28 perempuan bermula dan dipercaya berawal dari Siti Hajar.
88
Walaupun sejarah menemukan perempuan pertama yang disirkumsisi adalah Siti Hajar, namun tidak
ditemukan bukti berapa usia Siti Hajar pada saat disirkumsisi dan dengan alat sejenis apa, tidak diketahui secara pasti.
89
Secara keseluruhan, interpretasi ajaran Kristen sekarang ini, memandang sirkumsisi bukan sebagai alasan maupun jawaban teologis, tapi sebagai ritual
budaya atau alasan kesehatan. Dengan begitu, kristen mencoba menghindari pemahaman tekstual Yahudi tempo dulu yang dianggap tidak relevan lagi pada
saat sekarang ini.
C. Faktor Timbulnya Praktek Sirkumsisi Perempuan
Ada banyak alasan yang ditebar untuk membenarkan praktek sirkusmsisi perempuan.
90
Namun, secara sederhana dapat dikategorikan ada 5 faktor yang mempengaruhi praktek sirkumsisi perempuan,
91
yaitu; 1. Mitos
2. Mitos Seksual 3. Budaya Sosial
4. Kebersihan 5. Doktrin Agama
a. Mitos Pemotongan organ kelamin perempuan atau sirkumsisi perempuan di
Afrika, Timur Tengah, dan termasuk di Indonesia adalah suatu fenomena yang
88
Ibn Katsir, Qisash al-Anbiyâ’, editor Musthafa Abdul Wahîd, Kairo: Dar al-Kutub al- Hadis, 1968, 202. Lihat Abdul Wahhâb Al-Najjar, Qisash al-Anbiyâ’, Kairo: al-Halabi, 1966,
94. Disebutkan bahwa perempuan pertama yang disirkumsisi adalah wanita Mesir, yaitu Siti Hajar, karena budaya ini umum berlaku di bantaran sungai Nîl.
89
A. Suyutî Anshari NST, “Khitan Wanita Sebuah Study Normatif Dari Perspektif Islām,” pada acara Rountable Discussion Female Circumcision di PBNU, 16 april 2003.
90
Haifaa A. Jawad, The Rights of Women in Islam: An Authentic Approach, London: Macmillan, 1998, 56-57.
91
WHO membedakan faktor pelaksanaan sirkusmsisi menjadi 5 macam, yaitu: Psikoseksual, Sosiologi, Hygieneestetik, Mitos, dan Agama. Lihat artikel Depkes, “Kebijakan
Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”. Artikel diakses pada 3 Mei 2008 dari http:pusdiknakes.or.idpdpersi
29 dilatarbelakangi pemahaman dari mitos-mitos.
92
Salah satu mitos menyebut, perempuan adalah sumber godaan syahwat bagi kaum laki-laki, masyarakat
meyakini jika bagian klitoris wanita di sirkumsisi, maka dapat menurunkan kadar libido perempuan.
93
Dengan demikian, perempuan tidak lagi memiliki nafsu birahi yang berlebihan untuk menggoda kaum laki-laki, karena, tugas perempuan
hanyalah sekedar melayani seksual laki-laki
94
tanpa perlu menikmatinya. Sepertinya sudah menjadi kesepakatan dalam masyarakat, bahwa kenikmatan
seksual dianggap tabu untuk dirasakan oleh perempuan, karena perempuan masih terus direndahkan dan inferioritas dari laki-laki.
95
Mitos yang menjelma jadi kepercayaan tersebut berkembang luas di masyarakat, kemudian mengkultuskan
tradisi sirkumsisi perempuan sebagai ritual keniscayaan. Meskipun, tradisi tersebut harus dibayar mahal oleh perempuan karena kehilangan organ kelamin
maupun kenikmatan seksualnya, tetapi bagi masyarakat ini merupakan cara yang praktis dan efisien demi menjamin status kefeminiman dan kesuciannya.
b. Faktor Seksual Mitos-mitos berbau seksual yang dipercaya masyarakat mengamini mitos
seksual dimana perempuan tidak berhak menikmati kepuasan seksualnya. Kepuasan seksual perempuan hanyalah sebagai pelengkap kepuasan seksual laki-
laki. Dari hal ini, berarti perempuan tidak perlu dirangsang atau bergairah dalam senggama, apalagi menikmati orgasme. Oleh karenanya, praktek sirkumsisi yang
memotong organ klitoris yang sejatinya merupakan salah satu penyumbang terbesar syaraf sensorik saraf perasa perempuan yang paling sensitif menjadi
sebuah pembenaran sosial-budaya bahkan oleh agama. Sekaligus tindakan sirkumsisi berarti memindahkan daerah erogen rangsangan dari klitoris kebagian
liang vagina saja menjadi sesuatu hal yang pasti. Hal ini dimaksud, agar perempuan mampu lebih lama memberikan kepuasan seksual kepada laki-laki dan
92
Gerda Sengers, Women and Demons: Cult Healing in Islamic Egypt, Leiden Boston: Brill, 2003, 229.
93
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak Perempuan Perspektif Islam dan Kesetaraan Jender, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002, terj, cet. Ke-1, . 186. Lihat Alwi Shihab, Islam
Inklusif, Bandung, Mizan, 2001, cet-9, .276.
94
A.D. Xehopol, History of The Rumanian people in Trajan Dacia di Rumania, Iassiy, 1888, volime. 1, 105.
95
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University,.. lih. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender, 39.
30 semakin memupus hasrat perempuan untuk mendapatkan orgasme.
96
Mitos seksual yang mendasari praktek infibulation di daerah Afrika, menunjukkan
perempuan sebagai pelayan laki-laki mesti siap berkorban demi suaminya untuk mempertahankan
kesuciannya hingga
pernikahan. Untuk
membuktikan perempuan itu masih suci hingga pernikahan, dilihat ketika jahitannya masih utuh
dimalam pertama. Seperti praktek infibulasi di daerah Sudan, jahitan pada vagina perempuan tersebut hanya boleh dibuka oleh suaminya ketika menjelang malam
pertama.
97
Mitos yang menganggap perempuan pertamakali bersetubuh mesti merasakan perih dan kesakitan, melegitimasi praktek sirkumsisi dengan sampai
menjahit labia mayora tersebut infibulasi. Darah dan jeritan perempuan pada saat kali pertama bersenggama dianggap melambangkan keperkasaan laki-laki
yang telah berhasil menembus jahitankeperawanan perempuan tersebut. Penjagaan keperawanan sampai menikah kelak,
98
sangat bernilai tinggi disemua masyarakat yang mempraktekkannya. Oleh karenanya, menyirkumsisi
organ genitalnya untuk mengurangi keagressifan nafsu perempuan menjadi wajib. Selain itu, dasar pemikiran dibalik praktek sirkumsisi perempuan adalah
untuk menyenangkan dan memuaskan suami. Pada kasus infibulasi, diperkirakan dengan mengecilkan lobang vagina, kepuasan seksual laki-laki akan semakin
maksimal. Sebab itu, komunitas yang memposisikan wanita pada kelas dua, percaya dan berkepentingan melestarikan budaya infibulasi ini.
99
Bahkan, sirkumsisi diyakini membantu memuaskan para laki-laki yang berpoligami secara
seksual. walaupun terasa aneh, karena hal yang demikian, merupakan
96
Tim Penyusun Buklet Kesehatan Reproduksi PATH Indonesia, . 29.
97
Nasaruddin Umar, Dilemma Seksual Dalam Agama; Implikasi Tradisi Yahudi Kedalam Tradisi Islam, dalam Elga Sarapung, Agama Dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta: Putaka
Harapan, 1999, cet. Ke-1, 119.
98
Diyakini secara luas, terutama di masyarakat-masyarakat yang mendukung praktek sirkumsisi tersebut, bahwa penghilangan sebagian atau seluruh klitoris, yang merupakan titik pusat
rangsangan dan kepuasan seksual perempuan, penting untuk melindungi kesucian pra-nikah. Otto Meinardus, Cristian Egypt, Nasaruddin Umar., 334. Selain itu, praktek infibulasi bagi komunitas-
komunitas yang bersangkutan dimaksudkan untuk meminimalkan tindak permerkosaan wanita. Salah satu ungkapan orang Sudan “Perempuan Sudan itu seperti sebuah semangka karena tidak
ada jalan masuk kedalamnya” membenarkan adanya keyakinan yang demikian. Lihat Anne Cloudsley, Women of Omdurman,.. 117-118.
99
Anne Cloudsley, Women of Omdurman,.116-120.
31 penyimpangan ajaran poligami.
100
Sirkumsisi selain diharapkan untuk mengurangi libido berlebihan, juga menjaga kesucian dan kesetiaan pada suaminya kelak.
101
b. Faktor Budaya Sosial Faktor budaya menjadi alasan kuat pelaksanaan praktek sirkumsisi
perempuan. Praktek ini diduga telah dimulai sejak 4000 tahun silam, sebelum kemunculan agama yang terorganisasi.
102
Diduga, pada abad ke-II SM, sirkumsisi perempuan sudah menjadi ritual dalam proses perkawinan. Pada abad ke-19 di
Eropa dan Amerika Serikat ditemukan bukti telah dilakukannya praktek clitoridectomy, sebagai bentuk pengobatan terhadap kebiasaan masturbasi yang
dilakukan oleh kaum perempuan.
103
Pada jaman Romawi, budak-budak perempuan diwajibkan sirkumsisi untuk meninggikan harga jualnya.
104
Menurut ahli Antropologi, sirkumsisi yang dilakukan oleh suatu bangsa merupakan cara untuk membedakan difference bangsanya dengan bangsa yang
lain. Seperti bangsa Sudan, yang cenderung mentato pipi atau memotong salah satu dari gigi mereka sebagai pembeda dari bangsa lain.
Praktek sirkumsisi menentukan diterima atau tidak seorang perawan secara sosial ditengah masyarakat. Nama baik dan kemampuan perempuan untuk
menjaga kesucian hingga perkawinan mesti dijamin dengan sirkumsisi. Seringkali gadis yang tidak disirkumsisi akan terus di pergunjingkan dan diklaim sebagai
perempuan yang bertingkah liar, dan pembawa sial. Akibatnya, gosip-gosip dan cibiran ini nantinya berefek pada ketidak-percayaan diri, yang pada akhirnya,
mengurangi kesempatannya untuk bergaul secara luas di masyarakat mungkin juga membuang kesempatannya untuk menikah.
105
Budaya ini sangat kuat mempengaruhi sosial, sampai-sampai seorang ibu yang berpendidikan dan modern
sekalipun akan menyirkumsisi anak gadisnya demi menjamin ketenangan dan jaminan pernikahannya kelak.
100
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan,... 186.
101
“Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan,” artikel diakses tanggal 3 Mei 2008 dari http:pusdiknakes.or.idpdpersi
102
Otto Meinardus, Christian Egypt: Faith and Life, 333.
103
Asriati Jamil, Sunat Perempuan Dalam Islam: Sebuah Analisis Jender, 53.
104
Olatinko Koso-Thomas, The Circumcision of Women: A Strategy for Education, 17.
105
N. El-Sadawi, The Hidden Face of Eve: Women in Arab World, 35.
32 c. Faktor Mitos Kebersihan
Merupakan sebuah rahasia umum di kalangan beberapa komunitas bahwa alat kelamin perempuan bagian luar itu kotor, dan juga dianggap jelek.
106
Menurut kepercayaan sebagian masyarakat,
107
seperti di Gorontalo, Bugis, Makasar, Sumatera, Banten, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Madura menganggap
klitoris itu sesuatu yang kotor, titipan syetan, dan sebagai pusat nafsu seksual perempuan yang tidak terkendali. Oleh karena itu, organ genitalia eksternalbagian
luar perlu dipotong atau dihilangkan untuk mejaga kebersihannya secara fisik atau mistis. Jadi, sirkumsisi dilakukan untuk meningkatkan kebersihan, kesejatian dan
bahkan keindahan pada organ kelamin perempuan. d. Faktor Doktrin Agama
Di negara-negara yang mempraktekkan sirkumsisi perempuan, praktek tersebut dibenarkan dengan dasar-dasar keagamaan. Bahkan dalam kepaercayaan
Yahudi terdapat doktrin keagamaan yang mengindikasikan perempuan memiliki nafsu seksual yang agressif. Legitimasi doktrin kutukan tersebut termaktub dalam
kitab Talmud, yang berbunyi: Perempuan masih akan merasakan hubungan seks lebih lama sementara suaminya sudah tidak kuat lagi dan Perempuan dangat
berhasrat melakukan hubungan seks terhadap suaminya, tetapi amat berat menyampaikan hasrat itu kepada suaminya.
108
Atas dasar ini, sebagian masyarakat yakin pada dasarnya perempuan itu memiliki nafsu seksual agressif
hyperseksual, makanya harus dikebiri dengan sirkumsisi untuk menstabilkan syahwat perempuan.
Dalam masyarakat Islam hampir semua kelompok percaya bahwa sikumsisi itu ditentukan oleh doktrin agama. Bahkan dibeberapa negara dahulunya
106
Di kalangan beberapa komunitas tertentu yang mempraktekkan FGM atau sirkumsisi, ada sebuah keyakinan budaya yang mendalam bahwa organ kelamin yang tidak disirkumsisi itu
jelek dan menjijikkan. Sebab itu, jika bagian alat kelamin tersebut dibiarkan tidak disirkumsisi, maka akan tumbuh semakin besar atau menjuntai, mereka takut menjijikkan bagi laki-laki. Untuk
itu, teguran-teguran bersifat mengejek sering dilontarkan jika perempuan tersebut tidak mau disirkumsisi. Efua Dorkenoo, Cutting the rose, 34. lih. Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak
perempuan, 199. lihat Ibn Hajar al-Asqolani, Fath al-Barri fî Syarh Sahih al-Bukhari, 531.
107
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University, .....10.
108
Nasaruddin Umar, Dilemma Seksual Dalam Agama; Implikasi Tradisi Yahudi Kedalam Tradisi Islam, dalam Elga Sarapung, Agama Dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta:
Pustaka Harapan, 1999,.
33 seperti Mesir, Somalia, dan Sudan, praktek ini disahkan sebagai salah satu prinsip
Islam yang wajib.
109
Masyarakat memaklumi sirkumsisi sebagai ritual untuk menolak sihir, atau bagian dari order perintah agama, dimana seseorang dituntut untuk
mengorbankan sebagian organ tubuhnya sebagai tebusan ketingkat suci demi untuk mendekatkan diri kepada tuhan-Nya.
Praktek sirkumsisi perempuan di masyarakat Indonesia, sebagian besar dikaitkan dengan doktrin-doktrin agama-selain budaya atau tradisi sejak leluhur -
yang menyebut praktek tersebut adalah kewajiban.
110
Bermula dari doktrin- doktrin generasi terdahulu sampai ke genarasi berikutnya, kemudian dipoles
dalam doktrin agama islam dimana salah satu tujuannya dikatakan agar ibadahnya lebih diterima oleh tuhan karena jika belum disirkumsisi berarti masih kotor dan
bernajis.
D. Prosedur Sirkumsisi Perempuan menurut Ahli Kesehatan WHO Word Health Organizazion dan Hak Seksualitas
Pelaksanaan sirkumsisi perempuan berbeda di setiap tempat bahkan negara. Praktek yang familier diistilahkan dengan FGM atau sirkumsisi prempuan
ini,
111
menurut Elga Sarapung dkk.,
112
sangat berbeda dimasing-masing tempat. Di Indonesia, prakteknya ada yang sekedar membasuh ujung klitoris, menusuk
dan mencolek ujung klitoris dengan jarum, mencolek dengan kunyit, menggosok dengan batu permata, mengiris sebagian klitoris, bahkan sebagian lain memotong
seluruh klitoris.
109
Nasaruddin Umar, Jakarta: Pustaka Harapan, 1999 188.
110
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University,..ibid., lihat artikel Pusdiknakes, “Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan,”
artikel diakses pada 3 Mei 2008 dari http:pusdiknakes.or.idpdpersi
111
Wacana Female Genitale Mutilation termasuk pelaksanaannya disejumlah negara diterangkan secara lengkap oleh Anika Rahman dan Nahid Toubia. Lihat karya mereka di Female
Genitale Mutilation: A Guide To Laws And Politicies Worldwide, London: Zed Books, 2000.
112
Elga Sarapung, dkk., Agama Dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, 118. Lihat Tim Penyusun Buklet Kesehatan Reproduksi PATH Indonesia,
Kesehatan Reproduksi, 25-26. Lihat juga, fikh khitan perempuan karangan Litfu Fathullah, al- Mughni center press, 2006.
34 Di beberapa negara seperti Afrika dan Timur Tengah, ada yang memotong
sebagian dan seluruh klitoris, memotong sebagian atau seluruh labia minora, terus menjahit labia mayora seluruhnya setelah membuang klitoris dan labia minora,
selebihnya hanya menyisakan lobang kecil untuk keluar urine air kencing dan menstruasi. Tipe yang terakhir ini terbilang ekstrim dan sadis, tetapi dari data
yang ada praktek ini tidak ditemukan di Indonesia.
113
Pengklasifikasian srikumsisi masih terjadi perbedaan, diantaranya, adalah: Tipe jenis sirkumsisi perempuan ada 3 tiga, yaitu:
114
1. Sirkumsisi, adalah tipe penyirkumsisian yang paling ringan,
115
yang mencakup tindakan memotong kulit penutup klitoris, atau sebagian
klitoris. 2. Eksisi, adalah sirkumsisi yang menghilangkan klitoris dan seluruh labia
minora atau sebagian labia minora. 3. Infibulasi, adalah bentuk penyirkumsisian yang paling berat dan ekstrim.
Terdiri dari tindakan menghilangkan seluruh klitoris, labia minora, dan bagian-bagian lain dai labia mayora. Dua sisi vulva dijahit jadi satu
dengan hanya menyisakan lobang kecil sebesar jari kelingking tempat keluar air kencing dan menstruasi.
WHO mengklasifikasikan bentuk FGM menjadi 4 empat tipe, yaitu:
116
1. Clitoridotomy, yaitu eksisi pengirisan dari permukaan prepuce klitoris,
dengan atau tanpa eksisi sebagian atau seluruh klitoris, yang dikenal juga dengan istilah “hoodectomy” atau istilah ‘slang’.
2. Clitoridectomy, yaitu eksisi pengirisan sebagian atau total dari klitoris,
hingga labia minora, tipe yang lebih ekstensif luas dari tipe pertama.
113
Anika Rahman dan Nahid Toubia. Female Genitale Mutilation: A Guide to Laws And Politicies Worldwide, London: Zed Books, 2000.
114
Sebagian menambahkan beberapa bentuk sirkumsisi selain daftar tersebut, adalah; 1 Infibulasi Sedang, yang terdiri dari beberapa macam cara. Pada satu kasus, klitoris dipotong dan
bagian muka labia mayora dikeraskan sehingga mudah untuk dijahit. Dalam kasus lain, labia minora dipotong, bagian dalam labia mayora dibuang dan dijahit dengan menyisakan kltoris yang
dimasukkan kedalam secara keseluruhan; 2 penyirkumsisian yang tidak dapat diklasifikasikan, jenis ini meliputi tindakan menggores tutup atas klitoris, memotong tutup tersebut sampai kepada
klitoris dan memotong labia minora sampai kepada vagina. Lihat Efua Dorkenoo, Cutting The Rose, Female Genitale Mutilation: The Practice and its Prevention, London: Minority Rights
Publication, 1994, 5-8, lihat juga Asma El-Dareer, Women Why do You Weep? Circumcision and its Consequences, 3-5.
115
Dorkenoo, Cutting The Rose, Female genitale Mutilation, 4.
116
Pusdiknas, “Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”, artikel diakses pada 8 Mei 2008 dari http:pusdiknakes.or.idpdpersi
35 3.
Infibulasi atau Pharaonic Circumcision sirkumsisi Fir’aun, yaitu eksisi sebagian atau seluruh bagian genitalia eksternal dan penjahitan untuk
menyempitkan mulut vulva,
117
dengan hanya menyisakan lubang sebesar diameter pensil. Ini tipe terberat dari FGCFGM.
4. SirkumsisiFGM Tidak Terklarifikasi, antara lain; menusuk dengan jarum
baik di permukaan saja ataupun sampai menembus, atau insisi pengupasan klitoris dan labia minora. Termasuk juga penusukan,
pelobangan, pengirisan, penggoresan, pada labia minora atau klitoris, membakar klitoris dan jaringan sekitarnya, menggosok jaringan lubang
vagina, memasukkan obat atau bahan tradisional yang bersifat korosif obat kikis kedalam vagina agar tergores untuk mengeluarkan darah, dan
juga mengencangkan atau menyempitkan vagina.
118
Nahid Toubia, mengkategorikannya menjadi 2 dua tipe, yakni:
119
1. Clitoridectomy, yaitu menghilangkan sebagian atau seluruh dari alat kelamin luar, yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Menghilangkan sebagian atau seluruh klitoris. b. Menghilangkan klitoris dan sebagian bibir kecil vagina labia
minora. 2. Infibulation. Setelah vaginanya dijahit, maka ketika perempuan
tersebut menikah dan akan bersenggama sexual intercouse maka kulit tersebut dipotong atau dibuka kembali oleh suaminya.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan tipe sirkumsisi perempuan ada 4 macam, yaitu; clitoridectomy, eksisi, infibulasi dan sirkumsisi
secara terklarifikasi atau tidak.
117
Vulva merupakan celah antara dua labia mayora. Celah terbentuk karena labia mayora bagaikan dua bantalan yang letaknya berdampingan. Orang bilang seperti kue pancong. Di dalam
celah ini terdapat organ lainnya seperti labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulumlobang urine dan lobang vagina, kelenjar bartolin, vaginasaluran kelamin, uterusrahim, ovariumindung
telur, dan tuba uterinesaluran telur. Baca Dr. maria Dwikarya, DSKK, Menjaga Organ Intim Penyakit dan Penanggulangannya, 10. Baca juga dr. Wimpie Pangkahila, Membina
Keharmonisan Kehidupan Seksual, 5.
118
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University. 3.
119
Nahid Toubia, Female Genitale Mutilation: a Call for Global Action, 55.
36 a. Prosedur Praktek Sirkumsisi Perempuan di Timur Tengah, Afrika dan
Beberapa Negara Dalam berbagai jenisnya, sirkumsisi perempuan dipraktekkan khususnya
di masyarakat Muslim bermazhab Syafi’i. Di Afrika, antara lain adalah Kamerun, Sierra Leone, Ghana, Mauritania, Chad, Mesir Utara, Kenya, Tanzania, Botswana,
Mali, Sudan, Somalia, Ethiopia, dan Nigeria. Di Asia, praktek ini umum dilakukan di Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia dan Indonesia. Di Amerika
Latin, praktek ini dilakukan di Brasil, Meksiko bagian Timur, dan Peru. Beberapa negara Barat terkena pengaruh praktek ini adalah Inggris, Perancis, Belanda,
Swedia, Amerika, Australia, dan Kanada. Kebanyakan di negara barat dipraktekkan oleh imigran dari negara yang biasa melakukannya meskipun
undang-undang negara yang bersangkutan sudah melarangnya.
120
Sirkumsisi perempuan juga dipraktekkan di Uni Emirat Arab, Yaman Selatan, Bahrain dan Oman, namun tidak biasa dilakukan di Saudi Arabia, Iran,
Irak, Yordania, Syiria, Libanon, Maroko, Aljazair, Sudan dan Tunisia.
121
Turki, bermazhab Hanafî, tidak mempraktekkannya, begitu juga Afghanistan dan negara
MaghribiMaroko. Di Mesir dahulunya,
122
meski hukum Mesir tahun 1959 melarang sirkumsisi perempuan dan organisasi al-Ikhwan al-Muslimun juga
menolaknya, tapi praktek itu diam-diam berlangsung di pedesaan, bahkan tipe infibulasi juga dipraktekkan. Operasi dilakukan oleh tukang sunat tradisional yang
disebut dayah,
123
dengan tidak mempergunakan obat bius sama sekali, meskipun sekarang sudah mulai dilakukan oleh beberapa dokter dan bidan-bidan.
Prakteknya meliputi pemotongan beberapa bagian dari seluruh organ kelamin perempuan bagian luar,
124
mempergunakan pisau-pisau khusus, beberapa bilah
120
Gerda Sengers, Women and Demons: Cult Healing in Islamic Egypt, 229.
121
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan., 55.
122
Dale F. Eickelman, The Middle East and Central Asia: An Anthropological Approach, New Jersey: Prentice Hall, 2002, 179.
123
Dahulu sirkumsisi dilakukan oleh laki-laki bukan perempuan, tapi sekarang sudah banyak dilakukan oleh perempuan. Prakteknya: “Seorang laki-laki berdiri di sebelah seorang gadis
untuk memeganginya pada saat tukang sunatbedah melakukan operasi.”; “Orang yang melakukan operasi tersebut, mempergunakan jari-jarinya untuk dimasukkan ke dalam kemaluan gadis,
memegangi klitorisnya, ditarik beberapa kali dari belakang, kemudian setelah klitoris menyembul kedepan baru dipotong dengan silet, pisau, bilah, atau pecahan kaca.” Lihat Otto Meinardus,
Crhystian Egypt,.. 333.
124
Untuk mengetahui tulisan tentang pengalaman pribadi yang mengerikan dari perempuan-perempuan yang menjalani sirkumsisi tersebut, lihat N. El-Sadawi, The Hidden Face
of Eve: Women in World Arab, London: Zed Books, 1980, 7-8.
37 sembilu, silet, pecahan-pecahan kaca, dan gunting. Jenisnya, berbeda-beda mulai
dari clitoridektomy, eksisi, sampai infibulasi. Dalam praktek infibulasi setelah dipotong semua klitoris, seluruh labia minora dan menjahit labia mayora yag
menyisakan lobang kecil sebesar jari kelingking, kemudian kaki-kaki gadis diikat selama 40 hari untuk memberikan kesempatan penyembuhan dan pembentukan
jaringan otot.
125
Usia FGCFGM bervariasi, dari mulai neonatus baru lahir, anak usia 6- 10 tahun, remaja, hingga dewasa. Di Amerika Serikat dan beberapa Negara barat
lain, clitoridotomy lebih banyak dilakukan pada wanita dewasa dibandingkan pada anak-anak. Di sebagian negara Afrika di mana FGM tipe infibulasi banyak
dilakukan, tindakan ini dilakukan pada usia antara dua sampai enam tahun. Terkadang upacara atau perayaan dilaksanakan menandai praktek tersebut.
126
Pada acara tersebut, gadis memperoleh hadiah-hadiah, perayaan ini juga diharapkan memiliki fungsi sosial – mengindikasikan adanya kemauan dari gadis
yang disirkumsisi, untuk secara penuh memasuki komunitas atau budayanya.
127
Praktek ini semakin marak dilakukan oleh masyarakat, sehingga, WHO memperkirakan praktek FGM telah dilakukan pada lebih 150 juta gadis diseluruh
dunia.
128
Penelitian pada tahun 1991 saja di daerah Sudan Utara dilaporkan, bahwa 99 persen perempuan menjalani sirkumsisi; 2,5 persen pemotongan
klitoris, 12,5 persen eksisi, dan 85,5 persen menjalani infibulasi.
129
Menurut Profesor Doktor Munir Falsi, praktek FGM di Mesir sudah dialami oleh 90 persen
wanita Mesir.
130
b. Di Indonesia Sirkumsisi perempuan di Indonesia mengacu pada sirkumsisi lak-laki.
Praktik perusakan alat kelamin perempuan, memang tidak ditemukan seperti
125
N. El-Sadawi, The Hidden Face of Eve, ... 35 . Lihat juga, fikh khitan perempuan, karangan Litfu Fathullāh, al-Mughni center press, 2006.
126
Info lebih banyak, lihat A. El-Dareer, Woman, Why do you Deep?.. 23-25.
127
Foundation for Women’s Health, Research and Development FORWARD, The Information Office, London, 14 April 1994.
128
“Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan,” artikel diakses 6 Juni 2008 dari www.pdpersi.co.id
129
Qrunbum Alin, “The Political Economy of Infibulation” dalam Jurnal for Sudanese Studies, Sudan: Khartoum University Press, 1991, 10.
130
“Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan,” diakses pada 6 Agustus 2008 dari
http:pusdiknakes.or.idpdpersi?show=detailnewskode=1002tbl=biaswanita
38 praktik FGM di Afrika atau Timur Tengah yang melakukan Infibulasi dan
semacamnya. Di Indonesia cenderung sekedar simbolis saja, namun terkadang prakteknya tidak sekadar tindakan simbolis saja, tetapi dengan pemotongan
klitoris yang sesungguhnya, baik oleh dukun maupun tenaga kesehatan. Bagi pihak kesehatan, praktek ini dianggap sebagai tindakan di luar
prosedur medis atau melanggar akidah medis karena, mengganggu kesehatan organ kelaminreproduksi perempuan. Seringkali sirkumsisi perempuan sudah
termasuk satu paket persalinan bersama dengan tindik telinga di beberapa klinik bersalin bahkan beberapa rumah sakit dan klinik di Jakarta, Surabaya, serta
Makasar. Tetapi sekarang ini, lunturnya makna kultural dan tidak adanya relevansi secara medis telah berakibat pada menurunnya praktik pelaksanaan
sirkumsisi perempuan di Indonesia. 1. Penelitian
Pada tahun 1998, dr. Adik wibowo dkk.
131
Melakukan penelitian praktek sirkumsisi perempuan di dua daerah, yaitu Cijeruk dan Jawa Barat. Cijeruk
mewakili daerah pedesaan, sedangkan Kemayoran, Jakarta Pusat mewakili daerah perkotaan. Didaerah Cijeruk, ditemukan praktek sirkumsisi perempuan
dilakukan 100 persen masyarakatnya, sedangkan di kemayoran dilakukan 96 persen warganya.
132
Penelitian Population Council dan menneg P.P di 6 enam provinsi, yaitu; Sumatera Barat Padang, Pariaman, Banten Serang, Banten, Jawa
Timur Sumenep, Jawa Timur, Sulawesi Selatan Makasar, Kalimantan Timur,
Kutai Karta Negara, dan Gorontalo.
133
Ditemukan bahwa dalam praktik sirkumsisi dilakukan oleh tenaga kesehatan bidan, dan dokter selain
tukang sunat tradisional, ternyata, menggunakan peralatan seperti jarum, pisau, dan gunting untuk melakukan irisaninsisi
22 persen dan eksisipengupasan 72 persen.
131
“Sunat Perempuan di Indonesia, Pengetahuan dan Sikap Para Tokoh Agama”. Artikel diakses pada 10 Juni 2008 dari http:www.Pkbi-jogja.org.html
132
“Hentikan Medikalisasi Sunat Perempuan”. Artikel dari Kompas, Rabu, 01 Juni 2005.
133
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University,.., lihat juga Kompas, Jakarta, Rabu, 01 Juni 2005.
39 Penelitian juga dilakukan oleh Program Kajian Perempuan dari
Universitas Indonesia UI dan Yayasan Kesehatan Perempuan Atmajaya yang tak jauh berbeda hasilnya. Diungkapkan juga bahwa medikalisasi terutama
oleh bidan cenderung melakukan sirkumsisi dengan cara yang lebih invasive, yang berkisar
68-88 persen kasus, dengan insisipengirisan atau
eksisipengupasan yang lebih luas dibandingkan dengan yang dilakukan oleh tenaga tradisional ditemukan sekitar 43-67 persen kasus.
134
Menurut penelitian Badan Kependudukan Nasional Pada tahun 2003,
135
hampir 96 persen dari keluarga Islam melakukan praktek sirkumsisi sebelum anak perempuan menginjak usia 14 tahun, bahkan ritual ini juga dijumpai
dibeberapa masyarakat Kristen di Pulau Jawa. Sedangkan di Yayasan Assalam bandung YAB setiap tahun diadakan
acara penyunatan massal gratis bagi anak-anak perempuan setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
136
. 2. Alasan Sirkumsisi Perempuan Di Indonesia
a. Mitos b. Warisan Budaya
c. Kelamin Perempuan dianggap tidak bersihkotor d. Kontrol Seksual
e. Perintah Agama f. Nafsu wanita sangat agressifliar, tradisi budaya, doktrin agama, jika tidak
disirkumsisi malu kepada masyarakat sekitar dan untuk mematuhi perintah orang tua atau leluhur, status keislaman, dll.
137
134
“Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan,” diakses pada 6 Agustus 2008 dari
http:pusdiknakes.or.idpdpersi?show=detailnewskode=1002tbl=biaswanita
135
“Pro dan Kontra Sunat Genital Terhadap Kaum Perempuan,” artikel diakses pada tanggal 10 September 2008 dari situs
http:indonesiancommunity.multiply.comjournalitem2128
136
Tradisi sirkumsisi perempuan secara massal di YAB dimulai sejak tahun 1950, dan pada tahun 1980, YAB bekerja sama dengan Rumah Sakit Islam Sadikin, Bandung, Jawa Barat
untuk mengadakan sirkumsisi perempuan secara massal sampai sekarang. Baca “Pro Kontra Khitan Perempuan,” Pikiran Rakyat, Bandung, 24 Mei 2003. Lukman Hakim, “Khitān
Perempuan Dalam Sebuah Tradisi dan Syari’ât Agama,” Makalah pada seminar sehari, “Khitan Perempuan” di aula SD Assalam tanggal 16 Mei 2003, 1.
137
Wawancara Pribadi dengan Bidan Helsa dewi, Amd.Keb. di Padang tanggal 15 Mei 2008. dan juga wawancara pribadi dengan Bidan Rahmi Haolongan Amk di jakarta tanggal 30 mei
40 3. Usia Sirkumsisi Perempuan Di Indonesia
Di Indonesia sirkumsisi perempuan dilakukan pada anak baru lahir usia 0 hingga usia18 tahun, tergantung dari budaya setempat.
138
a. Di Padang, Sumenep, dan Kutai Kartanegara usia 0 hingga 9 th b. Di Makasar, Bone berusia 5 hingga 9 tahun
c. Di Pariaman, Serang, dan Gorontalo berusia 0 hingga 6 tahun d. Di Jawa dan Madura, 70 persen berusia 0 sampai 1 th atau 7-9 th
e. Di Kelurahan Ciater, Kec. porong berumur 4 bulan sampai 1 tahun 4. Tenaga Pelaksana
Pelaksanaannya juga sangat bervariasi, mulai dari tenaga medis baik perawat, bidan, dan dokter, maupun tukang sunat, dukun bayi, dan istri kyai
nyai. a. Dokter, dukun dan bidan di Kemayoran Jakarta Pusat
b. Bidan. Di Padang dan Padang Pariaman c. Tukang sunat tradisional, di Makasar dan Cijeruk
d. Dukun Sunat atau dukun bayi, di Bone dan Cijeruk 5. Peralatan Sirkumsisi
Dengan menggunakan alat-alat tradisional pisau, sembilu, bambu, jarum, kaca, dan kuku hingga alat modern gunting, scapula. Pelaksanaan
bisa dengan obat bius atau tanpa obat bius.
139
a. pisau lipat dan gunting untuk memotong klitoris b. bilah bambu atau pisau lipat untuk mengiris, menggores dan menggosok
kelamin c. jarum jahit untuk menusuk klitoris
d. tembaga dan kunyit untu diusapkan pada kelamin 6. Ramuan dan Obat Pra-Pasca Sirkumsisi
a. Ramuan Tradisional
140
1 daun sirih,
2008, dan Yati Afrit Amk. Di Jakarta pada tanggal 26 Mei 2008. Lihat juga, fiqh khitan
perempuan karangan Litfu Fathullāh, al-Mughnî center press, 2006.
138
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University,.. lihat juga Kompas, Jakarta, Rabu, 01 Juni 2005.
139
“Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan,” artikel diakses tanggal 3 Mei 2008 dari http:pusdiknakes.or.idpdpersihtml`.
140
Ramuan dan obat-obatan ini dioleskan oleh dukun atau tukang sunat pada alat kelamin perempuan sebelum dan sesudah disirkumsisi.
41 2 kunyit,
3 minyak goreng, 4 campuran gambir dan daun sirih,
5 kencur, dan jahe. b. Obat Tenaga Kesehatan
141
1 Alkohol 2 Betadin
7. Prosedur Sirkumsisi Perempuan Prosedur sirkumsisi perempuan di Indonesia sering diminimalkan
hanya pada tindakan simbolik, namun ada juga pemotongan yang sesungguhnya pada alat kelamin. Dukun bayi di Madura berpendapat bahwa
walaupun sedikit, tetap harus ada darah yang keluar dari klitoris atau labia minora. Tradisi sirkumsisi perempuan di Yogyakarta dikenal dengan istilah
tetesan, dilakukan oleh dukun bayi dengan cara menempelkan atau menggosokkan kunyit ke klitoris, kemudian kunyit tersebut dipotong sedikit
ujungnya, lalu potongan tersebut dibuang ke laut atau dipendam dalam tanah. Di Sulawesi Selatan, sirkumsisi perempuan pada etnis Bugis, di
Soppeng disebut katte, dilakukan dengan cara memotong sedikit klitoris. Sang Dukun sanro sebelumnya juga memotong jengger ayam. Kedua
potongan tersebut kemudian dimasukkan ke suatu wadah yang berisi parutan kelapa, gula, kayu manis, biji pala, dan cengkih. Sedangkan etnis Makasar
disebut katang melakukannya dengan cara memotong ujung klitoris menggunakan pisau. Peristiwa ini lebih identik dengan ritualisasi aqil balig
perempuan yang dibarengi dengan acara adat.
142
Di beberapa daerah, dukun biasanya melakukan dengan cara meletakkan kunyit dibawah klitoris atau diantara labia dan klitoris yang
berfungsi sebagai landasan sekaligus Antibiotika. Kemudian pemotongan atau
141
Alkohol dioleskan pada bagian klitoris untuk mematikan rasa sakit pada saat dipotong, sedangkan Betadin digunakan sesudah dipotong, dioleskan pada bagian yang disirkumsisi tersebut.
142
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University,. Lihat juga artikel “Hentikan Medikalisasi Sunat Perempuan”, dari Kompas, Jakarta, Rabu, 01 Juni 2005. lih juga,
fikh khitan perempuan karangan Litfu Fathullah, al-Mughni Center press, 2006
42 penggoresan dilakukan dengan menggunakan peralatan seperti silet, pisau atau
pecahan gelas, welat bahasa Jawa: bambu tajam, pemes, atau gunting biasanya tidak steril sebab alatnya tak pernah diganti dengan yang baru setiap
kali selesai menyunat, biasanya praktek tersebut sering tanpa menggunakan obat bius. Praktek penyunatan dengan dukun, biasanya kaki dan tangan si
gadis di pegangi oleh beberapa perempuan atau laki-laki; agar si gadis tetap dalam posisi berbaring, kemudian si dukun mulai menyirkumsisi.
Di Kecamatan Porong,
143
penulis menemukan beberapa kejadian yng berbeda, diantaranya adalah; praktek sirkumsisi biasanya dilakukan tergantung
siapa yang menjadi bidan atau dukun yang melahirkan si anak. Jika yang membantu persalinan anak adalah dukun tradisional maka yang
menyirkumsisi anak juga si dukun perajih tersebut, sebaliknya jika yang membantu persalinan tersebut adalah bidan maka yang menyirkumsisi anak
perempuan tersebut adalah si bidan. Dalam penyunatan tardisional perajih menggunaka pisau yang berkuran kecil untuk ‘mengkerok’ bagian genital
anak perempuan tersebut. Di beberapa daerah lainnya, dilakukan secara simbolis tanpa menyakiti
fisik si anak perempuan. Di daerah tertentu di luar Jawa misalnya, ada yang hanya menggunakan batu permata atau sepotong kunyit yang diruncingkan
lalu digosokdioles atau disapukan ke daerah klitoris.
144
Sedangkan dibeberapa daerah di Kabupaten Sumatera Utara,
145
biasanya sirkumsisi dilakukan hanya sebatas melukai bagian klitoris sedikit tanpa ada jaringan yang dibuang. Namun belakangan di beberapa daerah,
sirkumsisi dilakukan dengan cara membuang sebagian dari klitoris.
143
Wawancara dengan Lidya S.E. Ayong warga Kelurahan Ciater, Kecamatan Serpong pada tanggal 2 Agustus 2008.
144
“Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan,” diakses pada tanggal 6 Agustus 2008 dari http:pusdiknakes.or.idpdpersihtml, lihat Koran Tempo, pada
November 2006.
145
Wawancara dengan dr. Umar Zein, DTMH, SpPD-KPTI, Kadis Kesehatan Kota Medan pada hari Jumat tanggal 24 Agustus 2007, dikutip dari artikel “Belum Ada Sosialisasi
Tentang Sunat
Perempuan,” diakses
8 Sepetmber
2008 dari
http:www.waspada.co.idberitaMedanBelum-Ada-Sosialisasi-Tentang-Sunat-Perempuan.html
43 Berikut ini adalah daftar Negara-negara yang melakukan sirkumsisi
perempuan beserta tipe-tipenya.
146
No Negara
Persentase Tipe Sirkumsisi
1. 2.
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25 26
27 28
29 30
31 32
33
34 35
36 37
38
39 40
41 42
43 Benin
Burkina Faso Cameroon
Rep. Afrika Chad
Cote d’Ivoire Rep. Cong
Djibouti Mesir
Eritrea Ethiopia
GambiaSuka FulaSarahuli Ghana
Guinea Guinea-Bissau
Kenya Liberia
Mali Mauritania
Niger Nigeria
Senegal Sierra Leone
Somalia Sudan
Tanzania Togo
Uganda Pantai Gading
Gambia Sudan
Philipina Indonesia.
147
Malaysia Brunnai Darussalam
Australia suku Pitta-Patta wilayah Timur Meksiko dan Brazil
Peru suku Conibos, bagian Indian Pano di Timur laut
Rusia pada jaman Tsar Inggris
Perancis Amerika abad 19
Romawi kuno 50
70 20
50 60
60 5
90-98 97
90 90
60-90 15-30
70-90 50
50 50-60
90-94 25
20 50
20 80-90
98 89
10 12
5
99 22-72
Pemotongan klitoris Pemotongan klitoris
Pemotongan klitoris, Clitoridectomy Pemotongan klitoris, Clitoridectomy
Pemotongan klitoris, Infibulasi Pemotongan klitoris
Pemotongan klitoris Pemotongan klitoris, Infibulasi
Pemotongan klitoris, Infibulasi, Clitoridectomy Pemotongan klitoris, Infibulasi, Clitoridectomy
Pemotongan klitoris, Clitoridectomy Pemotongan klitoris, Infibulasi minoritas
Pemotongan klitoris Pemotongan klitoris, Infibulasi, Clitoridectomy
Pemotongan klitoris, Clitoridectomy Pemotongan klitoris, Clitoridectomy, Infibulasi
Pemotongan klitoris Pemotongan klitoris, Clitoridectomy, Infibulasi
Pemotongan klitoris, Clitoridectomy Pemotongan klitoris
Pemotongan klitoris, Clitoridectomy, Infibulasi Pemotongan klitoris
Pemotongan klitoris Infibulasi
Pemotongan klitoris, Infibulasi Pemotongan klitoris, Infibulasi
Pemotongan klitoris Pemotongan klitoris, Clitoridectomy
Pemotongan klitoris, clitoridectomy Pemotongan klitoris, clitoridectomy
Pemotongan klitoris, clitoridectomy, infibulasi Pemotongan klitoris
Insisi pengirisan klitoris 22 persen, eksisi pengupasan klitoris 72 persen.
Pemotongan klitoris Pemotongan klitoris
Introsisi, penyobekan vagina dan parineum Introsisi
Introsisi dan pemotongan selaput dara dan bibir vagina
clitoridectomy clitoridectomy
clitoridectomy clitoridectomy
Cincin besi ditusukkan pada vagina
146
Diambil dari berbagai sumber; Hosken, Fran P. The Hosken Report; Genital and Sexual Mutilation of Females. 4th rev. ed. Lexington Mass., Women’s International Network
News, 1994. Baca juga “Female Genital Mutilation In Africa,” artikel diakses pada tanggal 5 Mei 2008 dari situs http:www.amnesty.orgailibintcamfemgenfgm9html. lihat juga Haifa A. Jawad,
Otentisitas Hak-hak Perempuan Perspektif Islam dan Kesetaraan Jender,
147
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University,ibid., atau lihat artikel “Hentikan Medikalisasi Sunat Perempuan”, dari Kompas, Jakarta, Rabu, 01 Juni 2005.
44
E. Tinjauan Umum Budaya Sirkumsisi Perempuan Menurut Islam dan Ahli Kesehatan WHO Word Health Organizazion
Baru-baru ini, masyarakat dunia termasuk Indonesia disentakkan oleh kontroversi sirkumsisi perempuan. Sirkumsisi perempuan dikatakan tidak berguna
bagi kesehatan, menyakitkan dan merugikan, serta sepakat untuk tidak dilakukan oleh tenaga medis. Hal ini, menjadi kontroversi karena ajaran islam dalam paham
ahli sunnah wa al-jamâ’ah, yang banyak diamalkan secara terus-menerus oleh umat Islam secara global, termasuk muslim Indonesia, serasa digugat dengan
kebijakan pelarangan medis ini. Mengapa tidak? Islam yang dikenal dengan agama yang membawa kebaikan kemaslahatan, rasional, sesuai dengan naluri
kemanusiaan dan menghargai Hak Asasi Manusia HAM. Dituduh memiliki dan melegitimasi ajaran sirkumsisi perempuan, yang dianggap kalangan medis dan
feminis, sebagai tindakan kekerasan terhadap organ genital eksternal perempuan, diskriminasi jender, pengebirian hak-hak integritas tubuh, hak-hak kesehatan, dan
hak-hak seksual perempuan. Benarkah demikian adanya? Untuk mengulas masalah ini secara lebih dalam, penulis mencoba
menelaah terlebih dahulu argumentasi ahli kesehatan who terhadap sirkumsisi perempuan. Kemudian, pada poin selanjutnya penulis akan mengkaji ulang status
sirkumsisi perempuan dari perspektif agama dan jender. Pembudayaan sirkumsisi perempuan sangat memprihatinkan. Karena,
tradisi ini sudah menjadi problem global bagi perempuan dan kesehatan di berbagai belahan dunia. Praktek tradisi budaya lokal ini, berasal dari budaya kuno
yang sudah sangat tua usianya. Praktek ini dinilai sangat berdampak negatif terhadap perempuan, baik itu segi hak kemanusiaan, kesehatan genitalreproduksi,
integritas tubuh, psikologis dan hak seksual perempuan itu sendiri. Oleh karena tindakan tersebut, nyata-nyata menindas dan bentuk tindak kekerasan terhadap
perempuan, sehingga, banyak kalangan di abad modern ini, menuntut untuk penghapusan tradisi sirkumsisi perempuan tersebut.
Penentangan medikalisasi terhadap sirkumsisi perempuan salah-satunya datang dari ahli kesehatan WHO. Menurut WHO, praktek tersebut melanggar
HAM karena mengurangi hak kenikmatan seksual, yang berarti juga sudah
45 melanggar hak hidup sehat perempuan. Dengan demikian, sirkumsisi perempuan
termasuk bentuk penyiksaan fisik dan psikis sehingga, dimasukkan dalam salah satu bentuk kekerasan pada perempuan. Kalangan feminis menilai, praktek
sirkumsisi perempuan bertentangan dengan HAM. Kerena, terkait tekanan erat dengan budaya patriakal yang melestarikan kekerasan dan penderitaan fisik,
psikologis serta dampak negatif lain bagi perempuan. Praktek sirkumsisi perempuan di Indonesia juga mendapat tantangan dari
ahli kesehatan. Karena, menurut ahli kesehatan sirkumsisi perempuan tidak memiliki landasan ilmiah, dan lebih didasari pada tradisi dan budaya, bukan
agama. Dari data penelitian menunjukkan, bahwa sirkumsisi perempuan lebih banyak membawa dampak buruk daripada manfaatnya. Sebab, mendikalisiasi
sirkumsisi cenderung ke arah mutilasi organ tubuhreproduksi yang bertentangan dengan syariat yang berlaku. Selain itu, terjadinya komersialisasi pelayanan
sirkumsisi perempuan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Di mana, di beberapa rumah sakit sekarang menyediakan paket persalian, tindik telinga dan
sirkumsisi bayi perempuan. Pada tahun 2006 Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Depkes
RI mengeluarkan Surat Edaran tanggal 20 April 2006, melarang medikalisasi sirkumsisi perempuan bagi petugas kesehatan. Kontroversi tidak terelakkan.
Walaupun, sejak awal permasalahan ini masih menjadi perdebatan, tapi setelah depkes RI mengeluarkan SK tersebut, perdebatan semakin bergejolak menanggapi
masalah ini. Namun, pihak kesehatan menanggapi kritikan tersebut, dengan argumentasi yang sesuai dengan profesi yang mereka jalani.
Menurut kesehatan, sirkumsisi yang diakui oleh disiplin ilmu medis hanya, sirkumsisi kepada laki-laki, sedangkan bagi perempuan tidak ada prosedur
maupun standarnya. Walau sekarang, tidak jarang tenaga kesehatan terlibat dalam medikalisasi sirkumsisi perempuan bukan berarti, yang demikian itu, didapati dari
kurikulum medis. Tindakan tenaga kesehatan yang ikutan melakukan sirkumsisi biasanya, berdasar pada “warisan” seniornya, atau bertanya dan mengamati
sirkumsisi yang dilakukan oleh dukun tradisional di daerah setempat, baik secara simbolik maupun dengan insisi dan eksisi.
46 Sirkumsisi yang secara simbolik tidak dipersoalkan oleh kalangan
kesehatan. Persoalannya, adalah ketika praktek sirkumsisi perempuan tersebut melibatkan pemotongan organ kelamin perempuan, seperti klitoris. Menurut
Direktur Bina Kesehatan Ibu dan Anak Depkes, Siti Hermianti. “Bagaimanapun caranya, sunat perempuan sangat berbahaya karena targetnya memotong
klitoris.”
148
Karena, klitoris merupakan pusat sensitifitas gairah seksual perempuan. Oleh karenanya, melukai, merusak atau memotong klitoris tidak
diijinkan. Tetapi kalau hanya mencuci, mencolek dengan kunyitbatu permata dan lain-lain pada organ tersebut, diijinkan. Namun di Indonesia, biasanya praktek
sirkumsisi melibatkan pemotongan atau pengirisan klitoris atau daerah klitoris.
149
Tindakan ini, tidak ada indikasi medis yang mendasarinya. Pemotongan atau pengirisan kulit sekitar klitoris apalagi, klitorisnya sangat merugikan
perempuan. Apabila perempuan mengalami kerusakan organ genital, berarti proses reproduksi juga rusak. Dampak secara fisik adalah pada kesehatan organ
reproduksi perempuan. Perempuan akan mengalami kesulitan menstruasi, infeksi saluran kemih, dan disfungsi seksual.
Dari sejumlah penelitian yang dilakukan oleh ilmu kedokteran, telah membuktikan bahwa sirkumsisi perempuan itu membahayakan dan merusak
kesehatan perempuan.
150
Praktek sirkumsisi dengan pemotongan yang berlebihan pada organ seksual akan menyebabkan perempuan kesulitan menikmati dan
mengalami orgasme. Bahkan, terkumpul sejumlah data yang menyatakan, banyak isteri yang tidak pernah mengalami orgasme sama sekali akibat sirkumsisi.
151
Jika ada sebagian kalangan, seperti MUI, meminta depkes tidak melarang sirkumsisi perempuan tetapi, melatih tenaga medis yang terampil agar masyarakat
148
“Pemerintah Larang Sunat pada Perempuan,” dari koran Tempo, Jakarta, 4 Oktober 2006, lihat artikel “Dokter dan Bidan Dianggap Melakukan Kesalahan Prosedur Khitan,” di akses
25 Oktober 2008 dari http:www.prakarsa-rakyat.org
149
“Achmad Sukarsono,” “Indonesia Melarang Dokter Melakukan Penyunatan Terhadap Wanita,” artikel diakses pada 12 Juli 2008 dari http:www.indonesia.faithfreedom.orgforum
150
Efua Dorkenoo, Cutting The Rose, Female Genitale Mutilation: The Practice and its Prevention, h. 37, dan lihat Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan Perspektif Islam dan
Kesetaraan Jender, h. 203-204.
151
Lebih lanjut baca Nani Zulminarni, Menguak Tabu: Pengalaman Lapangan PPSW Menyoal Hak dan Kesehatan Reproduksi Perempuan, h. 57, baca artikel “Pro Kontra Khitan
Perempuan”, Pikiran Rakyat, Bandung, 23 Mei 2003.
47 tidak menggunakan tenaga dukun. Maka persoalannya, adalah banyaknya
sirkumsisi perempuan yang klitorisnya terpotong dalam pelaksaannya yang terjadi di lapangan selama ini.
152
Mungkin, anjuran MUI untuk tetap melakukan medikalisasi terhadap sirkumsisi perempuan, dimaksudkan untuk meminimalkan
risiko kesehatan, dibandingkan jika dikerjakan oleh dukun bayi atau tukang sunat tanpa pengetahuan kesehatan yang memadai.
153
Namun, menurut pihak kesehatan, bentuk medikalisasi atau keterlibatan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan
sirkumsisi perempuan, secara langsung atau tidak, tindakan tersebut serta-merta membenarkan praktek sirkumsisi perempuan tersebut.
Ahli kesehatan secara konsisten dan jelas menyampaikan bahwa sirkumsisi dalam bentuk apa pun, tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan di
mana pun, termasuk rumah sakit atau prasarana kesehatana lainnya. Karena etika medis yang menyatakan “Tindakan mutilasi organ tubuh manusia jika tidak perlu,
tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan”. Praktek sirkumsisi membahayakan bagi perempuan. Walaupun, tindakan
medikalisasi dilakukan oleh pihak kesehatan, tidak berarti menghilangkan bahaya yang ditimbulkannya. Bahkan, medikalisasi sirkumsisi perempuan oleh pihak
kesehatan, cenderung akan mempertahankan tradisi ini di masyarakat dimana, masyarakat akan beranggapan adanya dukungan dan legalitas dari provider
kesehatan terhadap tradisi budaya ini. Oleh karena itu, pihak kesehatan membuat kebijakan pelarangan bentuk
medikalisasi sirkumsisi perempuan terutama oleh pihak tenaga kesehatan. Demi untuk menghindari praktek sirkumsisi yang salah dalam pemahaman masyarakat,
maupun bagi kalangan kesehatan sendiri.
152
“R. Adhi Kusumaputra”, “Penelitian di Enam Kota, 90 Persen Perempuan Dikhitan,” diakses 10 Oktober 2008 dari https:www.kompas.comhtm.
153
Sumber: majalah Tempo, Jakarta, 22 Oktober 2006.
48
BAB III HADIS SIRKUMSISI PEREMPUAN DAN PENOLAKAN AHLI