Hubungan Antara Prokrastinasi Dengan Stres Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil

(1)

HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI DAN STRES

KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

QORINA AZZANIAR

051301028

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2010/2011


(2)

Hubungan Antara Prokrastinasi Dengan Stres Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil

Qorina Azzaniar Dan Gustiarti Leila

ABSTRAK

Prokrastinasi merupakan kebiasaan atau dengan sengaja menunda dan karena suatu alasan tertentu dianggap sebagai perilaku yang patut dicela seperti kemalasan atau pengabaian tanggung jawab (Websters Third International Dictionary dalam Benard, 1992). Pada umumnya pegawai yang menunda-nunda mengerjakan tugasnya akan merasa terbebani dengan pekerjaan yang menumpuk dan dikejar batas waktu pekerjaan yang harus terselesaikan dan target harus terpenuhi, padahal pekerjaan tersebut tertunda, kemudian hal itu akan menyebabkan pegawai mengalami stres kerja. Tidak hanya itu, pegawai yang menunda-nunda tersebut juga memiliki kekhawatiran, depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding pegawai yang tidak melakukan penundaan, sehingga tidak heran bila tingkat stres yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang lebih buruk dimiliki oleh mereka yang suka menunda-nunda tugas (Tice & Baumeister, 1997).

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara prokrastinasi dan stres kerja pada pegawai negeri sipil.

Penelitian ini mengambil sampel pegawai negeri sipil dinas kesehatan sumatera utara sejumlah 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala prokrastinasi dan skala stres kerja yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan karakteristik prokrastinasi dari Ferrari et al (1995) dan aspek-aspek stres kerja dari Terry B dan John N (dalam Rice, 1992). Skala prokrastinasi memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.929 dan nilai reliabilitas skala stres kerja (rxx)= 0.884.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=0.631 dengan p<0.01 (p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara hubungan antara prokrastinasi dan stres kerja pada pegawai negeri sipil.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Prokrastinasi Dan Stres Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil” ini. Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun cara penulisannya, yang masih banyak terdapat kesalahan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ayah dan Mama yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi

kepada penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang dan cinta yang telah diberikan. Semua ini penulis lakukan hanya untuk membahagiakan keduanya. Penulis tidak akan mengecewakan keduanya. Terus doakan penulis. Buat Uwak Dedel Hasibuan (Mulkan) yang cerewet dan penuh semangat, terima kasih untuk semua kasih sayang, bantuan, dan dukungan untuk kuliah dan skripsi penulis, jasa Uwak takkan terlupakan. Buat Mbak


(4)

Anggi (Mbak penulis yang cerewet) dan Mas Adi (Abang penulis). Doakan adik kalian ini biar selalu sukses.Amin.

3. Dinda, Mefa, Ulan, Zira, Anin dan adik-adik penulis yang lain. Terima

kasih banyak ya atas bantuannya yang rela bacain skoring skala sampai serak. Kalian motivasi mbak untuk jadi lebih baik. Untuk seluruh keluarga, terimakasih untuk semua dukungan dan perhatiannya.

4. Ibu Gustiarti Laila, M.si, Psi selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih banyak atas arahan dan bimbingan yang Ibu berikan, atas kesabaran Ibu membimbing dan mengajari penulis dan atas motivasi yang ibu berikan.

5. Terima kasih kepada Ibu Lili Garliah, M.Si dan Bapak Ferry Novliadi,

M.Si yang telah rela meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji skripsi penulis. Terima kasih atas kritik dan sarannya yang sangat membangun. Senyuman Bapak dan Ibu ketika penulis sidang sangat menyejukkan hati penulis selaksa embun di pagi hari.

6. Ibu Sri Supriyantini, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik penulis. Terima kasih atas arahan dan masukan serta perhatiannya. Kepada Kak Siti Zahreni M.psi, Psi yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan perhatian kepada penulis.

7. Kepada seluruh dosen pengajar di Fakultas Psikologi, terima kasih atas ilmu yang telah kalian berikan kepada penulis.Tanpa kalian semua penulis bukanlah apa-apa. Terima kasih kepada kak Ade, kak Ari, kak Devi, Pak Aswan, Pak Iskandar yang telah membantu penulis.


(5)

8. Terima kasih kepada Rakhmatul Ikhsan yang telah mengisi hari-hari dan hati penulis, yang telah rela kembali ke Medan untuk membantu penelitian penulis dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas cinta, perhatian, kasih sayang dan pengorbanannya. Semoga kuliahnya lancar dan bisa cepat selesai. Amin. Kepada keluarga RI (Mama dan Uni) terima kasih karena selalu mendukung dan memberi semangat serta doa kepada penulis.

9. Kepada sahabat-sahabatku Dhebby, Ema, Febri, Mega, Noni, Titi, Ratna dan Lasara Girls, terima kasih ya atas bantuannya dalam nyebarin skala, ngurus surat, dengerin keluh kesah, serta motivasi dan semangat yang terus-terusan. Kalian semua punya andil yang besar dalam penyelesaian kuliah qorin. I love you all

10. Buat Bou (Yen dan Dewi), Om (Timan dan Dero), Bapak Icut, Tulang Etek, terimakasih untuk semua dukungan, kasih sayang dan semangat. Doakan Qorin ya biar sukses.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan saudara semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan , september 2010


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ... 11

A. Keputusan Membeli ... 13

1. Pengertian Stres Kerja ... 11

2. Sumber Stres Kerja ... 13

3. Gejala Stres Kerja ... 17

B. Prokrastinasi ... 22

1. Pengertian Prokrastinasi ... 24

2. Sumber Perilaku Prokrastinasi ... 25


(7)

4. Karakteristik Perilaku Prokrastinasi ... 28

C. Hubungan Antara Prokrastinasi Dengan Stres Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil ... 30

D. Hipotesa Penelitian... 36

BAB III. METODE PENELITIAN ... 37

A. Identifikasi Variabel ... 37

B. Definisi Variabel Penelitian ... 37

1. Prokrastinasi ... 37

2. Stres Kerja ... 38

C. Populasi Dan Metode Pengambilan Sampel...38

1. Populasi Dan Sampel...38

2. Metode Pengambilan Sampel ...39

3. Jumlah Sampel Penelitian ...39

D. Metode Pengumpulan Data ... 40

1. Skala Prokrastinasi………...40

2. Skala Stres Kerja………...42

E. Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 43

1. Uji Validitas ... 44

2. Uji Daya Beda Item ... 45

3. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 45

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 46


(8)

2. Hasil Uji Coba Skala Stres Kerja ... 47

G. Prosedur Penelitian ... 47

1. Persiapan Penelitian ... 47

2. Pelaksanaan Penelitian ... 50

3. Tahap Pengolahan Data ... 50

H. Metode Analisa Data ... 50

1. Uji Normalitas ... 50

2. Uji Linieritas ... 50

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 52

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 52

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 52

2. Usia Subjek Penelitian ... 53

B. Hasil Penelitian ... 54

1. Hasil Uji Asumsi ... 54

2. Hasil Uji Analisa Data ... 56

C. Pembahasan ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

1. Saran Metodologis ... 66


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN


(10)

Hubungan Antara Prokrastinasi Dengan Stres Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil

Qorina Azzaniar Dan Gustiarti Leila

ABSTRAK

Prokrastinasi merupakan kebiasaan atau dengan sengaja menunda dan karena suatu alasan tertentu dianggap sebagai perilaku yang patut dicela seperti kemalasan atau pengabaian tanggung jawab (Websters Third International Dictionary dalam Benard, 1992). Pada umumnya pegawai yang menunda-nunda mengerjakan tugasnya akan merasa terbebani dengan pekerjaan yang menumpuk dan dikejar batas waktu pekerjaan yang harus terselesaikan dan target harus terpenuhi, padahal pekerjaan tersebut tertunda, kemudian hal itu akan menyebabkan pegawai mengalami stres kerja. Tidak hanya itu, pegawai yang menunda-nunda tersebut juga memiliki kekhawatiran, depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding pegawai yang tidak melakukan penundaan, sehingga tidak heran bila tingkat stres yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang lebih buruk dimiliki oleh mereka yang suka menunda-nunda tugas (Tice & Baumeister, 1997).

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara prokrastinasi dan stres kerja pada pegawai negeri sipil.

Penelitian ini mengambil sampel pegawai negeri sipil dinas kesehatan sumatera utara sejumlah 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala prokrastinasi dan skala stres kerja yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan karakteristik prokrastinasi dari Ferrari et al (1995) dan aspek-aspek stres kerja dari Terry B dan John N (dalam Rice, 1992). Skala prokrastinasi memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.929 dan nilai reliabilitas skala stres kerja (rxx)= 0.884.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=0.631 dengan p<0.01 (p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara hubungan antara prokrastinasi dan stres kerja pada pegawai negeri sipil.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia tentu menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan agar bangsa Indonesia tidak tenggelam di lautan luas persaingan dunia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Indarjati dan Mildawani (dalam Wulan, 2000) bahwa konsep tentang sumber daya manusia yang berkualitas pada dasarnya ditentukan oleh indikator utama antara lain disiplin, kreatif, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Seseorang dikatakan mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi jika ia dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan adanya etos kerja maupun kedisiplinan, kreatifitas yang tinggi dalam mengerjakan setiap tugas yang dimilikinya.

Instansi pemerintah sebagai penyambung atau penghubung antara Negara dengan rakyatnya, dituntut untuk terus mampu melakukan pembaharuan agar roda pemerintahan dapat berjalan lebih baik dan dapat mengimbangi pesatnya perubahan dunia. Hal tersebut harus dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal dengan Negara-negara lain di dunia. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk terus mengadakan pembaharuan pada sistem pemerintahan yang telah berjalan selama ini adalah dengan cara peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah peletak dasar pelaksana sistem pemerintahan, seperti yang dikemukakan oleh Musanef (1986) bahwa keberadaan


(12)

Pegawai Negeri Sipil pada hakekatnya adalah sebagai tulang punggung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil harus mampu menggerakkan serta melancarkan tugas-tugas pemerintahan dalam pembangunan, termasuk di dalamnya melayani masyarakat. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Gatot (1982) yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah mereka yang telah memiliki syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang, serta diserahi tugas dalam jabatan negeri. Sesuai dengan fungsi utamanya sebagai pelaksana utama pemerintahan negeri ini, maka para Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk memiliki etos kerja dan disiplin waktu yang tinggi. Hal ini tentu saja merupakan tantangan yang harus dijawab oleh seluruh Pegawai Negeri Sipil di negeri ini. Bukan hanya di jajaran puncak saja, tetapi juga pada seluruh staf sampai tingkat terendah. Hal ini didasarkan pada satu pemikiran bahwa bagaimanapun juga tidak dapat dipungkiri meski bukan satu-satunya faktor penentu, maju mundurnya negeri ini tergantung pada kinerja instansi pemerintahan, dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil itu sendiri.

Tapi akhir-akhir ini yang sering dihadapi sebuah instansi adalah tentang rendahnya produktivitas kerja dilatarbelakangi oleh motivasi kerja yang rendah, pekerja yang suka menunda-nunda pekerjaan, upah rendah, belum terpenuhi kebutuhan minimal pekerja, kesehatan pekerja, atau berbagai tekanan psikis dalam lingkungan pekerjaan. Sehingga menyebabkan pekerja berperilaku seperti mangkir kerja, hubungan interpersonal yang buruk, pekerjaan terbengkalai, target meleset dan stres (Wahyu, 2007).


(13)

Stres adalah segala peristiwa/kejadian berupa tuntutan-tuntutan eksternal seperti lingkungan maupun tuntutan-tuntutan internal (fisiologis/psikologis) yang menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan keadaan dan tuntutan yang melebihi kemampuan dan sumber daya adaptif individu untuk mengatasinya, sehingga tuntutan dan keadaan (stressor) tersebut menimbulkan ketegangan baik secara fisik maupun psikis. Stres juga dapat didefinikan secara keseluruhan proses yang meliputi stimulasi, kejadian, peristiwa, respon dan iterpretasi individu yang menyebabkan timbulnya ketegangan melebihi kemampuan individu (Rice, 1992).

Stres dapat dialami oleh siapa saja, tidak terkecuali oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller (dalam Rini, 2002), stres yang dihadapi pekerja atau yang lebih sering dikatakan sebagai stres kerja dalam sebuah organisasi berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Sehingga, jika banyak diantara pekerja di dalam organisasi atau instansi mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan instansi itu akan terganggu.

Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Stres kerja menurut Morgan & King (1986) adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik, atau lingkungan, dan situasi sosial yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Banyak hal yang dapat menyebabkan pekerja mengalami stres kerja, seperti yang dikatakan oleh (Rice, 1992) ada beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja,


(14)

salah satunya adalah kondisi kerja, seperti kondisi kerja yang berlebihan (work overload), beban kerja yang kurang (work underload), people decisions, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja dan kemajuan teknologi (technostres).

Beban kerja yang berlebihan (work overload ) bisa diakibatkan oleh banyaknya tuntutan tugas yang diberikan oleh instansi atau perusahaan, namun bisa juga diakibatkan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun terkadang PNS menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit (Bernard, 1992). Pada umumnya PNS yang menunda-nunda mengerjakan tugasnya akan merasa terbebani dengan pekerjaan yang menumpuk dan dikejar batas waktu pekerjaan yang harus terselesaikan dan target harus terpenuhi, padahal pekerjaan tersebut tertunda, kemudian hal itu akan menyebabkan PNS mengalami stres kerja. Tidak hanya itu, PNS yang menunda-nunda tersebut juga memiliki kekhawatiran, depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding PNS yang tidak melakukan penundaan, sehingga tidak heran bila tingkat stres yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang lebih buruk dimiliki oleh mereka yang suka menunda-nunda tugas (Tice & Baumeister, 1997).

Menunda-nunda tugas atau yang lebih sering dikatakan sebagai prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara menyeluruh untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, serta sering terlambat dalam menghadiri


(15)

pertemuan-pertemuan Solomon & Rothblum, (dalam Andrew J. Howell & David C. Watson, 2007). Steel (2004) juga mengatakan bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku menunda suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja dan membuat hasil yang tidak maksimal.

Prokrastinasi sebenarnya telah ada sejak lama, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya prasasti di Universitas Ottawa, Canada pada abad ke-17. Prasasti ini ditulis oleh seorang agamawan bernama Walker. Tertulis dalam prasasti itu bahwa prokrastinasi merupakan salah satu dosa atau kejahatan manusia, dengan menunda pekerjaan, manusia akan kehilangan kesempatan serta menyia-nyiakan karunia Tuhan (Ferrari, dkk, 1995).

Hasil penelitian menunjukkan perkiraan mengenai prokrastinasi bahwa (80-90 %) mahasiswa terkait dengan prokrastinasi (Ellis & Knaus, 1977; O’Brien, 2002 (dalam steel, 2007)), kira-kira (75 %) mengatakah bahwa mereka adalah prokrastinator (Potts, 1987 (dalam steel, 2007)), dan hampir (50 %) melakukan prokrastinasi secara konsisten dan problematik (Day, Mensink, & O’Sullivan, 2000; Haycock, 1993; Micek, 1982; Onwuegbuzie, 2000a; Solomon & Rothblum, 1984 (dalam steel, 2007)). Sebagai tambahan, selain sering muncul pada dunia perkuliahan, prokrastinasi juga menyebar secara luas dipopulasi umum dan secara kronis mempengaruhi hingga (15-20 %) orang dewasa (J. Harriott & Ferrari, 1996; “Haven’t Filed Yet,” 2003 (dalam Steel, 2007)).

Prokrastinasi juga muncul sebagai fenomena yang menyebabkan masalah. Orang-orang kebanyakan menilai prokrastinasi sebagai sesuatu hal yang buruk, merusak dan bodoh (Briody, 1980 (dalam Steel, 2007)), dan hampir (95%)


(16)

prokrastinator berharap untuk menguranginya (O’Brien, 2002 (dalam Steel, 2007)). Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ahli mengenai hubungan antara prokrastinasi dengan performansi yang menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan prokrastinasi maka performansinya lebih jelek (Beswick, Rothblum, & Mann, 1988; Steel, Brothen, & Wambach, 2001; Wesley, 1994 (dalam Steel, 2007)), dan begitu juga dengan kesejahteraan individu akan lebih menyedihkan jika melakukan prokrastinasi dalam jangka waktu yang lama (Knaus, 1973; Lay & Schouwenburg, 1993; Tice & Baumeister, 1997 (dalam Steel, 2007))

Prokrastinasi dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja tak terkecuali di lingkungan kerja instansi pemerintah. Budiyanto (2005), menyatakan bahwa banyak keluhan yang datang dari masyarakat tentang kinerja Pegawai Negeri Sipil, yang menunjukkan masih adanya berbagai keterbatasan yang dipunyai oleh Pegawai Negeri Sipil terutama menyangkut masalah yang berhubungan dengan pelayanan para aparatur pemerintah. Keluhan yang kerap terjadi misalnya yaitu menunda waktu-waktu pelayanan yang semestinya diberikan kepada masyarakat dengan segara, tanpa ada alasan yang jelas. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Tamin (1996) yang mengungkapkan bahwa dari sekitar empat juta Pegawai Negeri Sipil yang tersebar di seluruh Indonesia hanya 40% yang benar-benar profesional, produktif, dan berkualitas. Angka tersebut, memang bukanlah data yang buruk, tetapi alangkah lebih baik lagi jika hanya 40% saja Pegawai Negeri Sipil yang tidak berkualitas.


(17)

Prokrastinasi yang kerap mewarnai keseharian Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugasnya akan membawa konsekuensi negatif yang dapat merusak pola peraturan yang ada jika dilakukan dengan alasan yang kurang tepat. Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Burka & Yuen (2008), menjelaskan bahwa dampak dari prokrastinasi adalah adanya penurunan kualitas kehidupan seseorang yang berakibat pada rendahnya kepuasan hidup prokrastinator tersebut. Seorang prokrastinator akan mengalami ketidaknyamanan psikologis yang dapat menyusahkan individu tersebut misalnya rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam akibat tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat waktu. Ditambahkan lagi oleh (Flett, Blankstein & Martin; Melia-Gordon dan Pychyl; Tice & Baumeister dalam Sirois, 2004), bahwa perilaku prokrastinasi juga dapat mempertinggi stres pada pegawai.

Beberapa fenomena tersebut diatas adalah faktor-faktor yang membuat penulis merasa tertarik dan terpanggil untuk meneliti apakah ada hubungan antara prokrastinasi dan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis merumuskan permasalahan yang akan dikaji melalui penelitian empiris dilapangan yaitu bagaimana hubungan antara prokrastinasi dengan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.


(18)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara prokrastinasi dengan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini memberikan kontribusi akademis untuk memperkaya khasanah hasil penelitian dan pengembangan dibidang psikologi industry khususnya yang berkaitan dengan prokrastinasi dan stres kerja.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi manajemen perusahaan sebagai bahan informasi dan wacana pemikiran dalam usaha meningkatkan kinerja karyawan dengan mengontrol dan memperhatikan permasalahan yang dialami karyawan khususnya yang berkaitan dengan prokrastinasi dan stres kerja, sehingga dapat mencegah maupun mengurangi kemungkinan terjadinya prokrastinasi dan stres kerja yang dapat merugikan bagi instansi maupun pegawai sendiri.


(19)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Di sini digambarkan mengenai berbagai tinjauan literatur dan hasil penelitian sebelumnya mengenai prokrastinasi dan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.

Bab II Landasan teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang prokrastinasi dan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil. Bab ini juga mengemukakan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara prokrastinasi dengan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.

Bab III Metodologi penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, defenisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.


(20)

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian.


(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. STRES KERJA

1. Pengertian Stres Kerja

Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Menurut Beer dan Newman (dalam Luthans, 1998), stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas yang terjadi dalam perusahaan.

Gibson dkk (1996), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang.

Stres kerja menurut Kahn, dkk (dalam Cooper, 2003) merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan variabel-variabelnya saling berkaitan. Selye (dalam Rice, 1992) menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku.

“Morgan & King (1986) say that job stress “as an internal state which can be caused by physical demands on the body (disease conditions, exercise,


(22)

extremes of temperature, and the like) or by environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping & rdquo”

Definisi stres kerja menurut Morgan & King (1986) adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik, atau lingkungan, dan situasi sosial yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Cooper (1994) juga mengatakan bahwa stres kerja juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan pegawai.

Beehr dan Franz (dalam Retnaningtyas, 2005), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaannya, tempat kerja atau situasi kerja tertentu. Ditambahkan lagi oleh Caplan, et al (dalam Rice, 1992) yang mengatakan bahwa stres kerja diakibatkan oleh jenis kerja yang mengancam pegawai.

Beberapa aspek penting yang perlu disoroti dalam stres kerja, yaitu :

1. Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau

perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stres kerja Rousseau (dalam Rice, 1992).

2. Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu (Rice,


(23)

3. Memerlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres tersebut (Ivancevich, Matteson, Freedman, & Phillips, (dalam Rice, 1992)).

Stres kerja tidak selalu membuahkan hasil yang buruk dalam kehidupan manusia. Selye (dalam Rice, 1992) membedakan stres menjadi 2 yaitu distress yang destruktif dan eustress yang merupakan kekuatan positif. Stres diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Demikian pula sebaliknya stres kerja dapat menimbulkan efek yang negatif, namun, pada umumnya gejala-gejala yang ditimbulkan oleh stres kerja memiliki lebih banyak dampak yang merugikan diri pegawai maupun perusahaan. Dampak merugikan yang diakibatkan oleh stres disebut juga dengan distress (Selye dalam Rice, 1992). Yang menjadi fokus dalam penelitian ini distress

2. Sumber Stres Kerja

Sumber stres kerja dikenal dengan job stressor yang sangat beragam dan reaksinya beragam pula pada setiap orang. Berikut ini beberapa sumber stres kerja menurut Cary Cooper (dalam Rice, 1992) yaitu :

a. Kondisi Kerja

Kondisi kerja ini meliputi kondisi kerja quantitative work overload, qualitative work overload, assembli line- hysteria , pengambilan keputusan, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja, dan kemajuan teknologi (technostres).


(24)

Pengertian dari masing-masing kondisi kerja tersebut adalah sebagai berikut :

1. Quantitative work overload

Work overload (beban kerja yang berlebihan) biasanya terbagi dua, yaitu quantitative dan qualitative overload. Quantitative overload adalah ketika kerja fisik pegawai melebihi kemampuan nya. Hal ini disebabkan karena pegawai harus menyelesaikan pekerjaan yang sangat banyak dalam waktu yang singkat. Qualitative overload terjadi ketika pekrejaan yang harus dilakukan oleh pegawai terlalu sulit dan kompleks.

2. Assembli line- hysteria

Beban kerja yang kurang dapat terjadi karena pekerjaan yang harus dilakukan tidak menantang atau pegawai tidak lagi tertarik dan perhatian terhadap pekerjaannya.

3. Pengambilan keputusan dan tanggungjawab

Pengambilan keputusan yang akan berdampak pada perusahaan dan pegawai sering membuat seorang manajer menjadi tertekan. Terlebih lagi apabila pengambilan putusan itu juga menuntut tanggungjawabnya, kemungkinan peningkatan stres juga dapat terjadi.


(25)

4. Kondisi fisik yang berbahaya

pekerjaan seperti SAR, Polisi, penjinak bom sering berhadapan dengan stres. Mereka harus siap menghadapi bahaya fisik sewaktu-waktu.

5. Pembagian waktu kerja

Pembagian waktu kerja kadang-kadang mengganggu ritme hidup pegawai sehari-hari, misalnya pegawai yang memperoleh jatah jam kerja berganti-ganti. Hal seperti ini tidak selalu berlaku sama bagi setiap orang yang ada yang mudah menyesuaikan diri, tetapi ada yang sulit sehingga menimbulkan persoalan.

6. Stres karena kemajuan teknologi (technostres). Technostres adalah kondisi yang terjadi akibat ketidakmampuan individu atau organisasi menghadapi teknologi baru.

b. Ambiguitas Dalam Berperan

Pegawai kadang tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh perusahaan, sehingga ia bekerja tanpa arah yang jelas. Kondisi ini akan menjadi ancaman bagi pegawai yang berada pada masa karier tengah baya, karena harus berhadapan dengan ketidakpastian. Akibatnya dapat menurunkan kinerja, meningkatkan ketegangan dan keinginan keluar dari pekerjaan

c. Faktor Interpersonal

Hubungan interpersonal dalam pekerjaan merupakan faktor penting untuk mencapai kepuasan kerja. Adanya dukungan sosial dari teman sekerja,


(26)

pihak manajemen maupun keluarga diyakini dapat menghambat timbulnya stres. Dengan demikian perlu kepedulian dari pihak manjemen pada pegawai agar selalu tercipta hubungan yang harmonis.

d. Perkembangan Karier

Pegawai biasnya mempunyai berbagai harapan dalam kehidupan karier kerjanya, yang ditujukan pada pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Apabila perusahaan tidak memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya : sistem promosi yang tidak jelas, pegawai akan merasa kehilangan harapan yang dapat menimbulkan gejala perilaku stres.

e. Struktur Organisasi

Struktur organisai berpotensi menimbulkan stres apabila diberlakukan secara kaku, pihak manajemen kurang memperdulikan inisiatif pegawai, tidak melibatkan pegawai dalam proses pengambilan keputusan dan tidak adanya dukungan bagi kreatifitas pegawai.

f. Hubungan antara pekerjaan dan rumah

Rumah adalah sebuah tempat yang nyaman yang memungkinkan membangun dan mengumpulkan semangat dari dalam diri individu untuk memenuhi kebutuhan luar. Ketika tekanan menyerang ketenangan seseorang, ini dapat memperkuat efek stres kerja. Denise Prosseau (dalam Rice, 1992). Spillover mengatakan kekurangan dukungan dari pasangan, konflik dalam rumah tangga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi stres dan karir.


(27)

3. Gejala Stres Kerja

Robbins (2005), mengelompokkan gejala stres kerja ke dalam tiga aspek, yaitu:

a. Gejala fisiologikal

Yang termasuk dalam simptom-simptom ini yaitu: 1) Sakit perut

2) Detak jantung meningkat dan sesak nafas 3) Tekanan darah meningkat

4) Sakit kepala 5) Serangan jantung

Simptom-simptom pada fisiologkal memang tidak banyak ditampilkan, karena menurut Robbin (2005) pada kenyataannya selain hal ini menjadi kontribusi terhadap kesukaran untuk mengukur stres kerja secara objektif. Hal yang lebih menarik lagi adalah simptom fisiologikal hanya mempunyai sedikit keterkaitan untuk mempelajari perilaku organisasi.

Berikut ini ada dua kategori simptom dari stres kerja yang lebih penting yaitu:

b. Gejala psikologikal

Adapun simptom-simptomnya sebagai berikut: 1) Kecemasan

2) ketegangan 3) Kebosanan


(28)

5) irritabilitas 6) menunda-nunda

Gejala-gejala psikis tersebut merupakan gejala yang paling sering dijumpai, dan diprediksikan dari terjadinya ketidakpuasan kerja. Pegawai kadang-kadang sudah berusaha untuk mengurangi gejala yang timbul, namun menemui kegagalan sehingga menimbulkan keputusasaan yang seolah-olah terus dipelajari, yang biasanya disebut dengan learned helplessness yang dapat mengarah pada gejala depresi Bodner & Mikulineer (dalam Robbin, 2005)

c. Gejala Perilaku

Yang termasuk dalam simptom-simptom perilaku yaitu:

1) Meningkatnya ketergantungan pada alkohol dan konsumsi rokok 2) Melakukan sabotase dalam pekerjaan

3) Makan yang berlebihan ataupun mengurangi makan yang tidak wajar sebagi perilaku menarik diri.

4) Tingkat absensi meningkat dan performansi kerja menurun 5) Gelisah dan mengalami gangguan tidur

6) Berbicara cepat.

Robbins, (2005) mengatakan bahwa gejala psikologikal akibat stres kerja adalah ketidakpuasan kerja yang lebih ditunjukkan dengan, kecemasan, ketegangan, kebosanan, irritabilitas dan menunda-nunda.

Gejala stres kerja menurut Terry B dan John N (dalam Rice, 1992), dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu :


(29)

a. Gejala Psikologis

1. Cemas, tegang, kebingungan, dan sensitif 2. Merasa frustasi, marah, dan kebencian 3. Hipersensitif emosi dan hiperaktif 4. Merasa tertindas

5. Berkurangnya efektifitas berkomunikasi 6. Menarik diri dan depresi

7. Merasa terisolasi dan terasing 8. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

9. Kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual 10. Kehilangan konsentrasi

11. Kehilangan spontanitas dan kreatifitas 12. Menurunnya Self-esteem

b. Gejala fisiologis

1. Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, 2. meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin,

3. gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), 4. mudah terluka,

5. mudah lelah secara fisik, 6. kematian,

7. gangguan kardiovaskuler, 8. gangguan pernafasan, 9. lebih sering berkeringat,


(30)

10. gangguan pada kulit, 11. kepala pusing, migrain, 12. kanker,

13. ketegangan otot,

14. problem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur). c. Gejala perilaku, meliputi :

1. Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, 2. penurunan prestasi dan produktivitas,

3. meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk,

4. perilaku sabotase,

5. meningkatnya frekuensi absensi,

6. perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), 7. kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan,

8. meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, 9. meningkatnya agresifitas, kriminalitas dan mencuri,

10. penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta

11. kecenderungan bunuh diri.

Carry Cooper dan Alison Straw (1995) membagi gejala stres kerja menjadi tiga yaitu :

1. Gejala fisik

Gejala stres menyangkut fisik bisa mencakup: nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan


(31)

terganggu, mencret- mencret, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala, salah urat, gelisah.

2. Gejala- gejala dalam wujud perilaku

Banyak gejala stres yang menjelma dalam wujud perilaku, mencakup:

a. Perasaan, berupa: bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, tak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal, tak menarik, kehilangan semangat.

b. Kesulitan dalam: berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat keputusan. c. Hilangnya: kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap orang

lain.

3. Gejala- gejala di tempat kerja

Sebagian besar waktu bagi pegawai berada di tempat kerja, dan jika dalam keadaan stres, gejala- gejala dapat mempengaruhi kita di tempat kerja, antara lain:

a. Kepuasan kerja rendah b. Kinerja yang menurun c. Semangat dan energi hilang d. Komunikasi tidak lancar e. Pengambilan keputusan jelek f. Kreatifitas dan inovasi berkurang


(32)

B. PROKRASTINASI 1. Pengertian Prokrastinasi

Prokrastinasi (procrastination) dalam literatur ilmiah psikologi diartikan sebagai perilaku yang tidak menghargai waktu. American College Dictionary (dalam Burka dan Yuen, 1983) menjelaskan tentang prokrastinasi sebagai menangguhkan suatu tindakan untuk melaksanakan suatu tugas yang akan dilaksanakan pada waktu atau hari lainnya. Menurut kamus American Heritage Dictionary of the English Language : Fourth Edition (2000), perilaku penundaan adalah tidak mengerjakan tugas, menunda atau membatalkan mengerjakan sesuatu. Pendapat ini sejalan dengan ulasan Ellis dan Knaus (dalam the procrastination work book, 2010) yang mendefinisikan prokrastinasi sebagai suatu kegagalan untuk memulai maupun menyelesaikan suatu pekerjaan atau aktivitas pada waktu yang telah ditentukan. Solomon & Rothblum, 1984 (dalam Andrew J. Howell & David C. Watson, 2007) mengatakan bahwa prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan tugas secara menyeluruh untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, serta sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-pertemuan. Prokrastinasi juga merupakan kebiasaan atau dengan sengaja menunda dan karena suatu alasan tertentu dianggap sebagai perilaku yang patut dicela seperti kemalasan atau pengabaian tanggungjawab (Websters Third International Dictionary dalam Benard, 1992).


(33)

Ferrari, Johnson, dan Mc.Cown (dalam Yakub, 2000) menambahkan, bahwa prokrastinasi adalah perilaku menunda yang dilakukan oleh individu dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang menyebabkan perasaan yang tidak nyaman. Solomon dan Rothblum, (1984) juga mengatakan bahwa suatu perilaku penundaan yang dilakukan oleh individu dapat dikatakan suatu prokrastinasi apabila perilaku penundaan itu dilakukan oleh individu pada tugas yang penting dan dilakukan berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan perasaan tidak nyaman pada diri individu.

Menurut Johnson dan Bloom (dalam steel, 2004) perilaku penundaan adalah perilaku menunda penyelesaian sebuah tugas karena perasaan tidak nyaman yang dialami individu. Steel (2004) mengemukakan bahwa perilaku penundaan adalah perilaku menunda suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja walaupun penundaan ini dapat membuat hasil yang tidak maksimal.

Menurut Ferrari et.al (1995) menyimpulkan bahwa pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai sudut pandang yaitu 1).prokrastinasi adalah setiap perbuatan untuk menunda mengerjakan tugas tanpa mempermasalahkan tujuan dan alasan penundaan 2). Prokrastinasi sebagai suatu pola perilaku (kebiasaan) yang mengarah kepada trait, penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon yang menetap seseorang dalam menghadapi tugas dan biasaanya disertai dengan keyakinan yang irrasional 3). Prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, tidak hanya perilaku menunda tetapi melibatkan struktur mental yang saling terkait.


(34)

2. Sumber Perilaku Prokrastinasi

Sumber-sumber yang dapat mempengaruhi perilaku prokrastinasi pada pegawai dikategorikan menjadi dua macam menurut Burka & Yuen (dalam LaForge, 2008 & Steele, 2007) yaitu sumber internal dan sumber eksternal.

1. Sumber internal

Sumber-sumber yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi perilaku prokastinasi pada pegawai. Sumber-sumber itu meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis dari individu, yaitu:

a. Kondisi fisik individu

Faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi munculnya prokastinasi pada pegawai adalah berupa keadaan fisik dan kondisi kesehatan individu misalnya kelelahan. Seseorang yang mengalami kelelahan akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan prokastinasi daripada yang tidak (Bruno, 1998; Millgram, dalam Ferrari dkk, 1995 dalam Erikha, 2009). Tingkat intelegensi yang dimiliki seseorang tidak mempengaruhi perilaku prokastinasi, walaupun prokastinasi sering disebabkan oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irrasional yang dimiliki seseorang Ferrari (dalam Blunt, 1998).

b. Kondisi psikologis pegawai.

Menurut Millgram, dkk (dalam Rizvi, 1998), trait kepribadian individu yang turut mempengaruhi munculnya perilaku prokrastinasi, misalnya trait kemampuan sosial yang tercermin dalam self regulation dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial, Janssen dan Carton (1999).


(35)

Besarnya motivasi yang dimiliki seorang pegawai juga akan mempengaruhi prokastinasi secara negatif, dimana semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki pegawai ketika menghadapi tugas, akan semakin rendah kecenderungannya untuk pegawai melakukan prokastinasi (Briordy, dalam Ferrari, dkk, 1995). Steele (2007) menambahkan, kebencian kepada tugas, cemas akan kegagalan, depresi atau yang berkaitan dengan mood, kekurangan energi atau tingkat motivasi yang rendah, masalah pada manajemen tugas, pemberontakan, menikmati bekerja dibawah tekanan dan impulsif juga termasuk dalam kategori sumber prokrastinasi instrinstik pada kondisi psikologis pegawai.

2. Sumber eksternal

Fakor-faktor yang terdapat di luar diri pegawai yang mempengaruhi perilaku prokastinasi antara lain berupa tugas yang terlalu banyak atau terlalu sedikit, tekanan dari atasan dan waktu yang diberikan untuk melaksanakan tugas-tugas. lingkungan yang kondusif juga menjadi suber penyebab perilaku prokrastinasi Steele (2007).

3. Penyebab Perilaku prokrastinasi

Bernard (1992) mengemukakan ada 10 penyebab seseorang melakukan perilaku prokrastinasi. Kesepuluh penyebab perilaku prokrastinasi tersebut adalah :

a. Kecemasan

Bernard menyatakan bahwa kecemasan yang dialami oleh seseorang dipengaruhi oleh stressful attitude orang tersebut. stressful attitude


(36)

merupakan sikap dan kognisi seseorang akan kejadian yang mereka alami. Individu cenderung menilai bahwa situasi-situasi yang dihadapinya membawa ancaman dan berpotensi menimbulkan stres bagi dirinya. Hal ini mengakibatkan respon emosional individu berupa kecemasan meningkat. Bernard juga menyatakan semakin tinggi tingkat kecemasan yang dialami oleh individu maka semakin tinggi pula kecenderungannya untuk melakukan perilaku prokrastinasi.

b. Kurangnya penghargaan akan diri (self-depreciation)

Bernard (1992) menyatakan bahwa terdapat sebagian orang yang memiliki kecenderungan self-depreciation yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Individu dengan self-depreciation tinggi mudah menyalahkan diri sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu penting. Ketika ada sesuatu yang sedikit saja berjalan dengan tidak semestinya, individu ini menyalahkan dirinya sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu penting. Individu mengalami kesulitan dalam menyusun rencana dan arah tujuan hidupnya. Saat individu melakukan penundaan, individu semakin merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri dan ini akan semakin mempersulitnya dalam melakukan pekerjaannya.

c. Rendahnya toleransi terhadap ketidakyakinan (low discomfort tolerance) Ketika menghadapi tugas yang membosankan ataupun sulit untuk dikerjakan ada sebagian orang yang menjadi sangat tertekan sementara oranglain tidaklah menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang sangat menekan. Individu yang lebih mudah mengalami frustasi dan memiliki


(37)

toleransi terhadap ketidaknyamanan yang lebih rendah dibandingkan orang lain saat menghadapi stressor yang sama disebut Bernard (1992) sebagai ‘sensation sensitive’. Individu yang sensation sensitive ini terbiasa menghindari dan menarik diri dari tugas-tugas yang ia rasa menimbulkan frustasi.

d. Pencarian kesenangan (pleasure seeking)

Individu dengan pleasure seeking yang tinggi menolak mengorbankan kesenangannya untuk mengerjakan suatu tugas sekalipun tugas itu penting. e. Disorganisasi waktu (time disorganization)

Individu dapat menunda melakukan pekerjaannya karena tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakannya, namun dapat pula disebabkan terlalu banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia.

f. Disorganisasi lingkungan (environmental disorganization)

Lingkungan yang terlalu bising dan terlalu banyak gangguan akan mengakibatkan sulitnya berkonsentrasi pada individu sehingga membuat individu menunda melakukan pekerjaannya. Lingkungan yang berantakan dan penyimpanan dokumen-dokumen mengenai tugas yang tidak rapi juga dapat menghambat seseorang untuk dapat segera mngerjakan tugasnya. g. Rendahnya pendekatan terhadap tugas ( poor task approach)

Bila seseorang tidak mengerti bagaimana mengawali atau bagaimana mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya maka hal ini dapat membuat seseorang menunda mengerjakan tugas tersebut.


(38)

h. Kurangnya asertifitas (lack of assertion)

Individu yang sulit berkata “tidak” atau sulit untuk menolak permintaan orang lain, walaupun sebenarnya ia tak memiliki cukup waktu untuk melakukan permintaan tersebut karena harus mengerjakan pekerjaan lainnya, akan membuat individu semakin sulit mengatur waktunya dan harus menunda salah satu dari pekerjaan yang sebenarnya harus dikerjakan.

i. Kekerasan terhadap orang lain (hostility with others)

Perilaku menunda dapat juga didorong oleh faktor kemarahan individu terhadap orang lain. Kemarahan itu dapat berupa menolak untuk bekerja sama dengan orang tersebut ataupun menunda melakukan tugas yang diperintahkan dan diharapkan oleh orang tersebut.

j. Stres dan kelelahan

Stres dan kelelahan ini seringkali menimbulkan kecenderungan pada individu untuk menunda melakukan tugasnya.

4. Karakteristik Perilaku Prokrastinasi

Ferrari et al (1995), mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu berupa:

a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang


(39)

Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas, karena melakukan hal-hal lain

yang tidak dibutuhkan.

Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokratinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi. c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana-rencana yang telah dia tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri, akan


(40)

tetapi ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai.

d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan

tugas yang harus dikerjakan.

Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.

C. HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI DENGAN STRES KERJA

PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL

Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Menurut Beer dan Newman (dalam Luthans, 1998), stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas yang terjadi dalam perusahaan.

Stres kerja menurut Kahn, dkk (dalam Cooper, 2003) merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan


(41)

variabel-variabelnya saling berkaitan. Selye (dalam Rice, 1992) menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa gejala pada fisiologis, psikologis, dan perilaku.

Terry B dan John N menyatakan gejala stres kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu gejala psikologis seperti : hipersensitif emosi dan hiperaktif, merasa frustasi, marah, dan kebencian, cemas, tegang, kebingungan dan sensitive, merasa tertindas, berkurangnya efektifitas berkomunikasi, menarik diri dan depresi, merasa terisolasi dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual, kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreatifitas, menurunnya self-esteem. Sedang gejala fisiologis seperti : meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur). Serta gejala perilaku seperti : Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, kecenderungan bunuh diri, meningkatnya agresifitas, kriminalitas dan mencuri, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, serta penurunan prestasi dan produktivitas.


(42)

Banyak hal yang dapat menyebabkan pegawai mengalami stres kerja, seperti yang dikatakan oleh (Rice, 1992) ada beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja, salah satunya adalah kondisi kerja, seperti people decisions, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja, kemajuan teknologi (technostres), beban kerja yang kurang (work underload) dan beban kerja yang berlebihan (work overload).

Seringkali beban kerja yang berlebihan (work overload) diakibatkan oleh pegawai sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun terkadang pegawai menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit (Bernard, 1992). Pada umumnya pegawai yang menunda-nunda mengerjakan tugasnya akan merasa terbebani dengan pekerjaan yang menumpuk dan dikejar batas waktu pekerjaan yang harus terselesaikan dan target harus terpenuhi, padahal pekerjaan tersebut tertunda, kemudian hal itu akan menyebabkan pegawai mengalami stres kerja. Tidak hanya itu, pegawai yang menunda-nunda tersebut juga memiliki kekhawatiran, depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding pegawai yang tidak melakukan penundaan, sehingga tidak heran bila tingkat stres yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang lebih buruk dimiliki oleh mereka yang suka menunda-nunda tugas (Tice & Baumeister, 1997).

Menunda-nunda atau sering juga disebut sebagai prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara menyeluruh untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat pada


(43)

waktunya, serta sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-pertemuan (Solomon & Rothblum, 1984). Steel (2004) juga mengatakan bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku menunda suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja yang dapat membuat hasil yang tidak maksimal. Ferrari, Johnson, dan Mc.Cown (1977) juga menambahkan, bahwa prokrastinasi adalah perilaku menunda yang dilakukan oleh individu dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang menyebabkan perasaan yang tidak nyaman.

Bernard (1992) mengemukakan ada 10 penyebab seseorang melakukan perilaku prokrastinasi antara lain : kecemasan terhadap apa saja yang sedang dihadapinya. Bernard menyatakan bahwa kecemasan yang dialami oleh seseorang dipengaruhi oleh stressful attitude orang tersebut. Stressful attitude merupakan sikap dan kognisi seseorang akan kejadian yang mereka alami. Individu cenderung menilai bahwa situasi-situasi yang dihadapinya membawa ancaman dan berpotensi menimbulkan stres bagi dirinya. Hal ini mengakibatkan respon emosional individu berupa kecemasan meningkat. Bernard juga menyatakan semakin tinggi tingkat kecemasan yang dialami oleh individu maka semakin tinggi pula kecenderungannya untuk melakukan perilaku prokrastinasi. Kemudian kurangnya penghargaan akan diri (self-depreciation), Bernard (1992) menyatakan bahwa terdapat sebagian orang yang memiliki kecenderungan self-depreciation yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Individu dengan self-depreciation tinggi mudah menyalahkan diri sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu penting. Ketika ada sesuatu yang sedikit saja berjalan dengan tidak semestinya, individu ini menyalahkan dirinya sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu


(44)

penting. Individu mengalami kesulitan dalam menyusun rencana dan arah tujuan hidupnya. Saat individu melakukan penundaan, individu semakin merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri dan ini akan semakin mempersulitnya dalam melakukan pegawaiannya.

Penyebab ketiga yaitu rendahnya toleransi terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang sedang dihadapinya (low discomfort tolerance). Ketika menghadapi tugas yang membosankan ataupun sulit untuk dikerjakan ada sebagian orang yang menjadi sangat tertekan sementara oranglain tidaklah menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang sangat menekan. Individu yang memiliki toleransi terhadap ketidaknyamanan yang lebih rendah akan mudah mengalami frustasi jika dibandingkan dengan orang lain saat menghadapi stressor yang sama disebut Bernard (1992) sebagai ‘sensation sensitive’. Individu yang sensation sensitive ini terbiasa menghindari dan menarik diri dari tugas-tugas yang ia rasa menimbulkan frustasi.

Penyebab yang keempat yaitu pencarian kesenangan (pleasure seeking). Individu dengan pleasure seeking yang tinggi menolak mengorbankan kesenangannya untuk mengerjakan suatu tugas sekalipun tugas itu penting. Penyebab yang kelima yaitu disorganisasi waktu (time disorganization). Individu dapat menunda melakukan pekerjaannya karena tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakannya, namun dapat pula disebabkan terlalu banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia. Penyebab berikutnya yaitu disorganisasi lingkungan (environmental disorganization). Lingkungan yang terlalu bising dan terlalu banyak gangguan akan mengakibatkan sulitnya berkonsentrasi pada individu


(45)

sehingga membuat individu menunda melakukan pekerjaannya. Lingkungan yang berantakan dan penyimpanan dokumen-dokumen mengenai tugas yang tidak rapi juga dapat menghambat seseorang untuk dapat segera mngerjakan tugasnya.

Penyebab yang kelima adalah kurangnya pemahaman terhadap tugas ( poor task approach). Bila seseorang tidak mengerti bagaimana mengawali atau bagaimana mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya maka hal ini dapat membuat seseorang menunda mengerjakan tugas tersebut. Kemudian adalah kurangnya asertifitas (lack of assertion) yaitu individu yang sulit berkata “tidak” atau sulit untuk menolak permintaan orang lain, walaupun sebenarnya ia tak memiliki cukup waktu untuk melakukan permintaan tersebut karena harus mengerjakan pekerjaan lainnya, akan membuat individu semakin sulit mengatur waktunya dan harus menunda salah satu dari pekerjaan yang sebenarnya harus dikerjakan.

Penyebab kesembilan adalah kekerasan terhadap orang lain (hostility with others) . Perilaku menunda dapat juga didorong oleh faktor kemarahan individu terhadap orang lain. Kemarahan itu dapat berupa menolak untuk bekerja sama dengan orang tersebut ataupun menunda melakukan tugas yang diperintahkan dan diharapkan oleh orang tersebut dan penyebab terakhir adalah stres dan kelelahan. Stres dan kelelahan ini seringkali menimbulkan kecenderungan pada individu untuk menunda melakukan tugasnya.

Kesepuluh uraian menurut Bernard (1992) yang telah diuraikan sebelumnya adalah merupakan hal yang dapat menyebabkan seseorang menunda-nunda atau prokrastinasi terhadap tugasnya sehingga pegawai seringkali tidak


(46)

menyelesaikan tugas tepat waktu atau menyelesaikannya secara terburu-buru serta memperoleh hasil yang maksimal. (Flett, Blankstein & Martin; Melia-Gordon dan Pychyl; Tice & Baumeister (dalam Sirois, 2004)) menambahkan bahwa perilaku prokrastinasi juga dapat mempertinggi stres pada pegawai. Djamarah (2002), menemukan bahwa akibat menunda-nunda menyelesaikan tugas, banyak individu yang gelisah seperti tidur kurang nyenyak, duduk tidak tenang, berjalan terburu-buru, istirahat tidak sepenuhnya dapat dinikmati.

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Dalam penelitian ini diajukan sebuah hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dikemukakan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

“Ada hubungan positif antara prokrastinasi dengan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil (PNS)”.

Semakin tinggi prokrastinasi maka akan semakin tinggi stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sebaliknya semakin rendah prokrastinasi maka akan semakin rendah stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil (PNS).


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Adapun variabel yang terlibat pada penelitian ini antara lain:

Variabel Bebas : Prokrastinasi

Variabel Tergantung : Stres Kerja

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional digunakan untuk memberikan batasan arti suatu variable dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variable tersebut (Kerlinger, 1995). Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan definisi untuk setiap variable pada penelitian ini, maka definisi operasional dari penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Prokrastinasi.

Prokrastinasi adalah suatu perilaku menunda baik dalam memulai maupun menyelesaikan suatu aktivitas atau tugas penting seperti tugas yang wajib dilakukan oleh pegawai pada sebuah instansi, penundaan itu berupa melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas yang dipandang menyenangkan dan mendatangkan hiburan, sehingga menyebabkan tugas menumpuk dan keterlambatan dalam menyelesaikan tugas, yang diukur dengan


(48)

menggunakan angket atau kuesioner. Prokrastinasi pada Pegawai Negeru Sipil (PNS) diukur melalui skala yang disusun berdasarkan karakteristik prokrastinasi yang dikemukakan oleh Ferrari et al (1995). Dimana semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang menunjukkan semakin tinggi prokrastinasi yang dimilikinya.

2. Stres Kerja

Stres kerja adalah suatu kondisi yang menimbulkan reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku yang muncul akibat dari interaksi antara individu dengan lingkungan kerja mereka, dimana individu merasakan lingkungan kerjanya sebagai ancaman atau tantangan yang dapat mengganggu situasi kerja dan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Stres kerja ini diukur dengan menggunakan metode skala yang terdiri dari gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku yang disusun berdasarkan gejala-gejala stres kerja menurut Terry B dan John N (dalam Rice, 1992), dimana semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang berarti semakin tinggi stres kerja yang dimilikinya.

C. Populasi dan metode pengambilan sampel 1. Populasi dan sampel

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu hendak digeneralisasikan (Hadi, 2002).


(49)

Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Pegawai Ngeri Sipil (PNS) yang bekerja di Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Peneliti akan meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di dinas kesehatan propinsi sumatara utara.

2. Metode pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Teknik Probability, yaitu teknik yang memberi peluang/ kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik Probability yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sampling Aksidental (Incidental Sampling), yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, dimana setiap subjek yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila orang tersebut memenuhi kriteria sampel penelitian (Sugiyono, 2006).

3. Jumlah Sampel Penelitian

Menurut Azwar (2000), secara tradisional statistika menganggap bahwa jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Hadi (2000) menyatakan bahwa menetapkan jumlah sampel yang banyak lebih baik daripada menetapkan jumlah sampel yang sedikit. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 100 orang.


(50)

D. Metode pengumpulan data.

Penelitian ini menggunakan metode skala. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa konstrak atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2004).

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunkan dua skala, yaitu skala prokrastinasi dan skala stres kerja.

1. Skala prokrastinasi

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala prokrastinasi yang diukur dengan menggunakan 4 (empat) karakteristik dari prokrastinasi menurut Ferrari et al (1995). Skala prokrastinasi ini dibuat oleh peneliti berdasarkan karakteristik prokrastinasi Ferrari et al (1995), yaitu adanya penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan tugas, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, adanya kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual dalam

mengerjakan tugas, adanya kecenderungan untuk melakukan aktivitas lain yang

lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Jika nilai skala dari keempat karakteristik tersebut tinggi maka prokrastinasi tersebut bernilai negatif, sedangkan jika nilai skala dari keempat dimensi tersebut rendah maka prokrastinasi tersebut bernilai positif.

Skala ini dikembangkan dengan menggunakan model likert yang terdiri dari 54 butir pernyataan. Aitem-aitem dalam skala ini menggunakan pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk aitem yang favorabel, pilihan


(51)

SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang unfavorabel pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat.

Berikut adalah blue print yang menyajikan distribusi aitem-aitem skala prokrastinasi :

Table 1

Karakteristik

Distribusi susunan aitem-aitem skala prokrastinasi Nomor Aitem

Jumlah Persen (%)

Favorabel Unfavorabel

1. Adanya penundaan dalam

memulai maupun menyelesaikan tugas

1, 5, 23, 27, 31, 33

12, 16, 20, 30, 35

11 20

2. keterlambatan dalam

mengerjakan tugas.

9, 13, 17 2, 6, 24, 28 7 20

3. Adanya kesenjangan

waktu antara rencana dengan kinerja actual dalam mengerjakan tugas.

3, 7, 21, 25 10, 14, 18 7 20

4. Adanya kecenderungan

untuk melakukan aktivitas

lain yang lebih

menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

11, 15, 19, 29

4, 8, 22, 26, 32, 34

10 20


(52)

2. Skala stres kerja

Skala stres kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan gejala-gejala stres kerja menurut Terry B dan John N (dalam Rice, 1992). Gejala-gelaja nya meliputi ; 1. Gejala Psikologis yaitu Cemas, tegang, kebingungan, dan sensitive, Merasa frustasi, marah, dan kebencian, Hipersensitif emosi dan hiperaktif, Merasa tertindas, Berkurangnya efektifitas berkomunikasi, Menarik diri dan depresi, Merasa terisolasi dan terasing, Kebosanan dan ketidakpuasan kerja, Kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual, Kehilangan konsentrasi, Kehilangan spontanitas dan kreatifitas, Menurunnya Self-esteem. 2. Gejala fisiologis yaitu Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur). 3. Gejala perilaku yaitu Menunda atau menghindari pegawaian atau tugas, penurunan prestasi dan produktivitas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, meningkatnya agresifitas, kriminalitas dan mencuri, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan bunuh diri.


(53)

Skala ini dikembangkan dengan menggunakan model likert yang terdiri dari 45 butir pernyataan. Aitem-aitem dalam skala ini menggunakan pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk aitem yang favorabel, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang unfavorabel pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat.

Berikut adalah blue print yang menyajikan distribusi aitem-aitem skala prokrastinasi :

Tabel 2

Tabel 2. Distribusi Aitem-aitem Skala Stres Kerja

Aspek Nomor Item Jumlah Persen

(%) Favorabel Unfavorabel

FISIOLOGIS 1, 7, 13, 19, 25, 31

4, 10, 16, 22, 28, 34

12 30

PSIKOLOGIS 3, 9, 15, 21, 27, 33, 40

6, 12, 18, 24, 30, 36, 38

14 35

PERILAKU 5, 11, 17, 23, 29, 35, 37

2, 8, 14, 20, 26, 32, 39

14 35

Total 40 100

E. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2006). Uji coba skala


(54)

dilakukan dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki karakteristik hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian. Berdasarkan daya beda item dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang diperoleh melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 15.0 for windo ws. Item yang memiliki daya beda cukup tinggi akan dihitung reliabilitasnya dengan menggunakan reliabilitas koefisien Alpha yang diperoleh melalui analisis data dengan menggunakan SPSS version 15.0 for windows. Item-item dalam skala yang memiliki daya beda cukup tinggi dan reliabel akan digunakan untuk mengukur stres kerja dan perilaku prokrastinasi.

1. Uji Validitas

Azwar (2000) mendefinisikan validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes. Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity).

Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item yang dilihat dari isinya dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal sehingga aitem-aitem yang telah dikembangkan memang mengukur (representatif bagi) apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).


(55)

2. Uji Daya Beda Item

Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda item. Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur (Azwar, 2000). Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2000). Uji daya beda item ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini adalah skala stres kerja dan perilaku prokrastinasi.

3. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Pengujian reliabilitas terhadap hasil skala dilakukan bila item-item yang terpilih lewat prosedur analisis item telah dikompilasi menjadi satu. Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antaritem atau antarbagian dalam skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000).

Penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 14.0 For windows.


(56)

F. Hasil Uji Coba

Uji coba skala proses pengambilan keputusan membeli dan skala citra department store dilakukan pada 98 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

1. Hasil Uji Coba Skala Prokrastinasi

Hasil uji coba skala proses pengambilan keputusan membeli menghasilkan 30 item yang diterima dari 35 item yang diujicobakan. Indeks diskriminasi item rix ≥ 0.3 dengan koefisien reliabilitas rxx = 0.929. Indeks item yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari rix = 0.319 sampai dengan rix=0.759.

Tabel 3.

Karakteristik

Distribusi item skala prokrastinasi setelah uji coba

Nomor Aitem

Jumlah

Favorabel Unfavorabel

1. Adanya penundaan dalam memulai

maupun menyelesaikan tugas

23, 27, 31, 12, 16, 20, 30, 35

8

2. keterlambatan dalam mengerjakan

tugas.

9, 13, 17 2, 6, 24, 28 7

3. Adanya kesenjangan waktu antara

rencana dengan kinerja actual dalam mengerjakan tugas.

7, 21, 25 10, 14, 18 6

4. Adanya kecenderungan untuk

melakukan aktivitas lain yang lebih

menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

11, 15, 19, 29

4, 8, 22, 26, 34 9


(57)

Tabel 4

Karakteristik

Distribusi item skala prokrastinasi untuk penelitian

Nomor Aitem

Jumlah

Favorabel Unfavorabel

5. Adanya penundaan dalam memulai

maupun menyelesaikan tugas

20, 24, 28, 9, 13, 17, 27, 30 8

6. keterlambatan dalam mengerjakan

tugas.

6, 10, 14 1, 3, 21, 25 7

7. Adanya kesenjangan waktu antara

rencana dengan kinerja actual dalam mengerjakan tugas.

4, 18, 22 7, 11, 15 6

8. Adanya kecenderungan untuk

melakukan aktivitas lain yang lebih

menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

8, 12, 16, 26

2,5, 19, 23, 29 9

Total 13 17 30

2. Hasil Uji Coba Skala stres kerja

Hasil uji coba skala proses pengambilan keputusan membeli menghasilkan 24 item yang diterima dari 40 item yang diujicobakan. Indeks diskriminasi item rix ≥ 0.275 dengan koefisien reliabilitas rxx = 0.884. Indeks item yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari rix = 0.294 sampai dengan rix=0.275


(58)

Tabel 5.

Aspek

Distribusi item skala stres kerja setelah uji coba

Nomor Item Jumlah Persen

(%) Favorabel Unfavorabel

FISIOLOGIS 7, 13, 19, 25, 31

4, 28, 7 30

PSIKOLOGIS 3, 9, 15, 21, 27, 33, 40

6, 24, 30, 36, 11 35

PERILAKU 17, 23, 35, 37 26, 32 6 35

Total 24 100

Tabel 6.

Aspek

Distribusi item skala citra department store untuk penelitian

Nomor Item Jumlah

Favorabel Unfavorabel

FISIOLOGIS 4, 6, 9, 13, 18 2, 16 7

PSIKOLOGIS 1, 5, 7, 10, 15, 20, 24

3, 12, 17, 22 11

PERILAKU 8, 11, 21, 23 14, 19 6

Total 24

G. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, antara lain :

a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari skala prokrastinasi dan skala stres kerja dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah


(59)

dibantu oleh professional judgement. Peneliti membuat 35 item untuk skala prokrastinasi dan 40 item untuk skala stres kerja. Skala prokrastinasi dan skala stres kerja dibuat dalam bentuk lembaran ukuran kertas A4 dan setiap pernyataan memiliki 4 alternatif jawaban sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

b. Permohonan izin

Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, terlebih dahulu diawali dengan pengurusan surat izin untuk pengambilan data.

c. Uji coba alat ukur

Uji coba dilaksanakan pada tanggal 30 juni sampai 06 Juli 2010 kepada Pegawai Negeri Sipil. Total skala yang akan disebar berjumlah 320 eksemplar, dengan perincian 100 eksemplar untuk skala uji coba prokrastinasi, 100 eksemplar untuk uji coba skala stres kerja, 100 eksemplar skala pengambilan data penelitian untuk prokrastinasi dan 100 eksemplar skala pengambilan data untuk stres kerja.

d. Revisi alat ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 100 subjek, peneliti menguji reliabilitas skala prokrastinasi dan skala stres kerja dengan menggunakan koefisien reliabilitas Alpha dari Cronbach dengan bantuan aplikasi program SPSS 14.0 for windows. Setelah diketahui item-item yang reliabel, peneliti kemudian menjadikan item-item tersebut sebagai skala yang akan digunakan untuk mengambil data penelitian.


(60)

2. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 09 Agustus 2010 sampai 10 Agustus 2010. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 orang.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah skala terkumpul, maka data hasil penelitian dari skor skala prokrastinasi dan skala stres kerja kemudian diolah dan dianalisis dengan bantuan program komputer SPSS 14.0 for windows.

H. Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS for windows versi 18.0. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai p > 0,05.

2. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak dianalisis itu mengikuti garis lurus. Jadi peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel,


(61)

akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel lainnya. Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan uji F dengan nilai p < 0.05.


(62)

BAB IV

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil tambahan penelitian.

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian berjumlah 100 orang Pegawai Negeri Sipil Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hal tersebut didapatkan gambaran subjek penelitian menurut jenis kelamin dan usia.

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7.

Jenis Kelamin

Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin

Jumlah (N) Persentase

Laki-laki 32 32 %

Perempuan 68 68 %


(63)

Dilihat dari tabel 7 menunjukkan bahwa ternyata subjek terbanyak pada jenis kelamin perempuan yang berjumlah 68 orang (68%), sedangkan yang paling sedikit adalah subjek berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 32 orang (32%).

2. Usia Subjek Penelitian

Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini:

Tabel 8.

Usia

Penyebaran subjek berdasarkan usia

Jumlah (N) Persentase

22-29 18 18 %

30-39 23 23 %

40-49 34 34 %

50-55 25 25 %

Jumlah 100 100%

Dilihat dari tabel 8 menunjukkan bahwa ternyata subjek terbanyak pada usia 40-49 tahun sebanyak 34 orang (34 %), urutan kedua usia 50-55 tahun sebanyak 25 orang (25 %), yang terbanyak ke tiga 30-39 tahun sebanyak 23 orang (23 %) dan yang paling sedikit pada usia 22-29 tahun sebanyak 18 orang (18 %).


(64)

B. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi a. Uji normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian terdistribusi secara normal. Uji normalitas sebaran menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Kaidah yang digunakan yaitu jika p > 0,05 maka sebaran data normal, sedangkan jika p < 0,05 maka sebaran data tidak normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9.

Uji normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov

Variabel Nilai Z Nilai p Keterangan

Prokrastinasi 0.740 0.751 Sebaran Normal

Stress Kerja 0.751 0.625 Sebaran Normal

Data dikatakan terdistribusi normal jika harga ρ > 0.05. Berdasarkan tabel 9 diatas, diperoleh nilai Z Prokrastinasi = 0.740 dan Stress Kerja = 0.625 dengan masing-masing nilai ρ > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian telah terdistribusi normal.

b. Uji linieritas

Uji linieritas digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

prokrastinasi dengan variabel stres kerja, apakah data variabel prokrastinasi berkorelasi linear dengan variabel stres kerja. Uji linearitas dilakukan dengan


(65)

menggunakan uji F, diperoleh nilai F sebesar 63.283. Variabel bebas (prokrastinasi) dapat dikatakan memiliki hubungan yang linier terhadap variabel tergantung (stres kerja) apabila memiliki nilai p < 0,05 untuk linierity dan p > 0,05 untuk deviation from linierity. Hasil uji linieritas dapat dilihat pada tabel 10 berikut.

Tabel 10. Hasil Uji Linieritas

Variabel Linierity Deviation from Linearity Keterangan Prokrastinasi *

Stress Kerja

0.000 0.589 Hubungan linier

Berdasarkan tabel 10 di atas diperoleh bahwa nilai linierity adalah p= 0.000 (p<0.05) dan nilai p untuk deviation from linierity adalah 0.589 (p>0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara prokrastinasi dengan stres kerja.


(1)

(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pertama akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini, yang kemudian dilanjutkan dengan saran-saran praktis dan metodologis yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian mendatang yang berhubungan dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian dan analisa data maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hipotesa penelitian diterima, bahwa ada hubungan positif antara prokrastinasi dan stres kerja pada pegawai negeri sipil. Kedua variabel ini memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.631 dengan (p<0.01). Hal ini berarti jika prokrastinasi tinggi maka stres kerja juga tinggi.

2. Subjek penelitian yang melakukan prokrastinasi tergolong tinggi sebesar 48 % dan sebesar 52 % dari subjek penelitian yang melakukan prokrastinasi yang tergolong sedang dan tidak ada subjek penelitian yang melakukan prokrastinasi yang tergolong rendah.


(3)

33 % dari subjek penelitian yang memiliki stres kerja yang sedang dan tidak ada subjek penelitian yang memiliki stres kerja yang rendah.

B. Saran

Pada bagian ini peneliti akan mengakhirinya dengan memberikan saran, mengingat penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran-saran berikut ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan kelanjutan studi ilmiah dan berguna bagi pihak marketer khususnya pengelola department store.

1. Saran Metodologis

Berdasarkan hasil penelitian ini, bagi pihak-pihak yang berminat dengan penelitian sejenis atau untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:

a. Prokrastinasi dan stres kerja memiliki hubungan yang sangat signifikan r=0.631 dengan p<0.01. Bagi penelitian selanjutnya dapat lebih memperhatikan hal-hal lain yang lebih spesifik antara kedua variabel yang saling berhubungan seperti beban kerja, dan sebagainya atupun melakukan penelitian analisis penyebab perilaku prokrastinasi dan stres kerja pada pegawai negeri sipil.

b. Bagi penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian yang tidak hanya berfokus pada pegawai negeri sipil di Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi


(4)

pegawai negeri sipil pada satu dinas saja yaitu Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.

2. Saran Praktis

Bagi manajemen instansi dinas kesehatan propinsi sumatera utara disarankan untuk memperhatikan permasalahan yang dialami oleh pegawai khususnya yang berkaitan dengan prokrastinasi dan stres kerja. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian ini, lebih banyak pegawai yang mengalami stres kerja yang tergolong tinggi, hal ini dapat merugikan bagi instansi maupun pegawai sendiri.


(5)

Tice, Dianne M & Baumeister, Roy F. (1997). Longitudinal Study of Procrastination, Performance, Stress, and Health: The Costs and Benefits of Dawdling. Case Western Reserve University : American Psychological Society

Rice L, Philip, (1992). Srtess and Health. California : Grooks/scole publishing company

Musanef, 1986, Mantjemen Kepegawaian di Indonesia, Gunung Agung, Jakarta.

Rini, Jacinta F. (2002). Stres Kerja.[Online]. Diakses pada tanggal 21 april 2009 melalui

Morgan, C.T., King, RA., Weiz, JR., & Schopler, J. (1986). Introduction tp Psychology, Sixth Edition. New York ; Mc.Graw Hill

Bernard, M.E. (1992). Procrastination Later. Australia: Australia Print Group. Howell, Andrew J & Watson, David C (2007). Procrastination: Associations

with achievement goal orientation and learning strategies.[Online]. Diakses pada tanggal 22 april 2009 melalui

Steel, Piers. (2004). The nature of procrastination. Canada: University of Calgary. Ferrari, J.R., Johnson, J.L., &. McCown, W.G. (1995) Procrastination and task

avoidance: Theory, research, and treatment. New York: Plenum Press. Steel, Piers. (2007). The Nature of Procrastination: A Meta-Analytic and

Theoretical Review of Quintessential Self-Regulatory Failure. Canada : University of Calgary

Burka, J.B.& Yuen, L.M. (2008). PROCRASTINATION : Why You Do It, What to Do About It No. United States of America : Da Capo Press A Member of the Perseus Books Group


(6)

Sirois, F.M., (june, 2004. Vol 3). Procrastination and counterfactual thinking: Avoiding what might have been. Leicester: The British Journal of Social Psychology.

Luthans, F.(1998). Organisasi Behaviour, Eight Edition. New York : Mc.Graw Hill.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Persepsi Terhadap Disiplin Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI KERJA DENGAN STRES KERJA PADA PNS Hubungan antara Prokrastinasi Kerja dengan Stres Kerja pada PNS.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI KERJA DENGAN STRES KERJA PADA PNS Hubungan antara Prokrastinasi Kerja dengan Stres Kerja pada PNS.

0 4 17

PENDAHULUAN Hubungan antara Prokrastinasi Kerja dengan Stres Kerja pada PNS.

0 2 9

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN SEMANGAT KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Semangat Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN SEMANGAT KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Semangat Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 4 13

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KEDISIPLINAN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Kedisiplinan Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KEDISIPLINAN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Kedisiplinan Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 6 11

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PROKRASTINASI KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

0 3 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Prokrastinasi pada Pegawai Negeri Sipil di Pemkot Salatiga

0 0 8