BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia tentu menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan agar bangsa Indonesia tidak
tenggelam di lautan luas persaingan dunia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Indarjati dan Mildawani dalam Wulan, 2000 bahwa konsep
tentang sumber daya manusia yang berkualitas pada dasarnya ditentukan oleh indikator utama antara lain disiplin, kreatif, dan memiliki etos kerja yang tinggi.
Seseorang dikatakan mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi jika ia dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan adanya etos kerja maupun
kedisiplinan, kreatifitas yang tinggi dalam mengerjakan setiap tugas yang dimilikinya.
Instansi pemerintah sebagai penyambung atau penghubung antara Negara dengan rakyatnya, dituntut untuk terus mampu melakukan pembaharuan agar roda
pemerintahan dapat berjalan lebih baik dan dapat mengimbangi pesatnya perubahan dunia. Hal tersebut harus dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal
dengan Negara-negara lain di dunia. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk terus mengadakan pembaharuan pada sistem pemerintahan yang telah berjalan
selama ini adalah dengan cara peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pegawai Negeri Sipil PNS adalah peletak dasar pelaksana sistem
pemerintahan, seperti yang dikemukakan oleh Musanef 1986 bahwa keberadaan
Universitas Sumatera Utara
Pegawai Negeri Sipil pada hakekatnya adalah sebagai tulang punggung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Oleh karena itu Pegawai
Negeri Sipil harus mampu menggerakkan serta melancarkan tugas-tugas pemerintahan dalam pembangunan, termasuk di dalamnya melayani masyarakat.
Pendapat tersebut dikuatkan oleh Gatot 1982 yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah mereka yang telah memiliki syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang, serta diserahi tugas dalam jabatan negeri. Sesuai dengan
fungsi utamanya sebagai pelaksana utama pemerintahan negeri ini, maka para Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk memiliki etos kerja dan disiplin waktu yang
tinggi. Hal ini tentu saja merupakan tantangan yang harus dijawab oleh seluruh Pegawai Negeri Sipil di negeri ini. Bukan hanya di jajaran puncak saja, tetapi juga
pada seluruh staf sampai tingkat terendah. Hal ini didasarkan pada satu pemikiran bahwa bagaimanapun juga tidak dapat dipungkiri meski bukan satu-satunya faktor
penentu, maju mundurnya negeri ini tergantung pada kinerja instansi pemerintahan, dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil itu sendiri.
Tapi akhir-akhir ini yang sering dihadapi sebuah instansi adalah tentang rendahnya produktivitas kerja dilatarbelakangi oleh motivasi kerja yang rendah,
pekerja yang suka menunda-nunda pekerjaan, upah rendah, belum terpenuhi kebutuhan minimal pekerja, kesehatan pekerja, atau berbagai tekanan psikis dalam
lingkungan pekerjaan. Sehingga menyebabkan pekerja berperilaku seperti mangkir kerja, hubungan interpersonal yang buruk, pekerjaan terbengkalai, target
meleset dan stres Wahyu, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Stres adalah segala peristiwakejadian berupa tuntutan-tuntutan eksternal seperti lingkungan maupun tuntutan-tuntutan internal fisiologispsikologis yang
menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan keadaan dan tuntutan
yang melebihi kemampuan dan sumber daya adaptif individu untuk mengatasinya, sehingga tuntutan dan keadaan stressor tersebut menimbulkan ketegangan baik
secara fisik maupun psikis. Stres juga dapat didefinikan secara keseluruhan proses yang meliputi stimulasi, kejadian, peristiwa, respon dan iterpretasi individu yang
menyebabkan timbulnya ketegangan melebihi kemampuan individu Rice, 1992. Stres dapat dialami oleh siapa saja, tidak terkecuali oleh Pegawai Negeri
Sipil PNS. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller dalam Rini, 2002, stres yang dihadapi pekerja atau yang lebih sering dikatakan sebagai stres
kerja dalam sebuah organisasi berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan.
Sehingga, jika banyak diantara pekerja di dalam organisasi atau instansi mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan instansi itu akan
terganggu. Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan
dengan pekerjaan mereka. Stres kerja menurut Morgan King 1986 adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik,
atau lingkungan, dan situasi sosial yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Banyak hal yang dapat menyebabkan pekerja mengalami stres kerja, seperti yang
dikatakan oleh Rice, 1992 ada beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja,
Universitas Sumatera Utara
salah satunya adalah kondisi kerja, seperti kondisi kerja yang berlebihan work overload, beban kerja yang kurang work underload, people decisions, kondisi
fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja dan kemajuan teknologi technostres.
Beban kerja yang berlebihan work overload bisa diakibatkan oleh banyaknya tuntutan tugas yang diberikan oleh instansi atau perusahaan, namun
bisa juga diakibatkan oleh Pegawai Negeri Sipil PNS sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun
terkadang PNS menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit Bernard, 1992. Pada umumnya PNS yang
menunda-nunda mengerjakan tugasnya akan merasa terbebani dengan pekerjaan yang menumpuk dan dikejar batas waktu pekerjaan yang harus terselesaikan dan
target harus terpenuhi, padahal pekerjaan tersebut tertunda, kemudian hal itu akan menyebabkan PNS mengalami stres kerja. Tidak hanya itu, PNS yang menunda-
nunda tersebut juga memiliki kekhawatiran, depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding PNS yang tidak melakukan penundaan, sehingga tidak heran
bila tingkat stres yang lebih tinggi dan persepsi kesehatan yang lebih buruk dimiliki oleh mereka yang suka menunda-nunda tugas Tice Baumeister, 1997.
Menunda-nunda tugas atau yang lebih sering dikatakan sebagai prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun
menyelesaikan kinerja secara menyeluruh untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan
tugas tepat pada waktunya, serta sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-
Universitas Sumatera Utara
pertemuan Solomon Rothblum, dalam Andrew J. Howell David C. Watson, 2007. Steel 2004 juga mengatakan bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku
menunda suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sengaja dan membuat hasil yang tidak maksimal.
Prokrastinasi sebenarnya telah ada sejak lama, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya prasasti di Universitas Ottawa, Canada pada abad ke-17. Prasasti
ini ditulis oleh seorang agamawan bernama Walker. Tertulis dalam prasasti itu bahwa prokrastinasi merupakan salah satu dosa atau kejahatan manusia, dengan
menunda pekerjaan, manusia akan kehilangan kesempatan serta menyia-nyiakan karunia Tuhan Ferrari, dkk, 1995.
Hasil penelitian menunjukkan perkiraan mengenai prokrastinasi bahwa 80-90 mahasiswa terkait dengan prokrastinasi Ellis Knaus, 1977; O’Brien,
2002 dalam steel, 2007, kira-kira 75 mengatakah bahwa mereka adalah prokrastinator Potts, 1987 dalam steel, 2007, dan hampir 50 melakukan
prokrastinasi secara konsisten dan problematik Day, Mensink, O’Sullivan, 2000; Haycock, 1993; Micek, 1982; Onwuegbuzie, 2000a; Solomon Rothblum,
1984 dalam steel, 2007. Sebagai tambahan, selain sering muncul pada dunia perkuliahan, prokrastinasi juga menyebar secara luas dipopulasi umum dan secara
kronis mempengaruhi hingga 15-20 orang dewasa J. Harriott Ferrari, 1996; “Haven’t Filed Yet,” 2003 dalam Steel, 2007.
Prokrastinasi juga muncul sebagai fenomena yang menyebabkan masalah. Orang-orang kebanyakan menilai prokrastinasi sebagai sesuatu hal yang buruk,
merusak dan bodoh Briody, 1980 dalam Steel, 2007, dan hampir 95
Universitas Sumatera Utara
prokrastinator berharap untuk menguranginya O’Brien, 2002 dalam Steel, 2007. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh sejumlah
ahli mengenai hubungan antara prokrastinasi dengan performansi yang menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan prokrastinasi maka
performansinya lebih jelek Beswick, Rothblum, Mann, 1988; Steel, Brothen, Wambach, 2001; Wesley, 1994 dalam Steel, 2007, dan begitu juga dengan
kesejahteraan individu akan lebih menyedihkan jika melakukan prokrastinasi dalam jangka waktu yang lama Knaus, 1973; Lay Schouwenburg, 1993; Tice
Baumeister, 1997 dalam Steel, 2007 Prokrastinasi dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja tak
terkecuali di lingkungan kerja instansi pemerintah. Budiyanto 2005, menyatakan bahwa banyak keluhan yang datang dari masyarakat tentang kinerja Pegawai
Negeri Sipil, yang menunjukkan masih adanya berbagai keterbatasan yang dipunyai oleh Pegawai Negeri Sipil terutama menyangkut masalah yang
berhubungan dengan pelayanan para aparatur pemerintah. Keluhan yang kerap terjadi misalnya yaitu menunda waktu-waktu pelayanan yang semestinya
diberikan kepada masyarakat dengan segara, tanpa ada alasan yang jelas. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Tamin 1996 yang mengungkapkan bahwa dari
sekitar empat juta Pegawai Negeri Sipil yang tersebar di seluruh Indonesia hanya 40 yang benar-benar profesional, produktif, dan berkualitas. Angka tersebut,
memang bukanlah data yang buruk, tetapi alangkah lebih baik lagi jika hanya 40 saja Pegawai Negeri Sipil yang tidak berkualitas.
Universitas Sumatera Utara
Prokrastinasi yang kerap mewarnai keseharian Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugasnya akan membawa konsekuensi negatif yang dapat merusak
pola peraturan yang ada jika dilakukan dengan alasan yang kurang tepat. Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Burka Yuen 2008,
menjelaskan bahwa dampak dari prokrastinasi adalah adanya penurunan kualitas kehidupan seseorang yang berakibat pada rendahnya kepuasan hidup
prokrastinator tersebut. Seorang prokrastinator akan mengalami ketidaknyamanan psikologis yang dapat menyusahkan individu tersebut misalnya rasa bersalah dan
penyesalan yang mendalam akibat tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat waktu. Ditambahkan lagi oleh Flett, Blankstein Martin; Melia-
Gordon dan Pychyl; Tice Baumeister dalam Sirois, 2004, bahwa perilaku prokrastinasi juga dapat mempertinggi stres pada pegawai.
Beberapa fenomena tersebut diatas adalah faktor-faktor yang membuat penulis merasa tertarik dan terpanggil untuk meneliti apakah ada hubungan antara
prokrastinasi dan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis merumuskan permasalahan yang akan dikaji melalui penelitian empiris dilapangan yaitu
bagaimana hubungan antara prokrastinasi dengan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara prokrastinasi dengan stres kerja pada Pegawai Negeri Sipil.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini memberikan kontribusi akademis untuk memperkaya khasanah hasil penelitian dan pengembangan dibidang
psikologi industry khususnya yang berkaitan dengan prokrastinasi dan stres kerja.
2. Manfaat Praktis