Sejarah Sirkumsisi Perempuan: Dari Simbol ke Dogma

18 dianggap lebih bermakna politis dan seringkali digunakan sebagai alat advokasi oleh aktivis hak-hak perempuan. Tetapi, WHO juga menggunakan istilah FGM. Penggunaan istilah ini masih seringkali diperdebatkan, antara istilah genital cutting, genital mutilation atau circumsicion seringkali dipertukarkan dan diperdebatkan. Namun, Genital Cutting pemotongan organ kelamin perempuan bagian luar merupakan istilah yang dianggap paling netral karena mengindikasikan prosedur pemotongan genital yang bersifat umum, adil, dan kondusif, baik secara medis maupun non-medis, kepada laki-laki dan perempuan. 51 Definisi sirkumsisi perempuan atau FGM secara spesifik didefinisikan WHO adalah: “Sirkumsisi perempuan adalah semua tindakan atau prosedur yang meliputi pengangkatan sebagian atau seluruh dari organ genital eksternal perempuan klitoris, labia minora, labia mayora, dan vulva atau bentuk perlukaan lain terhadap organ genital perempuan dengan alasan budaya, mitos, agama atau alasan medis lainnya.” 52 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sirkumsisi atau pemotongan dengan bentuk apapun, sedikit atau banyak, baik yang hanya mengiris, mengupas atau memotong, asalkan melakukan perlukaan pada organ genital perempuan bagian luar dikategorikan sebagai sirkumsisi atau FGM yang dilarang.

B. Sejarah Sirkumsisi Perempuan: Dari Simbol ke Dogma

1. Sirkumsisi Pra-Islam: Simbol kesucian Wanita Peradaban-peradaban masa lampau sarat dengan intimidasi yang meng- infirioritas-kan kaum perempuan dibawah superioritas kaum laki-laki. 53 Bermula dari sejarah Yunani Kuno yang menempatkan perempuan sebagai tahanan istana, sedangkan kalangan bawahnya memperlakukan perempuan sebagai dagangan 51 “Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”, artikel diakses pada 8 Mei 2008 dari http:pusdiknakes.or.id. Lihat juga Population Reference Bureau, Abandoning Female Genital Cutting: Prevalence, Attitudes, and Effort to end, the Practices, Amerika, tp, 2000. 52 “Kebijakan Departemen Kesehatan Terhadap Medikalisasi Sunat Perempuan”, dari artikel diakses pada 8 Mei 2008 http:pdpersi.co.id 53 Abdul Moqsit Ghozali dkk. Tubuh Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda, Jakarta: Rahima, 2002, cet. Ke-1, 103-104. 19 yang diperjual-belikan. Sebelum kawin perempuan berada dibawah kuasa ayahnya, setelah menikah berada ditangan suami. Kekuasaan suami ini mutlak, termasuk menjual, mengusir, memukul, menganiaya bahkan membunuhnya. Fakta tersebut terus berlangsung hingga abad ke-6 Masehi. Di masyarakat Hindu, pra- abad ke-7 Masehi seringkali menjadikan wanita sebagai sesajen bagi para dewa. Hak hidup isteri berakhir saat suaminya meninggal: istri harus dibakar hidup- hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Ajaran Budha, memastikan perempuan selalu tunduk kepada laki-laki bahkan seorang ibu mesti tunduk kepada anak laki- lakinya. Jika istri mandul maka ia akan diceraikan begitu saja, sebab, perempuan diperlukan hanya untuk melahirkan. Perempuan digambarkan sebagai makhluk jahat, kotor dan dipergunakan sebagai alat saja. 54 Dalam peradaban Cina, terdapat petuah-petuah yang tidak memanusiakan perempuan. Ajaran Yahudi menuduh perempuan sebagai sumber laknat dan fitnah karena Hawa menjadi penyebab Adam terusir dari surga. Dan anak perempuan boleh dijual jika si ayah tidak mempunyai anak laki-laki. Tradisi Nasrani tidak jauh berbeda, dalam Konsili yang diadakan pada abad ke-5 Masehi dinyatakan, bahwa perempuan tidak memiliki ruh yang suci. Selanjutnya, pada abad ke-6 Masehi Konsili menyimpulkan bahwa perempuan adalah manusia yang diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki. 55 Menurut ahli sejarah, perlakuan kekerasan dan anggapan perempuan sebagai kaum lemah, pelayan, yang hak dan kewajiban juga eksistensinya ditentukan oleh kaum laki-laki dan sebagainya. Sejak dahulu sangat berpengaruh terhadap perlakuan sosial-budaya terhadap perempuan, dan di masa selanjutnya produk budaya tersebut dipasarkan kepada perempuan lewat salah satu tradsisi yaitu sirkumsisi perempuan. Menyingkap sejarah awal sirkumsisi perempuan, asal-usulnya belum diketahui secara pasti, tetapi dari catatan-catatan sejarah membuktikan bahwa 54 Jeanne Becher, Perempuan, Agama, dan Seksualitas Studi Tentang Pengaruh Berbagai Ajaran Agama Terhadap Perempuan, Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia, 2004, cet. Ke-2, 214. 55 Quraisy Shihab, Wawasan Al-Qur’ân. Bandung: Mizan, 1996, cet. Ke-II, 296-297. 20 praktek tersebut telah dimulai sebelum Islam. 56 Sirkumsisi perempuan bisa dipandang dari dua perspektif yaitu; budaya dan agama. Hal ini, tidak lepas dari asal-usulnya yang ternyata mengindikasikan nilai budaya lebih dahulu mengemuka ketimbang klaim agama. Tradisi sirkumsisi perempuan pada masyarakat Mesir Kuno misalnya tertera dari lukisan tembok Saqqara yang ditemukan di makam Ankh-Mahor dari Dinasti VI Old Kingdom 2350 SM. Bandingkan dengan tradisi sirkumsisi yang pertama tercatat dalam Alkitab pada masa Abraham kurang lebih 1900 SM. Ritual sirkumsisi telah dikenal qabilah suku Arab pra-Islam, seperti yang disebut oleh Flavius Yosephus, sejahrawan Yahudi dari abad I pertama Masehi. 57 Menurut sejarah, dalam upaya mencegah atau mengontrol seksualitas perempuan, pada jaman Romawi kuno, bangsawan-bangsawan Yunani tempo dulu, 58 memasangkan cincin terbuat dari besi yang ditusukkan melalui bibir vagina kepada budak perempuan untuk mencegah kehamilan; pada abad pertengahan di Inggris, perempuan menggunakan sabuk kesucian chastity belt yang terbuat dari besi untuk mencegah persetubuhan selama ditinggalkan suami; di jaman Mesir Kuno, penemuan Mummi perempuan yang diperkirakan berasal dari abad ke-16 SM, menurut ahli arkeologi dan antropologi telah dilakukan pemotongan dan penjahitan kelamin akibat penyunatan pada jaman Firaun yang disebut sirkumsisi pharaonic; atau terdapat tanda clitoridectomy pemotongan yang merusak organ kelamin perempuan. 59 Pada jaman Tsar Rusia, Inggris, Perancis dan Amerika pada abad ke-19, catatan menunjukkan terjadinya praktek 56 Hasan Hathout, Revolusi Seksual Perempuan, Obstetri dan Ginekologi Dalam Tinjauan Islam Bandung: Mizan, 1996, cet. Ke-2, 89. 57 Bambang Noorsena, “Khitan dalam Perspektif Kristen: Latar Belakang Yahudi dan Paralelisasinya dengan Islam”, dalam artikel “Khitan: Antara Budaya dan Agama”, diakses pada 10 September 2008 dari http:savindievoice.wordpress.com20080809khitan-antara-budaya- dan-agama 58 Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmat al-Tasyrî’ wa Falsafatuhû, Beirut; Dar al-Fikr, 1994, juz.II, 31. 59 Asriati Jamil, Sunat Perempuan Dalam Islam: Sebuah Analisis Jender, dalam Refleks: Jurnal Kajian Agama dan Filsafat, Jakarta: Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta, 2001 vol.3, no.2, , 53 21 pembuangan klitoris dimasa itu. Di Inggris dan Amerika, sirkumsisi dianggap sebagai “obat” terhadap sejumlah penyakit psikologis. 60 Selain diperkirakan penyirkumsisian perempuan pertama kali terjadi di era Mesir Kuno, 61 diyakini juga praktek sirkumsisi ini merupakan situs remaja orang Afrika yang sudah tua usianya, yang kemudian disebarkan ke daerah Mesir melalui cara difusi penyebaran. Diperkirakan, praktek ini sudah dikenal baik pada masa pra-Islam, terutama dilembah Nil, yaitu Arabia, Sudan, Mesir dan Ethiopia juga daerah-daerah tepi Laut Merah. 62 Namun, seiring berjalannya waktu praktek tersebut masih bertahan meskipun dibeberapa daerahtempat lain berangsur hilang. Penyirkumsisian ini telah dipraktekkan oleh agama Kristen, Katolik, Protestan, Koptik, dan Animisme. Di Mesir dan Sudan umat Muslim dan Kristen, 63 mempraktekkan sirkumsisi perempuan ini. 64 60 Hosken, Fran P. The Hosken Report; Genital and Sexual Mutilation of Females. 4th rev. ed. Lexington Mass., Women’s International Network News, 1994. 61 Pernyataan dari Aetius, seorang dokter kerajaan Byzantium, pada masa pertengahan abad ke-4 Masehi menyatakan; “Pada beberapa orang perempuan, disamping klitorisnya semakin tumbuh besar serta menjadi tidak pantas dan memalukan, klitoris tersebut juga akan tergosok- gosok secara terus menerus oleh pakaiannya, sehingga membangkitkan dan merangsang gairah mereka untuk melakukan persetubuhan. Ketika melihat ukuran yang bertambah besar tersebut, orang-orang Mesir berusaha untuk memotongnya, terutama ketika anak-anak perempuan itu sudah siap menikah. Operasinya dilakukan seperti berikut ini: “Mereka mendudukkan anak perempuan tersebut pada sebuah tempat duduk, lalu seorang lelaki berdiri disamping anak perempuan tersebut, meletakkan lengan bawahnya dibawah paha dan pantat anak perempuan tersebut, lalu kemudian memegangi kaki-kaki, tangan dan seluruh tubuhnya. Orang yang melakukan operasi, berdiri didepan, mencengkram klitorisnya dengan tang yang bermulut lebar, menarik klitoris tersebut dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memotongnya dengan gigi gunting tang tadi.” Pernyataan lain ditambahkan oleh Ambrosius, seorang dokter pada masa Grego-Roma yang menyatakan, “Selain itu, orang-orang Mesir menyunat anak laki-laki pda usia 14 tahun dan anak perempuan mereka juga pada usia yang sama, karena jelas, sejak usia itu, nafsu laki-laki mulai membara dan menstruasi perempuan mulai datang.” Dikutip dari Otto Meinardus, Christian Egypt: Faith and Life, 324-325. lihat juga Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan Perspektif Islam dan Kesetaraan Jender, 196. 62 Lihat Hassan Hathout, Revolusi Seksual Perempuan, Obstetri Dan Ginekologi Dalam Tinjauan Islam, Jakarta: Rosdakarya, 1996, sebagaimana dikutip oleh Asriati Jamil, Sunat Perempuan Dalam Islam: Sebuah Analisis Jender, dalam Refleks: Jurnal Kajian Agama dan Filsafat,. 53 63 Orang-orang Kristen Koptik di Mesir percaya bahwa praktek sirkumsisi perempuan itu tersebar dikalangan mereka karena menangnya orang-orang yang melakukannya, yaitu orang- orang Yahudi. Lih. Otto Meinardus, Christian Egypt: Faith and Life, 327. 64 Dior Diop, “Tackling the Problem.” Dalam Health, 26 April-2 Mei 1993, 685. 22 2. Sejarah Sirkumsisi perempuan di Asia Indonesia. Sejarah sirkumsisi di Asia menurut Ahli Etnografis, Wilken 1847-1891, menunjukkan bahwa praktek sirkumsisi telah ditemukan oleh bangsa-bangsa pengembara, yakni bangsa Semit, Hamit dan Hamitoid di Asia Barat Daya dan Afrika Timur, beberapa bangsa Negro di Afrika Timur dan Afrika Selatan, Malaysia juga Indonesia. Di Indonesia sirkumsisi perempuan adalah kebiasaan yang muncul seiring masuknya Islam. Di Nusantara sirkumsisi laki-laki sudah ada sebelum Islam datang, 65 sudah dikenal sejak jaman Majapahit, terbukti dengan penemuan yang ada di Museum Batavia, dimana kepala zakar laki-laki sudah disirkumsisi. Di Jawa Barat, suku Badui Sunda asli juga sudah mengenal sirkumsisi yang dianggap sebagai bagian dari kepercayaan mereka sejak para leluhurnya. 66 Dan perayaan sirkumsisi dibeberapa daerah sejak dahulu kala, juga menunjukkan bahwa budaya sirkumsisi sudah dikenal sejak pra-islam. Budaya sirkumsisi pada perempuan juga diperkirakan bersamaan dengan munculnya budaya sirkumsisi pada laki-laki. a. Sirkumsisi Dalam Islam Dalam masyarakat Muslim, praktek sirkumsisi dikaitkan dengan millah syariat Nabi Ibrâhîm yang dikenal sebagai bapak para Nabi Abû al-Anbiyâ’, yang kemudian diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta segenap pemeluknya untuk mengikuti syariat Nabi Ibrahim tersebut. Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang menganjurkan kepada Nabi SAW untuk mengikuti syariat Ibrâhîm diantaranya; surat al-Nisâ’ ayat 125, Ali ‘Imrân ayat 95, dan al-Nahl ayat 123. Tetapi diantara ayat-ayat tersebut yang paling sering dijadikan dalil untuk mengikuti perintah sirkumsisi adalah Surat al-Nahl ayat 123 yang berbunyi: 65 Ahmad Ramali, Peraturan-peraturan Untuk Memelihara Kesehatan Dalam Hukum Syara’ Islam, Jakarta: Balai Pustaka, 1968, 69-70. 66 Mintarja W. Riki, Peranan Sunat Dalam Pola Hidup Masyarakat Sunda, Jakarta: Pustaka Nasional, 1994, 55. 23 Artinya: “Kemudian kami wahyukan kepadamu Muhammad: “Ikutilah agama Ibrâhîm seorang yang hanîf” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”. Q.S al-Nahl: 123. Selain tradisi sirkumsisi yang diserap langsung dari tradisi Ibrâhîm, ada beberapa tradisi lain yang dimasukkan dalam ajaran Islam seperti Haji surat Ali- Imrân ayat 97 dan Ibadah Qurbân surat al-Hajj ayat 34. Hadis tentang pelaksanaan sirkumsisi Nabi Ibrahim diriwayatkan oleh Abu Hurairah, berikut ini: . 67 Artinya: “Nabi Ibrâhîm AS, kekasih tuhan yang Maha Pengasih melakukan syari’at Islam setelah umurnya melampaui 80 tahun, dan ia melaksanakan sirkumsisi dengan Qadūm.” H.R Bukhari. Dalam redaksi lain disebutkan: : . 68 Artinya: “Menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’îd memberitahukan Mughîrah bin Abdirrahmân al-Quraisîy dari Abi Zannâd dari Abî Hurairah r.a. bersabda Rasûl SAW: “Ibrâhîm berkhitan pada usia 80 tahun dengan kampak.” H.R Bukhari. Kata-kata dengan Qadûm dalam hadis tersebut, mengundang perdebatan dikalangan Ulama. Ada yang mengatakan tanpa tasydid, berarti salah satu nama tempat di daerah SyamSyria. Menurut pendapat ini, sirkumsisi Ibrâhîm 67 Hadis ini juga terdapat dalam Imam Muslîm, Sahîh al-Muslîm, dan al-Baihaqî, al- Sunân al-kubrâ, jilid 8, 325. 68 Abâ Abdillâh bin Isma’îl al-Bukharî, Sahih Bukharî , Beirut: Maktabah al-Asiriyah, 1997, juz II, 139. 24 dilaksanakan di daerah Qadûm, Syam. Sementara ulama lain menanggapi dengan tasydîd, menunjuk pada alat yang dipakai oleh tukang kayu, yaitu kampak. Jadi, menurut pendapat terakhir Ibrâhîm disirkumsisi dengan memakai kampak. 69 Terlepas dari pendapat dua golongan diatas, yang jelas, dari titik itulah tradisi dan pensyariatan sirkumsisi dimulai dalam Islam. Menurut Alwi Shihab dalam Islam Inklusif, 70 pelaksanaan sirkumsisi Nabi Ibrahim merupakan simbol dan pertanda ikatan perjanjian suci mitsaq antara beliau dengan Tuhan Allah SWT. Sirkumsisi Ibrâhîm tersebut jua merupakan cikal-bakal ajaran sirkumsisi dalam Yahudi dan Kristen. b. Sirkumsisi Dalam Yahudi dan Kristen Menurut doktrin Yahudi, sirkumsisi adalah suatu sekramen, suatu tanda atau cap. 71 Bagi Kristen, pemotongan dan pembuangan kulit penis adalah lambang pembuangan dosa, dan darah yang keluar menunjukkan bahwa perdamaian hanya bisa didapat dengan darah Yesus Kristus, suatu ‘cap kebenaran dari pada iman’ 72 Sirkumsisi adalah lambang hidup baru bagi orang beriman, pertanda hati yang sudah bersirkumsisi 73 Untuk jama’at perjanjian baru, tradisi sirkumsisi diganti dengan upacara pembabtisan, setelah Yesus Kristus disalip, hukum sirkumsisi dihapuskan 74 Dalam Perjanjian Lama, sirkumsisi menggunakan istilah teologis ‘B’rit Millah’ bahasa Ibrani yang berarti perjanjian sirkumsisi. Perjanjian antara Allah dan umat-Nya yang mula-mula diwahyukan kepada Ibrahîm. 69 Ibn Qayyîm al-Jauziyah, Tuhfah al-Maududdî bi Ahkâm al-Maulūd, diterjemahkan oleh Fauzi Bahreisy, Mengantar Menuju Dewasa, Jakarta: Serambi, 2001, cet. Ke. 1, 125. 70 Alwi Shihâb, Islâm Inklusif, Bandung: Mizan, 2001, cet. Ke-9, 275-276. 71 Chr. Barth, Theologia Perdjandjian Lama, Bandung: P.D Grafika Propinsi Djawa Barat, 1970, jil. I. 72 Roma: 4:11. 73 B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab Ulangan 10:16, 30: 6, Jeremia 4: 9; Roma 2:29. 40 F. L. Bakker, Sedjarah Keradjaan Allah Perdjandjian Lama, Jakarta: BPK, 1965, jil.1, cet. Ke-4, 97. Lihat juga D.C. Mulder, Pembimbing Kedalam Perdjangdjian Lama, Jakarta: BPK, 1970, cet. Ke-2, 50. 25 Perjanjian lama Genesis atau kejadian yang berbunyi: “Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang. Perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki diantara kamu harus disirkumsisi, haruslah dikerat kulit kelaminmu dan itu menjadi tanda perjanjian suci antara aku dan kamu.” 75 Menurut sejarah Yahudi, saat perintah sirkumsisi turun kepada Ibrahîm, beliau sudah berusia 99 tahun dalam Islam Ibrahîm berusia 80 tahun, dan sudah mempunyai seorang anak bernama Ismael Ismail dari hambanya Hagar Siti Hajar. Selanjutnya perintah untuk menyirkumsisi tersebut diwajibkan bagi setiap anak Israel pada umur 8 delapan hari, Yesus juga disirkumsisi pada umur 8 hari. 76 Perintah ini dilaksanakan Abrahâm kepada Ishak, 77 peristiwa ini adalah sebagai tanda kasih Allah kepada umat-Nya. 78 Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, pemaknaan orang Yahudi terhadap makna simbolis ini tenggelam oleh fungsinya sebagai identitas bangsa yang dipilih Tuhan. Sirkumsisi akhirnya hanya dipandang sebagai ritual semata. Bahkan sirkumsisi dalam pandangan legalisme Yahudi, menjadi pembeda antara bangsa mereka dengan bangsa lain yang tidak bersirkumsisi bahkan dianggap sebagai bangsa kafir. Pendangkalan pemaknaan sirkumsisi ini ditentang oleh Nabi Musa serta Yeremia pada masa Perjanjian Lama dan Rasul Paulus pada masa Perjanjian Baru. Dalam penafsiran agamawan kristen Gereja masa selanjutnya sangat berebeda dengan tradisi Yahudi masa dulu. Doktrin Kristen menegaskan, bahwa sirkumsisi bukan lagi mengeratmemotong daging kulup manusia, tetapi yang 75 Nasaruddin Umar, Bias Gender Dalam Pemahaman Agama, 120. pasal 10 ayat 11 76 B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab Lukas, Kejadian 17:12 Jakarta: BPK, 1970, 58. 77 Menurut kepercayaan Kristen, anak Ibrâhîm yang terpilih atau yang dipilih Tuhan untuk dikurbankan dan di sirkumsisi adalah Ishak. Sedangkan menurut kepercayaan Islam, anak yang dikorbankan Ibrâhîm adalah Isma’il. Lihat Barbara Freyer Stowasser, Reinterpretasi Gebder Wanita Dalam Alquran, Hadis, dan Tafsir, terj. Bandung: Pustaka Hidayah, 2001, cet. Ke-1, 107-108. Analisis mendalam tentang tradisi Islam abad pertengahan tentang sejarah Ibrâhîm, Isma’îl dalam tafs ir Islam bisa dilihat dalam karya Reuven Firestone, Journey in Holy Land: The Evolution of the Abraham-Ishmael Legend in Islamic Exergeis, Albany: State University of New York Press, 1990. 78 B.J. Boland dan P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab Lukas, Kejadian 17:7; Ulangan 10:15 Jakarta: BPK, 1970. 26 lebih penting adalah sirkumsisi hati yang tercermin dalam ketaatan, bukan sikap berontak melawan Allah 79 Rasul Paulus juga mengambil sikap seperti ini ketika memutuskan untuk tidak menyunat Titus. Karena perjanjian sirkumsisi dalam perspektif iman Kristen tinggal makna eksotesisnya, yaitu penyucian tubuh yang tidak ada kaitannya dengan keselamatan kekal. Sirkumsisi yang dimaksud bukan sirkumsisi yang dilakukan manusia, tapi sirkumsisi oleh Yesus Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa menuju kebersihan 80 Penganut Kristen Koptik dan Yahudi memahami bahwa sirkumsisi bukan hanya proses bedah kulit secara fisik semata, tetapi merujuk pada esensi kesucian. Bagi pemeluk Yahudi, Berit 81 bahasa Yahudi yang berarti Penyirkumsisian juga dilambangkan sebagai pembuka tabir kebenaran dalam ikatan perjanjian suci yang diikat antara Allah dan Nabi Ibrâhîm, yang kemudian diikuti oleh penganutnya. Berikutnya, mereka mempertautkan antara pelaksanaan sirkumsisi dan izin pembacaan kitab suci Taurat. Hal ini menandakan bahwa sirkumsisi ibarat ‘Stempel Tuhan’ atau ‘ID Card’ - jika saya boleh mengatakan demikian- berupa izin memasuki suatu tempat suci atau Kalam Ilahi dalam rangka perjumpaan dengan Tuhan, sampai ia mendapat ‘ID Card’ dengan melaksanakan sirkumsisi tersebut. 82 Bagi umat Kristiani, sirkumsisi tidak ubahnya seperti pembabtisan yang dilaksanakan bagi balita-balita Kristen. Artinya, sirkumsisi sama dengan mencelupkan anak-anak balita kedalam air pembabtisan yang bermakna telah mensucikan anak-anak tersebut sekaligus resmi diakui sebagai pemeluk Kristen. Tardisi sirkumsisi juga diberlakukan kepada perempuan Yahudi pada masa Ibrâhîm. Tujuannya sama, mengikat perjanjian suci antara Tuhan dan hambanya, karena agama Ibrâhîm diturunkan kepada laki-laki dan perempuan. Perintah sirkumsisi kepada perempuan ini juga diyakini termasuk salah satu dari 10 sepuluh kutukan dalam kitab Talmūd atau perjanjian lama kepada wanita. 83 Diantaranya adalah: Perempuan masih akan merasakan hubungan seks lebih 79 Tafsiran Alkitab Lukas, B.J. Boland dan P.S. Naipospos; Ulangan 10:16. 80 Kolose 2:11-12. 81 Jeane Becher, Perempuan, Agama, dan Seksualitas: Studi Tentang Pengaruh Ajaran Agama Terhadap Perempuan, 10. 82 Alwi Shihab, Islam Inklusif, 275-276. 83 F. L. Bakker, Sedjarah Keradjaan Allah Perdjandjian Lama, 30-31. 27 lama sementara suaminya sudah tidak kuat lagi dan Perempuan sangat berhasrat melakukan hubungan seks terhadap suaminya, tetapi amat berat menyampaikan hasrat itu kepada suaminya. 84 Doktrin seperti ini memang dialami oleh perempuan secara umum, dimana mereka masih terkungkung dalam budaya malu dan tuntutan budaya sosial ‘budaya maskulin’ untuk meredam seksual mereka, nan jauh dari relasi seksual yang setara. Namun doktrin tersebut tidak sepenuhnya benar untuk diyakini apalagi untuk dipaksakan sebagai pe- legalitas-an penindasan pada perempuan. 85 Karena, tidak ada bukti medis yang menyatakan bahwa perempuan memiliki keagressifan seksual yang berlebihan hingga tak terkendali. Namun doktrin-doktrin agama Yahudi diatas, sudah terlanjur mempengaruhi sebagian besar masyarakat, meyakini kodrat perempuan memiliki nafsu seksual yang berlebihan. Apabila nafsu perempuan itu tidak dikebiri, dikhawatirkan dia akan melakukan tindakan-tindakan asusila yang dapat membuat malu dirinya, keluarganya bahkan agamanya. Maka, cara yang disepakati masyarakat untuk mereduksi kecendrungan seksual perempuan adalah dengan menyirkumsisi perempuan, tindakan ini ditujukan untuk “mengamputasi” sebagian dari organ seksualnya. Dengan demikian, pembuangan klitoris adalah dimaksudkan untuk pengontrolan syahwat perempuan. 86 Dalam sejarah Yahudi Kristen atau Islam tertulis bahwa perempuan pertama yang disirkumsisi adalah Siti Hajar. Konon, ketika Siti Sarah memberikan izin kepada Nabi Ibrâhîm untuk menikahi Siti Hajar, kemudian Siti Hajar hamil. Namun, ternyata Siti Sarah cemburu kepada Siti Hajar dan bersumpah untuk memotong tiga bagian organ tubuh Siti Hajar untuk menebus kecemburuannya. 87 Ibrahim kemudian menyarankan untuk menindik dua telinga dan menyirkumsisi Siti Hajar. Semenjak peristiwa itu tradisi sirkumsisi 84 Nasaruddin umar, Bias Gender Dalam Pemahaman Agama 120. 85 Budi Santi, “Membongkar Tabu Seksualitas Perempuan” Jurnal Perempuan, No. 38, cet. Ke-1, Februari, 2004, 130. 86 Alwi Shihab, Islam Inklusif, 276. 87 Ibn Qayyîm al-Jauziyah, Tuhfah al-Maududdi bi Ahkam al-Maulūd, diterjemahkan oleh Fauzi Bahreisy, Mengantar Menuju Dewasa, Jakarta, Serambi, 2001, cet. Ke. 1. 155. 28 perempuan bermula dan dipercaya berawal dari Siti Hajar. 88 Walaupun sejarah menemukan perempuan pertama yang disirkumsisi adalah Siti Hajar, namun tidak ditemukan bukti berapa usia Siti Hajar pada saat disirkumsisi dan dengan alat sejenis apa, tidak diketahui secara pasti. 89 Secara keseluruhan, interpretasi ajaran Kristen sekarang ini, memandang sirkumsisi bukan sebagai alasan maupun jawaban teologis, tapi sebagai ritual budaya atau alasan kesehatan. Dengan begitu, kristen mencoba menghindari pemahaman tekstual Yahudi tempo dulu yang dianggap tidak relevan lagi pada saat sekarang ini.

C. Faktor Timbulnya Praktek Sirkumsisi Perempuan