Baitul Maal Wa Tamwil

b. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran. c. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi di luar rencana externalities. 26 Sedangkan menurut Isbandi Rukminto, dengan mengutip pendapat Feurstein 1990: h.2-4 dalam bukunya yang berjudul pemberdayaan, pengembangan masyarakat, bahwasanya sekalipun tidak secara langsung menyebut sebagai tujuan dari pelaksanaan evaluasi, namun dia menyatakan ada 10 sepuluh alasan, mengapa suatu evaluasi perlu dilakukan, yaitu: a. Untuk melihat apa yang sudah dicapai b. Melihat kemajuan, dikaitkan dengan objek tujuan program c. Agar tercapai manajemen yang baik d. Mengedintifikasikan kekurangan dan kelebihan, untuk memperkuat program e. Melihat perbedaan yang sudah terjadi setelah diterapkan suatu program f. Melihat apakah biaya yang telah dikeluarkan cukup rasionable g. Untuk merencanakan dan mengelola kegiatan program secara lebih baik h. Melindungi pihak lain agar tidak terjebak dalam kesalaham yang sama atau mengajak pihak lain untuk melaksanakan metode yang serupa bila metode tersebut telah terbukti berhasil dengan baik i. Agar dapat memberikan dampak yang lebij luas, dan j. Memberi kesempatan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat. 27

B. Baitul Maal Wa Tamwil

1. Pengertian Baitul Maal Wa Tamwil 26 Edi Suharto, membangun masyarakat memberdayakan rakyat, Bandung, PT. Refika Aditama, 2005, cet. Ke-1, h.119 27 Isbandi Rukmonto, pemberdayaan, pengembangan masyarakat dan Intervensi KomunitasPengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis , h. 187-188 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia baitul mal berarti tempat penyimpan harta benda atau rumah harta benda. 28 Sedangkan dalam buku Ensiklopedia Hukum Islam, secara etimologis baitul mal ialah rumah harta dan baitul tamwil ialah rumah pembiayaan. 29 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Muhammad Ridwan dalam bukunya Manajemen Baitul Maal Watanwil , pengertian Baitul Maal berarti rumah dana. Dan Baitul Tanwil berarti rumah usaha. Baitul Maal dikembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dari masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan Islam, dimana Baitul Maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dana sosial. Sedangkan Baitul Tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba. 30 Dari beberapa definisi di atas, menurut penulis Baitul Maal Watamwil dapat diartikan sebagai tempat, atau organisasi yang mewadahi sejumlah dana yang dialokasikan untuk hal yang bersifat sosial. Seperti yang telah dikemukakan oleh Muhammad Ridwan dalam buku yang sama Manajemen Baitul Maal Watamwil menyatakan bahwa Jika melihat BMT sebagai organisasi yang berperan sosial, maka kita bisa melihat adanya kesamaan peran BMT dengan Lembaga Amil Zakat LAZ. LAZ adalah lembaga yang mewadahi dan mengumpulkan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf, dan sumber dana-dana sosial lain, dan upaya pentasyarufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai dengan ketentuan asnabiah UU No.38 Thn 1999. 31 2. Peranan Baitul Maal Wa Tamwil Dalam Perekonomian Masyarakat Heru wahyudi. SE dalam presentasinya yang memaparkan mengenai Ekonomi Syariah menemukakan bahwa peranan BMT di bagi menjadi empat, yaitu : 28 Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1996, cet.ke 10 h.79 29 Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Bari Van Hoeve, 1997, jilid 1, h.186 30 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil, ULI Press Yogyakarta, h.126 31 Ibid a. Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang tersebut dapat ditingkatkan kualitasnya, sehingga timbul unit surplus pihak yang memiliki dana berlebih dan unit defisit pihak yang kekurangan dana. b. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pemba yaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu lembagaperorangan. c. Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi pendapatan kepada para pegawainya. d. Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai risiko keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut. 32 Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hertanto Widodo, Ak., M. Asmeldi Firman, Ak., dkk di dalam buku Panduan Praktis Operasional Baitul Maal Watamwil, bahwa BMT memiliki peran yang kuat dalam sektor sosial diantara sektor lainnya jasa keuangan dan sektor riil. Mengapa demikian, karena dalam sektor sosial BMT, merupakan salah satu kekuatan BMT karena berperan juga dalam pembinaan agama bagi para nasabah sektor jasa BMT. Dengan demikian, pemberdayaan yang dilakukan BMT tidak terbatas pada sisi ekonomi, tetapi juga dalam hal agama. 33 Sedangkan menurut Muhammad Ridwan dalam bukunya yang berjudul Manajemen Baitul Maal Watamwil , mengemukakan bahwa dalam rangka mencapai tujuannya, BMT memiliki peran sebagai berikut : a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong, dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat pokusna dan daerah kerjanya. 32 Slide show Heru wahyudi. SE, Ekonomi Syariah 33 Hertanto Widodo, Ak., M. Asmeldi Firman, Ak., Panduan Praktis Operasional Baitul Maal Watamwi, Mizan, h. 84 b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia anggota dan pokusna menjadi lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global. c. Menanggung dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. d. Menjadi perantara keuangan Financial Intermediary, antara pemilik dana Shohibul Maal , baik pemodal maupun penyimpan dengan penguna dana Mudhorib untuk pengembangan usaha produktif. 34 Dari beberapa pendapat diatas, penulis melihat pemaparan yang berbeda, tetapi diantaranya memiliki persamaan arti dan keterkaitan diantara ketiganya. Dan dari ketiga pendapat para pakar tersebut dapat penulis artikan bahwa peran BMT adalah menjadi lembaga atau organisasi yang memfasilitasi pihak yang memerlukan dana nasabah dalam memberdayakan potensi yang dimiliki oleh nasabah tersebut dalam meningkatkan kesejahteraannya. BMT pun bisa menjadi seperti bank, dimana BMT bisa menjadi perantara antara pemberi modal dengan peminjam. BMT pun bisa menjadi lembaga dakwah, karena di dalamnya, nasabah bukan hanya diberikan pemberian pinjaman saja, tetapi BMT sebagai lembaga Islam pun dapat menciptakan pemberdayaan agama bagi nasabah maupun pemodalnya seperti yang dipaparkan oleh Hertanto Widodo, Ak., M. Asmeldi Firman, Ak., dkk. 3. Ruang Lingkup BMT Islam sangat menghindari terjadinya peningkatan dalam kehidupan perubahan demi perubahan harus diupayakan secara maksimal sehingga hasilnyapun bisa maksimal. Itulah sebabnya Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja keras, demi perbaikan kehidupannya. 34 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil, ULI Press Yogyakarta, h. 131 Anjuran ini bersifat individual dan sekaligus kolektif. Individual karena sikap individu dituntut untuk hidup sejahtera bahkan menjadi kaya. Kerja keras secara individu dilakukan dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup diri dan keluarga. Sedangkan secara kolektif atau bersama, umat Islam diharuskan bekerja dan berusaha untuk membantu saudara muslim yang masih miskin supaya hidup lebih layak dan berdaya. Kerja kolektif ini dilakukan dalam rangka tanggung jawab sosial. Setiap orang bersama-sama memiliki tanggung jawab yang sangat mulia, untuk mengetaskan kemiskinan umat. Kerjasama ini dilakukan melalui mekanisme zakat, infak dan sedekah. BMT melalui bidang sosialnya menempatkan dirinya sebagai mediator supaya kerja kolektif ini dapat berjalan lebih baik. 35 Dari pemaparan diatas, sangat tergambar akan ruang lingkup dari BMT. Dimana dalam kegiatannya, bidang kerja atau ruang lingkup sebuah BMT adalah kegiatan yang bergerak dalam kegiatan sosial yang sekaligus dapat menstimulus orang yang tidak mampu bisa dikatakan nasabah pada BMT agar menjadi mandiri. Artinya, BMT bukan hanya menjadi mediator para muzakki saja, tapi BMT memiliki tugas dalam memberdayakan masyarakat, karena bentuk yang diberikan bukan charity amal atau derma, melainkan empowerment pemberdayaan.

C. Pemberdayaan Ekonomi