Gambir (Uncaria Gambir) Sebagai Zat Warna Alternatif Lain Pada Pewarnaan Histoteknik

(1)

GAMBIR (UNCARIA GAMBIR) SEBAGAI ZAT WARNA ALTERNATIF

LAIN PADA PEWARNAAN HISTOTEKNIK.

Oleh :

NADIA BINTI AB ALIM

NIM : 070100397

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAMBIR (UNCARIA GAMBIR) SEBAGAI ZAT WARNA ALTERNATIF

LAIN PADA PEWARNAAN HISTOTEKNIK.

“ Karya Tulis Ilmiah ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh Sarjana Kedokteran ”

Oleh :

NADIA BT AB ALIM

NIM : 070100397

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul: Gambir (Uncaria Gambir) Sebagai Zat Warna Alternatif Lain Pada Pewarnaan Histoteknik. Nama: Nadia bt Ab Alim

Nim : 070100397

Dosen Pembimbing, Penguji I,

... ... (dr. Alya Amila Fitrie,M.kes) (prof Harun Al Rasyid Damanik) NIP:19660309-200012-1-007 NIP:130 802 437

Penguji II,

... (dr. Isti Ilmiati Fujiati,Msc.CM-FM,MPd.Ked) NIP:132 231 985

Medan, 20 Disember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(4)

ABSTRAK

Latar belakang : Selama ini Hematoksilin dan Eosin banyak digunakana dalam pewarnaan jaringan sehingga ia di perlukan dalam diagnosa medis dan penelitian. Kedua-dua zat warna ini memiliki banyak kekurangan dan kebaikannya tersendiri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah uncaria gambir (lebih dikenali sebagai gambir) dapat menjadi zat warna alternative lain dalam pewarnaan histoteknik. Selama ini gambir sering digunakan untuk menyirih dan akibatnya timbul warna merah coklat pada mulut orang yang mengunyahya.

Metode : Jenis penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan eksperimen pewarnaan histoteknik terhadap jaringan monyet untuk mengetahui apakah larutan gambir dapat mewarnai jaringan monyet dan dapat menjadi zat warna alternatif lain pada pewarnaan histoteknik.

Hasil : Dari eksperimen yang telah dilakukan terhadap jaringan serebellum didapati bahawa konsentrasi larutan gambir yang paling baik adalah 2 % w/v serbuk gambir

dengan pelarut yang digunakan berupa ethanol 70%. Lama inkubasi (yang memberikan hasil terbaik) adalah 15 menit.

Diskusi : Penelitian ini menunjukkan bahwa gambir dapat digunakan sebagai zat warna alternatif lain pada pewarnaan histoteknik dan bermanfaat dalam teknik pewarnaan. Penelitian ini diharapkan bias memberikan manfaat dalam teknik pewarnaan histoteknik oleh semua pihak terutama di Laboratorium Histologi, Fakultas Universitas Sumatera Utara, Medan.


(5)

ABSTRACT

Background : During the time Hematoksilin and Eosin a lot of uses in network staining

so that it is needing in medical diagnosa and research. Hematoksilin work worked as alkali staining agent whenever Eosin also as acid staining agent. Both staining pigment have their own a lot of insuffiency and separate kindliness. This research is conducted to know whether uncaria gambir ( more recognized as gambir) can become the dyes of colour alternative of other;dissimilar in histotechnic staining. During the time gambir is often used for the menyirih of and as a result arise to ruddle the chocolate at mouth one who munch it.

Method : Research type represent the research experimental by doing experiment of

coloration histoteknik to monkey network to know whether/what condensation gambir can colour the monkey network and can become the dyes other;dissimilar alternative colour at histotechnic staining.

Result : From experiment which have been [done/conducted] to network serebellum

discovered by, the of best condensation gambir concentration is 2 % w / v serbuk gambir by pelarut used by in the form of ethanol 70%. Incubation time ( that give the best result) is 15 minute

Discussion : This Research indicate that the gambir serve the purpose of dyes other;dissimilar alternative dyes at histotechnic staining and useful in coloration technique. This research is expected by a diffraction give the benefit in technique of histotechnic staining by all party especially in Laboratory Histologi, University Faculty


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T., karena telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan skripsi hasil penelitian yang berjudul Gambir (Uncaria Gambir) Sebagai Zat Warna Alternatif Lain Pada Pewarnaan Histoteknik ini meskipun dalam bentuk sederhana. Saya menyadari bahawa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan. Saya juga menyadari adanya kesalahan-kesalahan atau kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Karena saya hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, maka sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun, demi memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Saya ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada pembimbing saya dr. Alya Amila Fitrie,M.kes dan dr. Zulham di atas bimbingannya. Secara khusus persembahan skripsi ini sebagai ucapan terima kasih saya kepada bapa Ab. Alim Bin Hj Yaacob dan ibu Rosni Binti Yusuf yang telah banyak membantu dalam bentuk do’a dan materi yang tidak jemu-jemunya. Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada suami tersayang Ahmad Faiz Hakimi Bin Ahmad Latfi yang banyak memberi semangat dan inspirasi kepada saya. Tidak lupa juga teman-teman sekelompok KTI, Yenni dan Dzul Affendi yang rela meluangkan waktunya hanya untuk menyusun sebuah hasil penelitian ini. Semoga proposal ini akan memberikan manfaat bagi pembaca dan mudah-mudahan segala usaha saya tidak sia-sia.

Medan, Disember 2010

Nadia Bt AB Alim NIM : 070100397


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman persetujuan……….... i

Abstrak………... ii

Abstract……….. iii

Kata pengantar………... iv

Daftar isi……… v

Daftar tabel………. vii

Daftar gambar……… viii

Daftar lampiran……… ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Rumusan Masalah……… 2

1.3 Tujuan penelitian………. 2

1.4 Manfaat penelitian………... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Gambir………. 3

2.1.1 Morfologi Tanaman Gambir………. 5

2.1.2 Kegunaan Gambir………. 6

2.1.3 Pengolahan Gambir………... 6

2.2 Proses Pembuatan Histoteknik………... 9

2.2.1 Teknik Pewarnaan……….. 9

2.2.2 Pulasan (pewarnaan) Hematoksilin-Eosin………. 11

2.2.3 Larutan Countertaining………. 15

2.3 Pulasan (pewarnaan) Rutin Yang Banyak Dipakai……… 16


(8)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep penelitian... 20

3.2 Defenisi Operasional... 21

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian………..…… 22

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian………...…. 22

4.3 Alat Dan Bahan………. 22

4.3.1 Alat………..…... 22

4.3.2 Bahan………...…… 22

4.4 Pengambilan sample jaringan monyet... 23

4.5 Pembuatan Sedian………...…….. 23

4.6 Pembuatan Larutan Gambir………..…… 24

4.7 Metode Pewarnaan Hematoksilin-Eosin………...…... 24

4.8 Metode Pewarnaan Larutan Gambir... 24

4.9 Analisa Data... 25

4.10 Ethical Clearance... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian... 26

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 26

5.1.2 Karekteristik Penelitian... 26

5.1.2.1 Karekteristik Sampel Jaringan... 26

5.1.2.2 Konsentrasi Larutan... 26

5.1.2.3 Lama Inkubasi... 27

5.1.2.4 Ph... 28

5.1.3 Hasil Pewarnaan... 29

5.2 Pembahasan... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 35

6.2 Saran... 35


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Taksonomi Tanaman Gambir 5

2 Berbagai Variasi Konsentrasi dan Pelarut Yang Akan Digunakan 24


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Gambar Daun Gambir Dan Gambir 3

2 Jaringan Serebellum Dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin 17

3 Kerangka Konsep Penelitian 20

4 Konsentrasi Larutan 26

5 Lama Inkubasi 27

6 Pengukuran pH 28

7 Pewarnaan Jaringan Dengan Larutan Gambir 29

8 Pewarnaan Jaringan Dengan Larutan Gambir-hematoksilin 30

9 Pewarnaan Jaringan Dengan hematoksilin-Larutan Gambir 31


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 : Surat Persetujuan Komisi Etik


(12)

ABSTRAK

Latar belakang : Selama ini Hematoksilin dan Eosin banyak digunakana dalam pewarnaan jaringan sehingga ia di perlukan dalam diagnosa medis dan penelitian. Kedua-dua zat warna ini memiliki banyak kekurangan dan kebaikannya tersendiri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah uncaria gambir (lebih dikenali sebagai gambir) dapat menjadi zat warna alternative lain dalam pewarnaan histoteknik. Selama ini gambir sering digunakan untuk menyirih dan akibatnya timbul warna merah coklat pada mulut orang yang mengunyahya.

Metode : Jenis penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan eksperimen pewarnaan histoteknik terhadap jaringan monyet untuk mengetahui apakah larutan gambir dapat mewarnai jaringan monyet dan dapat menjadi zat warna alternatif lain pada pewarnaan histoteknik.

Hasil : Dari eksperimen yang telah dilakukan terhadap jaringan serebellum didapati bahawa konsentrasi larutan gambir yang paling baik adalah 2 % w/v serbuk gambir

dengan pelarut yang digunakan berupa ethanol 70%. Lama inkubasi (yang memberikan hasil terbaik) adalah 15 menit.

Diskusi : Penelitian ini menunjukkan bahwa gambir dapat digunakan sebagai zat warna alternatif lain pada pewarnaan histoteknik dan bermanfaat dalam teknik pewarnaan. Penelitian ini diharapkan bias memberikan manfaat dalam teknik pewarnaan histoteknik oleh semua pihak terutama di Laboratorium Histologi, Fakultas Universitas Sumatera Utara, Medan.


(13)

ABSTRACT

Background : During the time Hematoksilin and Eosin a lot of uses in network staining

so that it is needing in medical diagnosa and research. Hematoksilin work worked as alkali staining agent whenever Eosin also as acid staining agent. Both staining pigment have their own a lot of insuffiency and separate kindliness. This research is conducted to know whether uncaria gambir ( more recognized as gambir) can become the dyes of colour alternative of other;dissimilar in histotechnic staining. During the time gambir is often used for the menyirih of and as a result arise to ruddle the chocolate at mouth one who munch it.

Method : Research type represent the research experimental by doing experiment of

coloration histoteknik to monkey network to know whether/what condensation gambir can colour the monkey network and can become the dyes other;dissimilar alternative colour at histotechnic staining.

Result : From experiment which have been [done/conducted] to network serebellum

discovered by, the of best condensation gambir concentration is 2 % w / v serbuk gambir by pelarut used by in the form of ethanol 70%. Incubation time ( that give the best result) is 15 minute

Discussion : This Research indicate that the gambir serve the purpose of dyes other;dissimilar alternative dyes at histotechnic staining and useful in coloration technique. This research is expected by a diffraction give the benefit in technique of histotechnic staining by all party especially in Laboratory Histologi, University Faculty


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kebanyakan jaringan didapati tidak berwarna, sehingga tidak banyak yang dapat dilihat di bawah mikroskop. Agar dapat dilihat dibawah mikroskop, kebanyakan sediaan harus diwarnai. Oleh sebab itu, telah dirancang pewarnaan jaringan agar berbagai unsur jaringan jelas terlihat dan dapat dibedakan. Bahan warna mewarna berbagai jaringan, kurang lebih secara selektif.

Hematoksilin dan Eosin adalah metode pewarnaan yang banyak digunakan dalam dalam pewarnaan jaringan sehingga ia di perlukan dalam diagnosa medis dan penelitian. Hematoksilin adalah bahan pewarna yang sering digunakan pada pewarnaan histoteknik, ia merupakan ekstrak dari pohon yang diberi nama logwood tree. Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa, artinya zat ini mewarnai unsur basofilik jaringan. Hematoksilin memulas inti dan strukutur asam lainnya dari sel (seperti bagian sitoplasma yang kaya-RNA dan matriks tulang rawan) menjadi biru.Eosin bersifat asam. Ia akan memulas komponen asidofilik jaringan seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Tidak seperti hematoksilin, eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna merah muda (Junquera, 2007).

Hematoksilin eosin ini mempunyai banyak kekurangannya daripada manfaat. Pada tahun 1970-an disebabkan oleh banyaknya penebangan hutan di Brazil dan Amerika Tengah, menyebabkan terjadinya keterbatasan logwood tree dan produksi hematoksilin. Hal ini meningkatkan harga hematoksilin dan sekali gus mempengaruhi biaya diagnostik histopatologi dan mendorong pencarian alternatif lain dalam pewarnaan inti. Kekurangannya lagi adalah komersial sampel yang bervariasi dari kelompok ke kelompok, tidak spesifik mewarnai inti dan sitoplasma protein, menyebabkan polusi (hematin, reagen aktif dalam larutanhematoksilin di oksidasi menjadi oksihematin) dan gabungan hematoksilin dan metal sulit untuk di kontrol. Di sebabkan oleh kekurngan-kurangan hematoksilin eosin tadi, orang mulai melirik alternative lain. Syarat-syarat


(15)

standard zat warna ideal yaitu murah, tahan lama, tidak sulit untuk di bersihkan, tidak merusakkan lingkungan. Pada kajian hematoksilin telah dibuktikan mahal dan dapat merusakkan lingkungan (Sigh,K, 2002).

Zat warna lain yang perlu dipertimbangkan adalah gambir. Selama ini gambir sering digunakan secara tradisional.Gambir banyak di pergunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyirih. Akibatnya akan timbul warna merah coklat pada mulut orang yang mengunyahnya. Selama ini gambir belum pernah di coba untuk pewarnaan histoteknik. Kegunaan lainnya adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna. Kemampuan mewarna gambir adalah karena ia mengandung catechu merah.

1.2 Rumusan masalah

Apakah gambir dapat digunakan sebagai zat warna alternatif lain pada pewarnaan histoteknik.

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum : Untuk mengetahui apakah gambir dapat menjadi zat warna alternatif lain pada pewarnaan histoteknik.

1.3.2 Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui konsentrasi larutan gambir yang akan digunakan. 2. Untuk mengetahui lama inkubasi optimal larutan gambir.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Menemukan zat warna alami baru yang bermanfaat dalam teknik pewarnaan. 1.4.2 Mengetahui konsentrasi larutan gambir yang akan di gunakan.

1.4.3 Bila terbukti berhasil zat warna alami ini akan dapat menjadi alternatif lain sebagai zat warna.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Gambir

Gambir (Gambar 2.1.) dikenal dengan nama latin Uncaria gambir Roxb. , nama English; Cat’s Claw, nama Spanish; Uña de Gato atau nama India; Vilcacora. Nama daerah untuk gambir di Indonesia yaitu gambir. (Rukmana, 1994). Spesis-spesis gambir yaitu Uncaria elliptica R.Br. & G. Don (Malaysia), Uncaria gambir Roxb. – Gambir (Indonesia), Uncaria guianensis J.F.Gmel. (Guyana), Uncaria rhynchophylla (Miq.) Jacks. (China), Uncaria tomentosa DC - Cat's Claw (South America).

Taksonomi tanaman ini dapat dilihat pada table 2.1.


(17)

Tanaman gambir termasuk dalam suku kopi-kopian. Taksonomi tanaman ini dapat dilihat pada table 2.1. Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bougenvil, yaitu merambat dan berkayu. Komponen kimia gambir sebagai berikut :

1. Catechin biasanya disebut juga dengan asam catechoat dengan rumus kimia

C15H14O6, tidak berwarna, dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air dingin

tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat, hampir tidak larut dalam koloroform, benzen dan eter.

2. Asam Catechu Tannat merupakan anhidrat dari catechin, dengan rumus kimia

C15H12O5. Apabila catechin dipanaskan pada temperatur 110oC atau dengan cara

memanaskan pada larutan alkali karbonat, ia akan kehilangan satu molekul air dan berubah menjadi Asam Catechu Tannat yang berupa serbuk berwarna coklat kemerah-merahan, cepat larut dalam air dingin, alkohol, tidak berwarna dalam larutan timah hitam asetat.

3. Pyrocatechol merupakan hasil penguraian dari zat lain seperti catechin dengan rumus

molekul C6H6O2, bisa larut dalam air, alkohol, eter, benzen, dan kloroform. Jika

dipanaskan akan membentuk catechol; membentuk warna hijau dengan FeCl3;

membentuk endapan dengan Brom; larutannya dalam air cepat berwarna coklat; dapat mereduksi perak amoniakal dan Fehling.

4. Gambir Flouresensi merupakan bagian kecil dari gambir dan memberikan

flouresensi yang berwarna hijau, dapat dilihat apabila larutan gambir dalam alkohol dikocok dengan petrolium eter dalam suasana sedikit basa.

5. Catechu Merah yaitu gambir yang memberikan warna merah.

6. Quersetin adalah suatu zat yang berwarna kuning yang terdapat dalam

tumbuh-tumbuhan dan berupa turunan flavonol dengan rumus molekul C15H10O7, disebut huga

dengan melatin atau supheretin dan larut dalam asam asetat glasial yang memberikan warna kuning, serta larut dalam air dan alkohol, memberikan warna hijau dengan Fe3+ dan akan berubah menjadi warna gelap dengan pemanasan.

7. Fixed Oil merupakan minyak yang sukar menguap.

8. Lilin (malam) terletak pada lapisan permukaan daun gambir. Merupakan monoester


(18)

9. Alkaloid pada gambir terdapat 7 macam, yaitu dihidro gambirtaninna, gambirdina, gambirtanina, gambirina, isogambirina, auroparina, oksogambirtanin(Hiller K dan Melzig, 2007)

Tabel 2.1. Taksonomi Tanaman Gambir (Keplinger, 1999)

2.1.1 Morfologi tanaman

Tanaman gambir (Uncaria Gambir Roxb) biasa tumbuh liar di hutan dan tempat-tempat lainnya yang bertanah agak miring dan cukup mendapatkan sinar matahari serta curah hujan merata setiap tahun. Biasanya tumbuh di ketinggian antara 200 m - 900 m di atas permukaan laut. Tanaman ini kebanyakan berada di daerah Kalimantan dan Sumatra. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan perdu yang memiliki batang keras yang membelit. Daunnya bertangkai pendek dan berwarna hijau muda. Bunganya berwarna putih, berbentuk kecil-kecil dan tongkol bulat. Bagian gambir yang dipanen adalah daun dan ranting yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan ekstrak gambir yang bernilai ekonomis. (Zamarel dan Hadad,1999). Panen dan pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman berumur 1,50 tahun. Pemangkasan dilakukan 2-3 kali setahun dengan selang 4-6 bulan. Pangkasan daun dan ranting harus segera diolah, karena jika pengolahan ditunda lebih dari 24jam, getahnya akan berkurang (Zamarel dan Hadad, 1999).

Kerajaan Plantae

Divisi Angiosperms

Sub Divisi Eudicots

Kelas Asterids

Ordo Gentianales

Familia Rubiaceae

Genus Uncaria


(19)

2.1.2 Kegunaan gambir

Antara kegunaan gambir yaitu mengobati mencret (daunnya), perut mulas, eksema, disentri, radang gusi (getahnya), radang tenggorokan, demam-kuning, batuk, haid banyak dan berdarah.

2.1.3 Pengolahan gambir

Proses pengolahan gambir adalah proses pengeluaran getah yang terkandung dalam daun dan ranting dengan menggunakan alat pengepres, sedangkan bahan yang akan dikeluarkan adalah catechin, kandungan inilah yang menentukan persyaratan mutu gambir. Bagian gambir yang dipanen adalah daun dan ranting yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan ekstrak gambir yang bernilai ekonomis. (Zamarel dan Hadad,1999). Panen dan pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman berumur 1,50 tahun. Pemangkasan dilakukan 2-3 kali setahun dengan selang 4-6 bulan. Pangkasan daun dan ranting harus segera diolah, karena jika pengolahan ditunda lebih dari 24jam, getahnya akan berkurang (Zamarel dan Hadad,1999)

Secara garis besarnya ada beberapa tahapan pengolahan yag harus dilalui, setelah membawa bahan yang telah dipanen ke tempat kempa dan dilakukan penimbangan bahan. Tahapan pengolahan gambir terdiri dari :

1. Perebusan Bahan

Daun dan ranting yang telah dipetik dimasukkan ke dalam wadah berupa keranjang bambu (kapuak = Minangkabau) dengan terlebih dahulu bagian dalam kapuak tersebut dipasang rajut (jala). Bahan baku dalam wadah harus dipadatkan sedemikian rupa. Secara tradisional, para petani melakukan pekerjaan ini dengan cara bergantung pada palang rumah kempa lalu menghentak-hentakkan kakinya terhadap bahan baku di dalam wadah dengan kekuatan penuh.

Pada proses perebusan ini yang terpenting adalah proses melepaskan catechin dari sel daun. Terlepasnya catechin ini akan menentukan besar rendemen gambir yang dihasilkan. Proses melepaskan butiran catechin ini sangat tergantung dengan proses perebusan yang tepat. Perebusan secara tradisional dilaksanakan selama lebih kurang 1,5


(20)

tusuk dengan kayu runcing guna memberikan jalan air panas masuk ke dalam buntelan gambir tersebut.

2. Pengempaan Bahan

Bahan yang telah direbus kemudian dikempa dengan menggunakan alat kempa. Secara tradisional, bahan yang akan dikempa terlebih dahulu harus dililit dengan tali untuk memudahkan proses pengempaan dan menjaga supaya bahan yang dikempa tidak berserakan. Proses pelilitan ini membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit. Alat kempa yang selama ini digunakan oleh petani tidak memungkinkan untuk dilakukan berulang kali untuk satu satuan bahan karena waktu yang digunakan untuk satu kali pengempaan cukup lama, sehingga mengakibatkan panas yang dikandung bahan setelah perebusan akan berkurang.

Selanjutnya lilitan tersebut juga akan menyebabkan tidak optimalnya pengempaan yang dilakukan karena tertahan oleh tali pelilit. Keadaan ini menyebabkan proses keluarnya getah tidak optimal karena suhu bahan sudah berkurang, dimana oleh Suherdi (1994) dijelaskan bahwa suhu yang dibutuhkan oleh getah gambir untuk lepas dari jaringan daun dan ranting secara optimal tidak boleh kurang dari 900 C.

Dalam pengempaan gambir ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu : rendemen, tekanan maksimum di dalam buntelan gambir, kadar catechin gambir kering, kadar abu, kadar air setelah pengeringan. Hasil pengempaan daun gambir dari perebusan tradisional, masih menyisakan lebih kurang 25 % dari lembaran daun yang telah terkempa masih memiliki warna hijau daun yang pekat dan tebal hal ini menandakan bahwa bagian yang masih berwarna hijau tersebut masih mengandung catechin. Hal ini berarti masih terdapat lebih kurang 25 % lagi dari bahan baku daun gambir yang masih belum terekstrak.Saat ini ada beberapa jenis alat kempa yang dipergunakan oleh petani di Sumatera Barat yang dapat mempengaruhi rendemen dan mutu gambir kering yang dihasilkan karena adanya perbedaan tekanan maksimum di dalam bahan yang dikempa.

Namun bila ditinjau dari daya tahan alat maka akan dijumpai bahwa alat tradisional yang mempergunakan rangka kayu akan mudah patah akibat tekanan yang diberikan sering tidak sesuai dengan kekuatan dari rangka alat tersebut. Demikian pula dengan alat kempa sistem ulir yang membutuhkan tenaga yang cukup besar untuk pengoperasiannya, walaupun memperlihatkan hasil yang cukup baik, namum akan sulit untuk dibawa ke kebun gambir yang pada umumnya berada di daerah dengan topografi


(21)

berbukit.Pengolahan model pabrik kurang diminati petani, karena pada umumnya mereka tidak mau menjual daunnya untuk diolah di tempat lain sebab ampas hasil olahannya selalu disebar kembali di areal pertanaman mereka sebagai pupuk.

Lama pengempaan berkisar antara 10-15 menit bergantung kepada jenis alat yang digunakan. Getah daun dan air perasan dari getah daun (ekstrak) hasil kempa ditampung dengan baskom plastik untuk selanjutnya dilakukan pengendapan. (Nasrun et al,1997)

3. Pengendapan Getah

Ekstrak gambir hasil kempaan dipindahkan ke dalam peraku panjang yang terbuat dari kayu dengan terlebih dahulu dilakukan penyaringan agar kotoran daun yang terbawa dalam cairan dapat dipisahkan, untuk selanjutnya dilakukan proses pengendapan. Pengendapan getah dapat dirangsang dengan menggesek-gesek getah tersebut dengan kumpulan serat karung goni/plastik. Di dalam paraku biasanya terpisah antara kristal yang terdapat pada bagian bawah yang dominan terdiri dari katechin, sementara cairan yang berwarna kecoklatan yang berada pada bagian atas adalah tannin atau katechu tanat. Sedapat mungkin setelah air katechu tanat diambil baru kristal katechin dikumpulkan untuk selanjutnya ditiriskan. Proses pengendapan ini biasanya berlangsung sekitar 20 jam. (Yuliani et al,1999)

4. Penirisan Getah

Penirisan dilakukan dengan memasukkan endapan getah (getah yang mengkristal) ke dalam karung goni dan dihimpit dengan benda yang berat. Air penirisan ditampung dalam paraku, dimana biasanya air ini dapat digunakan kembali untuk perebusan. Penirisan ini dilakukan selama 10-20 jam, tergantung dengan banyaknya jumlah bahan yang ditiriskan. Setelah didapatkan bongkahan sari getah gambir yang berbentuk pasta padat, maka untuk selanjutnya bisa dilakukan pencetakan.

5. Pencetakan

Ekstrak gambir yang telah melewati proses penirisan akan berbentuk seperti pasta. Pasta ini sudah dapat dicetak. Pencetakan dilakukan dengan menggunkan alat cetakan yang terbuat dari bambu (cupak = Minangkabau), yang mempunyai diameter sekitar 1 inch. Di Sumatera Barat terdapat 3 macam bentuk alat cetakan, yang terdiri dari


(22)

Untuk keperluan konsumsi, gambir dicetak dengan menggunakan cetakan yang berbentuk silinder cekung, dan unutk keperluan industri/ekspor gambir dicetak dengan alat cetakan yang berbentuk koin atau silinder. Untuk 1 orang yang mencetak I kg gambir dibutuhkan waktu 20-25 menit.

6. Pengeringan

Gambir yang telah selesai dicetak diletakkan dalam wadah yang terbuat dari bambu/kayu yang mirip baki, disusun rapi dan siap untuk dijemur dengan cahaya matahari atau di atas tungku pemanas/perebus daun gambir. Pengeringan ini dilakukan selama 3-4 hari, atau tergantung cuaca jika dijemur dengan cahaya matahari.

(Zeijistra,1943)

2.2 Proses pembuatan histoteknik

2.2.1 Teknik Pewarnaan

Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat dikenali/diamati dengan mikroskop. Proses timbulnya warna terkait dengan terjadinya ikatan antara molekul tertentu yang terdapat pada daerah dan struktur jaringan yang tertentu. Sinar dengan panjang gelombang tertentu yang terdapat dalam sinar yang berasal dari cahaya matahari atau lampu mikroskop yang dipaparkan pada sajian yang telah diwarnai akan diabsorpsi (diserap) atau diteruskan. Zat warna yang terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu sehingga jaringan tersebut akan tampak berwarna.

Dengan beberapa pengecualian, kebanyakan jaringan tidak berwarna, sehingga sulit untuk memeriksa jaringan yang tidak diwarnai di bawah mikroskop cahaya. Oleh karena itu, telah ditemukan metode-metode pewarnaan jaringan, yang tidak hanya membuat berbagai jaringan menjadi menyolok, tetapi memungkinkan pula diadakan perbedaan di antara komponen-komponen tersebut. Ini dilakukan dengan menggunakan campuran zat warna yang mewarnai komponen jaringan lebih kurang secara selektif.

Kebanyakan zat warna yang digunakan dalam pemeriksaan histologi bersifat seperti senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan untuk membentuk ikatan elektrostatik (garam) dengan gugus-gugus jaringan yang dapat berionisasi. Komponen


(23)

jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik; yang menpunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik.

Contoh zat warna basa adalah biru toluidin dan biru metilen. Hematoksilin berkelakuan seperti zat warna basa, yaitu mewarnai jaringan basofilik. Komponen ringan utama yang berionisasi dan bereaksi dengan zat warna basa melakukan hal itu karena asam dalam komposisi mereka (nucleoprotein dan mukopolisakarida asam). Zat warna asam misalnya orange G, eosin dan fuchsin asam kebanyakan mewarnai komponen basa yang ada di dalam protein sitoplasma. Sifat basa atau asam suatu zat biasanya menjelaskan reaksi pewarnaan secara kimia, tetapi juga ada dasar-dasar fisika.

Dari semua zat warna, yang paling sering digunakan adalah gabungan hematoksilin dan eosin (H&E). Banyak warna lain yang digunakan dalam berbagai prosedur histologik. Meskipun mereka berguna dalam menggambarkan berbagai komponen jaringan, mereka biasanya tidak memberikan keterangan mengenai sifat kimia jaringan yang sedang dipelajari.

Didasarkan pada metoda produksi, ada dua jenis zat warna, yaitu yang alami dan sintetis (Carleton, 1976). Hematoksilin diperoleh dari pohon logwood yaitu Haematoxylum Campachianum adalah contoh pewarnaan alami (Baker & Silverton, 1976). Hematoksilin adalah zat warna mitra untuk eosin di teknik pewarnaan Hematoksilin & Eosin. Ia akan membuat nukleus berwarna biru-violet atau coklat. Sedangkan eosin adalah pewarna sintetis yang mewarnai sel darah merah, sitoplasma, membran sel, kalogen dan struktur di luar sel dengan memberikan warna merah muda atau warna merah.

Sebelum melakukan pewarnaan serangkaian persiapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Peralatan gelas harus dibersihkan dulu dan dibilas dengan akuades

2. Timbang zat warna dengan cermat dan tepat

3. Larutkan zat warna dalam pelarut yang benar dengan memperhatikan urutan pencampurannya, misalnya hematoksilin selalu harus dilarutkan dalam alkohol dulu sebelum ditambahkan bahan lain.


(24)

6. Siapkan juga larutan-larutan lain yang diperlukan untuk proses pewarnaan dan tuangkan dalam wadah yang sesuai

7. Atur urutan larutan-larutan tersebut sesuai dengan prosedur proses pewarnaan

8. Zat warna beralkohol harus ditutup rapat untuk mencegah penguapan alkohol

yang akan menyebabkan presipitasi (pengendapan) zat warna

Pelarut yang umum dipakai dalam proses pewarnaan adalah air dengan derajat keasaman yang netral (pH 7). Disamping itu juga dapat digunakan cairan pelarut lainnya seperti etilalkohol (etanol) dengan derajat konsentrasi yang bervariasi. Bila tidak ada keterangan dalam proses pelarutan yang menggunakan alkohol berarti konsentrasi alkohol yang digunakan adalah alkohol absolut dengan konsentrasi 99.9%.

2.2.2 Pulasan (Pewarnaan) Hematoksilin-Eosin

Pulasan (pewarnaan) yang sering digunakan secara rutin adalah pewarnaan yang dapat digunakan untuk memulas inti dan sitoplasma serta jaringan penyambungnya yaitu pulasan hematoksilin-eosin (HE). Pada pulasan HE digunakan dua macam zat warna yaitu hematoksilin yang berfungsi untuk memulas inti sel dan memberikan warna biru (basofilik) serta eosin yang merupakan counterstaining hematoksilin, digunakan untuk memulas sitoplasma sel dan jaringan penyambung dan memberikan warna merah muda dengan nuansa yang berbeda.

Hematoksilin merupakan zat warna alami yang pertama kali dipakai tahun 1863. Hematoksilin akan mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Senyawaan hematoksilin yang dipakai adalah bentuk oksidasinya yaitu hematein. Proses oksidasi senyawaan hematoksilin ini dikenal sebagai Ripening dan dapat dipercepat prosesnya dengan menambahkan senyawaan yang bertindak sebagai oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium permanganat dan sodium iodat.

Selama proses oksidasi berlangsung kemampuan hematoksilin utuk mewarnai inti sel akan terus berlangsung dan akan berkurang bila proses oksidasi telah selesai. Untuk memperpanjang proses ini larutan hematoksilin dapat disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan dalam ruangan gelap. Dalam kondisi terpapar oleh cahaya sebaiknya larutan diganti sekurangnya seminggu sekali. Jenis hematoksilin yang sering dipakai adalah


(25)

mayer, delafied, Erlich, Bullard dan Bohmer, sedangkan counterstaining yang dipakai adalah eosin, safranin, dan phloxine.

Beberapa larutan hematoksilin yang digunakan adalah: 1. Hematoksilin Erlich (Zulham,2009).

Hematoksilin Erlich adalah hematoksilin yang paling tahan lama, mudah berdifferensiasi dan warnanya relatif tahan lama. Hematoksilin ini baru bisa digunakan setelah 1-2 bulan dibuat. Waktu inkubasinya adalah 30 menit dan counterstainingnya adalah 0.5 -1% larutan eosin dalam air. Formulanya adalah sebagai berikut

- Hematoksilin ………... 6 gram

- Alkohol absolut ……….. 300ml

- Akuades ……….. 300ml

- Glycerol ……….. 300 ml

- Glacial acetic acid ………... 30 ml

- Potassium alum ………30 ml

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut : - Hematoksilin dilarutkan dalam alkohol

- Sambil digerus dalam mortar secara perlahan-lahan tambahkan bahan lainnya secara berurutan sambil digerus

- Akhirnya tambahkan kristal potassium alum (Aluminium potassium sulfate) sambil menggoyang-goyang botol hingga terdapat endapan kristal alum di dasar botol.

- Botol berisi larutan hematoksilin Ehrlich kemudian ditutup secara longgar dengan gumpalan kapas dan disimpan ditempat terang selama 1-2 bulan sehingga

hematoksilinnya teroksidasi menjadi haematin. Proses ini dikenal sebagai pematangan

2. Hematoksilin Delafield (Zulham,2009).


(26)

- Hematoksilin kristal ………... 6 gr

- Alkohol absolut ………. 50 ml

- Ammonium alum ………. 55 gr

- Aquades ……….. 600ml

- Glycerol ……… 150ml

Cara pembuiatan larutan hematoksilin Delafield adalah sebagai berikut : - Larutkan kristal hematoksilin dengan alkohol absolut

- Larutkan ammonium alum dengan akuades hingga jenuh (saturated) - Campurkan kedua larutan tersebut dan diamkan selama 3-5 hari - Saring dan tambahkan glycerol

- Biarkan selama 3 hari dalam botol terpapar cahaya

- Setelah 3 hari simpan dalam botol tertutup dan lindungi dari cahaya

3. Hematoksilin Mayer

Larutan hematoksilin Mayer merupakan larutan yang dapat disimpan dalam waktu lama (berbulan-bulan), counterstaining dengan 0.5-1% larutan eosin dan waktu inkubasinya 10-15 menit. Formulanya adalah

- Hematoksilin kristal ……….. 1gr

- Aquades ……….. 1000ml

- Sodium iodate ……….. 0.2 gr

- Ammonium/potassium alum ………. 50gr

- Citric acid ……… 1gr

- Chloral hydrate ……… 50gr

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut

- Larutkan ammonium/potassium alum di dalam aquades

- Tambahkan hematoksilin dan campurkan secara baik


(27)

- Campur dan aduk hingga seluruhnya tercampur dengan baik - Biarkan semalam dan saring dengan kertas saring besoknya

4. Hematoksilin Harris

Larutan pewarna yang dapat dipakai segera setelah selesai dibuat, counterstaining dengan 0.5-1% larutan eosin dan waktu inkubasinya adalah 15-20 menit. Formulanya adalah sebagai berikut

- Kristal hematoksilin ……… 5.0 gr

- Alkohol 100% ……….. 50 ml

- Ammonium/potassium alum ……… 100 gr

- Distilled water ……… 1000 ml

- Merkuri oksida ……… 2.5 gr

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut

- Larutkan hematoksilin di dalam alkohol

- Larutkan ammonium/potassium alum di dalam distilled water dan panaskan - Hentikan pemanasan dan campur kedua larutan tersebut

- Panaskan dengan cepat sambil di aduk

- Hentikan pemanasan dan campurkan merkuri oksida kedalamnya

perlahan-lahan

- Panaskan kembali hingga larutan bewarna purple gelap

- Hentikan pemanasan dan tempatkan wadah berisi larutan tersebut di dalam wadah berisi air dingin hingga laurtan hematoksilin menjadi dingin

- Larutan siap untuk digunakan segera setelah dinginkan

- Tambahkan 2-4ml asam asetat glasial per 100ml Larutan untuk meningkankan ketajaman warna inti


(28)

2.2.3 Larutan Counterstaining

Beberapa pulasan yang dipakai sebagai counterstaining larutan hematoksilin adalah eosin, safranin dan phloxine.

1. Larutan Eosin

Larutan eosin yang digunakan terdiri atas larutan stok (Stock solution) dan larutan kerja (working solution). Adapun kedua larutan ini adalah sebagai berikut

1% Stock Alkohol-Eosin

Eosin Y, water soluble ………. 1.0 gr

Distilled water ……….. 20 ml

Larutkan dan tambahkan

Alkohol 95% ……….. 80 ml

Working Eosin Solution

Eosin stock solution ……… 1 bagian

Alkohol 80% ………... 3 bagian

Dibuat sesaat sebelum digunakan dan tambahkan asam asetat glasial 0.5ml untuk setiap 100 ml larutan dan aduk dengan baik

2. Larutan Phloxine

Laurtan phloxine terdiri atas larutan stock eosin, stock phloxine, working solution dan larutan Safran. Larutan-larutan tersebut adalah sebagai berikut

Stock Eosin

Eosin Y water soluble ……… 1 gram

Distilled water ……… 100ml Stock Phloxine

Phloxine B ……….. 1.5 gr Distilled water ………... 100ml Working Solution


(29)

Stock Phloxine ………. 10ml

Alkohol 95% ………. 780ml Asam asetat glasial ……….. 4ml 2% Alkohol Safran

Safran du Gatinais ………. 2 gram

Alkohol 100% ……….. 100ml

2.3 Pulasan(pewarnaan) rutin yang banyak dipakai

2.3.1 Pewarnaan Mayer Hematoxylin-Eosin

Pulasan ini banyak dipakai dengan beberapa pertimbangan : 1. Differensiasi warna sangat jelas

2. Mewarnai inti sel dengan baik dan jelas dengan background yang tidak bewarna

3. Hasil konsisten

4. Prosedurnya sederhana

5. Dapat mewarnai preparat yang difiksasi dengan fiksasi apapun juga prosedur yang dipakai adalah sebagai berikut

a. Deparafinisasi dengan xylol (2x2 min)

b. Hidrasi dengan serial Alkohol 100% (2x2 min) – 95% (2min) – 90% (2 min) – 80% (2 min) - 70% (2min) – Distilled water (3min)

c. Inkubasi dalam larutan hematoksilin Mayers selama 15 min d. Cuci dalam air mengalir selama 15-20menit

e. Observasi di bawah mikroskop, bila masih terlalu biru cuci lagi di air mengalir selama beberapa menit. Bila sudah cukup warnanya lanjutkan ke langkah selanjutnya

f. Counterstaining dalam larutan Eosin working solution selama 15 detik


(30)

g. Dehidrasi dalam serial alkohol dengan gradasi meningkat perlahan mulai 70% hingga 100% masing-masing 2 menit.

h. Jernihkan dan dealkoholisasi dalam xylol 2x2min i. Tutup dengan balsem kanada

Hasil/ Interpretasi adalah - Inti sel bewarna biru

- Sitoplasma bewarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada komponen tertentu (Zulham, 2009).

Gambar 2.2 Jaringan serebellum dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Dengan pembesaran 10x40.

2.3.2 Pewarnaan Hematoksilin Harris-Eosin

Protokol pulasan hematoksilin Harris –eosin adalah sebagai berikut


(31)

b. Hidrasi dalam larutan alkohol dengan gradasi yang menurun dari 100%-95%-90%-80%-70%

c. Inkubasi dalam larutan hematoksilin Harris selama 15 min

d. Bilas dalam air mengalir dalam waktu yang singkat

e. Celup dalam campuran asam-alkohol secara cepat 3-10 celup cek

diferensiasi warna di bawah mikroskop f. Bilas dalam air mengalir secara singkat

g. Celup sebanyak 3-5 kali dalam larutan ammonium atau lithium carbonat

hingga potongan bewarna biru cerah

h. Cuci dalam air mengalir selama 10-20 menit Bila pencucian tidak maksimal jaringan sulit terwarna oleh Eosin

i. Inkubasi dalam eosin selama 15 detik hingga 2 menit

j. Dehidrasi dalam alkohol dengan konsentrasi yang meningkat secara perlahan, masing-masing selama 2 menit

k. Inkubasi dalam xylol 2x2menit

l. Tutup dengan kaca penutup

Hasil/Interpretasi hasil pulasan - Inti sel bewarna biru

- Sitoplasma bewarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada komponen tertentu (Zulham, 2009).

2.3.3 Pewarnaan Hematoksilin Mayer-Phloxyne-Safran Prosedur pewarnaan adalah sebagai berikut

a. Deparafinisasi dalam xylol

b. Hidrasi dalam larutan alkohol dengan gradasi yang menurun dari 100%-95%-90%-80%-70%

c. Inkubasi dalam larutan asam pikrat jenuh selama 5 menit d. Cuci dalam air mengalir hingga seluruh asam pikrat hilang


(32)

g. Warnai dalam larutan 1.5% larutan Phyloxine B selama 2 menit h. Basuh dengan air selama 5 menit

i. Cuci dengan alkohol absolut 3 kali

j. Warnai dalam 2% larutan alkohol Safran selama 5 menit k. Cuci dengan alkohol absolut 2 kali

l. Inkubasi dalam xylol 2 kali masing-masing selama 2 menit

m. Rekatkan dengan objek glass menggunakan Balsam Kanada

Hasil/interpretasi

- Inti bewarna biru

- Sel darah merah bewarna vermillion pink

- Tulang bewarna kuning

- Tulang rawan bewarna hijau kekuningan

- Otot bewarna merah


(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep penelitian

Zat warna komponen sel

mewarnai

Hematoksilin bersifat basa bersifat asam

Larutan gambir

Eosin bersifat asam mewarnai bersifat basa

Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian

Komponen-komponen sel bersifat asam dan basa. Komponen sel yang bersifat asam seperti nukleus yang kaya-RNA dan matriks tulang rawan akan diwarnai oleh hematoksilin dengan warna biru-violet atau coklat. Komponen sel yang bersifat basa seperti sel darah merah, sitoplasma, membran sel, kolagen dan struktur diluar sel akan diwarnai oleh eosin dengan warna merah muda atau warna merah. Manakala larutan gambir yang masih belum diketahui pelarutnya,apakah ia akan mewarnai komponen sel asam atau basa? Ia akan memberikan warna apa pada komponen sel?


(34)

- Konsentrasi larutan : perbandingan massa atau volume suatu pelarut terhadap massa atau volume dari larutan atau pelarut.

- Lama inkubasi : proses mempertahankan campuran reaksi pada temperatur tertentu dalam kurun waktu yang telah ditetapkan untuk perkembangan reaksi kimia atau enzimatik.

- pH : lambang yang menghubungkan konsentrasi ion hidrogen (H+) atau aktivitas suatu solusio (larutan) pada suatu solusio standar tertentu.

- Histoteknik :


(35)

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Histologi dan laboratorium Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret-November 2010.

4.3 Alat dan Bahan 4.3.1 Alat

1. Cover glass 2. Microtome

3. Microscope binocular dan trinocular 4. Neraca dan kelengkapannya

5. Object glass 6. pH meter 7. Paraffin oven 8. Pipet tetes 9. Staining jar 10. Waterbath

4.3.2 Bahan

1. 10% neutral buffered formalin 2. Alkohol 70%, 80%, 90%


(36)

5. Eosin

6. Hematoxylin Mayer 7. Paraffin

8. Perekat albumin 9. Xylene

10. Larutan gambir

11. Sampel jaringan dari monyet.

4.4 Pengambilan sample jaringan monyet

Seekor hewan monyet telah dianatesi dengan memberikan suntikan ketamin intrakutan sebanyak 5mg/kgBB IM. Setelah hewan tertidur dilakukan sayatan abdominal dimulai dari caudal hingga manubrium sterni. Pengambilan jaringan yakni cerebellum, hati, usus, ginjal, colon, pankreas dan limpa dilakukan segera dengan ketebalan + 1 cm. Jaringan yang diperoleh segera direndam dalam larutan pengawet 10% neutral buffer formalin.

4.5 Pembuatan sediaan

Sampel jaringan hewan monyet dengan ketebalan 1 cm diperoleh dari proses bedah hewan. Jaringan-jaringan ini telah diawetkan di dalam 10% neutral buffered formalin selama 24 jam dan diproses untuk parafin embedding dengan dehidrasi melalui alkohol 70 %, 90 %, 95 % dan etanol absolut selama 2x15 menit. Clearing (pembeningan) tercapai melalui dua kali perendaman dalam xylene selama masing-masing 15 menit. Infiltrasi (pembenaman) lilin parafin dilakukan dalam oven parafin bersuhu 70 °C selama 3 x 1 jam. Selanjutnya dilakukan pembuatan blok parafin. Blok parafin ini telah dipotong dengan ketebalan 8 µm dengan menggunakan rotary microtome. Irisan jaringan yang diinginkan dilekatkan pada object glass berperekat albumin pada waterbath dan dikeringkan dengan suhu ruangan semalaman.


(37)

Gambir diperoleh dari membeli di pasar bunga Padang Bulan, Sumatera Utara, Medan. Gambir ini akan di tumbuk terlebih dahulu sehingga menjadi serbuk dan di jemur di bawah sinar matahari sehinnga kering. Larutan gambir 0,1% w/v, 0,2% w/v, 0,5% w/v, 1% w/v yang terlarut dalam 100 ml masing-masing larutan berikut; air suling, 70% etanol, 1% HCL dalam akuades dan 1% NaOH dalam akuades.

Tabel 4.1 Berbagai Variasi Konsentrasi dan Pelarut yang akan digunakan

Air suling 70% etanol

1% HCL dalam akuades

1% NaOH dalam akuades 0,1% w/v

0,2% w

/v

0,5% w/v 1,0% w

/v

4.7 Metode Pewarnaan HE

Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2 x 2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%, 70%) dan akuades. Irisan jaringan kemudian direndam dalam larutan Hematoxylin Mayer selama 5 menit dan dicuci dengan air kran mengalir selama 10 menit. Selanjutnya, irisan jaringan direndam dalam larutan eosin working solution selama 2 menit dan didedhidrasi dengan alkohol bertingkat kepekatannya, dijernihkan dengan xylene 2 x 2 menit, dan ditutup dengan entellan™.

4.8 Metode Pewarnaan Larutan Gambir

1. Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2 x 2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%, 70%) dan akuades. Irisan jaringan kemudian direndam dalam larutan Hematoxylin


(38)

didedhidrasi dengan alkohol bertingkat kepekatannya, dijernihkan dengan xylene 2 x 2 menit, dan ditutup dengan entellan™.

2. Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2 x 2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%, 70%). Irisan jaringan kemudian direndam dalam larutan gambir selama 15 menit. Selanjutnya, irisan jaringan direndam dalam larutan Hematoxylin Mayer selama 5 menit dan didedhidrasi dengan alkohol bertingkat kepekatannya, dijernihkan dengan xylene 2 x 2 menit, dan ditutup dengan entellan™.

3. Irisan jaringan dihilangkan parafinnya dengan merendam dalam xylene selama 2 x 2 menit dan dihidrasi kembali dengan larutan alkohol (absolut, 90%, 80%, 70%) dan akuades. Irisan jaringan kemudian direndam dalam larutan gambir selama 15 menit. Selanjutnya, irisan jaringan direndam dalam larutan eosin working solution selama 2 menit dan didedhidrasi dengan alkohol bertingkat kepekatannya, dijernihkan dengan xylene 2 x 2 menit, dan ditutup dengan entellan™.

4.9 Analisis Data

Sampel diamati dengan mikroskop binokular dan dilihat efek pewarnaanya pada sel (nukleus dan sitoplasma) dan pada beberapa komponen jaringan tertentu seperti serabut. Sampel hasil pewarnaan larutan serbuk gambir akan dibandingkan sampel jaringan yang sama yang diwarnai dengan HE.Sampel yang telah diwarnai akan difoto dengan mikroskop trinokular olympus BX51.

4.10 Persetujuan Etik Penelitian (Ethical Clearance)

Persetujuan atas etika penelitian telah diperolehi dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(39)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Eksperimen membuat sediaan histologis dan mewarnai jaringan ini telah dilakukan di laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

5.1.2 Karekteristik penelitian

5.1.2.1 Karekteristik sampel jaringan

Sampel jaringan diambil dari hewan monyet berupa hepar, colon, usus, ginjal, jantung dan limpa dengan ketebalan + 1 cm. Jaringan diparafinisasi dan dipotong dengan menggunakan rotary microtome dengan ketebalan 8µ m.

5.1.2.2 Konsentrasi Larutan

Konsentrasi larutan yang paling baik berupa 2 % w/v serbuk gambir

dengan pelarut yang digunakan berupa ethanol 70%.


(40)

Gambar 5.1 Pewarnaan jaringan serebellum dengan menggunakan larutan gambir dengan konsentrasi yang berbeda A. Aquadest 0,5%, B.

Ethanol 0,2%, C. HCL 1%, D. NaOH 1% untuk menentukan konsentrasi

pelarut gambir yang optimum. Dengan pembesaran 10x40.

5.1.2.3 Lama Inkubasi

Lama inkubasi (yang memberikan hasil terbaik) adalah 15 menit.

Gambar 5.2 tampak pewarnaan jaringan serebellum dengan menggunakan 2 % w/v serbuk gambir dengan pelarut ethanol 70% untuk

menentukan lama inkubasi yang paling baik. A. 10 menit, B. 15 menit, C. 30 menit, D. 1 jam. Dengan pembesaran 10x40.

5.1.2.4 pH

D C

A

D C


(41)

pH yang diukur pada larutan serbuk gambir dengan konsentrasi 0.2 % w/v dengan pelarut ethanol 70% adalah 6,8. Ini berarti

pH optimal gambir agar dapat mewarnai adalah 6,0 dan bersifat asam.

Gambar 5.3 tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. ethanol 0,1% (pH 6,5), B. ethanol 0,2% (pH 6,0), ethanol 0,5% (pH 6,8), D. ethanol 1% (pH 6,3). pH larutan-larutan gambir dengan berbagai konsentrasi ini telah diukur dengan menggunakan pH meter. Dengan pembesaran 10x40.


(42)

Dari semua jaringan yang telah diwarnai, didapati hasil daripada pewarnaan jaringan hepar, colon, usus, ginjal, pankreas, limpa dengan menggunakan gambir, gambir-hematoksilin, hematoksilin-gambir, gambir-eosin adalah seperti berikut.

Gambar 5.4 di atas, tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. Hepar, B. Limpa, C. Jantung, D. Ginjal, E. Usus dan F. Colon dengan pewarnaan larutan gambir. Dengan pembeasaran 10x100.

A B

C D


(43)

Gambar 5.5 di atas, tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. Colon, B. Pankreas, C. Limpa, D. Ginjal, E. Hepar, F. Usus yang diteliti dengan menggunakan pewarnaan gambir-hematoksilin.dengan pembesaran 10x100.

C D


(44)

Gambar 6 di atas, tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. Limpa, B. Ginjal, C. Usus, D. Pankreas, E. Hepar, F. Colon yang diteliti dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-gambir.dengan pembesaran 10x100.

A B

C D


(45)

Gambar 7 di atas, tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. Ginjal, B. Pankreas, C. Usus, D. Jantung, E. Limpa, F. Colon yang diteliti dengan menggunakan pewarnaan gambir-eosin.dengan pembesaran 10x100.

A B

C D


(46)

5.2 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah uncaria gambir (gambir) dapat menjadi zat warna alternatif lain dalam pewarnaan histoteknik. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Histologi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Berdasarkan hasil penelitian didapati larutan serbuk gambir 0,2% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol merupakan konsentrasi optimal yang diperoleh setelah percobaan ke atas sel jaringan monyet. Ia memberikan hasil warna merah kecoklatan ke atas sitoplasma sel jaringan dengan lama masa inkubasinya 15 menit. Lama inkubasi 15 menit ini dipilih setelah melakukan eksperimen terhadap jaringan serebellum. Dapat dilihat pada gambar 5.2 hasil daripada pewarnaan larutan serbuk gambir 0,2% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol dengan masa inkubasi yang berbeda. Jelas terlihat bahawa masa inkubasi 15 menit lebih baik dan efisien daripada masa inkubasi 30 menit karena warnanya jelas kelihatan dan waktunya juga tidak terlalu lama.

Pengukuran pH diukur dengan menggunakan pH meter di Laboratorium Fakultas Farmasi. pH yang diukur pada larutan serbuk gambir 0,2% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol adalah 6,0 yaitu bersifat asam dibandingkan dengan larutan serbuk gambir 0,1% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol yang memiliki pH 6,3. Ini karena serbuk gambir dengan pH 6,0 lebih asam daripada pH 6,3. Serbuk gambir ini dengan pH nya 6,0 membolehkan ia mewarnai dengan lebih jelas struktur yang bersifat basa iaitu struktur protein sitoplasma jaringan menghasilkan warna merah kecoklatan. Sedangkan struktur yang bersifat asam seperti nukleus kurang ternoda oleh zat warna gambir yang bersifat asam ini. Ini menunjukkan larutan zat warna gambir ini lebih bersifat asidofilik. Didapati larutan zat warna gambir dapat menjadi zat warna alternatif untuk eosin.

Pada gambar 4, dapat dilihat pewarnaan jaringan dengan larutan gambir. Pada pewarnaan didapati larutan gambir yang bersifat asam ini hanya mewarnai sitoplasma sel yang bersifat basa, yaitu menghasilkan warna merah kecoklatan.

Berdasarkan hasil penelitian pada gambar 5, apabila sel jaringan diwarnai oleh larutan serbuk gambir dahulu kemudian diikuti dengan pewarnaan hematoksilin didapati warna biru-voilet hematoksilin dapat mengikat nukleus pada sel jaringan


(47)

tetapi warna merah kecoklatan gambir yang seharusnya mewarnai sitoplasma tidak jelas kelihatan.

Pada gambar 6, apabila larutan gambir digunakan sebagai perona (counterstaining) terhadap pewarna hematoksilin, reaksi pewarnaan sama dengan zat warna Eosin kecuali warnanya yang merah kecoklatan pada sitoplasma. Hasil pewarnaan ini berbeda dengan pewarnaan pada gambar 5 karena kedua-dua warna gambir merah kecoklatan dan hematoksilin biru-violet jelas kelihatan. Ini menunjukkan larutan gambir dapat digunakan setelah pewarnaan hematoksilin dan menjadi perona (counterstaining) terhadap pewarna hematoksilin.

Pada gambar 7, hasil menunjukkan apabila larutan gambir digunakan bersama dengan pewarnaan eosin working solution didapati kedua-duanya zat warna gambir dan eosin masing-masing yang bersifat asam hanya mewarnai sitoplasma. Dan didapati zat warna gambir merah kecoklatan tidak jelas kelihatan, yang jelas kelihatan hanya warna merah eosin . Ini menunjukkan intensitas warna eosin lebih kuat dibandingkan zat warna gambir sehingga komponen basa dalam protein sitoplasma lebih cenderung mengikat zat warna eosin (Junquera, 2007).


(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Gambir dapat di gunakan sebagai zat warna alternatif lain pada pewarnaan histoteknik dan bermanfaat dalam teknik pewarnaan.

2. Daripada hasil penelitian, larutan gambir memberikan hasil yang optimal pada 2 % w/v dengan pelarut ethanol 70%,lama inkubasi 15 menit serta

pH 6,0 yaitu asam dalam mewarnai sitoplasma pada jaringan serta dapat menjadi alternatif zat warna eosin.

.2 Saran

1. Penelitian ini di harapkan bisa memberikan manfaat dalam teknik pewarnaan histoteknik oleh semua pihak terutama di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,Medan. 2. Penggunaan bahan alami seperti gambir ini diharap dapat memberikan

banyak manfaat seperti lebih murah, tahan lama, tidak sulit dibersihkan dan tidak merusak lingkungan.

3. Untuk penelitian selanjutnya, diharap dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dan dapat mempertimbangkan pH, konsentrasi pelarut dan masa inkubasi yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Junqueira,LC., 2007. Persiapan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. Histology Dasar: teks dan atlas. Edisi 10. Jakarta : EGC. 3 – 5.

Sigh, K., 2002. Syarat-syarat standart zat warna ideal; Theory and Practice of Histological thecnique s. Vol II, number 4, Oct-Dec 2002. 230 – 2.

Hiller, K., 2007. Guide to Species Information, Adelaide University. Available from:

National Centre for Social Research, 2006. Experimental Research. London: National Centre for Sosial Research. Available from:

[Accesed 6 March 2010].

Yuliani, S., 1999. Pemeriksaan kandungan kimia aktif antimikroba gambir. Makalah Seminar PERHIPBA, Universitas Pancasila, Jakarta.

Zamarel, E., 1991. Budi daya tanaman gambir. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 7 (2) ; 7 – 11.

[Accessed 14

August 2010]

Zeijlistra, F.Z.N., 1998. Sirih, Pinang dan Gambir. Dalam C.J.J. van Hall en C. van de Koppel (Eds). Landbouw in Indische Archipel, w. van Hoeve’s


(50)

Gattuso, M ., 2004. Morphoanatomical studies of Uncaria tomentosa and Uncaria guianensis bark and leaves. Phytomedicine, 11, 213 – 23.

Keplinger, K., 1999. Uncaria tomentosa (Willd.) DC.—Ethnomedicinal use and new pharmacological, toxicological and botanical results. Journal of

Ethnopharmacology, 64, 23-34.

Bachtiar, A., 1991. Manfaat Gambir. Makalah pada Penataran Petani dan Pedagang Pengumpul Gambir di Pangkalan. FMIPA Unand. Padang.

Rukmana, R., 1994. Gambir Indonesia. Jakarta.

Zulham., 2009. Penuntun Praktikum Histoteknik. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bhuyan R., 2005. Isolation of Colour Component from Native Dyebearing Plants in Northeastern India. Bioresource Technology: 363 – 72


(1)

Gambar 7 di atas, tampak pewarnaan jaringan-jaringan A. Ginjal, B. Pankreas, C. Usus, D. Jantung, E. Limpa, F. Colon yang diteliti dengan menggunakan pewarnaan gambir-eosin.dengan pembesaran 10x100.

A B

C D


(2)

5.2 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah uncaria gambir (gambir) dapat menjadi zat warna alternatif lain dalam pewarnaan histoteknik. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Histologi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Berdasarkan hasil penelitian didapati larutan serbuk gambir 0,2% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol merupakan konsentrasi optimal yang diperoleh setelah percobaan ke atas sel jaringan monyet. Ia memberikan hasil warna merah kecoklatan ke atas sitoplasma sel jaringan dengan lama masa inkubasinya 15 menit. Lama inkubasi 15 menit ini dipilih setelah melakukan eksperimen terhadap jaringan serebellum. Dapat dilihat pada gambar 5.2 hasil daripada pewarnaan larutan serbuk gambir 0,2% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol dengan masa inkubasi yang berbeda. Jelas terlihat bahawa masa inkubasi 15 menit lebih baik dan efisien daripada masa inkubasi 30 menit karena warnanya jelas kelihatan dan waktunya juga tidak terlalu lama.

Pengukuran pH diukur dengan menggunakan pH meter di Laboratorium Fakultas Farmasi. pH yang diukur pada larutan serbuk gambir 0,2% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol adalah 6,0 yaitu bersifat asam dibandingkan dengan larutan serbuk gambir 0,1% Weight/Volume yang terlarut dalam 70% etanol yang memiliki pH 6,3. Ini karena serbuk gambir dengan pH 6,0 lebih asam daripada pH 6,3. Serbuk gambir ini dengan pH nya 6,0 membolehkan ia mewarnai dengan lebih jelas struktur yang bersifat basa iaitu struktur protein sitoplasma jaringan menghasilkan warna merah kecoklatan. Sedangkan struktur yang bersifat asam seperti nukleus kurang ternoda oleh zat warna gambir yang bersifat asam ini. Ini menunjukkan larutan zat warna gambir ini lebih bersifat asidofilik. Didapati larutan zat warna gambir dapat menjadi zat warna alternatif untuk eosin.

Pada gambar 4, dapat dilihat pewarnaan jaringan dengan larutan gambir. Pada pewarnaan didapati larutan gambir yang bersifat asam ini hanya mewarnai sitoplasma sel yang bersifat basa, yaitu menghasilkan warna merah kecoklatan.

Berdasarkan hasil penelitian pada gambar 5, apabila sel jaringan diwarnai oleh larutan serbuk gambir dahulu kemudian diikuti dengan pewarnaan hematoksilin


(3)

tetapi warna merah kecoklatan gambir yang seharusnya mewarnai sitoplasma tidak jelas kelihatan.

Pada gambar 6, apabila larutan gambir digunakan sebagai perona (counterstaining) terhadap pewarna hematoksilin, reaksi pewarnaan sama dengan zat warna Eosin kecuali warnanya yang merah kecoklatan pada sitoplasma. Hasil pewarnaan ini berbeda dengan pewarnaan pada gambar 5 karena kedua-dua warna gambir merah kecoklatan dan hematoksilin biru-violet jelas kelihatan. Ini menunjukkan larutan gambir dapat digunakan setelah pewarnaan hematoksilin dan menjadi perona (counterstaining) terhadap pewarna hematoksilin.

Pada gambar 7, hasil menunjukkan apabila larutan gambir digunakan bersama dengan pewarnaan eosin working solution didapati kedua-duanya zat warna gambir dan eosin masing-masing yang bersifat asam hanya mewarnai sitoplasma. Dan didapati zat warna gambir merah kecoklatan tidak jelas kelihatan, yang jelas kelihatan hanya warna merah eosin . Ini menunjukkan intensitas warna eosin lebih kuat dibandingkan zat warna gambir sehingga komponen basa dalam protein sitoplasma lebih cenderung mengikat zat warna eosin (Junquera, 2007).


(4)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Gambir dapat di gunakan sebagai zat warna alternatif lain pada pewarnaan histoteknik dan bermanfaat dalam teknik pewarnaan.

2. Daripada hasil penelitian, larutan gambir memberikan hasil yang optimal pada 2 % w/v dengan pelarut ethanol 70%,lama inkubasi 15 menit serta pH 6,0 yaitu asam dalam mewarnai sitoplasma pada jaringan serta dapat menjadi alternatif zat warna eosin.

.2 Saran

1. Penelitian ini di harapkan bisa memberikan manfaat dalam teknik pewarnaan histoteknik oleh semua pihak terutama di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,Medan. 2. Penggunaan bahan alami seperti gambir ini diharap dapat memberikan

banyak manfaat seperti lebih murah, tahan lama, tidak sulit dibersihkan dan tidak merusak lingkungan.

3. Untuk penelitian selanjutnya, diharap dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dan dapat mempertimbangkan pH, konsentrasi pelarut dan masa inkubasi yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Junqueira,LC., 2007. Persiapan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. Histology Dasar: teks dan atlas. Edisi 10. Jakarta : EGC. 3 – 5.

Sigh, K., 2002. Syarat-syarat standart zat warna ideal; Theory and Practice of Histological thecnique s. Vol II, number 4, Oct-Dec 2002. 230 – 2.

Hiller, K., 2007. Guide to Species Information, Adelaide University. Available from:

National Centre for Social Research, 2006. Experimental Research. London: National Centre for Sosial Research. Available from:

[Accesed 6 March 2010].

Yuliani, S., 1999. Pemeriksaan kandungan kimia aktif antimikroba gambir. Makalah Seminar PERHIPBA, Universitas Pancasila, Jakarta.

Zamarel, E., 1991. Budi daya tanaman gambir. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 7 (2) ; 7 – 11.

[Accessed 14

August 2010]

Zeijlistra, F.Z.N., 1998. Sirih, Pinang dan Gambir. Dalam C.J.J. van Hall en C. van de Koppel (Eds). Landbouw in Indische Archipel, w. van Hoeve’s


(6)

Gattuso, M ., 2004. Morphoanatomical studies of Uncaria tomentosa and Uncaria guianensis bark and leaves. Phytomedicine, 11, 213 – 23.

Keplinger, K., 1999. Uncaria tomentosa (Willd.) DC.—Ethnomedicinal use and new pharmacological, toxicological and botanical results. Journal of

Ethnopharmacology, 64, 23-34.

Bachtiar, A., 1991. Manfaat Gambir. Makalah pada Penataran Petani dan Pedagang Pengumpul Gambir di Pangkalan. FMIPA Unand. Padang.

Rukmana, R., 1994. Gambir Indonesia. Jakarta.

Zulham., 2009. Penuntun Praktikum Histoteknik. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bhuyan R., 2005. Isolation of Colour Component from Native Dyebearing Plants in Northeastern India. Bioresource Technology: 363 – 72