EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN
commit to user i
EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP)
(Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo)
Skripsi
Ditujukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
YESSY PUSPITO SARI NIM. F 0106086
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(2)
commit to user ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT-MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP) TAHUN 2009
(3)
commit to user iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta guna melengkapi tugas-tugas
dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
(4)
commit to user iv
MOTTO
Keunggulan pemenang bukan dalam kelahiran yang mulia, IQ tinggi, atau dalam bakat. Keunggulan pemenang hanya berada dalam sikap, bukan kecakapan. Sikap adalah kriteria untuk sukses. Tetapi Anda tidak bisa membeli sikap dengan uang sejuta dolar. Sikap tidak dijual.
(Denis Waitley)
Jangan kecewa apabila hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, Percaya bahwa semuanya adalah kesuksesan, bukan kegagalan. Mengapa saya punya banyak kesuksesan? Karena saya tahu banyak usaha yang gagal. (Thomas Alfa Edison)
Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Karena bukan keadaan yang mengendalikan kita, tapi kita yang harus mengendalikan keadaan. (Penulis)
(5)
commit to user v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk: Yang paling utama
Tuhanku Yang Maha Esa ALLAH SWT
Serta:
Ibu dan Bapak tercinta yang telah mencurahkan segala kasih sayangnya, segala pengorbanannya, harapan dan doa yang telah mereka berikan kepada saya.
Terima kasih.
Almamater yang aku banggakan
Sahabat-sahabatku yang berbagi suka dan duka bersama.
(6)
commit to user vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
curahan ilmu, rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya selaku penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “EVALUASI PROGRAM
NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN
(PNPM-MP) TAHUN 2009 (Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo)”, dalam rangka memenuhi syarat kelulusan untuk memperoleh gelar
sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Sebela Maret Surakarta.
Sungguh suatu kehormatan yang besar bagi penulis atas segala bantuan dan
dorongan dari semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Maka dari itu dengan kesadaran dan rasa hormat yang tinggi, penulis sampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dwi Prasetyani, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing, terima kasih atas
(7)
commit to user vii
4. Bapak Mulyanto, ME., selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas
segala nasehat yang telah diberikan dan bersedia mendengarkan segala curhatan
saya selama ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar yang telah memberikan ilmu dan
waktunya kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Sriyono, S.Sos, selaku Camat Kartasura yang telah memberikan ijin
sepenuhnya kepada penulis dalam melakukan penelitian.
7. Bapak Suyono, SH, MH, selaku Kepala Bappeda Kabupaten Sukoharjo yang
telah memberikan surat kuasa untuk melakukan penelitian di wilayah Kabupaten
Sukoharjo.
8. Semua pihak yang telah membantu selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Oktober 2010
Penulis,
(8)
commit to user viii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
ABSTRAK ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan ... 13
B. Kemiskinan ... 15
(9)
commit to user ix
2. Kemiskinan di Negara Berkembang ... 17
3. Ukuran Kemiskinan ... 18
4. Faktor Penyebab Kemiskinan ... 19
5. Alternatif Penanggulangan Kemiskinan ... 23
C. Indikator Kesenjangan Distribusi Pendapatan ... 26
D. Indikator Kemiskinan ... 27
E. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) ... 29
1. Tujuan PNPM ... 31
2. Prinsip Dasar ... 32
3. Sasaran PNPM ... 34
4. Strategi Pelaksanaan ... 34
5. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat ... 35
6. Tahap PNPM ... 36
7. Komponen Kegiatan ... 38
F. Penelitian Sebelumnya ... 39
G. Kerangka Pemikiran ... 41
H. Hipotesis ... 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 43
B. Sumber Data ... 43
C. Definisi Operasional Variabel ... 44
(10)
commit to user x
E. Alat Analisis ... 53
1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 53
2. Analisis Program Padat Karya (Fisik) ... 55
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ……… 57
1. Aspek Geografis ………... 58
2. Aspek Demografi ……… 59
3. Aspek Sosial ……… 61
4. Kondisi Perekonomian ……… 63
B. Deskripsi Karakteristik Sosial-Ekonomi Sasaran PNPM-MP …….. 67
1. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 67
2. Program Padat Karya (Fisik) ... 70
C. Analisis Data ... 78
1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 78
a. Indikator Peningkatan Pendapatan ... 79
b. Indikator Pengurangan Kemiskinan ... 81
c. Indikator Efisiensi Penyaluran Program ... 82
d. Indikator Kelangsungan Dana ... 85
2. Analisis Program Padat Karya (Fisik) ... 87
a. Indikator Peningkatan Pendapatan ... 87
b. Indikator Pengurangan Kemiskian ... 88
(11)
commit to user xi
d. Indikator Kelangsungan Dana ... 91
3. Skoring Program ... 92
a. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ... 92
b. Program Padat Karya (Fisik) ... 93
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA
(12)
commit to user xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut
Daerah Tahun 1996-2008 ... 4
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2009 ... 6
Tabel 3.1 Penentuan Sampel menggunakan Model Stratified Random
Sampling ... 51
Tabel 3.2 Distribusi Populasi dan Sampel Program Kerja Mandiri (Ekonomi
Bergulir) di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 52
Tabel 3.3 Distribusi Populasi dan Sampel Program Padat Karya (fisik)
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 52
Tabel 4.1 Deskripsi Letak, Batas dan Keadaan Alam di Kecamatan
Kartasura ... 58
Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan, Rata-rata per Jiwa
di Kecamatan Kartasura Tahun 2008 ... 59
Tabel 4.3 Komposisi penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Semua Kelompok Umur Tahun 2009 ... 62
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan Kelompok
Umur Tahun 2005-2008 ... 63
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Sektor di Kecamatan
(13)
commit to user xiii
Tabel 4.6 Distribusi PDRB Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2005-2008 (dalam %) ... 66
Tabel 4.7 Variabel Demografi Responden Ekonomi Bergulir di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 67
Tabel 4.8 Variabel Sosial-Ekonomi Responden Program Ekonomi Bergulir
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 69
Tabel 4.9 Variabel Demografi Responden Padat Karya di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 71
Tabel 4.10 Pendidikan Responden Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009 ... 72
Tabel 4.11 Profesi Responden Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009 ... 73
Tabel 4.12 Jangka Waktu Bekerja dalam Program Padat Karya (Fisik) di
Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 74
Tabel 4.13 Motivasi Mengikuti Program Padat Karya (Fisik) di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 75
Tabel 4.14 Persepsi Responden terhadap Program Fisik di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 76
Tabel 4.15 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Ekonomi Bergulir
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 79
Tabel 4.16 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Ekonomi Bergulir
(14)
commit to user xiv
Tabel 4.17 Tambahan Pendapatan Bersih Usaha Responden Program Ekonomi
Bergulir di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 83
Tabel 4.18 Efisiensi Penyaluran Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 84
Tabel 4.19 Kelangsungan Dana Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 86
Tabel 4.20 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Padat Karya (fisik) di
Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 87
Tabel 4.21 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Padat Karya (Fisik)
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 89
Tabel 4.22 Indikator Efisiensi Penyaluran Program Fisik di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ... 90
Tabel 4.23 Kelangsungan Dana Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009 ... 91
Tabel 4.24 Skor Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan Kartasura Tahun
2009 ... 92
(15)
commit to user xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan ... 22
(16)
commit to user xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel Hasil Kuisioner Program Ekonomi Bergulir
2. Tabel Hasil Kuisioner Program Padat Karya (Fisik)
3. Persepsi Responden/pemanfaat terhadap Program Padat Karya (Fisik)
4. Kuisioner A (untuk Program Ekonomi Bergulir)
(17)
commit to user xvi ABSTRAK
EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP) tahun 2009
(Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo)
Yessy Puspito Sari NIM. F0106086
Masalah kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dihadapi Indonesia. Pemerintah saat ini berkonsentrasi penuh dalam program penanggulangan kemiskinan, salah satunya adalah dengan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang sekarang berubah menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak PNPM-MP dalam meningkatkan pendapatan peserta program, menurunkan kemiskinan, mengetahui bagaimana efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dananya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan metode survei yang dilakukan di 12 desa Kecamatan Kartasura dengan jumlah responden sebanyak 98 orang.
Penelitian ini menggunakan alat analisis yang telah dirumuskan dalam Manual Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan yang dibuat oleh ESCAP
(Economic and Social Commision for Asia and Pasific), yang terdiri dari empat
indikator yaitu Income Indicator (AI), Poverty Reduction (PR), Efficiency in
Programme Delivery (EP), dan Financial Viability (FV). Untuk mempermudah
penelitian, maka penelitian dibedakan menjadi dua program yaitu program kerja mandiri yang mencakup program ekonomi/dana bergulir dan program padat karya atau program yang berupa fisik (contoh membangun jembatan atau jalan).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah mengikuti program PNPM-MP pendapatan peserta program ekonomi bergulir meningkat 23,8% dan berdampaak pada peningkatan pendapatan rumah tangga rata-rata sebesar 10,4%. Sedangkan pendapatan peserta program fisik mengalami penurunan sebesar 0,03%. Jumlah peserta program ekonomi bergulir dan fisik yang tergolong miskin menurun masing-masing 70,1% dan 3%. Efisiensi penyaluran program ekonomi bergulir sebesar 22%, lebih rendah dari program fisik yaitu 77%. Kelangsungan dana untuk program ekonomi bergulir dan fisik masing-masing 11,4% dan 2%. Skor keseluruhan untuk program ekonomi bergulir 30,73 dan program fisik diperoleh sebesar 16,38. Kesimpulannya adalah program ekonomi bergulir lebih berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibanding program fisik.
Saran dari penelitian ini adalah pengelola harus lebih selektif dalam memilih pemanfaat program sehingga dapat tepat sasaran dan pengelola harus memiliki
(18)
commit to user xvii
ketegasan dalam mengatasi kredit macet. Dalam program padat karya swadaya adalah nilai utama sehingga perlu ditingkatkan.
Kata kunci: PNPM-MP, ESCAP, Ekonomi Bergulir, Program Fisik, income
(19)
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara-negara miskin mendapat perhatian utama yang terfokus pada permasalahan yang kompleks antara pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Kedua hal tersebut sama-sama penting, namun hampir selalu sangat sulit untuk diwujudkan secara bersamaan. Pengutamaan yang satu akan mengorbankan yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang tinggi. Untuk itu pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana caranya memicu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melakukan dan berhak menikmati hasil-hasilnya.
Beberapa negara berkembang yang cukup berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi mulai menyadari bahwa pertumbuhan yang tinggi tersebut ternyata belum bisa memberikan manfaat yang berarti bagi anggota masyarakat paling miskin dan membutuhkan perbaikan taraf hidup. Standar hidup ratusan juta penduduk di negara berkembang seperti di Asia, Afrika, dan di Amerika Latin memang belum mengalami perbaikan yang berarti. Jika dihitung secara riil, standar hidup mereka justru mengalami kemerosotan yang tajam.
Tingkat pengangguran dan semi pengangguran di daerah perkotaan dan pedesaan meningkat bahkan ini terjadi di negara-negara yang tingkat
(20)
commit to user
pertumbuhan ekonominya mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh semakin terabaikannya distribusi pendapatan. Banyak orang yang mulai merasa bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah gagal memberantas atau sekedar mengurangi kemiskinan absolut yang semakin parah.
Kemiskinan massal yang terjadi di negara-negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia II lebih fokus pada keterbelakangan dari perekonomian negara tersebut sebagai akar masalahnya (Kuncoro, 2004: 157). Penduduk negara tersebut miskin karena hanya tergantung pada sektor pertanian yang subsisten, metode produksi yang tradisional, yang seringkali diikuti dengan sikap apatis terhadap lingkungan.
Masyarakat di negara maju maupun negara berkembang sekarang ini banyak yang mulai menuntut untuk melakukan peninjauan kembali atas tradisi pengutamaan GNP sebagai sasaran kegiatan ekonomi yang utama. Upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan pun mulai dijadikankan sebagai fokus utama pembangunan.
Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menjadi pokok masalah Bangsa Indonesia saat ini adalah pengangguran dan kemiskinan. Masalah kemiskinan yang membelenggu penduduk miskin telah menggugah perhatian masyarakat dunia, sehingga kemiskinan menjadi salah satu masalah sentral dalam Millenium Development Goals atau MDGs (UNDP, 2003).
Kemiskinan diyakini sebagai akar permasalahan hilangnya martabat manusia, hilangnya keadilan, tidak berjalannya demokrasi, dan terjadinya degradasi lingkungan (Faturochman, dkk, 2007).
(21)
commit to user
Faktor penyebab kemiskinan ada dua, yaitu faktor eksternal dan internal. Kenaikan BBM adalah salah satu yang memicu terjadinya inflasi, sehingga sangat menekan taraf hidup sebagian besar masyarakat. Rendahnya kualitas sumber daya manusia pada keluarga miskin serta kondisi lainnya yang membuat mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya. Pola pengentasan kemiskinan yang cenderung kurang mendidik seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang banyak menuai koreksi dari masyarakat, juga memberi andil terhadap banyaknya masyarakat terutama kelompok dalam kategori hampir miskin yang ingin tetap miskin agar mendapat bantuan.
Kemiskinan telah menjadi perhatian utama seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Bahkan pemerintah sejak orde baru sampai sekarang berupaya untuk mengatasinya. Salah satu upaya pemerintah untuk pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan adalah dengan penetapan otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, kabupaten/kota diharapkan akan mempunyai kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan pembangunan daerahnya, sehingga diharapkan akan tercipta kondisi yang kondusif untuk mendukung terselenggaranya akselerasi dan proses manajemen pembangunan yang lebih baik lagi. Dalam posisi ini pemerintah daerah sebagai pelaku utama sehingga pemerintah daerah akan lebih terdorong untuk tanggap terhadap masalah dan kebutuhan daerahnya, khususnya dalam upaya pengentasan kemiskinan yang merupakan permasalahan utama yang harus diatasi. Untuk itu diperlukan upaya penanggulangan kemiskinan yang terarah.
(22)
commit to user
Ketetapan RI No XV/MPR/1998 tentang peyelenggaraan daerah yang dijabarkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004, karena undang-undang terdahulu sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undanganan. Jadi pemerintah daerah harus menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,pelayanan umum dan daya saing daerahnya.
Tabel 1.1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 1996-2008
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
(Juta) Presentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 9,42 17,60 15,64 12,30 8,60 13,30 12,20 11,40 12,40 14,49 13,56 12,77 24,59 31,90 32,33 26,40 29,30 25,10 25,10 24,80 22,70 24,81 23,61 22,19 34,01 49,50 47,97 38,70 37,90 38,40 37,30 36,10 35,10 39,30 37,17 34,96 13,39 21,92 19,41 14,60 9,76 14,46 13,57 12,13 11,68 13,47 12,52 11,65 19,78 25,72 26,03 22,38 24,84 21,10 20,23 20,11 19,98 21,81 20,37 18,93 17,47 24,23 23,43 19,14 18,41 18,20 17,42 16,66 15,97 17,75 16,58 15,42
(23)
commit to user
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 1996 sampai 2008. Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta di tahun 1999 atau dalam bentuk presentasenya meningkat dari 17,47% menjadi 23,43%. Berbeda dengan periode tahun 2000-2005 yang jumlah penduduk miskin cenderung menurun cukup besar dari 19,14% pada tahun 2000 menjadi 15,97% pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 35,10 juta (15,97%) pada tahun 2005 menjadi 39,30 juta (17,75%) pada tahun 2006. Penduduk miskin di pedesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah perkotaan bertambah 2,09 juta orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode tersebut naik sangat tinggi, sehingga mengakibatkan penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser menjadi miskin.
Tahun 2007-2008 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin yang cukup besar yaitu dari 37,17 juta (16,58%) menjadi 34,96 juta (15,42%) pada tahun 2008.
Penduduk di Kabupaten Sukoharjo berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada akhir tahun 2009, sebanyak 353.412 warga Sukoharjo termasuk kategori miskin, berarti 41% dari total penduduk Sukoharjo yang berjumlah 854.007 jiwa adalah warga
(24)
commit to user
miskin. Tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo tersebut disebabkan oleh kurang meratanya pendidikan, kesehatan maupun kesempatan kerja. Selain itu, rendahnya pengembangan industri kecil maupun industri menengah sebagai salah satu indikasi rendahnya kemandirian serta daya saing ekonomi juga menjadi penyebab tingginya angka kemiskinan.
Tabel 1.2 di bawah ini adalah data jumlah total warga dan warga miskin per kecamatan di Kabupaten Sukoharjo sampai akhir 2009.
Tabel 1.2
Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 Kecamatan Jumlah
Penduduk Miskin Presentase dari Total Penduduk Sukoharjo Total Penduduk Weru Bulu Tawangsari Sukoharjo Nguter Bendosari Mojolaban Grogol Baki Gatak Kartasura 28.893 24.057 36.959 29.126 25.657 24.965 34.939 38.404 39.612 24.595 21.322 3,61 3,01 4,62 3,64 3,20 3,12 4,36 4,80 4,95 3,07 2,66 66.613 51.267 58.624 85.543 66.552 67.769 78.685 75.233 104.653 48.408 97.213 Total 2009 2008 2007 2006 353.412 357.689 260.356 239.882 41.04 43,27 30,98 28,93 854.007 826.699 840.477 829.054 Sumber: BPS Sukoharjo
Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang tergolong miskin sebanyak 353.412 jiwa atau 41,04% warga Sukoharjo dari 854.007 jiwa pada tahun 2009. Jumlah penduduk miskin tahun 2008 sendiri berjumlah 357.689 jiwa dari atau 43,27% dari total penduduk. Apabila
(25)
commit to user
dibandingkan dengan tahun 2007, penduduk miskin di Sukoharjo pada tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu dari 30,98% menjadi 43,27% atau meningkat sebanyak 12,29%. Peningkatan jumlah penduduk miskin yang cukup besar dari tahun 2007 ke 2008 terjadi karena dibukanya penambahan data untuk mengisi kuota Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Untuk tahun 2006 presensentase penduduk miskin hanya sebesar 28,93% dari total penduduk Sukoharjo seperti pada tabel 1.2 diatas.
Tabel 1.2 juga menunjukkan bahwa pada tahun 2009 penduduk miskin yang terbesar terdapat di Kecamatan Baki. Sementara di Kecamatan Kartasura jumlah penduduk miskin sebesar 2,66% atau berjumlah 21.322 jiwa dari seluruh penduduk Sukoharjo atau merupakan jumlah terkecil dari seluruh kecamatan di Sukoharjo.
Penanggulangan kemiskinan merupakan sebuah langkah kebijakan yang harus dilaksanakan mengingat jumlah penduduk miskin di Indonesia yang masih cukup besar. Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1998 telah berkembang menjadi krisis multidimensi di berbagai aspek sehingga memberikan kondisi iklim yang tidak pasti dalam kegiatan perekonomian yang kemudian menurunkan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi. Realita ini yang menyebabkan kemiskinan semakin membesar dan membutuhkan penanganan yang serius dari pemerintah. Bentuk dari kepedulian pemerintah pusat terhadap masalah kemiskinan telah diwujudkan dengan pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui Keputusan Presiden No. 124 tahun 2001 dan No. 8 tahun 2002. Pembentukan
(26)
commit to user
KPK dengan tujuan untuk memberikan arahan, dorongan dan dukungan kepada pemerintah kabupaten/kota dalam pengentasan Kemiskinan.
Upaya yang telah dilakukan dalam rangka penanggulangan kemiskinan, antara melalui program jaring pengaman sosial dan program penanggulangan kemiskinan baik melalui kebijakan struktural, regional maupun khusus. Program penanggulangan kemiskinan yang pernah
dilaksanakan, yaitu; P4K, KUBE, TPSP-KUD, UEDSP, Program
Pengembangan Kecamatan (PPK), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Pemberdayaan Desa Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), P2MPD, dan program pembangunan sektoral telah berhasil memperkecil dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan (Santosa, dkk. 2003:145). Program penanggulangan kemiskinan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah salah satunya adalah Program Pemerintah Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang mulai diresmikan Pemerintah Indonesia pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu-Sulawesi Tengah. PNPM sendiri pada hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
Pemberdayaan masyarakat dipahami sebagai strategi untuk mencapai tujuan meningkatnya kesejahteraan masyarakat terutama keluarga miskin. Harmonisasi kebijakan melalui PNPM untuk perbaikan pemilihan sasaran baik
(27)
commit to user
wilayah maupun kelompok masyarakat, prinsip dasar, strategi, pendekatan, indikator, mekanisme, dan prosedur yang diperlukan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan mempercepat penciptaan lapangan kerja.
Nilai-nilai positif yang hendak dicapai dari program ini salah satunya adalah kejujuran, yang sampai saat ini masih merupakan hal mudah diucapkan namun sulit untuk dilaksanakan. PNPM Mandiri mengharapkan kejujuran dari masyarakat, karena mereka lah yang mengelola sepenuhnya program ini. Dalam program ini peran masyarakat sangat dioptimalkan, karena orang-orang yang terjun didalamnya melibatkan unsur masyarakat sepenuhnya.
PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dilahirkan dari embrio yang berbentuk P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan). Sebelum adanya PNPM Mandiri Perkotaan, pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di pedesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi, Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan.
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
dilaksanakan sejak Tahun 1999 sebagai salah satu upaya untuk membangun kemandirian masyarakat bersama pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Melalui P2KP fase 1 sampai fase 3 telah terbentuk 6.168 BKM/ Badan Keswadayaan Masyarakat yang merupakan
(28)
commit to user
pengembangan (modal sosial) masyarakat. Masyarakat dalam BKM telah menyusun PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program
Penanggulangan Kemiskinan) secara partisipatif, sebagai prakarsa
menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa P2KP adalah salah satu motor program PNPM Mandiri di wilayah perkotaan, disamping PPK (Program Pemberdayaan Kecamatan).
PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM-P2KP) di Kabupaten Sukoharjo diluncurkan perdana pada tanggal 17 Januari 2008, di Balai Desa Pabelan Kecamatan Kartasura. Sampai tahun 2008 pelaku maupun masyarakat P2KP berjumlah 5.170 anggota dan relawan. Penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo melalui P2KP bukan merupakan satu-satunya program penanggulangan kemiskinan, tetapi melalui program ini Pemerintah berupaya untuk mengurangi kemiskinan khususnya di wilayah perkotaan.
Pemerintah berupaya untuk semakin menajamkan program
penanggulangan kemiskinan di Indonesia dengan mencari metode evaluasi dan monitoring yang tepat agar kualitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan menjadi semakin baik di masa datang. Dengan indikator-indikator yang obyektif dan terukur para pengambil keputusan menjadi lebih mudah
melakukan perbaikan-perbaikan dari berbagai segi agar program
penanggulangan kemiskinan menjadi lebih berkelanjutan (sustainable) dan
tidak bersifat charity. Dengan demikian kegagalan suatu program di masa lalu
bukan berarti telah gagal dalam segala aspeknya sehingga harus diganti dengan program baru. Pengalaman selama ini menunjukkan kecenderungan
(29)
commit to user
bahwa jika program dianggap telah gagal berarti program itu sudah tidak perlu diingat-ingat lagi, dan perlu program baru untuk mengganti program lama (Santosa dkk., 2003:145).
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka penelitian ini akan menganalisa apakah pelaksanaan program PNPM-MP berdampak terhadap peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan. Serta bagaimana efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana PNPM-MP sebagai keberhasilan program.
B. Perumusaan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan beberapa permasalah sebagai berikut:
1. Apakah terjadi peningkatan pendapatan bagi individu penerima program PNPM-MP dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga di Kecamatan Kartasura?
2. Apakah terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin setelah mengikuti program PNPM-MP di Kecamatan Kartasura?
3. Bagaimana tingkat efisiensi penyaluran program PNPM-MP bagi Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Kartasura?
4. Bagaimana kelangsungan dana untuk program PNPM-MP di Kecamatan
(30)
commit to user C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah terjadi peningkatan pendapatan individu penerima program PNPM-MP dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga di Kecamatan Kartasura.
2. Mengetahui apakah terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin setelah mengikuti program PNPM-MP di Kecamatan Kartasura.
3. Mengetahui efisiensi penyaluran program PNPM-MP bagi Rumah Tangga
Miskin di Kecamatan Kartasura.
4. Mengetahui kelangsungan dana untuk program PNPM-MP di Kecamatan
Kartasura.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Sukoharjo dalam menyusun perencanaan dan kebijakan-kebijakan pembangunan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan ilmu tentang
program penanggulangan kemiskinan.
3. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan referensi untuk penelitian sejenis.
(31)
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan
Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu cukup lama untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan tahunan atas GNP-nya pada tingkat, katakanlah 5 persen hingga 7 persen, atau bahkan lebih tinggi lagi, jika hal itu memang memungkinkan (Todaro, 2000:17).
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang, seperti yang diungkapkan oleh Meier dan Baldwin. Dari definisi tersebut mengandung tiga unsur (Suryana, 2000:3), yaitu:
1. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses, berarti perubahan yang terus
menerus yang di dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru.
2. Usaha meningkatkan pendapatan per kapita.
3. Kenaikan pendapatan per kapita harus berlangsung dalam jangka panjang.
Awalnya upaya pembangunan di negara berkembang identik dengan upaya untuk meningkatkan pendapatan per kapita, atau biasa disebut dengan strategi pertumbuhan ekonomi. Banyak yang beranggapan bahwa yang
(32)
commit to user
membedakan negara maju dengan Negara yang Sedang Berkembang (NSB) adalah dari pendapatan rakyatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan mampu mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi NSB, misalnya dengan ”dampak merembes ke bawah” (tricle down effect).
Pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak NSB yang mulai menyadari
bahwa ’pertumbuhan’ (growth) tidak identik dengan ’pembangunan’
(development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan melampaui
negara-negara maju pada tahap awal pembangunan memang dapat dicapai, namun dibarengi dengan masalah-masalah sperti pengangguran, kemiskinan, di perdesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidaksinambungan struktural. Fakta ini memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi
(sufficient) bagi proses pembangunan (Esmara dan Meier). Dengan kata lain
pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran pembangunan, tetapi pembangunan ekonomi diwujudkan dalam upaya meniadakan, atau setidaknya mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan (Seers, 1973).
Model pembangunan yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja, sasaran yang harus dicapai adalah pada peningkatan dalam kesempatan kerja produktif dan meningkatkan produksi. Model pembangunan ini ditekankan pada sektor informal di perkotaan dan sektor tradisional di
(33)
commit to user
pedesaan melalui pembangunan pedesaan, padat karya di perkotaan, dan pemanfaatan fasilitas-fasilitas berupa pendidikan, jasa kredit, dan lain-lain.
Model pembangunan lain adalah yang berorientasi pada penghapusan kemiskinan. Tujuan strategi ini adalah mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, peningkatan kesempatan kerja produktif dan peningkatan GNP kelompok miskin. Strategi ini dapat dilakukan dengan redistribusi kekayaan harta produktif melalui kebijakan fiskal dan kredit, pemanfaatan fasilitas-fasilitas, reorientasi produksi melalui proyek padat karya dan realokasi sumber daya produktif yang menguntungkan golongan miskin melalui pengalihan investasi dan konsumsi serta penekanan sektor tradisional dan informal di perkotaan (Suryana, 2000:71).
B. Kemiskinan
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Secara ekonomis, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Kemiskinan memberi gambaran situasi serba kekurangan seperti terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi dan terbatasnya
(34)
commit to user
kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Ketidakmampuan penduduk miskin disebabkan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber pendapatan dan juga karena struktur sosial ekonomi yang tidak membuka peluang orang miskin ke luar dari lingkungan kemiskinan yang tak berujung pangkal (Mubyarto, 1997).
Komite Penanggulangan Kemiskinan (2005) mendefinisikan kemiskinan dari pendekatan hak, yaitu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan ini kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Di negara-negara miskin dan berkembang memiliki masalah kemiskinan yang rumit apabila dibandingkan dengan negara-negara maju. Tidak jarang masalah kemiskinan dihubungkan dengan distribusi pemerataan pendapatan, karena pembangunan ekonomi yang terus menerus tidak selalu dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau pertumbuhan ekonomi tidak berkorelasi positif terhadap distribusi pemerataan pendapatan.
(35)
commit to user 2. Kemiskinan di negara berkembang
Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan sangat erat dikaitkan dengan negara yang sedang bekembang, berikut ini adalah karakteristik atau ciri-cri umum negara berkembang:
1) Standar hidup yang relatif rendah, debagai akibat dari tingkat pendapatan yang rendah, ketimpangan pendapaan yang parah, kurang memadainya pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan.
2) Tingkat produkivitas yang rendah.
3) Tingkat pertumbuhan penduduk serta beban ketergantungan yang
tinggi.
4) Angka pengangguran, terbuka maupun terselubung , yang sangat tinggi dan akan terus bertambah tinggi, sementara penyediaan lapangan kerja semakin terbatas.
5) ketergantungan pendapatan yang sangat besar kepada produksi sektor pertanian serta sektor produk-produk primer (bahan-bahan mentah). 6) Pasar yang tidak sempurna, dan informasi yang tersedia pun sangat
terbatas.
7) Dominasi, ketergantungan, dan kerapuhan ang parah pada hampir semua aspek hubungan internasional.
Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan pembangunan, baik pembangunan nasional maupun daerah.
(36)
commit to user 3. Ukuran Kemiskinan
Para ahli ekonomi mengelompokkan kemiskinan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
a. Kemiskinan absolut
Kemiskinan absolut diartikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan dari seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, pemukiman, kesehatan, dan pendidikan. Ukuran ini terkait dengan batasan pada kebutuhan pokok atau kebutuhan minimum. Jadi, konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar ( basic need).
b. Kemiskinan relatif
Kemiskinan relatif berkaitan dengan distribusi pendapatan yang mengukur ketidakmerataan. Dalam kemiskinan relatif, seseorang yang telah mampu memenuhi kebutuhan minimumnya belum tentu disebut tidak miskin, karena apabila dibandingkan dengan penduduk sekitarnya, ia memiliki pendapatan yang lebih rendah.
Semakin besar ketimpangan antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin (Kincaid, 1975). Sehingga Bank Dunia (world bank) membagi aspek
(37)
commit to user
a. Jika 40 persen jumlah penduduk berpendapatan rendah menerima kurang dari 12 persen pendapatan nasionalnya maka pembagian pembangunan sangat timpang.
b. Apabila 40 persen lapisan penduduk berpendapatan rendah
menikmati antara 12-17 persen pendapatan nasional dianggap sedang.
c. Jika 40 persen dari penduduk berpendapatan menengah menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional maka dianggap rendah.
Pengukuran tingkat kemiskinan dapat dilakukan dengan Headcount Index (HCI), yaitu pengukuran tingkat kemiskinan yang
sederhana dengan menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi dari populasi, disertai dengan poverty gap (Meier). Poverty gap
digunakan untuk mengatasi kelemahan headcount index yang
menghitung transfer yang akan membawa pendapatan setiap penduduk miskin sampai di atas garis kemiskinan sehingga kemiskinan dapat dilupakan.
4. Faktor Penyebab Kemiskinan
Dipandang dari sudut ekonomi, penyebab kemiskinan dapat dilihat dari beberapa sisi, yaitu:
a. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi yang
(38)
commit to user
timpang. Penduduk miskin memiliki sumber daya terbatas dan kualitasnya rendah.
b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivutasnya rendah, dan menyebabkan upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan.
c. Kemiskinan muncul karena akibat perbedaan akses dalam modal.
Sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan di Indonesia ada tiga faktor penyebab utama antara lain:
a. Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan oleh jumlah pekerja di sektor tersebut terlalu banyak sedangkan tanah, kapital, dan teknologi terbatas serta tingkat pendidikan petani yang rata-ratanya sangat rendah.
b. Daya saing petani atau dasar tukar domestik (term of trade) komoditi
pertaian terhadap out put industri semakin lemah.
c. Tingkat diversifikasi usaha disektor pertanian ke jenis-jenis komoditi non food yang memiliki prospek pasar (terutama ekspor) dan harga
(39)
commit to user
Menurut World Bank (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah:
a. Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal.
b. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan
prasarana.
c. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.
d. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung.
e. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor
ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern).
f. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat.
g. Budaya hidup yang dikaikan dengan kemampuan seseorang
mengelola sumber daya alam dan lingkungannya.
h. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good
governance).
i. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak
berwawasan lingkungan.
Negara berkembang sampai kini masih saja memiliki ciri-ciri terutama sulitnya mengelola pasar dalam negerinya menjadi pasar persaingan yang lebih sempurna. Ketika mereka tidak dapat mengelola pembangunan ekonomi, maka kecenderungan kekurangan kapital dapat terjadi, diikuti dengan rendahnya produktivitas, turunnya pendapatan riil
(40)
commit to user
rendahnya tabungan dan investasi mengalami penurunan sehingga melingkar ulang menuju kurangnya modal. Demikian seterusnya, berputar. Oleh karena itu, setiap usaha memerangi kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan perangkap kemiskinan ini (Kuncoro, 2000:130).
Definisi dari lingkaran setan kemiskinan (The Vicious Circle)
adalah suatu rangkaian kekuatan yang mempengaruhi satu sama lain sedemikian rupa, sehingga menimbulkan keadaan suatu negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai pembangunan pada tingkat yang sangat tinggi .
Ketidaksempurnaan pasar, Keterbelakangan,
Ketertinggalan
Kekurangan Modal
Investasi rendah produktivitas rendah
Tabungan rendah Pendapatan rendah
Gambar 2.1
(41)
commit to user
Negara miskin dan berkembang mengalami perangkap kemiskinan dan stagnasi adalah tidak benar. Alasannya yang pertama
yaitu variabel-variabel yang digunakan dalam lingkaran perangkap kemiskinan sebagai penghambat dalam pembangunan memiliki peran yang kurang penting dalam menentukan laju pembangunan serta interaksi antar variabel tidak sesuai dengan faktanya. Kedua, fakta dari negara-negara maju di Asia seperti Singapure, Cina, Brunei dulunya adalah negara yang miskin.
Sedangkan Meier dan Baldwin mengemukakan bahwa lingkaran perangkap kemiskinan itu timbul dari hubungan yang saling mempengaruhi di antara keadaan masyarakat yang masih terbelakang dan tradisional serta kekayaan alam yang masih belum dikembangkan (Suryana, 2000:43).
Agar negara-negara berkembang dapat melepaskan diri dari lingkaran tersebut, perlu dilaksanakan program pembangunan seimbang, yaitu dalam waktu bersamaan dilaksanakan penanaman modal di berbagai industri yang mempunyai kaitan erat satu sama lain (Suryana, 2000:70).
5. Alternatif Penanggulangan Kemiskinan
Pengalaman di Negara-negara Asia menunjukkan adanya berbagai mobilisasi perekonomian perdesaan untuk memerangi kemiskinan, antara lain dengan mendasarkan pada mobilisasi tenaga
(42)
commit to user
kerja yang masih belum didayagunakan (idle) dalam rumah tangga
petani gurem agar terjadi pembentukan modal di pedesaan (Nurkse,1951). Ide bahwa tenaga kerja yang masih belum didayagunakan pada rumah tangga petani kecil dan guren merupakan sumberdaya yang tersembunyi dan merupakan potensi tabungan.
Selain dengan pendayagunaan tenaga kerja, cara untuk
menanggulangi kemiskinan juga dapat dilakukan dengan
menitikberatkan pada transfer sumber daya pertanian ke industri melalui mekanisme pasar (Lewis, 1954; Fei dan Ranis, 1964). Ide bahwa penawaran tenaga kerja yang tidak terbatas dan rumah tangga petani kecil dapat meningkatkan tabungan dan formasi modal lewat proses pasar, mulanya tidak berkaitan sama sekali dengan mobilisasi pedesaan.
Cara yang ketiga yaitu dengan menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi dan kemungkinan sektor pertanian menjadi sektor yang memimpin (Schultz, 1963 ; Mellor, 1976). Model ini dikenal dengan
nama Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi, atau Rural-Led
Development. Beberapa permasalahan dalam strategi pembangunan
(43)
commit to user
Kebijakan penanggulangan kemiskinan secara umum dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu:
a. Kebijakan yang secara tidak langsung meliputi upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan ekonomi,sosial dan politik. Selain itu juga mengendalikan jumlah penduduk, melestarikan lingkungan hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui kegiatan pelatihan.
b. Kebijakan langsung, seperti penyediakan data dasar (base data)
dalam penentuan kelompok sasaran, penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan), menciptakan kesempatan kerja, program pembangunan wilayah.
Strategi program penanggulangan kemiskinan dalam era otonomi daerah yaitu (Departemen Keuangan, 2001):
a. Upaya penanggulangan harus bersifat desentralistik, bottom-up dan
lokal spesifik, artinya penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat lokal sesuai kondisi setempat dengan mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan pemberdayaan ekonomi rakyat di tingkat akar rumput.
b. Upaya penanggulangan kemiskinan dalam era otonomi daerah juga
harus diikuti dengan perbaikan akses penduduk miskin terhadap faktor produksi.
(44)
commit to user
c. Upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan dengan
pendekatan pembangunan ekonomi rumah tangga, artinya harus dimulai dengan menjadikan rumah tangga berorientasi ekonomi dan selanjutnya penduduk miskin bisa mengatasi sendiri masalahnya sehingga keluar dari jeratan kemiskinan.
C. Indikator Kesenjangan Distribusi Pendapatan
Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan distribusi pendapatan adalah rasio gini (gini ratio) dan kriteria Bank Dunia
(BPS, 1994). Nilai gini ratio berkisar antara nol dan satu. Bila rasio gini sama dengan nol berarti distribusi pendapatan amat merata sekali karena setiap golongan penduduk menerima bagian pendapatan yang sama. Namun, bila rasio gini sama dengan satu menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan distribusi pendapatan yang sempurna karena seluruh pendapatan hanya dinikmati oleh satu orang saja. Jadi, semakin tinggi nilai rasio gini maka semakin timpang distribusi pendapatan suatu negara. Dan sebaliknya, semakin rendah nilai rasio gini berarti semakin merata distribusi pendapatannya.
Kriteria Bank Dunia mendasarkan penilaian distribusi pendapatan atas pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk berpendapatan terendah. Kesenjangan distribusi pendapatan dikategorikan:
1) Tinggi, bila 40 persen penduduk perpenghasilan terendah menerima kurang dari 12 persen bagian pendapatan.
(45)
commit to user
2) Sedang, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima
12-17 persen bagian pendapatan.
3) Rendah, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih
dari 17 persen bagian pendapatan.
Mengenai keadaan distribusi pendapatan di beberapa negara, analisanya memberi gambaran mengenai distribusi pendapatan relatif maupun distribusi pendapatan mutlak. Yang dimaksud distribusi pendapatan relatif adalah perbandingan jumlah pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan penerima pendapatan, dan penggolongan ini didasarkan kepada besarnya pendapatan yang mereka terima. Sementara distribusi pendapatan mutlak adalah presentasi jumlah penduduk yang pendapatannya mencapai suatu tingkat pendapatan tertentu atau kurang daripadanya. Diantara negara-negara berkembang terdapat negara-negara yang distribusi pendapatannya lebih baik dari pada distribusi pendapatan rata-rata di negara-negara maju. Dan
sebaliknya, terdapat negara-negara berkembang yang masalah
ketidakmerataan pendapatan mereka sangat serius. Keadaan distribusi pendapatan mutlak di berbagai negara berkembang dengan melihat jumlah penduduk yang menerima pendapatan di bawah ’garis kemiskinan’.
D. Indikator Kemiskinan
Indikator kemiskinan umumnya menggunakan kriteria garis
kemiskinan (poverty line) untuk mengukur kemiskinan absolut. Semua ukuran
(46)
commit to user
tersebut sangat penting terutama dalam hal pengukuran kemiskinan yang didasarkan konsumsi. Garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi (consumption-based poverty line) terdiri dari dua elemen, yaitu yang
pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan kebutuhan dasar lainnya. Kedua, jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. BPS menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. Dengan kata lain BPS menggunakan dua macam pendekatan, yaitu: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan
head count index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang
sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan
sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Head Count
Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut.
Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan nonmakanan. Makanan dan non makanan
(47)
commit to user
mempengaruhi penentuan pemilihan komoditi. Harga, selera, dan pendapatan akan mempengaruhi pilihan komoditi yang akan dikonsumsi dan besarnya nilai pengeluaran nonmakanan. Artinya, pengeluaran proporsi non makanan merupakan fungsi harga-harga, selera dan pendapatan.
Besar kecilnya penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Berdasarkan data dari Susenas selama Maret 2008-Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret 2009.
E. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Program PNPM yang diluncurkan oleh Presiden RI tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah sesungguhnya merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan
perluasan kesempatan kerja melalui konsolidasi program-program
pemberdayaan masyarakat yang ada di berbagai kementriam/lembaga.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pada
hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat dipahami sebagai
(48)
commit to user
strategi untuk mencapai tujuan meningkatnya kesejahteraan masyarakat terutama keluarga miskin. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
Harmonisasi kebijakan melalui PNPM untuk perbaikan pemilihan sasaran baik wilayah maupun kelompok masyarakat, prinsip dasar, strategi, pendekatan, indikator, mekanisme, dan prosedur yang diperlukan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan mempercepat penciptaan lapangan kerja.
Pemberdayaan terjadi pada saat masyarakat mampu mengdentifikasi masalah/penyebab kemiskinan dan alternatif penyelesaiannya, mampu mengidentifikasi sumber daya yang tersedia di wilayahnya, mampu memutuskan tindakan yang harus dilaksanakan (peningkatan kemampuan masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok dan menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan desa/kelurahan).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri terdiri dari PNPM Mandiri Pedesaan, PNPM mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal.
Pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan untuk melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dengan P2KP (Program Penganggulangan Kemiskinan di Perkotaan) sebagai salah satu
(49)
commit to user
Pengembangan Kecamatan). PNPM pada dasarnya merupakan program
payung (umbrella policy) untuk mensinergikan berbagai program
pemberdayaan masyarakat, yang dimulai dengan sinergi P2KP dengan PPK.
1. Tujuan PNPM
Tujuan dari PNPM sendiri adalah untuk mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program pemberdayaan. Dengan PNPM diharapkan peranan Pemerintah Daerah dan Instansi sektoral semakin nyata dan terpacu menerapkan model pembangunan partisipatif serta memperkuat kemitraan masyarakat dengan pemerintah dan kelompok peduli setempat dalam penanggulangan kemiskinan. Selain itu, juga diharapkan capaian manfaat program kepada kelompok sasaran (masyarakat miskin) semakin efektif.
Tujuan umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) adalah sebagai upaya untuk mempercepat pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk, sebagai berikut:
a) Meningkatkan penghasilan kelompok masyarakat miskin.
b) Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, dan kelompok lainnya yang selama ini terpinggirkan.
c) Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat terutama masyarakat
(50)
commit to user
d) Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap berbagai pelayanan dasar.
e) Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kegiatan ekonomi produktif serta akses terhadap modal, pasar, informasi dan inovasi.
f) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat.
g) Memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat.
h) Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan layanan
masyarakat terutama masyarakat miskin.
2. Prinsip Dasar
Sesuai dengan Pedoman Umum, PNPM Mandiri mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
a) Bertumpu pada pembangunan manusia, artinya masyarakat hendaknya
memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.
b) Otonomi, artinya masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur
diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif dari luar.
c) Desentralisasi, artinya memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan
(51)
commit to user
kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat.
d) Berorientasi pada masyarakat miskin, segala keputusan yang diambil berpihak pada masyarakat miskin.
e) Partisipasi, masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan yang memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materiil.
f) Kesetaraan dan keadilan gender, masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan, kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik.
g) Demokratis, masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara
musyawarah dan mufakat.
h) Transparansi dan Akuntabel, masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kepada kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.
i) Prioritas, masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan apa yang paling penting dan didahulukan serta manfaat untuk pengentasan kemiskinan.
(52)
commit to user
j) Keberlanjutan, dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan
pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah
mempertimbangkan sistem pelestariannya.
3. Sasaran PNPM
a) Terbangunnya kelembagaan masyarakat (BKM) yang aspiratif,
representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat.
b) Tersediannya Perencanaan Jangka Menengah Program
Penanggulangan Kemiskinan (PJM-Pronangkis) sebagai wadah sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
c) Meningkatnya akses dan pelayanan kebutuhan dasar bagi warga
miskin perkotaan menuju capaian sasaran Indeks Pembangunan
Manusia – Millenium Development Goals (IPM-MDGs)
4. Strategi Pelaksanaan
a) Melembagakan pola pembangunan partisipatif yang berpihak pada masyarakat miskin dan berkeadilan, melalui pembangunan lembaga masyarakat (BKM) representatif, akuntabel, dan mampu menyuarakan kepentingan masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan,
(53)
commit to user
serta perencanaan partisipasif dalam menyusun PJM Pronangkis berbasis IPM-MDGs.
b) Menyediakan BLM secara transparan untuk mendanai kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat dan membuka kesempatan kerja, melalui: pembangunan ekonomi lokal, pembangunan sarana/prasarana lingkungan dan pembangunan SDM/pelatihan-pelatihan).
c) Memperkuat keberlanjutan program dengan menumbuhkan rasa
memiliki dikalangan masyarakat melalui proses penyadaran kritis dan pengelolaan hasil-hasilnya. Selain itu, juga meningkatkan kemampuan perangkat pemerintah dalam perencanaan, penganggaran, dan
pengembangan paska proyek dan meningkatkan efektifitas
perancanaan dan penganggaran yang lebih pro-poor dan berkeadilan.
5. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Secara umum manfaat yang akan diperoleh melalui pendekatan pemberdayaan masyarkat adalah penyediaan barang jasa skala kecil, tidak kompleks, dikerjakan melalui kerjasama lokal (common pool, public, dan
civic goods). Kondisi kegagalan pasar akibat pasar yang idak sempurna
dapat diatasi jika program dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan yaitu dengan tersedianya komplemen aktivitas publik.
Dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat maka diharapkan dapat terjadi keberlanjutan (sustainability) yang relatif lebih tinggi
(54)
commit to user
dibandingkan proyek sektoral karena adanya ownership masyarakat.
Efisiensi yang lebih dan efektifitas yang tinggi (penghematan 30-40 persen) akan lebih dirasakan apabila dibandingkan dengan menggunakan kontraktor.
Pemberdayaan masyarakat mendorong terjadi internalisasi
pembangunan untuk masyarakat miskin dan marjinal penciptaan lapangan kerja. Serta partisipasi penduduk miskin dalam pembangunan, pembentukan modal sosial, tata pemerintahan yang baik.
6. Tahap PNPM
Dalam upaya mencapai tujuan PNPM, strategi yang diterapkan
adalah melalui pemberdayaan masyarakat seutuhnya dengan
mendayagunakan seluruh potensi dan sumberdaya lokal termasuk sumberdaya manusia, alam, teknologi, sosial, kelembagaan dan keberlanjutan, yaitu dengan berbagai tahap sebagai berikut:
a. Tahap Internalisasi
1) Tahap pembelajaran bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk
memahami pengelolaan pembangunan partisipatif.
2) Bantuan pendanaan merupakan faltor utama penggerak proses pemberdayaan.
(55)
commit to user
b. Tahap Pelembagaan
1) Proses pelembagaan pembangunan partisipatif; pendanaan mikro berbasis masyarakat; peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintah lokal.
2) Bantuan pendanaan lebih bersifat stimulan.
3) Peran fasilitator/konsultan terfokus pada peningkatan kapasitas.
4) Masyarakat, pemerintah daerah, konsultan dan fasilitator
merupakan mitra sejajar.
5) Perencanaan partisipatif mulai terintregasi ke dalam sistem perencanaan pembangunan reguler.
c. Tahap Keberlanjutan
1) Tahap persiapan masyarakat untuk mampu melanjutkan
pengelolaan pembangunan secara mandiri.
2) Masyarakat mampu menghasilkan keputusan yang rasional yang adil, serta mampu membangun kemitraan dengan berbagai pihak.
3) Swadaya masyrakat merupakan faktor utama penggerak
pembangunan.
4) Pemerintah Daerah lebih tanggap dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat/pemda sesuai keahlian yang dibutuhkan.
(56)
commit to user 7. Komponen Kegiatan
b. Pengembangan Masyarakat, tujuannya adalah meningkatkan kapasitas
masyarakat dan kelembagaannya melalui penguatan pendamping yang tepat. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan, tujuannya adalah sebagai berikut:
1) Memperkuat lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat yang dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola kegiatan PNPM. 2) Memfasilitasi penyelenggaraan kaji ulang produk hukum yang
berkaitan dengan pembangunan masyarakat desa/kelurahan.
3) Memperkuat forum-forum desa/kelurahan dan kecamatan.
c. Bantuan manajemen dan Pengembangan program, tujuannya adalah
mendukung pemerintah dalam pengelolaan program, termasuk pengendalian mutu, studi dan evaluasi, serta pengembangan program berdasarkan pembelajaran yang didapat selama pelaksanaan.
d. Bantuan Dana, tujuannya adalah memfasitasi proses dan mendanai usulan kegiatan, yang terdiri dari: dana BLM, dana untuk PNPM Generasi, dan dana Pendukung.
Dalam pelaksanaan PNPM di lapangan perlu adanya sinergi dari masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli (swasta, asosiasi, perguruan tinggi, media, LSM, dll) serta kemitraan diantara ketiganya. Untuk itu agar semua pihak terlibat dalam program tersebut maka sosialisasi ke masyarakat luas perlu dilakukan secara intensif.
(57)
commit to user F. Penelitian Sebelumnya
1. Evaluasi Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran di Propinsi D.I. Jogjakarta
Penelitian ini ditulis oleh Awan Santosa, Dadit G. Hidayat, dan Puthut Indriyono dari Universitas Gadjah Mada yang dimuat dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.18, No. 2, 2003, hal 144-160. Penelitian ini merupakan ujicoba metode ESCAP (Economic and Social
Commision for Asian and Pasific) yang digunakan untuk mengevaluasi
program penanggulangan kemiskinan di Yogyakarta secara kuantitatif. Program yang dievaluasi meliputi progran Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang ketiganya dikategorikan sebagai prgram kerja mandiri, dan proyek pembangunan fisik dala program PPK yang dikategorikan sebagai program padat karya.
Dalam penelitian ini kesimpulan yang dapat diambil untuk program kerja mandiri, pendapatan rumah tangga meningkat sebesar 32,33% atau 3,87% untuk individu penerima program. Sedangkan pendapatan peserta program padat karya menurun sebesar 2%.
Untuk jumlah penduduk miskin peserta program kerja mandiri menurun sebesar 26,1%, sedangkan untuk program padat karya tidak terjadi penurunan atau tetap. Efisiensi penyaluran program dari Program Kerja Mandiri yaitu sebesar 192,1% atau lebih tinggi apaabila dibanding
(58)
commit to user
dengan tingkat efisiensi penyaluran program padat karya yang hanya sebesar 78,9%.
Kelangsungan dana untuk pelaksanaan program kerja mandiri lebih tinggi dibanding dengan program padat karya yaitu sebesar 88,4% dan 54% untuk program padat karya. Nilai total dari program kerja mandiri sebesar 68,34%, sedangkan nilai total Program Padat Karya sebesar 20,38%.
2. Analisis Dampak Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Program Pengembangan Kecamatan (PNPM-PPK) di Kabupaten Karanganyar
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sulis Pasetyo ini bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar dampak PNPM-PPK dalam
meningkatkan pendapatan peserta program, seberapa besar dapat menurunkan tingkat kemiskinan, serta mengetahui bagaimana efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana yang dilakukan di 6 desa di 3 kecamatan di Kabupaten Karanganyar.
Penelitian ini juga menggunakan alat analisis yang dibuat oleh Economic and Social Commision for Asian and P asific (ESCAP) dengan 4
kategori, yaitu income indicator, poverty reduction, efficiency in
programme delivery, dan financial viability. Penelitian ini juga dibedakan
menjadi 2 bagian, yaitu program simpan pinjam kelompok perempuan (SPKP) dan program fisik.
(59)
commit to user
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini setelah mengikuti program pendapatan peserta program SPKP meningkat 29,75% untuk rumah tangga dan 33,86% untuk individu. Sedangkan pendapatan peserta program fisik meningkat 12,38% untuk rumah tangga dan 8,88% untuk individu. Jumlah masyarakat miskin peserta program SPKP dan fisik menurun masing-masing 14,28% dan 6,91%. Efisiensi penyaluran program SPKP sebesar 130,03%, sedangkan program fisik 78,01%. Kelangsungan dana program SPKP 121,95%, lebih tinggi dari program fisik yang hanya 59,17%. Skor keseluruhan program SPKP 54,385, sedangkan program padat karya sebesar 28,544. Dalam penelitian ini program SPKP lebih berhasil dibandingkan dengan program fisik dalam menanggulangi kemiskinan.
G. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Peningkatan pendapatan Pengurangan
Kemiskinan Efisiensi penyaluran
program
Kelangsungan dana
Pelaksanaan PNPM
Keberhasilan PNPM
(60)
commit to user
Penelitian ini akan menganalisis apakah pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan mempunyai dampak terhadap peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan. Selain itu juga akan dianalisis bagaimana efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana dari PNPM-MP. Hasil analisis dari masing-masing indikator akan menunjukkan tingkat keberhasilan program. Semakin tinggi nilai masing-masing indikator berarti semakin tinggi tingkat keberhasilan PNPM-MP sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan.
H. Hipotesis
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif jenis survei, yaitu metode yang mengukur gejala tanpa menyelidiki timbulnya gejala-gejala tersebut. Penelitian ini tidak perlu memperhitungkan hubungan antar variabel dan lebih cenderung menggunakan data untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan daripada untuk menguji hipotesis (Sevilla, 1993:73). Sehingga penelitian ini lebih untuk mengidentifikasi sejauh mana keberhasilan dan dampak pelaksanaan PNPM-MP di Kecamatan Kartasura, berdasarkan indikator-indikator yang telah ditetapkan.
Apabila Program PNPM-MP berhasil, maka dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga pemanfaat dan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di Kecamatan Kartasura. Selain itu juga dapat diperoleh nilai efisiensi penyaluran program yang tinggi dan kelangsungan dana yang besar untuk menjaga keberlangsungan Program PNPM-MP.
(61)
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menekankan permasalahan pada Program
Penanggulangan Kemiskinan yang berbentuk Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) yang terdiri dari Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) dan Program Padat Karya (fisik). Untuk program ekonomi bergulir, ditekankan pada apakah terjadi perubahan selama satu sampai dua bulan setelah mengikuti program. Lokasi penelitian yang diambil adalah di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
B. Sumber Data
Data primer : Data penilaian Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang memperhatikan aspek pendukung dan aspek dampak menurut persepsi masyarakat diambil berdasarkan lembar kuisioner yang ditujukan untuk para pemanfaat.
Data Sekunder : Data ini diambil dari BPS dan instansi-instansi pemerintah terkait dan beberapa sumber media massa maupun elektronik mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
(62)
commit to user C. Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu didefinisikan agar tidak terjadi kesalahan dalam penelitian dan untuk membatasi pembahasan agar tidak keluar dari topik pembahasan.
a. Indikator peningkatan pendapatan (Income Indicator)
Merupakan indikator yang penting untuk menilai keberhasilan program. Income indicator adalah perbandingan pendapatan rumah tangga peserta
program sebelum mengikuti program dengan pendapatan setelah program. Dalam perhitungan ini juga dimasukkan faktor perubahan harga dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen untuk menilai pendapatan yang lalu dengan nilai sekarang.
b. Indikator pengurangan kemiskinan (poverty reduction)
Indikator ini digunakan untuk mengukur presentase perubahan jumlah penduduk miskin yang menjadi peserta program. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan jumlah penduduk miskin sebelum program dan setelah mengikuti program.
c. Indikator Efisiensi Penyaluran Program (Efficiency Programme Delivery)
Indikator ini digunakan untuk menjelaskan perbandingan antara tingkat manfaat dan biaya yang diukur dengan tambahan pendapatan bersih (net
additional income) dan investasi kredit dalam pengeluaran total. Dalam
perhitungan ini juga dimasukkan unsur-unsur lain seperti nilai penjualan, biaya transaksi, bunga pinjaman, pengembalian pokok, biaya transaksi dan biaya opportunity.
(63)
commit to user
d. Indikator Kelangsungan Dana (Financial Viability)
Kelangsungan dana merupakan indikator penting dari program penanggulangan kemiskinan karena ketersediaan dana untuk membiayai program terbatas. Jumlah pinjaman yang dikembalikan adalah variabel utama untuk menunjang ketersediaan dana program. Pertimbangan lainnya adalah bahwa pemerintah mendapatkan penerimaan dari peserta program tersebut. Peserta program juga dikenai kewajiban untuk membayar pajak, baik secara langsung maupun dari pajak pembelian barang yang mereka lakukan dengan koefisien pajak.
e. Pendapatan rumah tangga sebelum program
Merupakan jumlah pendapatan keluarga dari berbagai sumber selama sebulan, sebelum menjadi pemanfaat PNPM-MP, yang dihitung dengan rupiah. Pendapatan rumah tangga dapat diketahui melalui pengeluaran rumah tangga.
f. Pendapatan rumah tangga setelah program
Merupakan jumlah pendapatan keluarga dari berbagai sumber selama sebulan setelah menjadi pemanfaat program PNPM-MP, diukur dengan rupiah.
g. Penjualan barang dan jasa
Keseluruhan hasil atau pendapatan yang diterima oleh peserta PNPM-MP (khususnya ekonomi bergulir) dari usaha yang dilakukan selama sebulan, diukur dengan rupiah.
(64)
commit to user h. Biaya Operasi
Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang dan jasa serta biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha selama sebulan, dalam rupiah
i. Pendapatan kotor
Pendapatan peserta PNPM-MP (khususnya ekonomi bergulir) dari penjualan barang atau jasa selama sebulan, setelah dikurangi total biaya.
j. Pengembalian pinjaman
Nominal yang harus disetorkan oleh pemanfaat (ekonomi bergulir) pada pengelola PNPM-MP per bulannya.
k. Bunga pinjaman
Sejumlah uang tambahan yang harus dibayarkan oleh pemanfaat (ekonomi bergulir) sebagai jasa dari pinjaman yang telah diterima setiap bulannya bersama dengan angsuran pegembalian pimjaman.
l. Pendapatan bersih
Pendapatan peserta PNPM-MP (ekonomi bergulir) dari penjualan barang dan jasa selama sebulan, setelah dikurangi dengan biaya operasi yang dikeluarkan untuk produksi dan menjual produk, serta total biaya (pengembalian pinjaman dan bunganya, biaya transaksi, biaya opportunity)
m. Indeks Harga Konsumen (IHK)
IHK adalah petunjuk mengenai naik turunnya harga kebutuhan yang secara tidak langsung juga mencerminkan tingkat inflasi. Variabel ini
(65)
commit to user
dinyatakan dalam bentuk persentase per tahun. Data inflasi tahun 2009 sebesar 2,59 per tahun. Dengan demikian tingkat perubahan harga (Pt) tahun 2009 terhadap tahun sebelumnya sebesar 114,42 atau 1,144 (BPS Kab. Sukoharjo)
n. Jumlah orang miskin
Jumlah penduduk yang digolongkan miskin, dengan menbandingkan pendapatannya dengan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Jika pendapatannya dalan satu bulan lebih kecil dari garis kemiskinan, maka orang tersebut digolongakan sebagai orang miskin. Pada tahun 2008 , garis kemiskinan BPS untuk desa dan kota sebesar Rp182.636 per kapita per bulan. Jika rata-rata satu keluarga terdiri dari 4 orang, maka yang
digolongkan sebagai masyarakat miskin adalah mereka yang
berpendapatan kurang dari (Rp182.636 x 4)= Rp730.544 per bulan. Sedangkan pada tahun 2009, garis kemiskina BPS untuk desa dan kota sebesar Rp200.262 perkapita per bulan. Maka, jika rata-rata keluarga terdiri dari 4 orang. Maka yang digolongkan sebagai rumah tangga miskin adalah mereka yang berpendapatan kurang dari (Rp200.262 x 4) = Rp 801.048,- per bulan.
o. Koefisien pajak
Peserta program dikenai kewajiban untuk membayar pajak, baik langsung maupun dari pembelian barang dan jasa yang mereka lakukan. Dalam penelitian ini digunakan nilai perbandingan antara pajak daerah dengan total pendapatan Kabupaten Sukoharjo tahun 2008 sebagai ukuran
(1)
commit to user
Tabel 4.25
Skor Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Indikator Nilai
(V)
Bobot
(W) V x W
Indikator pendapatan (AI) Pengurangan Kemiskinan (PR) Efisiensi penyaluran program (EP) Kelangsungan Dana (FV)
-0,8 0,00 79,00 2,00 4 3 2 1 10 -3,2 0,00 158 2 156,8 15,68 Sumber: data diolah
Sesuai dengan prinsip awal penganggulangan kemiskinan bersasaran, yaitu indikator yang merupakan prioritas (income indikator
dan poverty reduction), dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program
kerja mandiri lebih berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibandingkan dengan program padat karya. Secara keseluruhan pelaksanaan program padat karya tidak dapat digunakan sebagai alat penanggulangan kemiskinan. Karena dalam program padat karya tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dalam tingkat pendapatan dan pengurangan kemiskinan. Selain itu juga program padat karya lebih berorientasi pada solidaritas masyarakat.
(2)
commit to user
BAB V PENUTUP
Dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran-saran yang diharapkan mampu membuat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) khususnya di Kecamatan Kartasura lebih maju dan lebih tepat sasaran.
A. Kesimpulan
1. Dalam Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) pada indikator income
indicator terjadi peningkatan pendapatan rata-rata sebesar 23,8% untuk
peserta program (individu), sehingga mampu menaikkan pendapatan rumah tangga rata-rata sebesar 10,4%. Untuk Program Padat Karya terjadi sedikit penurunan yaitu menurun sebesar 0,8%. Pada program Ekonomi Bergulir terjadi peningkatan pendapatan yang lebih besar dibanding pada program fisik ini karena peningkatan pendapatan pemanfaat dalam program ekonomi bergulir dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Sedangkan pada program padat karya apabila dilihat dari sisi ekonominya terjadi penurunan pendapatan rumah tangga, ini disebabkan oleh periode kerja dalam program padat karya sangat singkat dan lebih mengedepankan solidaritas sosial dan kegotongroyongan, sehingga nilai swadaya masyarakat juga besar.
(3)
commit to user
2. Jumlah responden yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin pada program kerja mandiri (ekonomi bergulir) mengalami penurunan yang sangat besar yaitu 70,1%, sedangkan untuk program padat karya sebesar 0,00% artinya tidak terjadi penurunan jumlah penduduk setelah mengikuti program. Hal ini disebabkan karena pada program ekonomi bergulir sebagian besar responden yang tergolong miskin sebelum program tidak jauh dari garis kemiskinan, sehingga setelah mengikuti program dapat meningkatkan pendapatannya dan melewati garis kemiskinan. Sedangkan dalam program padat karya (fisik), tidak terjadi pengurangan kemiskinan karena program ini lebih ditujukan untuk kepentingan bersama/umum sehingga tidak berpengaruh besar pada indikator ini dan hasilnya lebih terlihat dalam jangka panjang.
3. Efisiensi penyaluran program dari program ekonomi bergulir lebih rendah dibanding dengan program padat karya yaitu 22% dan 79%. Rendahnya efisiensi penyaluran program ekonomi bergulir disebabkan oleh sebagian responden tidak menggunakan uang pinjaman untuk mengembangkan usaha, melainkan untuk keperluan lain seperti pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Efisiensi penyaluran program padat karya ini juga memasukkan persepsi peserta program terhadap kualitas pembangunan proyek, sehingga diperoleh nilai efisiensi yang cukup besar.
4. Kelangsungan dana untuk pelaksanaan program kerja mandiri lebih tinggi dibanding kelangsungan dana untuk Program Padat Karya. Pada program kerja mandiri sebesar 11,4% dan program padat karya hanya 2%. Kecilnya
(4)
commit to user
nilai indikator kelangsungan dana ini disebabkan oleh kecilnya jumlah pinjaman yang diperoleh dan sebagian besar pemanfaat mempunyai pinjaman dari sumber lain. Selain itu juga masih adanya kredit macet dari beberapa pemanfaat, dan mereka enggan untuk melunasinya karena kredit macet satu anggota ditanggung oleh satu kelompok. Sedangkan untuk program padat karya (fisik), rendahnya indikator kelangsungan dana ini disebabkan karena program ini lebih mementingkan nilai swadaya dari masyarakat.
Skoring program kerja mandiri setelah diberi bobot adalah sebesar 30,73%. Sedangkan untuk program padat karya hanya sebesar 15,68%. Hasil penelitian pada program padat karya tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dalam tingkat pendapatan dan tingkat kemiskinan, ini karena waktu pelaksanaan program yang terlalu pendek dan orientasi nilai masyarakat yang lebih mengedepankan solidaritas sosial, sehingga nilai swadaya masyarakat juga besar. Dan proyek merupakan kebutuhan bersama. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
program kerja mandiri (ekonomi bergulir) lebih berhasil dalam
(5)
commit to user
B. Saran
Berikut ini saran yang dapat diambil dari evaluasi program PNPM-MP di Kecamatan Kartasura tahun 2009:
1. Pada indikator peningkatan pendapatan untuk program ekonomi bergulir, diharapkan agar pemanfaat program dapat menggunakan pinjaman untuk membuka usaha baru atau mengembangkan usaha yang sudah dibangun. Sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Sedangkan untuk pengelola program, diharapkan mampu untuk memberikan arahan kepada pemanfaat program agar menggunakan pinjaman untuk keperluan usaha. 2. Pada indikator pengurangan kemiskinan untuk program ekonomi bergulir
lebih berhasil dalam mengurangi kemiskinan karena progam ini lebih bersifat jangka pendek. Sedangkan untuk program padat karya (fisik) lebih bersifat jangka panjang, sehingga diharapkan untuk para pemanfaat dan masyarakat pada umumnya dapat terus merawat fasilitas atau sarana fisik yang telah dibangun.
3. Indikator efisiensi program dapat ditingkatkan apabila pada program ekonomi bergulir pengelola mampu tegas untuk menentukan masyarakat yang berhak menerima pinjaman (yang termasuk kategori miskin). Sedangkan pada program padat karya diharapkan biaya aktual untuk membangun obyek sarana fisik tidak melebihi rencana biaya, agar dapat diperoleh nilai efisiensi yang sempurna.
4. Nilai indikator kelangsungan dana dapat ditingkatkan apabila pengelola dapat lebih tegas dalam mengatasi kredit macet pada program ekonomi
(6)
commit to user
bergulir, seperti dengan pemberian sanksi atau denda. Dan ketegasan dari anggota kelompok lain apabila ada satu anggota yang terlambat mengangsur (kredit macet). Pada program padat karya, nilai swadaya dari masyarakat sangat diutamakan, sehingga nilai swadaya masyarakat yang tinggi, diharapkan mampu meningkatkan nilai kelangsungan dana dari program padat karya tersebut.
Pemerintah harus menjaga kelangsungan program dengan
meningkatkan proporsi dalam pembiayaan program khususnya program padat karya pada tahun-tahun berikutnya.
Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis untuk program padat karya diharapkan tidak hanya mengamati manfaat yang diterima peserta program saja, tetapi juga memperhitungkan seberapa besar manfaat baik langsung, maupun tidak langsung dari proyek yang dibangun, termasuk juga biaya langsung maupun tidak langsungnya. Sistem nilai sosial yang kondusif bagi pelaksanaan program padat karya dapat dimasukkan sebagai indikator keberhasilan program dalam penelitian.