3 Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit, disebabkan
karena :
Tidak mengetahui keadaan penyakit misalnya sifat, penyebabnya, gejala dan perawatannya
Kurang atau tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan
Tidak seimbang sumber-sumber yang ada dalam keluarga, misalnya
keuangan dan fasilitas fisik untuk perawatan.
Konflik individu dalam keluarga, keluarga tidak peduli dan lebih menyalahkan satu dengan lainnya mengenai keadaan anggota
keluarganya. 4
Ketidakmampuan menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara keehatan disebabkan karena :
Rasa asing dan tidak ada dukungan dari masyarakat, adanya anggapan
dan pemahaman masyarakat yang negative terhadap gangguan jiwa membuat keluarga merasa malu.
Tidak tahu bahwa fasilitas kesehatan itu ada
Kurang percaya terhadap petugas dan lembaga kesehatan.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Keluarga dalam Manerima
Pasien Gangguan Jiwa
Rivai 1996 mengatakan bahwa rumah sakit jiwa seringkali mengalami kesulitan memulangkan klien ke pihak keluarga, sebab setiap kali hanya dalam waktu
beberapa hari akan kambuh kembali, selain itu keluarga pasien sering menolak
Universitas Sumatera Utara
menerima kembali dengan berbagai macam alasan serta kurangnya pengertian terhadap penanganan dan perawatan pasien mantan gangguan jiwa.
Rivai kemudian menambahkan bahwa pasien dengan perawatan pasien dengan gangguan jiwa di rumah sakit jiwa memang memerlukan waktu yang lama,
terutama pasien dengan gangguan jiwa kronis menahun , disebabkan kurangnya keterlibatan keluarga untuk ikut serta cara perawatannya sehari-hari, sehingga
keluarga tidak siap dan tidak dapat beradaptasi dengan pasien lagi. Dalam proses perencanaan kepulangan klien gangguan jiwa dari RSJ di awali
dengan pertemuan yang pada proses keperawatan disebut dengan proses pangkajian. Proses pengkajian ini penting dilakukan untuk memperoleh data dari pasien dan
keluarga sehingga dapat ditemukan masalah yang dihadapi pasien dan keluarga berhubungan dengan keadaan kesehatan pasien dan perawatannya di rumah. Biasanya
yang dikaji adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapan mereka menerima kepulangan pasien gangguan jiwa dan faktor-faktor tersebutlah yang palng
banyak menjadi alasan keluarga menolak kehadiran klien gangguan jiwa ditengah- tengah keluarga mereka Suyasa, 1994 dalam Dep Kes RI 1994 .
Adapun beberapa faktor yang perlu dikaji adalah sebagai berikut : a.
Pengetahuan keluarga Sebagai sebuah keluarga, seharusnya mengetahui tentang peran dan tanggung
jawab dalam proses keperawatan yang direncanakan untuk perawatan klien dirumah. Faktor ini adalah salah satu faktor yang sering kali diabaikan oleh pihak keluarga
padahal peran keluarga dalam proses penyembuhan merupakan peran yang paling penting Suyasa, 1994 dalam Dep Kes RI 1994 .
Universitas Sumatera Utara
Keluarga harus menambah pengetahuan dan melengkapi dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat memperlakukan mereka
dalam keluarga secara baik dan memadai, bersifat teraupetik dan membawa anggota keluarga tersebut kepada kesembuhan yang seteru. Perlakuan-perlakuan keluarga
terhadap salah satu anggota keluarga yang mengidap perilaku kekerasan, apabila tidak disertai pengetahuan dan sikap yang benar dapat mengakibatkan kekambuhan
kembali. Chandra, 2004 . Penelitian lain juga menunjukkan perlunya terapi pada keluarga diberikan
untuk kesiapan keluarga dalam menerima kepulangan pasien jiwa dengan membekali mereka pengetahuan-pengetahuan tentang perawatan pasien perilaku kekerasan untuk
mendukung kesembuhan penderita Ayub Wigan, 2004 . Sebuah keluarga dengan penderita gangguan jiwa perlu menegetahui dan
menyadari keadaan diri penderita, mengambil keputusan untuk menetukan bagaimana sikap yang sebaiknya diambil agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Banyak keluarga yang berpendapat bahwa penderita boleh berhenti minum obat berobat apabila gejal-gejala sudah menghilang berkurang, juga banyak keluarga
yang berpendapat bahwa penderita gangguan jiwa hanya perlu medikasi obat-obatan untuk dapat sembuh saat proses pemulihannya dirumah. Hal ini jelas keliru, terapi
bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga guna resosialiosasi dan pencegahan kekambuhan
Vijay, 2005 .
Universitas Sumatera Utara
b. Sruktur keluarga
Struktur keluarga meliputi pola dan proses komunukasi yang memungkinkan anggota keluarga untuk mengekspresikan marahnya, sedih, gembira, komunikasi
yang terbuka, komunikasi yang dapat menyelesaikan konflik keluarga, suasana emosi yang hangat, saling percata, menghargai, memperhatikan dan mnerima. Pelaksanaan
peran yang dilakukan keluarga, nilai-nilai yang dimilki dan dianut keluarga yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, norma sosial yang dianut oleh masyarakat
turut mempengaruhi kesiapan keluarga Suyasa, 1994 dalam Dep Kes RI, 1994 . Menerima kenyataan adalah kunci pertama proses penyembuahan atau
pengendalian perilaku kekerasan. Keluarga harus bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan penderita. Tindakan kasar, berantakan atau
mengucilkan justru akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi, terlalu memanjakan juga tidak baik Chandra, 2004 .
Tetapi yang kita temukan pada kenyataannya justru keluarga menjadi emosional, kritis, bahkan bermusuhan, jauh dari sikap hangat yang dibutuhkan ketika
berhadapan dengan penderita memicu kekambuhan Sumarjo, 2004 . c.
Sistem Pendukung Keluarga sebagai sebuah kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah atau
memperbaiki masalah kesehatan yang dalam hal ini adalah gangguan jiwa yang ada dalam kelompoknya sendiri, oleh karena itu keluarga merupakan sistem yang
terutama sebagai pendukung bagi klien setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Maka dukungan keluarga dan lingkungan menjadi faktor yang penting Suyasa, 1994
dalam Dep Kes RI, 1994 .
Universitas Sumatera Utara
Keluarga pasien diharapkan memberikan perhatian khusus kepada penderita. Biasanya keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan mental
menyembungikannya sehingga tidak terlihat oleh tamu-tamu yang datang ke rumah mereka. Hal ini tidak dapat dibenarkan karena penderita akan merasa dikucilkan.
Yang harus dilakukan adalah menyapa penderita setiap hari dan memberikan perhatian agar mereka tidak disingkirkan Chandra, 2004 .
Kesedian keluarga untuk tetap merawat dan tetap mengakuinya sebagai bagian dari orang yang sisanyangi sangatlah diperlukan agar mereka tetap merasa
dihargai sebagai manusia layaknya. Dukungan keluarga dan teman merupakan salah satu obat penyembuhan yang sangat berarti bagi penderita. Dengan dibentuknya
kelompok keluarga gangguan jiwa dimasyarakat akan memungkin pasien dan keluarga gangguan jiwa di masyarakat akan memungkinkan klien dan keluarga
mengadakan diskusi dan tukar pengalaman dalam mengatasi gejala yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Sayangnya masyarakat sendiri justru mengasingkan
keberadaan penderita gangguan jiwa sehingga hal ini turut mempengaruhi sikap keluarga terhadap pasin bahkan gangguan jiwa dianggap sebagai penyakit yang
membawa aib bagi keluarga sehingga diputuskan untuk dibuang oleh keluarganya sendiri, akhirnya faktor lingkungan dalam keluarga justru tidak mendukung
kesembuhan pasien Sumarjo, 2004 . Penyakit jiwa sampai saat ini memang masih dianggap sebagai penyakit yang
memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya sendiri. Masyarakat kita menyebut penyakit jiwa pada tingkat yang paling parah seperti “gila”, sehingga
penderita harus disembunyikan atau dikucilkan, bahkan lebih parah lagi ditelantarkan
Universitas Sumatera Utara
oleh keluarganya. Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat secara etis untuk melakukan diskriminasi dan perlakuan buruk terhadap penderita kelainan jiwa. Karena
pengucilan dan diskriminasi justru memperburuk kondisi penderita itu sendiri. Tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa bukan di panti rehabilitasi atau di
rumah sakit jiwa, apalagi dijalanan. Tempat terbaik bagi mereka adalah berada di tengah-tengah keluarganya, diantaranya orang-orang yang dicintainya. Yang mereka
btuhkan adalah perhatian, pengertian, dukungan, cinta dan kasih sayang. Perhatian dan kasih sayang tulus dari keluarga dan orang-orang terdekatnya akan sangat
membantu proses penyembuhan kondisi jiwanya Tarjum, 2004 . Sudah seharusnya keluarga dapat mengurangi persepsi dan diskriminasi terhadap penderita gangguan
jiwa dalam keluarga dan memberikan dukungan sosial kepadanya, rasa empati, penerimaan, mendorong untuk mulai berinteraksi sosial, dan dorongan untuk tidak
berputus asa dan terus berusaha. Terapi sosial ini akan sangat membantu penderita gangguan jiwa dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang menjadi stressor bagi
penderita Nash, 2005 . Penyakit gangguan jiwa ini sesungguhnya dapat teratasi dengan syarat
ditangani secara tepat dan cepat. Dukungan moril dari keluarga dan orang-orang terdekat jelas sangat penting bagi penderita. Ironisnya penerimaan merupakan hal
tersulit yang dapat diperoleh seorang penderita. Masih banyak orang tua yang malu mengakui anaknya adalah pengidap gangguan jiwa. Penyangkalan ini justru semakin
menjauhkan penderita dari kemungkinan untuk sembuh Indriani, 2005 .
Universitas Sumatera Utara
d. Sumber daya keluarga
Sumber keuangan seperti ekonomi dan sumber keluarga. Pekerjaan pasien yang lalu baik pekerjaan yang pokok maupun sambilan. Kemampuan pasien untuk
melakukan pekerjaan di rumah sakit jiwa dan kemungkinan klien untuk kembali ke pekerjaan semula atau harus mengganti pekerjaan yang baru Suraya, 1994 dalam
Dep Kes RI 1994 . Faktor ini juga adalah faktor yang penting di kaji dari keluarga karena pada
umumnya kemampuan finansial keluarga pasien dengan gangguan jiwa tidak memungkinkan untuk membiayai penyembuhan penyakit yang cenderung berjalan
kronis sehingga kejadian seperti ini memicu tindakan dan sikap keluarga terhadap penolakan pasien gangguan jiwa Chandra, 2004 .
Vijay 2005 juga mengatakan bahwa perawatan yang dibuthkan penderita gangguan jiwa menimbulkan dampak yang besar bagi keluarga, yaitu dampak
ekonomi yang ditimbulkan berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan
yang harus ditanggung.
2.4. Perilaku Kekerasan