekat pada pengertian damaging (perusakan). Istilah ini

49

Sayyid Sabiq,Fiqh al-Sunnâh,(Kairo: Dar al-Fikr, 1987), juz I, 36.

50

Wahbah al-Zuhailî, al-Fiqh al-Islamî wa Adillatuhū, (Damaskus: Daar Fikr al-Islami), Jilid I, 356. Lihat juga fikh khitan perempuan, karangan Lutfi Fathullâh,. (al-Mughni center press, 2006).


(29)

dianggap lebih bermakna politis dan seringkali digunakan sebagai alat advokasi oleh aktivis hak-hak perempuan. Tetapi, WHO juga menggunakan istilah FGM. Penggunaan istilah ini masih seringkali diperdebatkan, antara istilah genital cutting, genital mutilation atau circumsicion seringkali dipertukarkan dan diperdebatkan. Namun, Genital Cutting (pemotongan organ kelamin perempuan bagian luar) merupakan istilah yang dianggap paling netral karena mengindikasikan prosedur pemotongan genital yang bersifat umum, adil, dan kondusif, baik secara medis maupun non-medis, kepada laki-laki dan perempuan.51

Definisi sirkumsisi perempuan atau FGM secara spesifik didefinisikan

WHO adalah: “Sirkumsisi perempuan adalah semua tindakan atau prosedur yang

meliputi pengangkatan sebagian atau seluruh dari organ genital eksternal perempuan (klitoris, labia minora, labia mayora, dan vulva) atau bentuk perlukaan lain terhadap organ genital perempuan dengan alasan budaya, mitos,

agama atau alasan medis lainnya.”52

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sirkumsisi atau pemotongan dengan bentuk apapun, sedikit atau banyak, baik yang hanya mengiris, mengupas atau memotong, asalkan melakukan perlukaan pada organ genital perempuan bagian luar dikategorikan sebagai sirkumsisi atau FGM yang dilarang.

B. Sejarah Sirkumsisi Perempuan: Dari Simbol ke Dogma

1. Sirkumsisi Pra-Islam: Simbol kesucian Wanita

Peradaban-peradaban masa lampau sarat dengan intimidasi yang meng-infirioritas-kan kaum perempuan dibawahsuperioritas kaum laki-laki.53

Bermula dari sejarah Yunani Kuno yang menempatkan perempuan sebagai tahanan istana, sedangkan kalangan bawahnya memperlakukan perempuan sebagai dagangan

51 “Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”, artikel

diakses pada 8 Mei 2008 dari http://pusdiknakes.or.id/. Lihat juga Population Reference Bureau,

Abandoning Female Genital Cutting: Prevalence, Attitudes, and Effort to end, the Practices, (Amerika, tp, 2000).

52

“Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”, dari

artikel diakses pada 8 Mei 2008 http://pdpersi.co.id/

53

Abdul Moqsit Ghozali dkk. Tubuh Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan Bunga


(30)

yang diperjual-belikan. Sebelum kawin perempuan berada dibawah kuasa ayahnya, setelah menikah berada ditangan suami. Kekuasaan suami ini mutlak, termasuk menjual, mengusir, memukul, menganiaya bahkan membunuhnya. Fakta tersebut terus berlangsung hingga abad ke-6 Masehi. Di masyarakat Hindu, pra-abad ke-7 Masehi seringkali menjadikan wanita sebagai sesajen bagi para dewa. Hak hidup isteri berakhir saat suaminya meninggal: istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Ajaran Budha, memastikan perempuan selalu tunduk kepada laki bahkan seorang ibu mesti tunduk kepada anak laki-lakinya. Jika istri mandul maka ia akan diceraikan begitu saja, sebab, perempuan diperlukan hanya untuk melahirkan. Perempuan digambarkan sebagai makhluk jahat, kotor dan dipergunakan sebagai alat saja.54 Dalam peradaban Cina, terdapat petuah-petuah yang tidak memanusiakan perempuan. Ajaran Yahudi menuduh perempuan sebagai sumber laknat dan fitnah karena Hawa menjadi penyebab Adam terusir dari surga. Dan anak perempuan boleh dijual jika si ayah tidak mempunyai anak laki-laki. Tradisi Nasrani tidak jauh berbeda, dalam Konsili yang diadakan pada abad ke-5 Masehi dinyatakan, bahwa perempuan tidak memiliki ruh yang suci. Selanjutnya, pada abad ke-6 Masehi Konsili menyimpulkan bahwa perempuan adalah manusia yang diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki.55

Menurut ahli sejarah, perlakuan kekerasan dan anggapan perempuan sebagai kaum lemah, pelayan, yang hak dan kewajiban juga eksistensinya ditentukan oleh kaum laki-laki dan sebagainya. Sejak dahulu sangat berpengaruh terhadap perlakuan sosial-budaya terhadap perempuan, dan di masa selanjutnya produk budaya tersebut dipasarkan kepada perempuan lewat salah satu tradsisi yaitu sirkumsisi perempuan.

Menyingkap sejarah awal sirkumsisi perempuan, asal-usulnya belum diketahui secara pasti, tetapi dari catatan-catatan sejarah membuktikan bahwa

54

Jeanne Becher,Perempuan, Agama, dan Seksualitas Studi Tentang Pengaruh Berbagai

Ajaran Agama Terhadap Perempuan,(Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia, 2004), cet. Ke-2, 214.

55


(31)

praktek tersebut telah dimulai sebelum Islam.56 Sirkumsisi perempuan bisa dipandang dari dua perspektif yaitu; budaya dan agama. Hal ini, tidak lepas dari asal-usulnya yang ternyata mengindikasikan nilai budaya lebih dahulu mengemuka ketimbang klaim agama. Tradisi sirkumsisi perempuan pada masyarakat Mesir Kuno misalnya tertera dari lukisan tembok Saqqara yang ditemukan di makam Ankh-Mahor dari Dinasti VI Old Kingdom (2350 SM). Bandingkan dengan tradisi sirkumsisi yang pertama tercatat dalam Alkitab pada masa Abraham (kurang lebih 1900 SM). Ritual sirkumsisi telah dikenal qabilah (suku) Arab pra-Islam, seperti yang disebut oleh Flavius Yosephus, sejahrawan Yahudi dari abad I (pertama) Masehi.57

Menurut sejarah, dalam upaya mencegah atau mengontrol seksualitas perempuan, pada jaman Romawi kuno, bangsawan-bangsawan Yunani tempo dulu,58 memasangkan cincin terbuat dari besi yang ditusukkan melalui bibir vagina kepada budak perempuan untuk mencegah kehamilan; pada abad pertengahan di Inggris, perempuan menggunakan sabuk kesucian (chastity belt) yang terbuat dari besi untuk mencegah persetubuhan selama ditinggalkan suami; di jaman Mesir Kuno, penemuan Mummi perempuan yang diperkirakan berasal dari abad ke-16 SM, menurut ahli arkeologi dan antropologi telah dilakukan pemotongan dan penjahitan kelamin akibat penyunatan pada jaman Firaun yang disebut sirkumsisi pharaonic; atau terdapat tanda clitoridectomy (pemotongan yang merusak organ kelamin perempuan).59 Pada jaman Tsar Rusia, Inggris, Perancis dan Amerika pada abad ke-19, catatan menunjukkan terjadinya praktek

56

Hasan Hathout,Revolusi Seksual Perempuan, Obstetri dan Ginekologi Dalam Tinjauan

Islam (Bandung: Mizan, 1996), cet. Ke-2, 89.

57 Bambang Noorsena, “Khitan dalam Perspektif Kristen: Latar Belakang Yahudi dan

Paralelisasinya dengan Islam”, dalam artikel “Khitan: Antara Budaya dan Agama”, diakses pada

10 September 2008 dari http://savindievoice.wordpress.com/2008/08/09/khitan-antara-budaya-dan-agama/

58

Ali Ahmad al-Jurjawi,Hikmat al-Tasyrî’ wa Falsafatuhû, (Beirut; Dar al-Fikr, 1994), juz.II, 31.

59

Asriati Jamil,Sunat Perempuan Dalam Islam: Sebuah Analisis Jender, dalam Refleks: Jurnal Kajian Agama dan Filsafat, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta, 2001) vol.3, no.2, , 53


(32)

pembuangan klitoris dimasa itu. Di Inggris dan Amerika, sirkumsisi dianggap

sebagai “obat” terhadap sejumlah penyakit psikologis.60

Selain diperkirakan penyirkumsisian perempuan pertama kali terjadi di era Mesir Kuno,61 diyakini juga praktek sirkumsisi ini merupakan situs remaja orang Afrika yang sudah tua usianya, yang kemudian disebarkan ke daerah Mesir melalui cara difusi (penyebaran). Diperkirakan, praktek ini sudah dikenal baik pada masa pra-Islam, terutama dilembah Nil, yaitu Arabia, Sudan, Mesir dan Ethiopia juga daerah-daerah tepi Laut Merah.62 Namun, seiring berjalannya waktu praktek tersebut masih bertahan meskipun dibeberapa daerah/tempat lain berangsur hilang. Penyirkumsisian ini telah dipraktekkan oleh agama Kristen, Katolik, Protestan, Koptik, dan Animisme. Di Mesir dan Sudan umat Muslim dan Kristen,63 mempraktekkan sirkumsisi perempuan ini.64

60

Hosken, Fran P. The Hosken Report; Genital and Sexual Mutilation of Females. 4th rev. ed. Lexington (Mass.), Women’s International Network News, 1994.

61

Pernyataan dari Aetius, seorang dokter kerajaan Byzantium, pada masa pertengahan (abad ke-4 Masehi) menyatakan;“Pada beberapa orang perempuan, disamping klitorisnya semakin tumbuh besar serta menjadi tidak pantas dan memalukan, klitoris tersebut juga akan tergosok-gosok secara terus menerus oleh pakaiannya, sehingga membangkitkan dan merangsang gairah mereka untuk melakukan persetubuhan. Ketika melihat ukuran yang bertambah besar tersebut, orang-orang Mesir berusaha untuk memotongnya, terutama ketika anak-anak perempuan itu sudah siap menikah. Operasinya dilakukan seperti berikut ini: “Mereka mendudukkan anak perempuan

tersebut pada sebuah tempat duduk, lalu seorang lelaki berdiri disamping anak perempuan tersebut, meletakkan lengan bawahnya dibawah paha dan pantat anak perempuan tersebut, lalu kemudian memegangi kaki-kaki, tangan dan seluruh tubuhnya. Orang yang melakukan operasi, berdiri didepan, mencengkram klitorisnya dengan tang yang bermulut lebar, menarik klitoris tersebut dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memotongnya dengan gigi gunting

tang tadi.” Pernyataan lain ditambahkan oleh Ambrosius, seorang dokter pada masa Grego-Roma

yang menyatakan, “Selain itu, orang-orang Mesir menyunat anak laki-laki pda usia 14 tahun dan anak perempuan mereka juga pada usia yang sama, karena jelas, sejak usia itu, nafsu laki-laki

mulai membara dan menstruasi perempuan mulai datang.” Dikutip dari Otto Meinardus,Christian

Egypt: Faith and Life, 324-325. lihat juga Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan

Perspektif Islam dan Kesetaraan Jender, 196.

62

Lihat Hassan Hathout, Revolusi Seksual Perempuan, Obstetri Dan Ginekologi Dalam

Tinjauan Islam, (Jakarta: Rosdakarya, 1996), sebagaimana dikutip oleh Asriati Jamil, Sunat

Perempuan Dalam Islam: Sebuah Analisis Jender, dalam Refleks: Jurnal Kajian Agama dan Filsafat,.53

63

Orang-orang Kristen Koptik di Mesir percaya bahwa praktek sirkumsisi perempuan itu tersebar dikalangan mereka karena menangnya orang yang melakukannya, yaitu orang-orang Yahudi. Lih. Otto Meinardus,Christian Egypt: Faith and Life, 327.

64


(33)

2. Sejarah Sirkumsisi perempuan di Asia (Indonesia).

Sejarah sirkumsisi di Asia menurut Ahli Etnografis, Wilken (1847-1891), menunjukkan bahwa praktek sirkumsisi telah ditemukan oleh bangsa-bangsa pengembara, yakni bangsa Semit, Hamit dan Hamitoid di Asia Barat Daya dan Afrika Timur, beberapa bangsa Negro di Afrika Timur dan Afrika Selatan, Malaysia juga Indonesia. Di Indonesia sirkumsisi perempuan adalah kebiasaan yang muncul seiring masuknya Islam. Di Nusantara sirkumsisi laki-laki sudah ada sebelum Islam datang,65 sudah dikenal sejak jaman Majapahit, terbukti dengan penemuan yang ada di Museum Batavia, dimana kepala zakar laki-laki sudah disirkumsisi. Di Jawa Barat, suku Badui (Sunda asli) juga sudah mengenal sirkumsisi yang dianggap sebagai bagian dari kepercayaan mereka sejak para leluhurnya.66 Dan perayaan sirkumsisi dibeberapa daerah sejak dahulu kala, juga menunjukkan bahwa budaya sirkumsisi sudah dikenal sejak pra-islam. Budaya sirkumsisi pada perempuan juga diperkirakan bersamaan dengan munculnya budaya sirkumsisi pada laki-laki.

a. Sirkumsisi Dalam Islam

Dalam masyarakat Muslim, praktek sirkumsisi dikaitkan dengan millah (syariat) Nabi Ibrâhîm yang dikenal sebagai bapak para Nabi (Abû al-Anbiyâ’), yang kemudian diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta segenap pemeluknya untuk mengikuti syariat Nabi Ibrahim tersebut. Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang menganjurkan kepada Nabi SAW untuk mengikuti syariat

Ibrâhîm diantaranya; suratal-Nisâ’ ayat 125,Ali ‘Imrân ayat 95, dan al-Nahl ayat 123. Tetapi diantara ayat-ayat tersebut yang paling sering dijadikan dalil untuk mengikuti perintah sirkumsisi adalah Suratal-Nahl ayat 123 yang berbunyi:

65

Ahmad Ramali, Peraturan-peraturan Untuk Memelihara Kesehatan Dalam Hukum

Syara’ Islam, (Jakarta: Balai Pustaka, 1968), 69-70.

66

Mintarja W. Riki, Peranan Sunat Dalam Pola Hidup Masyarakat Sunda, (Jakarta: Pustaka Nasional, 1994), 55.


(34)

Artinya: “Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrâhîm seorang yang hanîf” dan bukanlah dia

termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”. ( Q.S al-Nahl: 123).

Selain tradisi sirkumsisi yang diserap langsung dari tradisi Ibrâhîm, ada beberapa tradisi lain yang dimasukkan dalam ajaran Islam seperti Haji (surat Ali-Imrân ayat 97) dan Ibadah Qurbân (suratal-Hajj ayat 34).

Hadis tentang pelaksanaan sirkumsisi Nabi Ibrahim diriwayatkan oleh Abu Hurairah, berikut ini:

) .

(

67

Artinya: “Nabi Ibrâhîm AS, kekasih tuhan yang Maha Pengasih

melakukan syari’at Islam setelah umurnya melampaui 80 tahun, dan

iamelaksanakan sirkumsisi dengan Qadūm.”(H.R Bukhari).

Dalam redaksi lain disebutkan:

:

) .

(

68

Artinya: “Menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’îd

memberitahukan Mughîrah bin Abdirrahmân al-Quraisîy dari Abi

Zannâd dari Abî Hurairah r.a. bersabda Rasûl SAW: “Ibrâhîm

berkhitan pada usia 80 tahun dengan kampak.” (H.R Bukhari).

Kata-kata dengan Qadûm dalam hadis tersebut, mengundang perdebatan dikalangan Ulama. Ada yang mengatakan tanpa tasydid, berarti salah satu nama tempat di daerah Syam/Syria. Menurut pendapat ini, sirkumsisi Ibrâhîm

67

Hadis ini juga terdapat dalam Imam Muslîm, Sahîh al-Muslîm, dan al-Baihaqî,

al-Sunân al-kubrâ, jilid 8, 325.

68 Abâ Abdillâh bin Isma’îl al

-Bukharî, Sahih Bukharî, (Beirut: Maktabah al-Asiriyah, 1997), juz II, 139.


(35)

dilaksanakan di daerah Qadûm, Syam. Sementara ulama lain menanggapi

dengantasydîd, menunjuk pada alat yang dipakai oleh tukang kayu, yaitu kampak. Jadi, menurut pendapat terakhir Ibrâhîm disirkumsisi dengan memakai kampak.69

Terlepas dari pendapat dua golongan diatas, yang jelas, dari titik itulah tradisi dan pensyariatan sirkumsisi dimulai dalam Islam. Menurut Alwi Shihab dalam Islam Inklusif,70 pelaksanaan sirkumsisi Nabi Ibrahim merupakan simbol dan pertanda ikatan perjanjian suci (mitsaq) antara beliau dengan Tuhan Allah SWT. Sirkumsisi Ibrâhîm tersebut jua merupakan cikal-bakal ajaran sirkumsisi dalam Yahudi dan Kristen.

b. Sirkumsisi Dalam Yahudi dan Kristen

Menurut doktrin Yahudi, sirkumsisi adalah suatu sekramen, suatu tanda atau cap.71 Bagi Kristen, pemotongan dan pembuangan kulit penis adalah lambang pembuangan dosa, dan darah yang keluar menunjukkan bahwa perdamaian hanya

bisa didapat dengan darah Yesus Kristus, suatu ‘cap kebenaran dari pada iman’72

Sirkumsisi adalah lambang hidup baru bagi orang beriman, pertanda hati yang sudah bersirkumsisi73 Untuk jama’at perjanjian baru, tradisi sirkumsisi diganti

dengan upacara pembabtisan, setelah Yesus Kristus disalip, hukum sirkumsisi dihapuskan74

Dalam Perjanjian Lama, sirkumsisi menggunakan istilah teologis ‘B’rit

Millah’ (bahasa Ibrani yang berarti perjanjian sirkumsisi). Perjanjian antara Allah

dan umat-Nya yang mula-mula diwahyukan kepada Ibrahîm.

69

Ibn Qayyîm al-Jauziyah,Tuhfah al-Maududdî bi Ahkâm al-Maulūd, diterjemahkan oleh Fauzi Bahreisy,Mengantar Menuju Dewasa, (Jakarta: Serambi, 2001), cet. Ke. 1, 125.

70

Alwi Shihâb,Islâm Inklusif, (Bandung: Mizan, 2001), cet. Ke-9, 275-276.

71

Chr. Barth, Theologia Perdjandjian Lama, (Bandung: P.D Grafika Propinsi Djawa Barat, 1970), jil. I.

72Roma

: 4:11.

73

B.J. Boland dan P.S. Naipospos,Tafsiran Alkitab Ulangan10:16, 30: 6,Jeremia4: 9;

Roma2:29.

40 F. L. Bakker, Sedjarah Keradjaan Allah Perdjandjian Lama, (Jakarta: BPK, 1965), jil.1, cet. Ke-4, 97. Lihat juga D.C. Mulder,Pembimbing Kedalam Perdjangdjian Lama, (Jakarta: BPK, 1970), cet. Ke-2, 50.


(36)

Perjanjian lama Genesis atau kejadian yang berbunyi:

“Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang. Perjanjian

antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki diantara kamu harus disirkumsisi, haruslah dikerat kulit kelaminmu

dan itu menjadi tanda perjanjian suci antara aku dan kamu.”75

Menurut sejarah Yahudi, saat perintah sirkumsisi turun kepada Ibrahîm, beliau sudah berusia 99 tahun (dalam Islam Ibrahîm berusia 80 tahun), dan sudah mempunyai seorang anak bernama Ismael (Ismail) dari hambanya Hagar (Siti Hajar). Selanjutnya perintah untuk menyirkumsisi tersebut diwajibkan bagi setiap anak Israel pada umur 8 (delapan) hari, Yesus juga disirkumsisi pada umur 8 hari.76 Perintah ini dilaksanakan Abrahâm kepada Ishak,77 peristiwa ini adalah sebagai tanda kasih Allah kepada umat-Nya.78

Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, pemaknaan orang Yahudi terhadap makna simbolis ini tenggelam oleh fungsinya sebagai identitas bangsa yang dipilih Tuhan. Sirkumsisi akhirnya hanya dipandang sebagai ritual semata. Bahkan sirkumsisi dalam pandangan legalisme Yahudi, menjadi pembeda antara bangsa mereka dengan bangsa lain yang tidak bersirkumsisi (bahkan dianggap sebagai bangsa kafir). Pendangkalan pemaknaan sirkumsisi ini ditentang oleh Nabi Musa serta Yeremia pada masa Perjanjian Lama dan Rasul Paulus pada masa Perjanjian Baru.

Dalam penafsiran agamawan kristen (Gereja) masa selanjutnya sangat berebeda dengan tradisi Yahudi masa dulu. Doktrin Kristen menegaskan, bahwa sirkumsisi bukan lagi mengerat/memotong daging kulup manusia, tetapi yang

75

Nasaruddin Umar,Bias Gender Dalam Pemahaman Agama, 120. pasal 10 ayat 11

76

B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab Lukas, Kejadian 17:12 (Jakarta: BPK, 1970), 58.

77

Menurut kepercayaan Kristen, anak Ibrâhîm yang terpilih atau yang dipilih Tuhan untuk dikurbankan dan di sirkumsisi adalah Ishak. Sedangkan menurut kepercayaan Islam, anak

yang dikorbankan Ibrâhîm adalah Isma’il. Lihat Barbara Freyer Stowasser,Reinterpretasi Gebder

Wanita Dalam Alquran, Hadis, dan Tafsir,terj. (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), cet. Ke-1, 107-108. Analisis mendalam tentang tradisi Islam abad pertengahan tentang sejarah Ibrâhîm,

Isma’îl dalam tafsir Islam bisa dilihat dalam karya Reuven Firestone,Journey in Holy Land: The

Evolution of the Abraham-Ishmael Legend in Islamic Exergeis,(Albany: State University of New York Press, 1990).

78

B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab Lukas, (Kejadian 17:7; Ulangan 10:15) (Jakarta: BPK, 1970).


(37)

lebih penting adalah sirkumsisi hati yang tercermin dalam ketaatan, bukan sikap berontak melawan Allah79 Rasul Paulus juga mengambil sikap seperti ini ketika memutuskan untuk tidak menyunat Titus. Karena perjanjian sirkumsisi dalam perspektif iman Kristen tinggal makna eksotesisnya, yaitu penyucian tubuh yang tidak ada kaitannya dengan keselamatan kekal. Sirkumsisi yang dimaksud bukan sirkumsisi yang dilakukan manusia, tapi sirkumsisi oleh Yesus Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa menuju kebersihan80

Penganut Kristen Koptik dan Yahudi memahami bahwa sirkumsisi bukan hanya proses bedah kulit secara fisik semata, tetapi merujuk pada esensi kesucian. Bagi pemeluk Yahudi,Berit81 (bahasa Yahudi yang berarti Penyirkumsisian) juga dilambangkan sebagai pembuka tabir kebenaran dalam ikatan perjanjian suci yang diikat antara Allah dan Nabi Ibrâhîm, yang kemudian diikuti oleh penganutnya. Berikutnya, mereka mempertautkan antara pelaksanaan sirkumsisi dan izin pembacaan kitab suci Taurat. Hal ini menandakan bahwa sirkumsisi ibarat

‘Stempel Tuhan’ atau ‘ID Card’ - jika saya boleh mengatakan demikian- berupa

izin memasuki suatu tempat suci atau Kalam Ilahi dalam rangka perjumpaan

dengan Tuhan, sampai ia mendapat ‘ID Card’ dengan melaksanakan sirkumsisi

tersebut.82 Bagi umat Kristiani, sirkumsisi tidak ubahnya seperti pembabtisan yang dilaksanakan bagi balita-balita Kristen. Artinya, sirkumsisi sama dengan mencelupkan anak-anak balita kedalam air pembabtisan yang bermakna telah mensucikan anak-anak tersebut sekaligus resmi diakui sebagai pemeluk Kristen.

Tardisi sirkumsisi juga diberlakukan kepada perempuan Yahudi pada masa Ibrâhîm. Tujuannya sama, mengikat perjanjian suci antara Tuhan dan hambanya, karena agama Ibrâhîm diturunkan kepada laki-laki dan perempuan. Perintah sirkumsisi kepada perempuan ini juga diyakini termasuk salah satu dari 10 (sepuluh) kutukan dalam kitab Talmūd atau perjanjian lama kepada wanita.83 Diantaranya adalah: "Perempuan masih akan merasakan hubungan seks lebih

79Tafsiran Alkitab Lukas,

B.J. Boland dan P.S. Naipospos; Ulangan10:16.

80Kolose

2:11-12.

81

Jeane Becher, Perempuan, Agama, dan Seksualitas: Studi Tentang Pengaruh Ajaran

Agama Terhadap Perempuan, 10.

82

Alwi Shihab,Islam Inklusif, 275-276.

83


(38)

lama sementara suaminya sudah tidak kuat lagi" dan "Perempuan sangat berhasrat melakukan hubungan seks terhadap suaminya, tetapi amat berat menyampaikan hasrat itu kepada suaminya".84

Doktrin seperti ini memang dialami oleh perempuan secara umum, dimana mereka masih terkungkung dalam

budaya malu dan tuntutan budaya sosial (‘budaya maskulin’) untuk meredam

seksual mereka, nan jauh dari relasi seksual yang setara. Namun doktrin tersebut tidak sepenuhnya benar untuk diyakini apalagi untuk dipaksakan sebagai pe-legalitas-an penindasan pada perempuan.85

Karena, tidak ada bukti medis yang menyatakan bahwa perempuan memiliki keagressifan seksual yang berlebihan hingga tak terkendali.

Namun doktrin-doktrin agama Yahudi diatas, sudah terlanjur mempengaruhi sebagian besar masyarakat, meyakini kodrat perempuan memiliki nafsu seksual yang berlebihan. Apabila nafsu perempuan itu tidak dikebiri, dikhawatirkan dia akan melakukan tindakan-tindakan asusila yang dapat membuat malu dirinya, keluarganya bahkan agamanya. Maka, cara yang disepakati masyarakat untuk mereduksi kecendrungan seksual perempuan adalah dengan

menyirkumsisi perempuan, tindakan ini ditujukan untuk “mengamputasi”

sebagian dari organ seksualnya. Dengan demikian, pembuangan klitoris adalah dimaksudkan untuk pengontrolan syahwat perempuan.86

Dalam sejarah Yahudi Kristen atau Islam tertulis bahwa perempuan pertama yang disirkumsisi adalah Siti Hajar. Konon, ketika Siti Sarah memberikan izin kepada Nabi Ibrâhîm untuk menikahi Siti Hajar, kemudian Siti Hajar hamil. Namun, ternyata Siti Sarah cemburu kepada Siti Hajar dan bersumpah untuk memotong tiga bagian organ tubuh Siti Hajar untuk menebus kecemburuannya.87 Ibrahim kemudian menyarankan untuk menindik dua telinga dan menyirkumsisi Siti Hajar. Semenjak peristiwa itu tradisi sirkumsisi

84

Nasaruddin umar,Bias Gender Dalam Pemahaman Agama 120.

85 Budi Santi, “Membongkar Tabu Seksualitas Perempuan” Jurnal Perempuan,

No. 38, cet. Ke-1, (Februari, 2004), 130.

86

Alwi Shihab,Islam Inklusif, 276.

87

Ibn Qayyîm al-Jauziyah,Tuhfah al-Maududdi bi Ahkam al-Maulūd, diterjemahkan oleh Fauzi Bahreisy, Mengantar Menuju Dewasa, (Jakarta, Serambi, 2001), cet. Ke. 1. 155.


(39)

perempuan bermula dan dipercaya berawal dari Siti Hajar.88 Walaupun sejarah menemukan perempuan pertama yang disirkumsisi adalah Siti Hajar, namun tidak ditemukan bukti berapa usia Siti Hajar pada saat disirkumsisi dan dengan alat sejenis apa, tidak diketahui secara pasti.89

Secara keseluruhan, interpretasi ajaran Kristen sekarang ini, memandang sirkumsisi bukan sebagai alasan maupun jawaban teologis, tapi sebagai ritual budaya atau alasan kesehatan. Dengan begitu, kristen mencoba menghindari pemahaman tekstual Yahudi tempo dulu yang dianggap tidak relevan lagi pada saat sekarang ini.

C. Faktor Timbulnya Praktek Sirkumsisi Perempuan

Ada banyak alasan yang ditebar untuk membenarkan praktek sirkusmsisi perempuan.90 Namun, secara sederhana dapat dikategorikan ada 5 faktor yang mempengaruhi praktek sirkumsisi perempuan,91 yaitu;

1. Mitos

2. Mitos Seksual 3. Budaya Sosial 4. Kebersihan 5. Doktrin Agama a. Mitos

Pemotongan organ kelamin perempuan atau sirkumsisi perempuan di Afrika, Timur Tengah, dan termasuk di Indonesia adalah suatu fenomena yang

88

Ibn Katsir, Qisash al-Anbiyâ’, editor Musthafa Abdul Wahîd, (Kairo: Dar Kutub al-Hadis, 1968), 202. Lihat Abdul Wahhâb Al-Najjar,Qisash al-Anbiyâ’, (Kairo: al-Halabi, 1966), 94. Disebutkan bahwa perempuan pertama yang disirkumsisi adalah wanita Mesir, yaitu Siti Hajar, karena budaya ini umum berlaku di bantaran sungai Nîl.

89

A. Suyutî Anshari NST, “Khitan Wanita Sebuah Study Normatif Dari Perspektif

Islām,” pada acaraRountable Discussion Female Circumcision di PBNU, 16 april 2003.

90

Haifaa A. Jawad, The Rights of Women in Islam: An Authentic Approach, (London: Macmillan, 1998), 56-57.

91

WHO membedakan faktor pelaksanaan sirkusmsisi menjadi 5 macam, yaitu:

Psikoseksual, Sosiologi, Hygiene/estetik, Mitos, dan Agama. Lihat artikel Depkes, “Kebijakan

Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”. Artikel diakses pada 3 Mei 2008 dari http://pusdiknakes.or.id/pdpersi/


(1)

7. Apabila kemudian hari, berdasarkan penelitian yang seksama dan berkesinambungan, ditemukan metode yang tidak membahayaka n/ merugikan perempuan, maka metode itu dapat dilakukan. Hal ini berfasarkan kaidahLa darara wala dirar (tidak boleh membahayakan diri dan tidak boleh membahayakan orang lain).

B. Rekomendasi

1. Diharapkan permasalahan ini dibahas secara lebih jelas dan terbuka, agar memberi kejelasan bagi masyarakat mengenai status, dampak dan konseksuensi lain dari sirkumsisi perempuan.

2. Sebaiknya diadakan dialog demi terciptanya peningkatkan pemahaman pada kalangan tokoh muhaddisin/islam, pemuka adat, kaum perempuan, dan ahli fiqih terhadap masalah sirkumsisi perempuan.

3. Diharapkan terjadinya kerjasama antara berbagai berbagai kalangan yang berkepentingan untuk membahas praktek budaya sirkumsisi perempuan, serta memberikan pemahaman dan pendidikan kepada masyarakat agar tidak terjadi kontroversi dan polemik yang berlarut tanpa ada kepastian.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

al-Afriqi, Ibnu Manzhur.Lisân al-‘Arab,juz 13. Beirut: Dar Shadir, 1994.

al-Siddiqî al-Syafi’i al-Asy’ari al Makkî, Ibn ‘Allan. al-Futuhat al-Rabbaniyah al-Adzkar al-Namawiyah. Beirut: Dâr al-Fikr, 1978.

A. Jawad, Haifa. Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam dan Kesetaraan Jender.Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002.

Anshari NST, A. Suyuti. “Khitan Wanita Sebuah Studi Normatif Dari Perspektif Islam.” Dalam acara seminarRountable Discussion Female Circumcision di PBNU, 16 april 2003.

al-Zuhaily, Wahbah. al-Fiqh al-Islâm wa ‘Adillatuhu, Damaskus; Dar al-Fikr, 1989, juz III.

Becher, Jeanne. Perempuan, Agama, dan Seksualitas Studi Tentang Pengaruh Berbagai Ajaran Agama Terhadap Perempuan, Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia, 2004, cet. Ke-2.

Bakker, F. L.Sedjarah Keradjaan Allah Perdjandjian Lama, Jakarta: BPK, 1965, cet. Ke-4.

Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University. “Hasil Penelitian Oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Population Council dan Universitas Gajah Mada Dari Tahun 2001-2003”. Yogyakarta: Population Council dan Gadjah Mada Press, 2003.

Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Penerbitan Kitab Suci, 1984/1985.

__________________, al-Qur’an dan Terjemahnya. Ed. Revisi. Semarang: PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994.

DVD ProgramMaktabah Syamilahversi 3.11.

Dwikarya, Maria. Menjaga Organ Intim (Penyakit dan Penanggulangannya). Jakarta: P.T. Kawan Pustaka, 2004.

Engineer, Asghar Ali., Pembebasan Perempuan, Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2003, Penerj. Agus Nuryanto, cet. Ke-1.

Fakih, Mansour., Analisis Gender & Pemahaman Trnsformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, cet. Ke-5.


(3)

Ghozali, Abdul Moqsit., dkk. Tubuh Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda.Jakarta: Rahima, 2002.

“Hentikan Kekerasan Terhadap Perempuan.”Jurnal Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2002.

“Hentikan Medikalisasi Sunat Perempuan.”Kompas, 1 Juni 2005.

Jamil, Asriati. “Sunat Perempuan Dalam Islam: Sebuah Analisis Jender,” dalam Refleks: Jurnal Kajian Agama dan Filsafat (Jakarta, Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta, 2001) vol. 3. no. 2.

Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushulul Fiqih, Bandung: Gema Risalah Press, 1997, cet. Ke-2.

Lukman Hakim, “Khitan Perempuan Dalam Sebuah Tradisi dan Syari’at Agama.” Dalam seminar sehari, “Khitan Perempuan”. di Aula SD Assalam, Bandung (16 Mei 2003).

Llewellyn, Derek dan M.D., Jones. Wanita dan Masalahnya. Surabaya: Usaha Nasional, tt.

Muhammad, Husein. Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender.Yogyakarta: LKiS, 2001.

Misrawi, Zuhairi., Dari Syariat Menuju Maqashid Syariat Fundamentalisme, Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta: KIKJ & Ford Foundation, 2003.

Mas’udi, Masdar F. “Perempuan di Antara Lembaran Kitab Kuning”. Dalam Mansour Fakih et.al. Membincang Feminisme. Surabaya: Risalah Gusti, 2000.

______,Islam dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan. Bandung: Mizan, 1997. Masterton, Graham. Menikmati Kepuasan Sejati, terj. Sudarmaji. KDT, PT.

Kentindo Publisher, 2003, cet. Ke-4.

Muhammad Syâkir, Ahmad. Tarjamah Tirmidzî. Beirut: Daar Kutub al-‘Ilmiyah, 1998.

Munawir, Ahmad Warson.Kamus al-Munawir. Yogyakarta: t.p, 1984.

Mulder, D.C. Pembimbing Kedalam Perdjangdjian Lama, Jakarta: BPK, 1970, cet. Ke-2.


(4)

Naipospos, J. Boland dan P.S.Tafsiran Alkitab Lukas. Jakarta: BPK, 1970.

Natsir, Lies Marcoes. “Mempertanyakan Praktik Sunat Perempuan di Indonesia.” Kompas, 24 Februari 2003.

“Pemerintah Larang Sunat pada Perempuan.”Tempo, 4 Oktober 2006.

Pangkahila, Wimpie. Membina Keharmonisan Kehidupan Seksual, Jakarta: P.T. Intisari Mediatama, 1999, cet. Ke-2.

Sabiq, Sayyid.Fiqh al-Sunnah. Kairo: Dar al-Fikr, 1987.

Soekanto, Soerjono.Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992. Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. Metode Penelitian Survei. Jakarta:

LP3ES, 1995.

Shiva, Vandana. Bebas Dari Pembangunan Perempuan, Ekologi dan Perjuangan Hidup di India, penerjemah Hira Jhamtani. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.

Stop Sunat Anak Perempuan.”Ayahbunda, No.18/1-14 (September 2005). Shihab, Alwi.Islam Inklusif,Bandung: Mizan, 2001, cet. Ke-9.

Umar, Nasaruddin., Argumen Kesetaraan Jender, Perspektif al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2001, cet. Ke-II.

______________., “Bias Gender Dalam Pemahaman Agama,” dalam Jurnal Perempuan, edisi 03. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 1997.

______________.,Qur’an Untuk Perempuan, Jakarta: JIL dan Teater Utan Kayu, 2002.

Qardhawi, Yusuf. Kaifa Nata’âmalu ma’a al-Sunnah al- Nabawiyyah (ter). Bandung: Karisma, 1995.


(5)

Website:

“Anshari Nst., A.Sayuti. “Khitan Wanita Sebuah studi normatif dari perspektif Islam”. Artikel diakses pada tanggal 16 Oktober 2008 dari situs www.http://soc.culture.indonesia/html

“Belum Ada Sosialisasi Tentang Sunat Perempuan“. Artikel diakses pada 8 Sepetmber 2008 dari http://www.waspada.co.id/html

Depkes, “Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”. Artikel diakses pada 3 Mei 2008 dari http://pusdiknakes.or.id “Dokter dan Bidan Dianggap Melakukan Kesalahan Prosedur Khitan”. Artikel

diakses pada 25 Oktober 2008 dari http://www.prakarsa-rakyat.org/artikel/html

“Ervan Nurtawab”, “Lebih Jauh Dengan Khitan Perempuan”. Artikel diakses pada 20 Mei 2008 dari http://www.icrp-online.org

Hermianti, Sri. “Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan Mencubit 'Titipan Setan'”. Artikel diakses 6 September 2008 dari http://situs.kesrepro.info/htm “Khitan Perempuan Pelanggaran Hak Azasi Manusia yang Diabaikan”. Artikel

diakses pada 20 Juli 2008 dari http://yuliindarti-blog.co.cc/html

Kumkum.“Sunat Perempuan Langgar HAM”. Artikel diakses pada 20 September 2008 dari http://www.suarakarya-online.com/news.html.

“Kenapa Wanita Disunat?”. Artikel diakses tanggal 7 september 2008 dari http://majalahdewadewi.wordpress.com/html

Kusumaputra, R Adhi. “Penelitian di Enam Kota, 90 Persen Perempuan Dikhitan.” Artikel diakses pada 10 Oktober 2008 dari situs https://www.kompas.com/htm

“MUI Tak Mempersoalkan “khitan” Bagi Wanita”. Artikel diakses pada 23 September 2008 dari http://www.antara.co.id/html

“Mesir Larang Khitanan Wanita”. Artikel diakses pada 14 Sepetember 2008 dari http://www.oyr79.com/html

“Mitos-mitos Mendasari Sunat perempuan”. Artikel diakses 17 Agustus 2008 dari http://www.menegpp.go.id/html

Noorsena, Bambang. “Khitan dalam Perspektif Kristen: Latar Belakang Yahudi dan Paralelisasinya dengan Islam”. Artikel diakses pada 10 September 2008 dari http://savindievoice.wordpress.com


(6)

Pagar. “Mengkritik Tradisi Khitan Perempuan Dalam Paham Sunni Di Indonesia”. Artikel diakses 16 September 2008 dari http://www.waspada.co.idhtml

“Pro dan Kontra Sunat Genital Terhadap Kaum Perempuan“. Artikel diakses 10 September 2008 dari situs http://indonesiancommunity.multiply.com/

Sadli, Saparinah. “Praktek Sunat Di Indonesia”. Dalam “Sunat Perempuan Langgar HAM”. Artikel diakses pada 16 Agustus 2008 dari http://www.suarakarya-online.com/news.html

“Sunat Perempuan? Jangan Deh...”. Artikel diakses pada 20 Juli 2008 dari http://www.kompas.com/kesehatan/news/.html

Sukarsono, Achmad. “Indonesia Melarang Dokter Melakukan Penyunatan Terhadap Wanita”. Artikel diakses pada tanggal 12 Juli 2008 dari situs http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/

“Tidak Ada Manfaatnya”. Artikel diakses pada tanggal 18 September 2008 dari http://fashionesedaily.com/forum/archive/html