Fungsi teori dalam penulisan tesis ini adalah untuk memberikan arahanpetunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.
15
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, sehingga kerangka teori yang diarahkan
adalah berdasarkan ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami hak istri ke 2 dan seterusnya atas harta perkawinannya dalam perkawinan
poligami ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kemudian memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum
atau sebagai isi kaidah hukum seperti yang ditentukan dalam peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hak istri ke 2 dan seterusnya atas harta
perkawinannya dalam perkawinan poligami.
A. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Perkawinan 1. Makna dan Tujuan Perkawinan
Bermacam-macam pendapat yang dikemukakan para pakar hukum mengenai pengertian perkawinan, namun seluruh pengertian tersebut pada dasarnya
mengandung esensi yang sama meskipun redaksionalnya berbeda, dan perbedaan tersebut tidaklah memperlihatkan adanya pertentangan akan makna yang terkandung
dalam perkawinan tersebut.
15
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Ramaja Rosdakarya Bandung, Tahun 1993, hal. 35
Universitas Sumatera Utara
Nikah kawin menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut majazi atau arti hukum ialah akad perjanjian yang menjadikan halal hubungan seksual
sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita.
16
Sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita
yang memenuhi syarat-syarat tertentu disebut Perkawinan. Suatu kepercayaan yang diyakini oleh sebagian besar manusia di dunia,
bahwa lahir, kawin dan mati adalah kodrat manusia. Perkawinan selalu membawa harapan akan kebahagian bagi para pihak yang terikat di dalam perkawinan dan tidak
seorang pun di dunia ini mengharapkan perkawinan akan membawa petaka dalam hidupnya. Namun dapat saja terjadi keadaan yakni harapan tidak sesuai dengan
kenyataan. Ahmad Shalaby mengemukakan pemahamannya tentang makna perkawinan
dikaitkan dengan arti dari Q.S Yaa Siin ayat 36 dan arti Q.S. al-Mu’minun ayat 27, bahwa perkawinan adalah hukum alam yang tetap dan luas bidangnya yang
mencakup setiap makhluk hidup, hukum tersebut membahagiakan setiap makhluk hidup dan masing-masing jenis akan memperoleh bagian, yaitu suatu rahasia yang
berbeda dengan rahasia yang diberikan kepada lawan jenisnya.
17
16
Musfir Husain Aj-Jahrani, Poligami Dalam Berbagai Persepsi, Gema Insani Press, Jakarta, Tahun 1996, hal. 13
17
Ahmad Shalaby, Kehidupan Sosial Dalam Pemikiran Islam, Amzah, Jakarta, Tahun 2001, hal. 54
Universitas Sumatera Utara
Dalam Ensiklopedi hukum Islam dikatakan bahwa perkawinan adalah merupakah salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami isteri dalam
sebuah rumah tangga sekaligus sarana untuk menghasilkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia dibumi.
18
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat
kuat atau mittsaqon ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakanya adalah merupakan ibadah.
19
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di dalam Pasal 1 menentukan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
20
Pasal di atas memuat dua unsur dalam merumuskan defenisi perkawinan, yaitu meliputi arti dan tujuan perkawinan. Arti perkawinan adalah, ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Sedangkan tujuan perkawinan adalah membentuk keluargarumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkataan ikatan lahir bathin dimaksudkan bahwa perkawinan itu tidak hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau ikatan
bathin saja, tetapi harus kedua-duanya.
18
Abdul Azis Dahlan, Ed., Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiyar Baru van Hoeve, Jakarta, Tahun 2006, hal. 156
19
Kompilasi Hukum Islam, Fokus Media, Bandung, Tahun 2005, hal. 8
20
Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wirjono Prodjodikoro, perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
21
Hazairin, mengatakan perkawinan adalah hubungan seksual. Menurut beliau tidak ada nikah bilamana tidak ada hubungan seksual. Beliau mengambil tamsil bila
tidak ada hubungan suami istri, maka tidak perlu ada tenggang waktu menunggu iddah untuk menikahi lagi bekas istri itu dengan laki-laki lain.
22
Tengku M.Hasbi Ash Shiddiqy, Perkawinan ialah : Melaksanakan akad antara laki-laki dengan seorang perempuan atas kerelaan
dan kesukaan antara kedua belah pihak, oleh seorang wali dari seorang perempuan, menurut sifat yang telah ditetapkan oleh syara untuk
menghalalkan percampuran, antara keduanya dan untuk menjadikan yang seorang condong kepada seorang lagi dan menjadikan masing-masing
daripadanya sekutu bagi yang lainnya.
23
Perkawinan merupakan proses seksual manusia harus berjalan dengan semangat kedamaian dengan menghormati hak-hak asasi manusia sebagai insan-insan
sederajat antara pria dan wanita, untuk menempuh kehidupan yang baik di dunia. Sedangkan menurut Subekti perkawinan adalah pertalian yang sah antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.
24
Dari pengertian-pengertian perkawinan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah ikatan antara seorang laki-laki dan wanita atau yang mewakili
mereka. Dibolehkan bagi laki-laki dan wanita bersenang-senang sesuai dengan jalan
21
Wirjono Projodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur, Bandung, Tahun 1984, hal. 7
22
Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional Indonesia, Tintamas, Jakarta, Tahun 1961, hal. 61
23
Tengku M.Hasbi Ash Shiddiqy, AI-Islam, Bulan Bintang, Jakarta, Tahun 1966, hal. 562
24
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Bandung, P.T. Intermasa, hal. 11
Universitas Sumatera Utara
yang telah disyariatkan. Allah telah mensyariatkan perkawinan dengan tujuan agar terciptanya hubungan yang harmonis antara laki-laki dan wanita dibawah naungan
syariat Islam dan batasan-batasan hubungan antara mereka. Tidak mungkin bagi seorang wanita tidak butuh kepada seseorang untuk mendampinginya, begitu juga
bagi seorang laki-laki. Perkawinan merupakan sarana untuk mewujudkan ketenangan jiwa dan
ketentraman hati, menjaga kesucian diri dari perbuatan keji sebagaimana juga menjadi kenikmatan, kebahagiaan hidup, sarana untuk membentengi diri agar tidak
jatuh pada jurang kenistaan, serta penyebab perolehan keturunan yang saleh dan yang akan mendatangkan kebahagiaan bagi manusia untuk kehidupannya di dunia dan
sesudah meninggal. Terlihat adanya hubungan yang erat antara laki-laki dan wanita. Hal ini juga
sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
Universitas Sumatera Utara
Artinya : Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri- isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam,tetapi janganlah kamu campuri mereka itu,
sedang kamu beritikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa. QS. 2:187
Pada dasarnya perkawinan merupakan tulang punggung bagi terbentuknya keluarga dan keluarga merupakan komponen pertama dalam pembanguna
masyarakat. Dengan demikian tujuan perkawinan bukan sebagai sarana pelampiasan nafsu syahwat, melainkan memiliki tujuan yang mulia. Perkawinan merupakan
hubungan cinta kasih sayang dan kesenangan, sarana bagi terciptanya kerukunan hati, serta sebagai perisai bagi suami istri dari bahaya kekejian.
Dengan perkawinan lahirlah generasi yang akan memperbanyak ummat, memperkokoh kekuatannya serta meningkatkan perekonomiannya. Dengan demikian
akan terjadi sikap saling tolong menolong antara laki-laki dan wanita dalam kepentingan dan tuntutan kehidupan. Suami bertugas mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan keluarga dan istri bertugas mengurusi rumah tangga serta mendidik anak.
Tidak diragukan lagi bahwa perkawinan itu adalah salah satu dari kebaikan- kebaikan yang dihalalkan Allah bagi hamba-hambaNya yang beriman agar mereka
Universitas Sumatera Utara
memperoleh kesenangan dirinya dan melarang mereka dari tabattul keinginan untuk tidak menikah.
25
Dalam Islam perkawinan dimaksudkan adalah untuk memenuhi kebutuhan seksual seseorang secara halal serta untuk melangsungkan keturunan, dalam suasana
yang mawaddah saling mencintai rahmah saling berkasih sayang antara suami isteri, hal ini sebagaimana maksud dari makna Q.S. al-Rum : 21 yang berbunyi :
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berpikir. QS. 30:21
Maka perkawinan yang baik adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang suami dan isteri yang seakidah, seakhlak dan satu tujuan, disamping cinta dan
ketulusan hati. Sehingga dibawah naungan keterpaduan inilah kehidupan suami isteri akan tentram, penuh cinta dan kasih sayang, keluarga akan bahagia anak-anak akan
sejahtera, hingga akhirnya terwujud tujuan perkawinan yaitu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah.
25
Musfir Husain Aj-Jahrani, Op.Cit, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
Tujuan perkawinan ialah menurut perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai
dan teratur. Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tujuan perkawinan
dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan
keturunan dalam menjalani hidup ini juga mencegah perzinahan, agar terciptanya ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan
masyarakat.
26
Rumusan tujuan perkawinan di atas dapat diperinci sebagai berikut: a.
Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan.
b. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih
c. Memperoleh keturunan yang sah
Filosof Muslim Imam Ghazali membagi tujuan dan faedah perkawinan kepada lima hal, seperti:
a. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta
memperkembangkan suku-suku bangsa manusia. b.
Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan c.
Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan. d.
Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang.
26
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Tahun 1997, hal. 69
Universitas Sumatera Utara
e. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rizki penghidupan yang halal,
dan rasa memperbesar rasa tanggung jawab.
27
Kemudian dari defenisi perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan tujuan perkawinan adalah
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
28
Kemudian di dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam disebutkan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan
rahmah.
29
Salah satu dari asas dan prinsip dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai
kesejahteraan sprituil dan materiil. Dengan perkataan lain tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera maka undang-undang
menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian, harus ada alasan serta harus dilakukan didepan pengadilan.
30
Sehubungan dengan pendapat di atas, maka tujuan perkawinan yang pokok antara lain.
1. Untuk menegakan dan menjunjung tinggi syariat agama manusia-manusia
normal baik laki-laki maupun perempuan yang memeluk agama tertentu
27
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Sinar Grafika, Tahun 1996, hal. 26
28
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
29
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Gema Insani Pers, Jakarta, Tahun 1994, hal. 78
30
H.M. Hasballah Thaib, Hukum Keluarga Dalam Syariat Islam, Medan, Tahun 1993, hal. 5-6
Universitas Sumatera Utara
dengan taat pasti berusaha untuk menjunjung tinggi ajaran agamanya, untuk menjaga kesucian agamanya, apabila tidak demikian berarti
bukanlah pemeluk agama yang taat. Dalam ajaran agama Islam nikah termasuk perbuatan yang diatur dengan syariat Islam dengan syarat dan
rukun tertentu. Maka orang-orang yang melangsungkan pernikahan berarti menjunjung tinggi agamanya, sedangkan orang-orang yang hanya kawin
tetapi tidak mau melalui pernikahan, berzina, menjalankan perbuatan mesum, melacur, melaksanakan pemerkosaan
.
dan lain-lain berarti merendahkan syariat agamanya.
2. untuk menghalalkan hubungan biologis antara laki-laki dengan perempuan
yang bukan muhrimnya. Setelah diketahui bersama bahwa suami dan istri asalnya orang lain, tidak
ada hubungan keluarga dekat ataupun bukan muhrimnya, asalnya hubungan seksual antara mereka hukumnya haram, tetapi melalui
pernikahan hubungan biologis antara keduanya menjadi halal, bukan berdosa bahkan menjadi pahala.
3. Untuk melahirkan keturunan yang sah menurut hukum.
Anak yang dilahirkan dari suami istri yang sudah terikat perkawinan adalah anak mereka berdua yang mempunyai hubungan hukum dengan
kedua orang tuanya, berhak mewarisi dan mendapatkan warisan antara orang tua dengan anaknya.
4. Untuk menjaga ketentraman hidup.
Perkawinan merupakan lembaga untuk menjaga ketentraman hidup seseorang, orang-orang yang melangsungkan perkawinan secara umum
hidupnya lebih tentram.
5. Untuk mempererat persaudaraan.
Perkawinan juga merupakan sarana untuk mempererat hubungan persaudaraan atau ukhuwah, bagi umat Islam tentu saja ukhuwah
Islamiyah, baik ruang lingkup sempit maupun luas.
31
Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan perkawinan dengan pernikahan, maka Allah SWT berfirman dalam Alqur’an surah An-Nisa ayat 1 yang berbunyi:
31
Bibit Suprapto, Liku-Liku Poligami, Yogyakarta, Tahun 1990, hal. 37-41
Universitas Sumatera Utara
Artinya : Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah
menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
peliharalah hubungan silatur-rahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. QS. 4:1.
32
Kemudian Allah tidak ingin menjadikan manusia itu seperti makhluk lainnya
yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarkhi dan tidak ada aturan yang mengaturnya. Demi menjaga martabat
kemuliaan manusia Allah menurunkan hukum sesuai dengan martabat manusia itu. Di dalam hadist, Rasulullah bersabda yang artinya: Nikah itu adalah
sunnahku, barang siapa yang benci kepada sunnahku bukanlah termasuk ummatkuH.R.Bukhari.
33
Oleh karena itu, perkawinan dalam Islam, secara luas adalah: a.
Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan benar.
b. Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan.
c. Cara untuk. memperoleh keturunan yang sah.
d. Menduduki fungsi sosial.
e. Merupakan perbuatan menuju Taqwa.
f. Merupakan suatu bentuk ibadah yaitu pengabdian kepada Allah mengikuti
sunnah Rasulullah Saw.
34
32
Alquran dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Tahun 1987, hal 297
33
Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, Dina Utama, Semarang, Tahun 1993, hal. 7
34
Abdul Rahman I Doi, Perkawinan Dalam Syariat Islam, Rineka Cipta, Jakarta, Tahun 1996, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian pengertian perkawinan dan tujuan perkawinan yang telah diuraikan di atas, akan menghasilkan dan melingkupi banyak pandangan tentang
fungsi keluarga. Karenanya Islam tidak menyetujui kehidupan membujang dan memerintahkan setiap muslim agar menikah. Sedangkan tujuan perkawinan dalam
Islam, bukan semata-mata untuk kesenangan lahiriyah melainkan juga untuk membentuk suatu lembaga yang kaum pria dan wanita dapat memelihara diri dari
kesesatan dan perbuatan tidak senonoh, melahirkan dan merawat anak untuk melanjutkan keturunan manusia serta memenuhi kebutuhan seksual yang wajar dan
diperlakukan untuk menciptakan kenyamanan dan kebahagiaan.
2. Hukum Perkawinan