Kecemasan Keluarga Merawat Pasien Prilaku Kekerasan Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
KECEMASAN KELUARGA MERAWAT PASIEN PRILAKU
KEKERASAN DI UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI Oleh
HADY KURNIAWAN H 121121053
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
Judul : Kecemasan Keluarga Merawat Pasien Prilaku Kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Nama : Hady Kurniawan H
Program : Fakultas Keperawatan USU
Tahun : 2014
ABSTRAK
Perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Gejala tersebut dapat menimbulkan kecemasan pada keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami Prilaku Kekerasan. Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan prilaku kekerasan mengalami peningkatan stress dan kecemasan, hal ini ditandai dengan adanya respon yang berbeda pada setiap anggota keluarga dalam kesiapan menerima anggota keluarga yang mengalami gangguan prilaku kekerasan. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kecemasan keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami Prilaku kekerasan. Responden berjumlah 50 orang keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan data berlangsung mulai tanggal 10 Oktober – 20 Desember 2013. Proses pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner menggunakan metode instrument penelitian. Uji Reabilitas menggunakan kr20 dengan hasil 0,9. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas keluarga mengalami kecemasan ringan sebanyak 52% (26 orang). Oleh karena itu peneliti menyarankan agar perawat lebih mengkaji secara komprehensif faktor-faktor dominan penyebab kecemasan.
(4)
Title
: The Family Anxiety of Patients of Violent Behavior in
The
Outpatient Unit of Psychiatric Hospital North Sumatera
Name
: Hady Kurniawan H.
Program
: Nursing Faculty of North Sumatera University
Year
: 2014
ABSTRACT
Violent behavior can be manifested physically (injuring oneself,
increased mobility of the body), psychological (emotional upset,
irritability, and opposed), spiritual (felt very powerful, immoral). Such
symptoms can cause anxiety in the family in caring for family
members who experienced violent behavior. Families who have
family members with violent behavior disorder have increased stress
and anxiety, it is characterized by different response of each family
member receiving the readiness of family members who experienced
violent behavior disorders. This descriptive research aims to identify
the description of the anxiety of families with family members who
experienced violent behavior. The number of the respondents were 50
families with a family member who suffered violent behavior in the
outpatient unit of a psychiatric hospital North Sumatera. The data
collection took place from 10 October-20 December 2013. The
process of data collection is done by filling the questionnaire using the
research instruments. Test reliability using kr 20 with 0.9. From these
results it can be concluded that the majority of families experiencing
light anxiety as much as 52% (26 people). Therefore, researchers
recommend that nurses more comprehensively assess the dominant
factors causing anxiety.
(5)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan Syukur Peneliti Panjatkan Kehadirat Allah SWT,
Karena atas berkatnya rahmat dan Karunia Nya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan proposal ini dengan judul “Kecemasan Keluarga Merawat Pasien
Prilaku Kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara ”.Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada pihak-pihak
yang telah memberikan bantuan bimbingan dan dukungan dalam proses
penyelesaian proposal ini, sebagai berikut:
1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU
2. Sri Eka Wahyuni, S.Kep. Ns, M .Kep selaku dosen pembimbing Proposal ini.
3. Siti Zahara Nasution S.Kp, MNS dan Wardiyah Daulay S.Kep. Ns, M.Kep
selaku penguji Proposal ini.
4. Direktur dan staff Rumah Sakit Jiwa RSJD PROPSU MEDAN
5. Teristimewa buat Ayahanda (A. Hrp) dan Ibunda tercinta (N.Prd), dan semua
keluargaku yang telah banyak memberikan dorongan kepada penulis baik
moril, maupun material serta semangat dan doa dalam menyusun Proposal
ini.
6. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang
berada di angkatan 2012 ekstensi sore yang banyak memberikan dorongan
(6)
Kiranya Allah SWT yang akan membalas setiap kebaikan semua pihak
yang telah menolong peneliti dalam menyelesaikan proposal ini.
Medan, Juni 2013
Peneliti
(7)
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan………. i
Kata Pengantar ………. ii
Daftar Isi………... iii
Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang………. 1
1.2. Pertanyaan Penelitian………... 5
1.3. Tujuan Penelitan……….. 5
1.4. Manfaat Penelitian………... 6
Bab 2. Tinjauan Teoritis 2. 1. Konsep Cemas... 7
2.1.2. Tingkat Kecemasan... 9
2.1.3. Stressor Pencetus Kecemasan ... 10
2.1.4. Tingkat Kecemasan menurut HARS... 11
2.1.5. Penyebab Terjadinya Kecemasan... 12
2.1.6. Tanda dan Gejala Kecemasan... 14
2.1.7. Sumber Koping... 15
2.1.8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga... 15
2.2. Konsep Prilaku kekerasan 2.2.1. Pengertian Prilaku Kekerasan... 16
(8)
2.2.3. Tanda Dan Gejala Prilaku Kekerasan ... 20
2.3. Konsep Keluarga 2.3.1. Definisi Keluarga... 21
2.3.2. Kecemasan Keluarga Merawat Pasien Prilaku kekerasan... 22
Bab 3. Kerangka Konseptual 3.1. Kerangka Konsep... 25
3.2. Definisi Operasional ... 26
Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1.Desain Penelitian... 27
4.2. Populasi Dan Sampel Penelitian... 27
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
4.4. Pertimbangan Etik... 28
4.5. Instrument Penelitian ... 30
4.6. Rencana Pengumpulan Data... 30
4.7. Uji Validitas... 31
4.8. Uji Reabilitas... 32
4.7. Analisa Data... 32
Bab 5. Hasil dan Pembahasan 5.1. Hasil Penelitian... 34
5.1.1. Deskripsi karakteristik keluarga... 34
5.1.2. Tingkat kecemasan keluaga... 36
(9)
Bab 6. Kesimpulan dan Saran... 43
Daftar Pustaka Lampiran
(10)
Judul : Kecemasan Keluarga Merawat Pasien Prilaku Kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Nama : Hady Kurniawan H
Program : Fakultas Keperawatan USU
Tahun : 2014
ABSTRAK
Perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Gejala tersebut dapat menimbulkan kecemasan pada keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami Prilaku Kekerasan. Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan prilaku kekerasan mengalami peningkatan stress dan kecemasan, hal ini ditandai dengan adanya respon yang berbeda pada setiap anggota keluarga dalam kesiapan menerima anggota keluarga yang mengalami gangguan prilaku kekerasan. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kecemasan keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami Prilaku kekerasan. Responden berjumlah 50 orang keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan data berlangsung mulai tanggal 10 Oktober – 20 Desember 2013. Proses pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner menggunakan metode instrument penelitian. Uji Reabilitas menggunakan kr20 dengan hasil 0,9. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas keluarga mengalami kecemasan ringan sebanyak 52% (26 orang). Oleh karena itu peneliti menyarankan agar perawat lebih mengkaji secara komprehensif faktor-faktor dominan penyebab kecemasan.
(11)
Title
: The Family Anxiety of Patients of Violent Behavior in
The
Outpatient Unit of Psychiatric Hospital North Sumatera
Name
: Hady Kurniawan H.
Program
: Nursing Faculty of North Sumatera University
Year
: 2014
ABSTRACT
Violent behavior can be manifested physically (injuring oneself,
increased mobility of the body), psychological (emotional upset,
irritability, and opposed), spiritual (felt very powerful, immoral). Such
symptoms can cause anxiety in the family in caring for family
members who experienced violent behavior. Families who have
family members with violent behavior disorder have increased stress
and anxiety, it is characterized by different response of each family
member receiving the readiness of family members who experienced
violent behavior disorders. This descriptive research aims to identify
the description of the anxiety of families with family members who
experienced violent behavior. The number of the respondents were 50
families with a family member who suffered violent behavior in the
outpatient unit of a psychiatric hospital North Sumatera. The data
collection took place from 10 October-20 December 2013. The
process of data collection is done by filling the questionnaire using the
research instruments. Test reliability using kr 20 with 0.9. From these
results it can be concluded that the majority of families experiencing
light anxiety as much as 52% (26 people). Therefore, researchers
recommend that nurses more comprehensively assess the dominant
factors causing anxiety.
(12)
B A B 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
kekacauan pikiran, persepsi, dan tingkah laku dimana individu tidak mampu
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
Penyebab dari gangguan jiwa itu sendiri berhubungan dengan faktor
biopsikososial (Stuart & Sundeen, 1998).
WHO (2001) memperkirakan dari tujuh milyar penduduk dunia ada sekitar
450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa, dan WHO
memperkirakan dari 240 juta penduduk Indonesia menunjukkan bahwa
30%-50% yang berobat ke fasilitas kesehatan umum mempunyai latar belakang
gangguan jiwa, yang salah satu gejalanya adalah prilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998),
perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri,
peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung,
dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral).
Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia
akut yang tidak lebih dari satu persen (Andri, 2008 dalam Husein, 2012).
Perilaku kekerasan menjadi masalah di banyak Negara seperti Amerika,
(13)
perkelahian, pemukulan, penyerangan dengan senjata, tawuran, perampokan,
perkosaan, penganiayaan, dan pembunuhan, sehingga menimbulkan masalah
agresi dan prilaku kekerasan (Evans, 2000 & Shalala dikutip dari Budiharto dkk,
2003). Pasien mengalami tanda dan gejala prilaku kekerasan seperti : muka
merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat,
mengepalkan tangan, jalan mondar mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit,
atau berteriak, mengancam secara verbal ataufisik, dan melempar atau memukul
benda / orang lain (Purba dkk, 2010).
Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan prilaku
kekerasan mengalami peningkatan stress dan kecemasan, hal ini ditandai dengan
adanya respon yang berbeda pada setiap anggota keluarga dalam kesiapan
menerima anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (Windyansih, 2008
dalam Hafnizar, 2012).
Menurut Yip (2005) penelitian yang dilakukannya di China terhadap
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami Prilaku Kekerasan,
diperoleh bahwa 90% keikutsertaan keluarga dalam pengobatan dalam
pengobatan psikiatris dan rehabilitasi klien mampu mengembalikan kondisi klien
ke keadaan normal.
Berdasarkan survey pada beberapa orang dengan anggota keluarga yang
mengalami Prilaku Kekerasan diperoleh bahwa ada beberapa hal yang
menyebabkan keluarga tidak aktif dalam memberikan perhatian dan pengobatan
pada penderita Prilaku kekerasan. Masalah yang teridentifikasi yang dialami oleh
(14)
meningkatnya stress dan kecemasan keluarga, sesama keluarga saling
menyalahkan, kesulitan pemahaman (kurangnya pengetahuan keluarga) dalam
menerima sakit yang diderita oleh anggota keluarganya, pengaturan waktu dan
energi keluarga dalam menjaga dan merawat klien serta masalah finansial untuk
pengobatan. (Biegel et al, 1995).
Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau
mungkin akan memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak
mengerti mengapa emosi yang mengancam itu terjadi. Tidak ada objek yang
dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Comer, 1992 dalam Videbeck,
2008).
Keluarga klien prilaku kekerasan, selalu mengidentikkan gejala yang
dialami anggota keluarga yang sakit disebabkan oleh kerasukan (Videbeck,
2008). Klien tidak dibawa berobat ke “dokter” melainkan hanya dibawa ke orang
“pintar” (Hawari, 2007), bahkan keluarga dengan sengaja mengasingkan anggota
keluarganya karena jika menampakkan gejala dianggap kemasukan roh halus,
dijauhi, diejek, dikucilkan dari masyarakat normal (Videbeck, 2008).
Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Depkes RI (2006) bahwa
penanganan pasien gangguan jiwa dengan gejala prilaku kekerasan di Indonesia
dilakukan dengan cara dipasung oleh sebagian kalangan, bahkan keluarga dengan
sengaja mengasingkan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa karena
(15)
keluarganya menampakkan gejala gangguan jiwa dianggap kemasukan roh halus.
Keluarga memilih membawanya ke dukun, bukan ke dokter jiwa .
Data yang didapatkan dari study pendahuluan berdasarkan hasil
wawancara dengan empat orang keluarga pasien prilaku kekerasan mengatakan
bahwa keluarga merasa bingung dan cemas bila penderita berulangkali dirawat di
Rumah Sakit Jiwa. Jika penderita tidak dibawa segera ke Rumah Sakit Jiwa
keluarga merasa takut dan khawatir serta tidak tahu apa yang harus dilakukan saat
penderita mulai mengamuk atau mengurung diri. Hal yang sama juga disampaikan
oleh perawat yang menangani pasien di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Dr.
Radjiman Wedidiodiningrat Lawang. Bahkan seringkali keluarga merasa bosan
dan meminta agar penderita dapat diperbolehkan tinggal di Rumah Sakit Jiwa
selamanya (Maemunah, 2012).
Hasil survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera
Utara ditemukan sebanyak 1184 penderita mengalami skizofrenia di ruang rawat
jalan perbulannya di tahun 2012. Beberapa keluarga yang anggota keluarganya
mengalami prilaku kekerasan ditemukan bahwa mereka merasakan kecemasan
menghadapi anggota keluarganya yang mengalami prilaku kekerasan, mereka
sering sulit tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, dan mereka sangat
takut jika sewaktu-waktu anggota keluarga mereka yang mengalami prilaku
kekerasan itu menyerang mereka.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti
kecemasan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
(16)
1.2. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya
yang mengalami gangguan perilaku kekerasan .
1.3. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui gambaran kecemasan keluarga dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan prilaku
kekerasan.
1.4. Manfaat penelitian
a) Praktik keperawatan
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai
data dasar dalam melakukan intervensi pada keluarga klien
gangguan jiwa yang berkitan dengan kesembuhan klien dan
sebagai peningkatan motivasi terhadap perawat untuk melakukan
kunjungan rumah.
b) Penelitian keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang
berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman
ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yng akan datang mengenai
(17)
c) Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang
berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan di bagian
keperawatan jiwa dan keperawatan komunitas dalam hal pemberian
(18)
B A B 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Cemas
2.1.1. Pengertian Cemas
Cemas menurut Stuart (1995) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart,1995
dalam Riyadi & Purwanto)
Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau
mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti
mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat
diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Comer,1992 dalam videbeck, 2008).
Kecemasan dapat dirasakan individu maupun sekelompok orang termasuk
keluarga, kecemasan meliputi keluarga dan mereka sangat terbebani dengan
kondisi penderita. Bahkan tidak sedikit keluarga yang sama sekali tidak
mengetahui rencana apa yang harus mereka lakukan untuk menghadapi masalah
jiwa sala satu anggota keluarganya. Kecemasan akan semakin meningkat tanpa
pemahaman yang jernih mengenai masalah besar yang dihadapi keluarga.
Terkadang masalh ini tidak dapat dihadapi dan semakin membuat konflik di
dalam keluarga sehingga sering terjadi penolakan terhadap penderita gangguan
(19)
Menurut Lazarus (1996, dalam Simanjuntak, 2006) dengan model
kecemasannya yang benar – benar berorientasi kognitif, membuat suatu
pembedaan antara proses penilaian primer dan sekunder pada gangguan jiwa.
Penilaian primer adalah penilaian keluarga yang menganggap bahwa adanya
situasi yang bisa (potensial) sebagai sesuatu yang mengancam daripenderita
gangguan jiwa, sedangkan penilaian sekunder terdiri dari penilaian apakah
keluarga mempunyai (penguasaan ) sumber – sumber internal dan eksternalyang
diperlukan untuk menghadapi situasi tersebut. Kombinasi dari kedua penilaian ini
sangat menentukan tingkat kecemasan yang dialami keluarga pada situasi tertentu
(Blackburn dkk, 1990).
Dalam beberapa penelitian, keluarga gangguan jiwa sering menuturkan
bahwa mereka sangat menderita dengan keadaan penderita gangguan jiwa yang
semakin lama semakin tidak memiliki kedisiplinan dalam hidupnya yang terlihat
dalam tingkah laku si penderita ( Blau & Hulse, 1963). Dalam hal ini sebenarnya
si pederita gangguan jiwalah yang sangat menderita dengan apa yang dideritanya.
Hal inilah yang menyebabkan pentingnya keluarga mempunyai pengetahuan yang
besar mengenai penyakit gangguan jiwa yang diderita oleh anggota keluarganya.
Harriet Lefley seorang peneliti dalam bidang gangguan jiwadan sekaligus
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa
mengemukakan bahwa gangguan jiwa yang kebanyakan gejalanya
dimanifestasikan dalam tingkah laku daripada fisiologisnya. Dimana tingkah laku
ini paling sedikit memalukan keluarga dan yang paling banyak terjadi yaitu
(20)
apabila tidak diketahui bagaimana cara mengontrol penderita gangguan jiwa.
Dalam penelitiannya juga diperoleh bahwa prilaku klien yang tidak terkontrol
membuat keluarga frustasi, kehilangan harapan dan mengalami kecemasan
(Gamache & Tessler, 2000; Lefley, 2001). Keluarga harus sejumlah masalah dari
tingkah laku penderita dengan memberikan perhatian dan memutuskan secara
bersama tindakan yang harus dilakukan dengan mencari masukan yang rasional
serta memutuskan pengobatan yang akan diberikan.
2.1.2. Tingkat Kecemasan
Peplau mengidenifikasi ansietas (cemas) dalam 4 tingkatan, setiap tingkatan
memiliki karakteristik lahan persepsi yang berbeda tergantung kemampuan
individu dalam menerima informasi pengetahuan mengenai kondisi yang ada dari
dalam dirinya maupun dari lingkungannya ( Haber et al, 1982 dalam Simanjuntak,
2006)
Tingkatan ansietas yaitu :
1. Ansietas ringan : cemas yang normal yang menjadi bagian dari
kehidupan sehari- hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajardan
menghasilkan pertumbuhan dan keativitas.
2. Ansietas sedang : cemas yang memungkinkan seseorang unutk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.
Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat
(21)
3. Ansietas berat : Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu ini memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.
4. Panik : Tingkat panic dari ansietas berhubungan dengan terperangah,
ketakutan, dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena
mengalami kehilangan kendali, Orang yang mengalami panik tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Rentang Respon Kecemasan
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Ringan Sedang Berat Panik
2.1.3. Stressor Pencetus Kecemasan
Menurut Carter dan McGoldrick (1989) dalam Simanjuntak (2006) ada dua
stressor pencetus terjadi pengalaman ansietas dalam keluarga yaitu:
1. Stressor vertikal, dilalui oleh beberapa generasi keluarga
(22)
anggota keluarga yang terkena ganguan jiwa merupakan suatu
kutukan dari nenek moyangnya.
2. Stressor horizontal, stressor yang diperoleh keluarga dari
lingkungan luar ( malu dengan anggota keluarganya yang dianggap
sebagai aib) dan dari dalam lingkungan keluarga ( keluarga cemas
dengan masa depan anggota keluarganya yang mengalami gangguan
jiwa ) (March, 1995 dalam Simanjuntak, 2006)
2.1.4. Tingkat Kecemasan Menurut HARS (Halminton Anxiety Rating Scale)
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan seseorang apakah
ringan, sedang, berat atau sangat berat dengan menggunakan alat ukur yang
dikenal dengan nama HARS (Halminton Anxiety Rating Scale).
Nilai 0 = tidak ada gejala atau keluhan
Nilai 1 = gejala ringan
Nilai 2 = gejala sedang
Nilai 3 = gejala berat
Nilai 4 = gejala sangat berat
Penilaian derajat kecemasan:
Score:
<6 = tidak ada kecemasan
6 - 14 = kecemasan ringan
15 - 27 = kecemasan sedang
(23)
2.1.5. Penyebab Terjadinya Kecemasan a. Faktor Predisposisi
Berbagai teori kecemasan telah dikembangkan untuk menjelaskan asal
kecemasan (Suliswati, 2005 dalam Hafnizar, 2012) antara lain:
1) Teori Psikoanalitik
Menurut Freud dalam Hafnizar (2012) kecemasan timbul sebagai akibat
reaksi psikologi individu terhadap ketidakmampuan mencapai orgasme dalam
hubungan seksual. Kecemasan dapat timbul secara otomatis sebagai akibat dari
stimulus internaldan eksternal yang berlebihan.
Ada dua tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemaan subkuen.
a) Kecemasan primer : penyebab kecemasan primer adalah keadaan
ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.
b) Kecemasan subkuen : sejalan dengan peningkatan ego dan usia. Freud
melihat ada dua jenis kecemasan lain akibat konflik emosi diantara dua
elemen kepribadian yaitu id dan superego berada kondisi bahaya.
2) Teori Interpersonal
Sullivan dalam Hafnizar (2012) mengemukakan bahwa kecemasan timbul
sebagai akibat ketidaknyamanan / ketidakmampuan untuk berhubungan
nterpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan itu bisa dirasakan bila
individu mempunyai kepekaan lingkungan. Orang yang mudah mempunyai
predisposisi mengalami kecemasan adalah orang yang mudah terancam,
(24)
3) Teori Prilaku
Teori prilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi
akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang
diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan, dalam
sekolah. Prilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah
dialaminya.
4) Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa kecemasan
selalu ada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifatnya heterogen.
5) Teori Biologik
Menunjukkan bahwa otak mengandung benzodiazepine. Zat inidapat
menekan neurotransmitter “gamma amino butyric acid (GABA) “ yang
mengontrol aktifitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan.Faktor presipitasi kecemasan dikelompokkan
menjadi dua bagian(Suliswati, 2005 dalam Hafnizar, 2012):
1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas
fisik meliputi :
a) Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
(25)
b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virusdan bakteri,
polutan linkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal, yaitu :
a) Sumber internal, yaitu kesulitan dalam berhubungan interpersonal di
rumah dan tempat kerja. Penyesuaian terhadap peran baru, berbagai
ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber ekternal, kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
2.1.6. Tanda Dan Gejala Kecemasan
Menurut Kaplan dan Sadock (1997, dalam Hafnizar, 2012) kecemasan
ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan samar-samar.
Seringkali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat,
palpitasi, kekakuan pada dada, hipertensi, gelisah, tremor, gangguan lambung,
diare. Seseorang yang cemas mungkin juga merasa gelisah seperti yang
dinyatakan oleh ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri lama. Kumpulan
gejala tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari orang
(26)
2.1.7. Sumber Koping
Individu dapat mengatasi cemas dengan menggerakkan sumber koping di
lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik, kemampuan
menyelesaikan masalah,dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman.
2.1.8. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Keluarga a) Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan –
penyelidikan epidemiologi. Angka – angka kesakitanatau kematian dalam hamper
semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Dengan cara ini dapat
membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian golongan
umur. Bila dihubungkan dengan tingkat pengetahuan, umur adalah variabel yang
selalu diperhatikan bahwa semakin tua umur seseorang maka pengetahuan yang
dimilikinya semakin baik, dikarenakan semakin banyak informasi yang
didapatkan (Notoadmodjo, 2007).
b) Pendidikan
Perubahan prilaku kesehatan melalui cara pendidikan atau promosi kesehatan
diawali dengan cara pemberian informasi-informasi kesehatan. Dengan
memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai sehat, cara
pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan
(27)
akan menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya
itu. Hasil atau perubahan prilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi
perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran
mereka sendiri ( bukan karena paksaan ) (Notoadmodjo, 2010)
c) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan suatu tanda yang membedakan antara manusia yang
satu dengan yang lain, mana yang lebih beresiko mengalami kecemasan,
gangguan pnik merupakan suatu gangguan cemas yang spontan dan episodik.
Gangguan ini lebih sering dialami wanita daripada pria. (Syam, 2010 dalam
Hafnizar, 2012)
2.2. Konsep prilaku kekerasan 2.2.1 Pengertian Prilaku Kekerasan
Marah adalah ungkapan emosi individu terhadap kejadian yang dialami
atau dirasakan dimana dianggap sebagai ancaman sehingga individu mengalami
ketegangan. Marah adalah suatu keadaan emosional, yang merentang dari sifat
mudah tersinggung hingga marah yang hebat (Kaplan & Sadock, 1998 dalam
Wahyuni dkk, 2008). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respon terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 2001 dalam Wahyuni dkk, 2008).
Prilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
(28)
tingkah laku tersebut (Purba, 2008). Ada 4 faktor yang mencakup prilaku tersebut
yaitu :
1. Tujuan untuk melukai atau mencelakakan
2. Individu yang menjadi pelaku
3. Individu yang menjadi korban
4. Ketidakinginan si korban menerimatingkah laku individu.
Morrison (1993) menambahkan bahwa prilaku kekerasan seperti prilaku
mencederai orang lain dapat berupa seperti perabot rumah tangga, membanting
pintu, ancaman verbsl berupa kata –kata kasar, nada suara yang tinggi dan
bermusuhan.
2.2.2. Penyebab Prilaku Kekerasan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya prilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Townsend (1996, dalam Wahyuni dkk, 2008) adalah :
1. Teori biologik, teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang
berpengaruh terhadap prilaku :
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif :
sitem limbic, lobus frontal, dan hipotalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistemlimbik merupakan system informasi,ekspresi emosi,
perilaku, dan memori. Pabila ada gangguan pada system ini maka akan
(29)
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam
komponen dari system neurologis mempunyai implikasi mefasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlibat dalam menstimulasi
timbulnya prilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif (Goldstein dikutip dari Townsend, 1996 dalam
wahyuni dkk, 2008).
b) Biokimia
Goldstein dikutip dari Townsend (1996, dalam Wahyuni dkk, 2012)
menyatakan bahawa berbagai neurotransmitter ( epinephrine, norepinefrin,
dopamine, asetikolin, dan serotonin ) sanat berperan dalam memfasilitasi
atau menghambat impuls agresif, Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teori tentang respon terhadap
stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetic karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organic terbukti sebaai faktor predisposisi prilaku agresif
dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang system
limbik dan lobus temporal ; trauma otak, yang menimbulkan perubahan
(30)
temporal, terbukti berpengaruh terhadap prilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2. Teori psikologik
a. Teori psikoaanalitik : teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat
mengaibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
rendah. Agresi dantindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Prilaku agresif dan prilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan
rendahnya harga diri.
b. Teori pembelajaran : Anak belajar melalui prilaku meniru dari contoh
peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran
tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh,
atau jika prilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orangtua mereka selama tahap
perkembangan awal namun, dengan perekembangan yang dialaminya,
mereka mulai meniru pola prilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak – kanak atau mempunyai
orangtua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik
akan cenderung berprilaku kekerasan setelah dewasa (Owens &
(31)
3. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap prilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umummenerima
prilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada prilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif.Penduduk yang ramai / padatdan lingkungan yang rebut dapat beresiko
untuk prilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan
kekerasandalam hidup individu.
2.2.3. Tanda dan Gejala Prilaku Kekerasan
a) Muka merah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Jalan mondar – mandir
f) Bicara kasar
g) Suara tinggi, menjerit, atau berteriak.
h) Mengancam secara verbal atau fisik
(32)
2.3. Keluarga
2.3.1. Defenisi Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya
dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu
membentuk homeostasis akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota
keluarganya dan kemungkinan dapat meningkatkan ketahanan para anggota
keluarganya dari adanya gangguan-gangguan mental dan ketidakstabilan
emosional anggota keluarganya. Usaha kesehatan mental sebaiknya dan
seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan
mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif
bagi anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental
(Notosoedirdjo & latipun, 2005 dalam Simanjuntak, 2006).
Keluarga merupakan kelompok sosial yang kecil ysng umumnya terdiri
dari ayah, ibu, dan anak, dimana hubungan sosial diantara anggota keluarga relatif
tetapdan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan/atau adopsi yang
dijiwaioleh suasana kasih sayangdan rasa tanggung jawab (Khairuddin,1997
dalam Simanjuntak, 2006).
Sebagian dari tugasnya untuk menjaga kesehatan anggota keluarganya,
keluarga perlu menyusun dan menjalankan aktivitas-aktivitas pemeliharaan
kesehatan berdasarkan atas apakah anggota keluarga yakin menjadi sehatdan
mencari informasi mengenai kesehatan yang benar yang dapat bersumber dari
petugas kesehatan langsung ataupun dari media massa (Yankelovitch et al,1997
(33)
2.3.2. Kecemasan Keluarga Dalam Merawat Pasien Prilaku Kekerasan
Fenomena yang terjadi dalam masyarakat dimana anggapan tentang
Prilaku kekerasan adalah penyakit yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak
rasional ataupun supranatural sehingga lebih banyak diobati secara non medis.
Stigma negatif ini masih berkembang di masyarakat kalau penyakit dan gangguan
mental ini merupakan penyakit “kutukan” atau penyakit “karma” sehingga
fenomena pengasingan, pemasungan dan penanganan yang berbau tahayul lainnya
adalah cermin ketidaksiapan keluarga dan merupakan sumber kecemasan keluarga
itu sendiri. Halini merupakan suatu sumber stressor bagi keluarga karna dianggap
sebagai aib dalam keluarga. Akan tetapi penderita Prilaku kekerasan sangat
membutuhkan perhatian dari masyarakat terutama keluarganya, Karena
lingkungan psikologis yang paling erat bagi perkembangan kepribadian individu
adalah keluarga (Setiadi, 2006).
Pandangan keluarga tentang penderita gangguan jiwa dengan gejala-gejala
prilaku kekerasan selalu diidentikkan penyebabnya oleh karena kerasukan setan
(Videbeck, 2008). Maka dari itu penderita gangguan jiwa tidak dibawa berobat ke
“dokter” melainkan hanya dibawa ke orang “pintar” (Hawari, 2007), bahkan
masyarakat maupun dari pihak keluarga dengan sengaja mengasingkan anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, karena jika menampakkan gejala
gangguan jiwa dianggap kemasukan roh halus,dijauhi, diejek, dikucilkan dari
masyarakat normal (Videbeck, 2008).
Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Depkes RI (2006) bahwa
(34)
sebagian kalangan, bahkan keluarga dengan sengaja mengasingkan anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa karena dianggap aib. Demikian juga
ketika keluarga mengetahui salah satu angota keluarganya mulai menampakkan
gejala gangguan jiwa dianggap kemasukan roh halus. Keluarga memilih
membawanyake dukun, bukan ke dokter jiwa.
Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan
merupakan suatu emosi yang normal. Menurut Minister Supply And Sevice
Canada, (2005) mengungkapkan keluarga seringkali merasa cemas dan resah
merawat pasien, karena penderita bahkan tidak mengetahui kalau dirinya sedang
sakit. Kekambuhan cukup sering terjadi setelah pasien kembali dari Rumah Sakit
Jiwa. Hal ini disebabkan karena keluarga tidak siap dan tidak memiliki informasi
cukup dengan adanya anggota keluarga yang menderita prilaku kekerasan
(Setiadi, 2006).
Data yang didapatkan dari study pendahuluan pada tanggal 20 Oktober
2011 berdasarkan hasil wawancara dengan empat orang keluarga pasien prilaku
kekerasan mengatakan bahwa keluarga merasa bingung dan cemas bila penderita
berulangkali dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Jika penderita tidak dibawa segera ke
Rumah Sakit Jiwa keluarga merasa takut dan khawatir serta tidak tahu apa yang
harus dilakukan saat penderita mulai mengamuk atau mengurung diri. Hal yang
sama juga disampaikan oleh perawat yang menangani pasien di Poli Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wedidiodiningrat Lawang. Bahkan seringkali
keluarga merasa bosan dan meminta agar penderita dapat diperbolehkan tinggal di
(35)
Menurut YIP (2005) penelitiannya yang dilakukan di China terhadap
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan Prilaku
Kekerasan, diperoleh bahwa 90% keikutsertaan keluarga dalam pengobatan
psikiatris dan rehabilitative klien mampu mengembalikan kondisi klien ke
keadaan normal (YIP, 2005).
Beberapa survey pada beberapa orang dengan anggota keluarga yang
mengalami Prilaku Kekerasan diperoleh bahwa ada beberapa hal yang
menyebabkan keluarga tidak aktif dalam memberikan perhatian dan pengobatan
pada penderita Prilaku Kekerasan. Masalah teridentifikasi yang dialami oleh
keluarga yaitu meningkatnya stress dan kecemasan keluarga, sesama keluarga
saling menyalahkan, kesulitan pemahaman (kurangnya pengetahuan keluarga)
dalam menerima sakit yang diderita oleh anggota keluarganya yang mengalami
Prilaku Kekerasan dan pengaturan sejumlah waktu dan energi keluarga dalam
menjaga serta merawat penderita Prilaku Kekerasan dan keuangan yang akan
(36)
BAB 3
KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan
bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis
beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2011).
Keterangan : ... = Tidak diteliti
3.2 Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Hidayat, 2007).
Berdasarkan judul penelitian “Kecemasan Keluarga merawat pasien
Prilaku Kekerasan di unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2013”, disini peneliti akan meneliti tingkat kecemasan
keluarga.
Kecemasan Keluarga dalam merawat Pasien
Prilaku kekerasan • Tidak cemas
• Ringan
• Sedang
• Berat
Pasien Prilaku Kekerasan
(37)
Tabel 4
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Kecemasan Kekhawatiran
yang dialami keluarga dalam merawat
anggota
keluarga yang mengalami Prilaku
Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara
Lembaran questioner dengan pilihan jawaban : 1. Ya 2. Tidak
Tidak cemas : < 6 Ringan : 6-12 Sedang : 13 - 18 Berat : 19-23
(38)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi untuk
melihat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif.
4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti
(Notoadmodjo, 2002). Pada penelitian ini populasinya adalah keluarga yang
anggota keluarganya mengalami prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan rata-rata perbulan pasien
skizofrenia yang di rawat jalan tahun 2012 berjumlah sebanyak 1180 orang.
4.2.2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki dari populasi (Alimul, 2007). Sampel
diambil sesuai sesuaidengan kemampuan peneliti dari segi waktu, tenaga, dana,
serta luas sempitnya wilayah penelitian. Dengan Sampel pada penelitian ini
diambil dengan menggunakan teknik Accidental Sampling. Pengambilan sampel
secara accidental ini dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang
kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian
(Notoadmodjo, 2010). Jadi peneliti mengambil responden yang kebetulan ada di
(39)
banyaknya sampel peneliti menggunakan rumus tabel power analisis yaitu nilai α =0,05 kemudian powernya 40% dan efek sizenya 50 %, jadi sampel yang diambil
oleh peneliti sebanyak 50 orang, dengan kriteria sampel adalah keluarga inti yang
tinggal serumah dengan anggota keluarga yang mengalami prilaku kekerasan.
4.3. Waktu dan Tempat Penelitian 4.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – Desember 2013.
4.3.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Daerah
Provinsi Sumatera Utara. Dengan pertimbangan efisiensi waktu dan jarak dari
tempat peneliti, lokasi ini juga merupakan Rumah Sakit Jiwa Pusat di daerah
tempat peneliti sehingga akan lebih mudah untuk mendapatkan responden untuk
penelitian ini.
4.4. Pertimbangan Etik Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengajukan
permohonan kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara untuk melakukan studi pendahuluan dalam penyusunan proposal
ini. Kemudian dengan pengantar tersebut peneliti akan mengajukan surat izin
penelitian dari fakultas ke tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan
(40)
diteliti dengan terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada
responden dengan menekankan pada masalah yang meliputi:
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Lembar
persetujuan diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikanlembar persetujuan untuk menjadi responden. Jika Subjek
bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak mereka.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden dalam lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
(41)
4.5. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
terdiri dua bagian. Bagian pertama adalah berisi data demografi yang terdiri dari
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, kemudian
lama anggota keluarga dirawat.
Bagian kedua adalah kuesioner kecemasan keluarga yang berisi sejumlah
pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kecemasan keluarga
merawat pasien prilaku kekerasan. Kuesioner penelitian ini terdiri dari 23
pertanyaan.
Kuesioner penelitian ini berpedoman pada alat ukur Hamilton Anxiety
Rating Scale (HARS) yang sudah dimodifikasi. Peneliti memodifikasi kuesioner
dengan menghilangkan gejala fisiknya dan hanya menggunakan
gejala-gejala psikis saja. Peneliti menggunakan skala guttmen yaitu jika responden
menjawab ya diberi skor 1,dan jika menjawab tidak siberi skor 0. Jika total
skornya <6 maka kategori tidak cemas, jika total skor 6-12 maka kecemasannya
ringan, jika total skornya 13-18 maka kecemasannya sedang, dan jika total
skornya 19-23 maka tingkat kecemasannya berat.
4.6. Rencana Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan
panduan kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat
izin dari institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumetera Utara dan surat izin
(42)
Pada saat pengumpulan data peneliti terlebih dahulu melakukan skreening pada
keluarga pasien Prilaku Kekerasan, kemudian peneliti menjelaskan waktu, tujuan,
manfaat, dan prosedur pelaksanaan pada calon responden dan yang bersedia
berpartisipasi diminta untuk menandatangani inform consent, responden yang
bersedia diwawancarai dengan panduan lembar kuesioner dan diberi kesempatan
untuk bertanya apabila ada pernyataan yang tidak dipahami. Selesai wawancara
peneliti memeriksa kelengkapan data dan jika ada data yang kurang, dapat
langsung dilengkapi, dan selanjutnya data yang telah dikumpul dianalisa.
4.7. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalitan
atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi, dan juga sebaliknya (Arikunto, 2006). Instrumen
dikatakan valid jika instrumen itu mampu mengukur yang seharusnya diukur
menurut situasi dan kondisi tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
instrumen dianggap valid jika instrumen itu dapat dijadikan alat untuk
mengukur yang akan diukur (Danim, 2003).
Uji Instrumen pada penelitian ini dilakukan dengan cara
mengkonsultasikan dengan dosen atau staf pengajar keperawatan jiwa. Uji
validitas berupa isi kuesioner (content validity) dimana kuesioner disesuaikan
dengan tinjauan pustaka yang ada yang bertujuan untuk mengetahui
(43)
4.8. Uji Realibilitas Instrumen
Reliabilitas adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah alat
ukur, meskipun digunakan berulang-ulang pada subjek yang sama atau
berbeda (Danim, 2003). Menurut Arikunto (2006), reliabilitas menunjuk pada
suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Disini peneliti melakukan uji reabilitas menggunakan rumus K-R 20
karena instrument penelitian memiliki jumlah butir pertanyaan yang genap,
yaitu berjumlah 23 pertanyaan. Dilakukan pada keluarga pasien prilaku
kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara yang berjumlah 20 orang dengan hasil 0,99.
4.9. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul maka peneliti akan mengadakan analisa data
melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali data yang diperoleh atau
yang dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data
atau setelah data terkumpul
2. Coding
Coding merupakan kegiatan memberikan kode numeric (angka) terhadap
data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting
(44)
pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku
untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu
variabel.
3. Data Entry
Dataentry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke
dalam master table atau database computer, kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel.
4. Teknik Analisis
Analisa dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data yang
telah terkumpul dalam tabel distribusi. Analisa data dilakukan dengan
membahas hasil penelitian dengan menggunakan teori keperawatan yang
(45)
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang dilakukan terhadap
50 orang keluarga pasien prilaku kekerasan pada tanggal 24 September sampai
dengan 20 Desember 2013 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa daerah Provinsi
Sumatera Utara.
5.1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian akan dijabarkan mulai dari deskripsi karakteristik keluarga
yang anggota keluarganya mengalami prilaku kekerasan, gambaran tingkat
kecemasan keluarga dalam merawat pasien prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
5.1.1. Deskriptif karakteristik keluarga
Deskriptif karakteristik responden mencakup umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, dan lama pasien dirawat.
Dari 50 responden yang terkumpul, mayoritas pada rentang usia 20-30 tahun
berjumlah 34 % keluarga (17 orang), mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu
59% keluarga (28 orang), mayoritas berpendidikan SMA yaitu 38% keluarga ( 19
orang), mayoritas memiliki pekerjaan wiraswasta sebesar 80% (40 orang).
Kemudian memiliki hubungan dengan pasien mayoritas ayah yaitu 38% keluarga
(19 orang). Lalu mayoritas sudah menderita gangguan > dari 12 bulan yaitu 74%
(46)
Tabel 5.1 Deskripsi Karakteristik keluarga yang merawat pasien prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara ( n= 50 )
NO Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1 Usia
a) 20-30 tahun b) 31-40 tahun c) 41-50 tahun d) > 50 tahun
17 16 13 4 34 32 26 8
2 Jenis kelamin
a) Laki-laki b) Perempuan
28 22
58 42
3 Pendidikan
a) SD b) SMP c) SMA d) PT
11 10 19 10 22 20 38 20
4 Pekerjaan
a) TNI/Polri b) PNS c) Wiraswasta d) IRT
3 3 40 4 6 6 80 8
5 Hubungan dengan pasien
a) Ayah b) Ibu c) Anak
d) Saudara kandung
19 17 6 8 38 34 12 16
6 Lama menderita penyakit
(47)
b) 4- 6 Bulan c) 7- 12 Bulan d) > 12 Bulan
4 2 37
8 4 74
5.1.2. Tingkat kecemasan keluarga
Dari tabel 5.2 dibawah ini didapat data bahwa mayoritas keluarga
mengalami kecemasan ringan yaitu 26 orang (52%), mengalami kecemasan
sedang berjumlah 10 orang (20%), mengalami kecemasan berat hanya 4 orang
(8%), dan yang tidak mengalami kecemasan berjumlah 10 orang (20%).
Tabel 5.2 Tingkat kecemasan keluarga merawat pasien prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.
(n=50)
Kecemasan Frekuensi Persentasi (%)
Tidak ada 10 20
Ringan 26 52
Sedang 10 20
Berat 4 8
5.2. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Unit Rawat jalan Rumah Sakit Jiwa
daerah Provinsi Sumatera Utara didapatkan bahwa keluarga yang merawat pasien
prilaku kekerasan mayoritas mengalami kecemasan ringan sebanyak 52% (26
orang). Hal ini sesuai dengan Stuart & Sundeen (2002) yang mengatakan
(48)
tinggi rendahnya kecemasan seseorang. Tingkat kecemasan ringan menurut Stuart
juga berhubungan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.
Kecemasan ini meningkatkan lapang persepsi, dapat memotivasi belajar, dan
menghasilkan pertumbuhan serta kreatifitas. Kecemasan ringan ini menurut
peneliti dikarenakan mayoritas keluarga yaitu 74% keluarga (37 orang) sudah
merawat pasien > 1 tahun, jadi keluarga sudah memiliki pengalaman dalam
merawat keluarga yang mengalami prilaku kekerasan sehingga koping keluarga
juga efektif
Kecemasan dapat dirasakan oleh individu ataupun sekelompok orang
termasuk keluarga, kecemasan meliputi keluarga dan mereka merasa terbebani
dengan kondisi penderita. Bahkan tidak sedikit keluarga yang sama sekali tidak
mengetahui rencana apa yang harus mereka lakukan untuk menghadapi masalah
gangguan jiwa anggota keluarganya. Kecemasan akan semakin meningkat tanpa
pemahaman yang jernih mengenai masalah besar yang dihadapi keluarga.
Terkadang masalah ini tidak dapat dihadapi dan semakin membuat konflik di
dalam keluarga sehingga sering terjadi penolakan terhadap penderita gangguan
jiwa ( Brown & Bradley, 2002).
Dalam jurnal National Institute of Mental Health, Keith (1970)
mengadakan penelitian mengenai pengalaman yang dirasakan keluarga dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga lebih
banyak merasakan kecemasan (58,6%) dibanding dengan keluarga yang marah
(12,7%) bahkan ada yang menolak (28,7%) keadaan anggota keluarganya yang
(49)
dirasakan oleh keluarga merupakan hal yang wajar dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Tingkat kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, jenis
kelamin, dan pendidikan (Suart & Sundeen, 2002). Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa mayoritas keluarga yang mengalami kecemasan ringan
memiliki umur > 30 tahun yaitu 46% keluarga (23 orang). Bahkan beberapa
keluarga sudah tidak mengalami kecemasan lagi yang memiliki usia > 50 tahun
yaitu 8% (4 orang). Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Stuart & Sundeen
yaitu bahwa seseorang yang mempunyai umur lebih muda lebih mudah
mengalami gangguan kecemasan daripada seseorang yang lebih tua. Umur juga
berhubungan dengan pengalaman dan pengalaman berhubungan dengan
pengetahuan, pemahaman dan pandangan terhadap suatu penyakit atau kejadian
sehingga akan membentuk persepsi dan sikap. Pola prilaku kecemasan yang
terjadi tergantung pada kematangan pribadi, harga diri, mekanisme koping dan
pemahaman dalam menghadapi ketegangan (Long, 1997). Jadi peneliti dapat
menyimpulkan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang maka pengetahuan,
pemahaman, dan pengalamannya juga akan akan bertambah, sehingga akan lebih
mudah mengatasi kecemasannya.
Jenis kelamin juga besar pengaruhnya terhadap tingkat kecemasan. Hasil
penelitian didapatkan bahwa mayoritas keluarga yang memiliki kecemasan ringan
adalah berjenis kelamin laki-laki sebesar 40 % (20 orang), sementara ada juga
keluarga yang tidak mengalami kecemasan lagi berjumlah 10% keluarga (5
(50)
kecemasan sering dialami oleh wanita karena wanita lebih sensitif dibanding
laki-laki, sebaliknya laki-laki lebih sering memakai logika daripada perasaan.
Beberapa ahli teori sosial berpendapat bahwa wanita memiliki risiko yang lebih
besar untuk menderita gangguan kecemasan karena posisi mereka dalam
masyarakat dan sifat-sifat dasar mereka dalam menjalin hubungan dengan orang
lain (Chodorow, 1978; Horney, 1934/67; Miller, 1976). Secara umum, wanita
kurang meiliki power dalam masyarakat dibanding dengan laki-laki, status mereka
secara tipikal juga terikat pada laki-laki yang terkait dengan mereka. Hal ini
menyebabkan wanita seringkali menempel atau melekat pada orang lain, berperan
secara pasif dan patuh terhadap aturan-aturan dalam menjalin hubungan. Kondisi
ini membuat mereka lebih rawan atas serangan dan kehilangan pertahanan, serta
menjadi terlalu waspada terhadap tanda-tanda yang menunjukkan permasalahan
dalam hubungan mereka. Supresi terhadap hasrat mereka dan ketakutan-ketakutan
akan kehilangan bagaimanapun, akan menyebabkan kehidupan wanita secara
kronis mencemaskan. Serangan panik dan phobia mudah sekali secara ekstrim
terekspresi dari kecemasan yang terus berlanjut pada wanita. Jadi peneliti
menyimpulkan bahwa kecemasan sering terjadi pada wanita disebabkan oleh
perasaan wanita yang sangat halus dan sensitive, juga dikarenakan wanita lebih
lemah dibanding laki-laki sehingga hal-hal ini tentu sangat mempengaruhi tingkat
kecemasan mereka
Pendidikan juga memiliki andil yang besar terhadap tingkat kecemasan
seseorang, dari hasil penelitian yang saya dapatkan bahwa mayoritas keluarga
(51)
keluarga (10 orang), tingkat Pendidikan PT yaitu 12% keluarga (6 orang). Bahkan
ada keluarga yang tidak mengalami kecemasan lagi yaitu 8% keluarga ( 4 orang)
yang tingkat pendidikannya adalah Perguruan tinggi. Hal ini juga sejalan dengan
yang dikatakan Witkin-Laonil (1996); Hutapea (2005); Notoadmodjo (1993)
bahwa dngan tingkat pendidikan yang tinggi, seseorang akan memiliki pandangan
hidup yang matang, dan mempunyai peluang kerja yang lebih besar. Dengan
bekerja, seseorang akan mengaktualisasi diri untuk meningkatkan harga dirinya,
mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas,
mempunyai banyak teman untuk saling berbagi, terutama dalam menghadapi
masalah, memiliki dukungan sosial yang cukup dari lingkungannya sehingga
beban hidup dan stress akan berkurang. Stuart & Sundeen (2002) juga
berpendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin
tinggi pula pengetahuan yang dimilikinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pendidikan sangat mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang, dengan
pendidikan yang tinggi maka pengetahuan juga akan bertambah sehingga
memiliki pandangan hidup yang mantap dan akan lebih mudah mengatasi
kecemasannya
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 100% keluarga (50 orang)
mengalami rasa khawatir melihat kondisi anggota keluarganya yang mengalami
Prilaku Kekerasan. Rasa khawatir yang dialami keluarga ini dikarenakan keluarga
merasa takut dan terancam jika sewaktu-waktu pasien menyerang mereka,
(52)
dikatakan oleh Nasir (2001) bahwa perasaan takut atau perasaan khawatir akan
timbul apabila seseorang merasa terancam.
Hasil penelitian didapat bahwa 72% (34 orang) keluarga merasakan
kegelisahan. Kegelisahan yang dialami keluarga disebabkan karena keluarga
merasa tidak berdaya, tertekan dan stress menghadapi situasi bahwa anggota
keluarganya yang mengalami Prilaku Kekerasan. Kegelisahan juga dapat diartikan
sebagai sebuah perasaan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Gail W Start, 2009).
Mayoritas keluarga kehilangan minat melakukan kegiatan atau pekerjaan
sehari-hari yaitu 56% (28 orang) keluarga. Hal ini terjadi karena pikiran keluarga
terlalu fokus untuk satu hal yaitu kondisi anggota keluarganya yang mengalami
gangguan prilaku kekerasan sehingga otomatis keluarga juga kehilanga minat
untuk melakukan hal-hal yang lain. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
Nasir (2011), bahwa kecemasan dan ketakutan akan mengalihkan kita dari
hari-hari atau kegiatan kita akan menjadi terganggu akibat perasaan yang selalu merasa
ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi.
Kemunduran daya ingat juga dialami oleh keluarga yang merawat pasien
Prilaku Kekerasan. Didapat hasil bahwa 28% (14 orang keluarga) keluarga
mengalami kemunduran daya ingat. Keluarga yang mengalami kecemasan pada
umumnya mengalami penurunan konsentrasi, distrakbilitas meningkat,
kemunduran memori jangka panjang maupun jangka pendek, (Gray Toft dan
(53)
Didapatkan juga hasil bahwa 46% (23 orang) keluarga merasa putus asa
saat merawat anggota keluarganya yang mengalami Prilaku Kekerasan, hal ini
dikarenakan karena keluarga menganggap bahwa seseorang yang mengalami
gangguan jiwa tidak akan pernah sembuh kembali. Berdasarkan penelitian dari
badan National Mental Health Association / NMHA (2001), diperoleh bahwa
banyak ketidakmengertian ataupun kesalahpahaman keluarga mengenai gangguan
jiwa, keluarga menganggap bahwa seseorang yang mengalami gangguan jiwa
tidak dapat sembuh kembali. Namun faktanya, NMHA mengemukakan bahwa
orang yang mengalami gangguan jiwa dapat sembuh dan mulai kembali
melakukan aktivitasnya (Foster, 2001). Horney (1939) juga mengungkapkan
kecemasan juga dipengaruhi oleh suatu kontradiksi yang banyak terjadi di
(54)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Penelitian dilakukan terhadap 50 keluarga inti yang menjadi responden,
yang salah satu anggota keluarganya berobat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa
Propinsi SumateraUtara Medan menggambarkan bahwa 20% keluarga (10 orang)
tidak mengalami kecemasan, 52% keluarga ( 26 orang ) mengalami tingkat
kecemasan yang ringan, 20% keluarga (10 orang) mengalami tingkat kecemasan
yang sedang, sementara 8% (4 orang) keluarga mengalami tingkat kecemasan
yang berat dalam menghadapi anggota keluarganya yang mengalami gangguan
Prilaku Kekerasan.
6.2. Saran
1. Praktik Keperawatan
Dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan kepada keluarga yang salah
satu anggota keluarganya mengalami gangguan Prilaku Kekerasan,
hendaknya perawat memperhatikan masalah dan mengkaji secara
komprehensif faktor-faktor dominan yang mendukung timbulnya kecemasan
keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami Gangguan
(55)
2. Pendidikan Keperawatan
Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar keluarga masih
merasakan kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami Gangguan Prilaku Kekerasan, sehingga diharapkan perlu
adanya peningkatan dan pengembangan asuhan keperawatan dalam
pemberian pendidikan kesehatan khususnya dalam Keperawatan Jiwa dan
Keperawatan Komunitas.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti gambaran
tingkat kecemasan keluarga merawat pasien prilaku kekerasan dengan
metode lain dan dengan lebih banyak sampel. Sehingga dapat tergali
lebih dalam faktor-faktor lain yang tidak terpaparkan dalam penelitian
(56)
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. 2007. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba. Salemba Medika. Jakarta.
Andri. (2008). Kongres Nasional Skizofrenia V Closing The Treatmen Gap For Schizohrenia. Dibuka pada http ://www.Kabar Indonesia.com pada tanggal 13 Februari 2012.
Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik edisi Revisi VI, Jakarta: Rineka Cipta.
Budiharto dkk. (2003). Karakteristik Individu yang Berhubungan dengan Perilaku Kekerasan Pada Siswa Seluruh Lanjutan Tingkat Atas di Jakarta Timur. Jurnal Keperwatan Indonesia. VOI VII No. 2.
Dadang, H. (2011). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta; FKUI.
Hafnizar. (2012). KTI Faktor-Faktor yang Mempengaryhi Tingkat Kecemasan
Keluarga dalam Menghadapi Pasien Skizofrenia do Piliklinik Rumah sakit Jiw Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.
Hidayat,Aziz A.A. (2011). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik analisis Data, Jakarta ;Salemba Medika.
Husein. (20120. Hubungan Pengetahuan dan Perawat dalam menanganiPasien
Prilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara Medan 2012. Skripsi FIK USU, tidak dipublikasikan.
Notoadmodjo, S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta; Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S.(2007). Promosi Kesehatan dn Ilmu Prilaku. Jakrta; Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Edisi II, Jakarta : Salemba Medika.
Polit, D. F & hungler, B. P. (1995). Lippincott ; Philadelphia.
Purba dkk. (2010). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa, Medan ; USU Press.
Riyadi,S & Purwanto,T. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta; Graha Ilmu.
(57)
Simanjuntak. (2006). Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan 2006. Skripsi FIK USU, tidak dipublikasikan.
Stuart and Sundeen. (2002). Skizofrenia dan Diagnosis Banding., Jakarta ;EGC.
Suliswati dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; EGC.
Videbeck Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta ; EGC.
(58)
Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 20 1 2.0 2.0 2.0
21 1 2.0 2.0 4.0
22 1 2.0 2.0 6.0
23 1 2.0 2.0 8.0
25 2 4.0 4.0 12.0
27 1 2.0 2.0 14.0
28 4 8.0 8.0 22.0
29 3 6.0 6.0 28.0
30 3 6.0 6.0 34.0
31 3 6.0 6.0 40.0
32 1 2.0 2.0 42.0
33 1 2.0 2.0 44.0
34 2 4.0 4.0 48.0
35 2 4.0 4.0 52.0
37 2 4.0 4.0 56.0
38 1 2.0 2.0 58.0
39 1 2.0 2.0 60.0
40 3 6.0 6.0 66.0
42 2 4.0 4.0 70.0
43 2 4.0 4.0 74.0
44 1 2.0 2.0 76.0
45 2 4.0 4.0 80.0
47 2 4.0 4.0 84.0
48 1 2.0 2.0 86.0
50 3 6.0 6.0 92.0
51 1 2.0 2.0 94.0
(59)
54 1 2.0 2.0 98.0
62 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Jeniskelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 29 58.0 58.0 58.0
perempuan 21 42.0 42.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Pendidikan Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid SD 11 22.0 22.0 22.0
SMP 10 20.0 20.0 42.0
SMA 19 38.0 38.0 80.0
PT 10 20.0 20.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Pekerjaan Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid PNS 3 6.0 6.0 6.0
TNI/POLRI 4 8.0 8.0 14.0
Wiraswasta 39 78.0 78.0 92.0
Lain-Lain 4 8.0 8.0 100.0
(60)
Hubungan Dengan Pasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ayah 18 36.0 36.0 36.0
Ibu 13 26.0 26.0 62.0
Anak 11 22.0 22.0 84.0
Lain-Lain 8 16.0 16.0 10eori0.0
Total 50 100.0 100.0
Lama menderita Penyakit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 3 Bulan 7 14.0 14.0 14.0
< 6 Bulan 4 8.0 8.0 22.0
< 1 Tahun 2 4.0 4.0 26.0
> 1 Tahun 37 74.0 74.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Tingkat Kecemasan Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak Ada Kecemasan < 6 10 20.0 20.0 20.0
Ringan 6-12 26 52.0 52.0 72.0
Sedang 13-18 10 20.0 20.0 92.0
Berat 19-23 4 8.0 8.0 100.0
(61)
LEMBAR BUKTI BIMBINGAN
Nama Mahasiswa : Hady Kurniawan H
NIM : 121121053
Judul Penilitan : Kecemasan Keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan Prilaku Kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
Pembimbing : Sri Eka Wahyuni S.Kep, Ns. M kep
No Tanggal Materi
Bimbingan Komentar/Saran
Tanda Tangan Pembimbing
BAB 1 Perbaikan
BAB 1, 2 Perbaikan
BAB 1, 2 Perbaikan
BAB 1, 2, 3 Perbaikan
BAB 1, 2, 3, 4 Perbaikan
BAB 1, 2, 3, 4 Perbaikan
BAB 1, 2, 3, 4 ACC untuk mengikuti sidang proposal
BAB 5,6 Perbaikan
(62)
BAB5,6 Perbaikan
BAB 5,6 Perbaikan
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
Kecemasan Keluarga Merawat Pasien Prilaku Kekerasan di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
Oleh :Hady Kurniawan H
Saya adalah Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian pasien prilaku kekerasan di Unit Rawat Jalan RSJ Daerah Pemprovsu. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Saya mengharapkan partisipasi saudara dalam memberikan jawaban atas segala pertanyaan yang diajukan peneliti, sesuai dengan pendapat saudara tanpa di pengaruhi oleh orang lain. Informasi yang diberikan hanya di pergunakan untuk keperluan penelitian dan pengembagan lmu Keperawatan.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela dan bebas menerima menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika saudara bersedia menjadi responden penelitian, silahkan menandatangani surat persetujuan ini pada tempat yang telah di sediakan di bawah ini sebagai bukti kesukarelaan saudara. Terimakasih atas partisipasi saudara untuk penelitian ini.
Medan,…………..2013
Responden
(68)
TABEL 5.3
No Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
1 Apakah keluarga merasa khawatir saat merawat
pasien Prilaku kekerasan
50 100 0 0
2 Apakah keluarga merasa tersinggung saat
merawat pasien Prilaku Kekerasan
47 94 3 6
3 Apakah keluarga merasa takut pada pikiran
sendiri saat merawat pasien Prilaku Kekerasan
20 40 30 60
4 Apakah keluarga merasa tegang saat merawat
pasien Prilaku Kekerasan
23 46 27 54
5 Apakah keluarga merasa terkejut saat merawat
pasien Prilaku Kekerasan
19 38 31 62
6 Apakah keluarga merasa gemetaran saat
merawat pasien Prilaku Kekerasan
20 40 30 60
7 Apakah keluarga merasa gelisah saat merawat
pasien Prilaku Kekerasan
34 72 16 28
8 Apakah keluarga istirahat tidak tenang saat
merawat pasien Prilaku Kekerasan
20 40 30 60
9 Apakah keluarga merasa takut saat merawat
pasien Prilaku Kekerasan
12 24 38 76
10 Apakah keluarga menjadi susah tidur saat
merawat pasien Prilaku Kekerasan
21 42 29 58
11 Apakah keluarga sering terbangun malam hari
saat merawat pasien Prilaku Kekerasan
13 26 37 74
12 Apakah keluarga tidur tidak nyenyak saat
merawat pasien Prilaku Kekerasan
11 22 39 78
(69)
merawat pasien Prilaku Kekerasan
14 Apakah keluarga merasa sulit berkonsentrasi saat merawat pasien Prilaku Kekerasan
15 30 35 70
15 Apakah keluarga merasa daya ingatnya menurun
saat merawat pasien Prilaku Kekerasan
14 28 46 72
16 Apakah minat keluarga melakukan pekerjaan
sehari-hari menjadi hilang saat merawat pasien Prilaku Kekerasan
28 56 22 44
17 Apakah minat keluarga pada hobi menjadi hilang saat merawat pasien Prilaku Kekerasan
28 56 22 44
18 Apakah keluarga merasa sedih saat merawat
pasien Prilaku Kekerasan
20 40 30 60
19 Apakah perasaan keluarga berubah-ubah
sepanjang hari saat merawat pasien Prilaku Kekerasan
26 52 24 48
20 Apakah keluarga merasa lemas saat merawat
pasien Prilaku Kekerasan
29 58 21 42
21 Apakah saat ini keluarga merasa gelisah 30 60 20 40
22 Apakah saat ini keluarga merasa merasa tidak
tenang
18 36 32 64
(1)
43 42 tahun Laki-laki SMA Wiraswasta Ayah >12 bulan 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 6 Ringan 44 23 tahun Perempuan SMA Wiraswasta Ayah >12 bulan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 19 Berat 45 31 tahun Laki-laki SMA Wiraswasta Ibu >12 bulan 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 7 Ringan 46 45 tahun Laki-laki PT Wiraswasta Ibu >12 bulan 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Tdk Cemas 47 29 tahun Laki-laki PT Wiraswasta Ibu >12 bulan 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 6 Ringan 48 50 tahun Perempuan PT Wiraswasta Ibu >12 bulan 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 5 Tdk Cemas 49 45 tahun Perempuan PT Wiraswasta Ibu >12 bulan 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 Tdk Cemas 50 29 tahun Perempuan SMP Wiraswasta Ibu >12 bulan 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Sedang
(2)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 19 361
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 21 441
3 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 14 196
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 22 484
5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23 529
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 14 196
8 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 16 256
9 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 22 484
10 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
11 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 17 289
12 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 19 361
13 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 7 49
14 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 4
15 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 16 256
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 4
17 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 10 100
18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23 529
19 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 21 441
20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23 529
(3)
LEMBAR SKREENING
Apakah anggota keluarga Bapak/Ibu mengalami hal-hal dibawah ini selama 1 bulan terakhir ini :
Ya Tidak 1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat 4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir 6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit, atau berteriak. 8. Mengancam secara verbal atau fisik
(4)
KUESIONER
A. Data Umum
Petunjuk Pengisian
Bacalah pertanyaan berikut dengan baik kemudian pilihlah jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda (√) pada jawaban yang anda pilih.
Jika anda ingin memperbaiki jawaban coretlah yang salah (-) dan ganti dengan jawaban yang anda anggap benar.
1. Identitas Responden
No Responden :
Umur : ... tahun Jenis kelamin :
Laki-laki Perempuan Pendidikan :
SD SMA SMP P. Tinggi Pekerjaan :
PNS Wiraswasta
TNI/Polri Lain-lain, sebutkan ... Hubungan dengan pasien :
Ayah Anak
Ibu Lain-lain, sebutkan ... Lama anggota keluarga menderita penyakit : < 3 bulan < 1 tahun
< 6 bulan > 1 tahun
(5)
Jika anda ingin memperbaiki jawaban coretlah yang salah (-) dan ganti dengan jawaban yang anda anggap benar.
Selama anda merawat anggota keluarga anda yang mengalami prilaku kekerasan dengan tanda-tanda seperti mudah marah, bicara kasar, suka berteriak, melempar atau memukul orang lain, apakah anda mengalami hal-hal dibawah ini ?
NO Pertanyaan Ya Tidak
1 Merasa khawatir
2 Menjadi mudah tersinggung 3 Merasa takut akan pikiran sendiri 4 Mengalami ketegangan
5 Menjadi mudah terkejut 6 Merasa gemetaran 7 Merasa gelisah
8 Tidak dapat istirahat dengan tenang 9 Merasa ketakutan
10 Menjadi susah tidur
11 Sering terbangun malam hari 12 Tidur tidak nyenyak
13 Mengalami mimpi buruk 14 Merasa sulit untuk konsentrasi 15 Daya ingat menurun
16 Kehilangan minat melakukan sesuatu seperti membersihkan rumah
17 Kehilangan minat pada hobi 18 Merasa sedih
(6)
19 Perasaan berubah-ubah sepanjang hari 20 Merasa lemas
Bagaimana perasaan anda saat ini ? 21 Merasa gelisah
22 Merasa tidak tenang 23 Merasa putus asa