HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI DENGAN STRES KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL

tetapi ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai. d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca koran, majalah, atau buku cerita lainnya, nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.

C. HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI DENGAN STRES KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL

Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Menurut Beer dan Newman dalam Luthans, 1998, stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan- perubahan yang tidak jelas yang terjadi dalam perusahaan. Stres kerja menurut Kahn, dkk dalam Cooper, 2003 merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan variabel- Universitas Sumatera Utara variabelnya saling berkaitan. Selye dalam Rice, 1992 menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa gejala pada fisiologis, psikologis, dan perilaku. Terry B dan John N menyatakan gejala stres kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu gejala psikologis seperti : hipersensitif emosi dan hiperaktif, merasa frustasi, marah, dan kebencian, cemas, tegang, kebingungan dan sensitive, merasa tertindas, berkurangnya efektifitas berkomunikasi, menarik diri dan depresi, merasa terisolasi dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual, kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreatifitas, menurunnya self-esteem. Sedang gejala fisiologis seperti : meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin, gangguan gastrointestinal misalnya gangguan lambung, mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur sulit tidur, terlalu banyak tidur. Serta gejala perilaku seperti : Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal kebanyakan atau kekurangan, kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, kecenderungan bunuh diri, meningkatnya agresifitas, kriminalitas dan mencuri, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, serta penurunan prestasi dan produktivitas. Universitas Sumatera Utara Banyak hal yang dapat menyebabkan pegawai mengalami stres kerja, seperti yang dikatakan oleh Rice, 1992 ada beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja, salah satunya adalah kondisi kerja, seperti people decisions, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja, kemajuan teknologi technostres, beban kerja yang kurang work underload dan beban kerja yang berlebihan work overload. Seringkali beban kerja yang berlebihan work overload diakibatkan oleh pegawai sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun terkadang pegawai menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit Bernard, 1992. Pada umumnya pegawai yang menunda-nunda mengerjakan tugasnya akan merasa terbebani dengan pekerjaan yang menumpuk dan dikejar batas waktu pekerjaan yang harus terselesaikan dan target harus terpenuhi, padahal pekerjaan tersebut tertunda, kemudian hal itu akan menyebabkan pegawai mengalami stres kerja. Tidak hanya itu, pegawai yang menunda-nunda tersebut juga memiliki kekhawatiran, depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding pegawai yang tidak melakukan penundaan, sehingga tidak heran bila tingkat stres yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang lebih buruk dimiliki oleh mereka yang suka menunda-nunda tugas Tice Baumeister, 1997. Menunda-nunda atau sering juga disebut sebagai prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara menyeluruh untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat pada Universitas Sumatera Utara waktunya, serta sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-pertemuan Solomon Rothblum, 1984. Steel 2004 juga mengatakan bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku menunda suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja yang dapat membuat hasil yang tidak maksimal. Ferrari, Johnson, dan Mc.Cown 1977 juga menambahkan, bahwa prokrastinasi adalah perilaku menunda yang dilakukan oleh individu dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang menyebabkan perasaan yang tidak nyaman. Bernard 1992 mengemukakan ada 10 penyebab seseorang melakukan perilaku prokrastinasi antara lain : kecemasan terhadap apa saja yang sedang dihadapinya. Bernard menyatakan bahwa kecemasan yang dialami oleh seseorang dipengaruhi oleh stressful attitude orang tersebut. Stressful attitude merupakan sikap dan kognisi seseorang akan kejadian yang mereka alami. Individu cenderung menilai bahwa situasi-situasi yang dihadapinya membawa ancaman dan berpotensi menimbulkan stres bagi dirinya. Hal ini mengakibatkan respon emosional individu berupa kecemasan meningkat. Bernard juga menyatakan semakin tinggi tingkat kecemasan yang dialami oleh individu maka semakin tinggi pula kecenderungannya untuk melakukan perilaku prokrastinasi. Kemudian kurangnya penghargaan akan diri self-depreciation, Bernard 1992 menyatakan bahwa terdapat sebagian orang yang memiliki kecenderungan self-depreciation yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Individu dengan self-depreciation tinggi mudah menyalahkan diri sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu penting. Ketika ada sesuatu yang sedikit saja berjalan dengan tidak semestinya, individu ini menyalahkan dirinya sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu Universitas Sumatera Utara penting. Individu mengalami kesulitan dalam menyusun rencana dan arah tujuan hidupnya. Saat individu melakukan penundaan, individu semakin merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri dan ini akan semakin mempersulitnya dalam melakukan pegawaiannya. Penyebab ketiga yaitu rendahnya toleransi terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang sedang dihadapinya low discomfort tolerance. Ketika menghadapi tugas yang membosankan ataupun sulit untuk dikerjakan ada sebagian orang yang menjadi sangat tertekan sementara oranglain tidaklah menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang sangat menekan. Individu yang memiliki toleransi terhadap ketidaknyamanan yang lebih rendah akan mudah mengalami frustasi jika dibandingkan dengan orang lain saat menghadapi stressor yang sama disebut Bernard 1992 sebagai ‘sensation sensitive’. Individu yang sensation sensitive ini terbiasa menghindari dan menarik diri dari tugas-tugas yang ia rasa menimbulkan frustasi. Penyebab yang keempat yaitu pencarian kesenangan pleasure seeking. Individu dengan pleasure seeking yang tinggi menolak mengorbankan kesenangannya untuk mengerjakan suatu tugas sekalipun tugas itu penting. Penyebab yang kelima yaitu disorganisasi waktu time disorganization. Individu dapat menunda melakukan pekerjaannya karena tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakannya, namun dapat pula disebabkan terlalu banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia. Penyebab berikutnya yaitu disorganisasi lingkungan environmental disorganization. Lingkungan yang terlalu bising dan terlalu banyak gangguan akan mengakibatkan sulitnya berkonsentrasi pada individu Universitas Sumatera Utara sehingga membuat individu menunda melakukan pekerjaannya. Lingkungan yang berantakan dan penyimpanan dokumen-dokumen mengenai tugas yang tidak rapi juga dapat menghambat seseorang untuk dapat segera mngerjakan tugasnya. Penyebab yang kelima adalah kurangnya pemahaman terhadap tugas poor task approach. Bila seseorang tidak mengerti bagaimana mengawali atau bagaimana mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya maka hal ini dapat membuat seseorang menunda mengerjakan tugas tersebut. Kemudian adalah kurangnya asertifitas lack of assertion yaitu individu yang sulit berkata “tidak” atau sulit untuk menolak permintaan orang lain, walaupun sebenarnya ia tak memiliki cukup waktu untuk melakukan permintaan tersebut karena harus mengerjakan pekerjaan lainnya, akan membuat individu semakin sulit mengatur waktunya dan harus menunda salah satu dari pekerjaan yang sebenarnya harus dikerjakan. Penyebab kesembilan adalah kekerasan terhadap orang lain hostility with others . Perilaku menunda dapat juga didorong oleh faktor kemarahan individu terhadap orang lain. Kemarahan itu dapat berupa menolak untuk bekerja sama dengan orang tersebut ataupun menunda melakukan tugas yang diperintahkan dan diharapkan oleh orang tersebut dan penyebab terakhir adalah stres dan kelelahan. Stres dan kelelahan ini seringkali menimbulkan kecenderungan pada individu untuk menunda melakukan tugasnya. Kesepuluh uraian menurut Bernard 1992 yang telah diuraikan sebelumnya adalah merupakan hal yang dapat menyebabkan seseorang menunda- nunda atau prokrastinasi terhadap tugasnya sehingga pegawai seringkali tidak Universitas Sumatera Utara menyelesaikan tugas tepat waktu atau menyelesaikannya secara terburu-buru serta memperoleh hasil yang maksimal. Flett, Blankstein Martin; Melia-Gordon dan Pychyl; Tice Baumeister dalam Sirois, 2004 menambahkan bahwa perilaku prokrastinasi juga dapat mempertinggi stres pada pegawai. Djamarah 2002, menemukan bahwa akibat menunda-nunda menyelesaikan tugas, banyak individu yang gelisah seperti tidur kurang nyenyak, duduk tidak tenang, berjalan terburu- buru, istirahat tidak sepenuhnya dapat dinikmati.

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Persepsi Terhadap Disiplin Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI KERJA DENGAN STRES KERJA PADA PNS Hubungan antara Prokrastinasi Kerja dengan Stres Kerja pada PNS.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI KERJA DENGAN STRES KERJA PADA PNS Hubungan antara Prokrastinasi Kerja dengan Stres Kerja pada PNS.

0 4 17

PENDAHULUAN Hubungan antara Prokrastinasi Kerja dengan Stres Kerja pada PNS.

0 2 9

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN SEMANGAT KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Semangat Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN SEMANGAT KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Semangat Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 4 13

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KEDISIPLINAN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Kedisiplinan Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KEDISIPLINAN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Kedisiplinan Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 6 11

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PROKRASTINASI KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

0 3 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Prokrastinasi pada Pegawai Negeri Sipil di Pemkot Salatiga

0 0 8