Tinjauan YuridisTanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia Dalam Pengangkutan CPO PTPN IV Kebun Air Batu (Studi Pada PT. Kereta Api Medan)

(1)

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PT. KERETA API

INDONESIA DALAM PENGANGKUTAN CPO PTPN IV

KEBUN AIR BATU

(Studi Pada PT. Kereta Api Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

CINTHIA F RAMADHANI

NIM: 110200416

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PT. KERETA API

INDONESIA DALAM PENGANGKUTAN CPO PTPN IV

KEBUN AIR BATU

(Studi Pada PT. Kereta Api Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

CINTHIA F. RAMADHANI NIM : 110200416

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DG

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum

NIP. 19660303 198509 1 001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum Sinta Uli, SH.M.Hum NIP. 19660303 198509 1 001 NIP. 19550626 198601 2001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIHAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : Cinthia F Ramadhani

NIM : 110200416

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN

PERDATA DAGANG

JUDUL SKRIPSI : TINJAUAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB PT

KERETA API INDONESIA DALAM PENGANGKUTAN CPO PTPN IV KEBUN AIR BATU (STUDI PADA PT KERETA API MEDAN)

Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah dari orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

3. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Mei 2015


(4)

ABSTRAK Cinthia F. Ramadhani *

Dr. Hasim Purba, SH. M.Hum** Sinta Uli, SH.M.Hum**

Perjanjian pengangkutan CPO antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PTP Nusantara IV (Persero) dimulai dengan adanya perjanjian pengangkutan. PT. Kereta Api Indonesia(Persero) harus berupaya untuk menghindari, mencegah dan mengurangi kerugian selama berlangsungnya pengangkutan CPO sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 yang mengatur tentang penyelenggaraan perjanjian pengangkutan perkeretaapian.

Dimana skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Tanggungjawab PT. Kereta Api

Indonesia Dalam Pengangkutan CPO PTPN IV Kebun Air Batu (Studi pada PT. Kereta Api Medan). Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan CPO antara PT. Kereta Api Indonesia dengan PTP Nusantara IV Kebun Air Batu, bagaimana prosedur pelaksanaan pengangkutan yang harus dilakukan pihak PT. Kereta Api Indonesia dalam Pengangkutan CPO, bagaimana pertanggungjawaban PT. Kereta Api Indonesia jika melakukan kelalaian dan menyebabkan berkurangnya CPO yang diangkut.

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan penelitian Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Yuridis Normatif dengan jalan menelaah dan mengkaji suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan, digunakan sebagai dasar dalam melakukan pemecahan masalah sedangkan Yuridis Empiris dengan melakukan wawancara dan penelitian langsung ke PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

Pengaturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan hasil produksi milik PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dilakukan berdasarkan perjanjian Nomor :04.10/S.Perj/12/I/2014. Perjanjian prosedur pelaksanaan pengangkutan hasil produksi milik PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dilakukan sesuai dengan pasal 1 Surat Perjanjian Nomor:04.10/S.Perj/12/I/2014. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) bertanggungjawab jika melakukan kelalaian dan menyebabkan berkurangnya CPO yang diangkut sesuai dengan perjanjian yang berlaku dalam Surat Perjanjian Nomor:04.10/S.Perj/12/I/2014.

Kata Kunci : Tanggungjawab, Pengangkutan Minyak Kelapa Sawit (CPO).

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun yang penulis pilih sebagai judul Skripsi adalah :

“TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PT. KERETA API

INDONESIA DALAM PENGANGKUTAN CPO PTPN IV KEBUN AIR

BATU (STUDI PADA PT. KERETA API MEDAN)”

. Skripsi ini membahas

tentang tanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia dalam proses pengangkutan CPO (crude palm oil) atau minyak kelapa sawit PTPN IV Kebun Air Batu yang dimulai dengan adanya perjanjian pengangkutan antara PT. Kereta Api dan PTPN IV Kebun Air Batu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan berbagai keterbatasan penulis, baik pengetahuan pengalaman dalam menulis karya ilmiah, maupun ketersediaan literature. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada para pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya secara moril maupun materil dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada;

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syarifuddin Hasibuan S.H., M.H., DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K Saidin S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(6)

5. Bapak Dr. Hasim Purba S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing I yang telah banyak membantu dan membimbing maupun memberikan saran pada skripsi saya dari awal hingga akhir.

6. Ibu Sinta Uli S.H.,M.Hum selaku Ketua Program Kekhususan Perdata Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membimbing dan memperbaiki kesalahan-kesalahan pada skripsi ini dan juga telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dan memberikan pengetahuan dan nasehat dari proses awal sampai dengan akhir penulisan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen serta semua staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada ayah saya Ir. Marthias Mukarramin dan Ibu saya Ir. Cut Suzanna Safari yang tiada henti nya mendoakan saya dan memberikan dukungan dan selalu menyayangi saya sehingga menyemangati saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih banyak yah, bu.

9. Kepada kakak saya dr. Marissa Afrilia Ulfa dan adik saya Meuthia Yolanda Jayantri yang juga banyak membantu dan mendoakan saya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

10. Kepada sahabat-sahabat saya dan orang-orang terdekat saya Azri Mgl, Wan Fitri Marissa SH, Ria Angelina SH, Desty Hernisya SH, Dewi Sartika Lubis, Cyndi Fransisca SH, yang sama-sama berjuang untuk menjadi Sarjana-sarjana muda, dan juga Dandi Anugerah Muchlis SH yang sudah memberi banyak ceramah dan bantuan serta menemani saya selama penulisan skripsi ini. Terimakasih banyak semuanya.

11. Kepada seluruh teman-teman stambuk 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Dan juga teman-teman dari departemen perdata dagang yang

ada di grup “Bimbingan Ibu Sinta” yang belakangan ini saling sharing

pengalaman dan bantuan selama penulisan skripsi. Sukses untuk kita semua.


(7)

12. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT.

Medan, Mei 2015 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI. ... iv

BAB I : P E N D A H U L U A N ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

E. Metode Penelitian ... 9

F. Keaslian Penulisan ... 12

G.Sistematika Penulisan ... 14

BAB II : PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN ... 16

A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan Menurut Hukumnya... 16

B. Pengaturan Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api ... 32

C. Objek dan Dokumen dalam Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api ... 35

BAB III : PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI KERETA API ... 41

A. Penyelenggaraan Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api ... 41 B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian


(9)

Pengangkutan Melalui Kereta Api ... 49

C. Wanprestasi dan Resiko dalam Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero). 53 BAB IV : TANGGUNGJAWAB PT. KETERA API INDONESIA DALAM PENGANGKUTAN CPO PTPN IV KEBUN AIR BATU ... 61

A. Pengaturan Hukum yang Berkaitan dengan Perjanjian Pengangkutan CPO ... 61

B. Prosedur Pelaksanaan Pengangkutan yang Harus Dilakukan Pihak PT. Kereta api Indonesia (Persero) dalam Pengangkutan CPO ... 68

C. Pertanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Jika Melakukan Kelalaian dan Menyebabkan Berkurangnya CPO yang Diangkut ... 73

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN : 1. Wawancara


(10)

ABSTRAK Cinthia F. Ramadhani *

Dr. Hasim Purba, SH. M.Hum** Sinta Uli, SH.M.Hum**

Perjanjian pengangkutan CPO antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PTP Nusantara IV (Persero) dimulai dengan adanya perjanjian pengangkutan. PT. Kereta Api Indonesia(Persero) harus berupaya untuk menghindari, mencegah dan mengurangi kerugian selama berlangsungnya pengangkutan CPO sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 yang mengatur tentang penyelenggaraan perjanjian pengangkutan perkeretaapian.

Dimana skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Tanggungjawab PT. Kereta Api

Indonesia Dalam Pengangkutan CPO PTPN IV Kebun Air Batu (Studi pada PT. Kereta Api Medan). Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan CPO antara PT. Kereta Api Indonesia dengan PTP Nusantara IV Kebun Air Batu, bagaimana prosedur pelaksanaan pengangkutan yang harus dilakukan pihak PT. Kereta Api Indonesia dalam Pengangkutan CPO, bagaimana pertanggungjawaban PT. Kereta Api Indonesia jika melakukan kelalaian dan menyebabkan berkurangnya CPO yang diangkut.

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan penelitian Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Yuridis Normatif dengan jalan menelaah dan mengkaji suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan, digunakan sebagai dasar dalam melakukan pemecahan masalah sedangkan Yuridis Empiris dengan melakukan wawancara dan penelitian langsung ke PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

Pengaturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan hasil produksi milik PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dilakukan berdasarkan perjanjian Nomor :04.10/S.Perj/12/I/2014. Perjanjian prosedur pelaksanaan pengangkutan hasil produksi milik PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dilakukan sesuai dengan pasal 1 Surat Perjanjian Nomor:04.10/S.Perj/12/I/2014. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) bertanggungjawab jika melakukan kelalaian dan menyebabkan berkurangnya CPO yang diangkut sesuai dengan perjanjian yang berlaku dalam Surat Perjanjian Nomor:04.10/S.Perj/12/I/2014.

Kata Kunci : Tanggungjawab, Pengangkutan Minyak Kelapa Sawit (CPO).

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia bisnis sangat diperlukan adanya hukum perjanjian. Hukum kontrak atau hukum perjanjian merupakan tulang punggung yang sangat fundamental. Sebab bagaimanapun juga bisnis itu bermula dari adanya perjanjian antara pelaku bisnis itu sendiri. Karena itu, dapat dipastikan bahwa para pebisnis tidak dapat mengabaikan aspek-aspek hukum perjanjian dalam bisnisnya. Ini dilakukan untuk menghindari hal-hal fatal yang mungkin akan terjadi.1

Salah satu terjadinya pelaksanaan perjanjian dilakukan dalam bidang pengangkutan. Pengangkutan merupakan bidang yang vital dalam kehidupan masyarakat, dengan adanya pengakutan berbagai kesulitan yang ditemui manusia dapat diselesaikan. Pentingnya pengangkutan dalam kehidupan masyarakat, maka diperlukan hukum pengangkutan dalam hal ini adalah hukum pengangkutan niaga.2

Peranan jasa angkutan dalam masyarakat umum maupun masyarakat dunia usaha sangat dibutuhkan, karena akan memudahkan pihak yang membutuhkan untuk mengangkut penumpang atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, yang mana pihak pengguna jasa angkutan akan membayar ongkos sesuai dengan ketentuan atau kesepakatan pihak-pihak, yang nilainya tergantung pada objek yang diangkut, jarak perjalanan serta tingkat risiko yang dihadapi.

1

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, hal. 2.

2

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti. Bandung, 2008, hal.48.


(12)

Pengangkutan adalah suatu peristiwa yang telah mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan karena orang tersebut telah berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal berupa pengangkutan, sedangkan seseorang yang lain telah berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal berupa pemberian imbalan atau upah.

Pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mempunyai kewajiban menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mempunyai kewajiban membayar uang angkutan.

Pihak-pihak harus bersepakat terlebih dahulu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengangkutan, hal ini untuk mengetahui prestasi apa yang akan dilaksanakan masing-masing, dan siapa yang bertanggung jawab terhadap objek yang diangkut sampai tujuan (penerima).

Peristiwa penyelenggaraaan pengangkutan barang terjadi karena adanya perjanjian. Terjadinya perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian perbuatan penawaran (ofter) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim secara timbal balik. Serangkaian perbuatan tersebut

dilakukan atas “persetujuan” bersama antara pengangkut dan pengirim. Perjanjian

pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan tetapi didukung oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi.3

Pengangkutan barang dapat terjadi dalam suatu kota/daerah saja, dan dapat pula terjadi dari satu kota ke kota lainnya (antar kabupaten, antar daerah/

3


(13)

antar pulau), hal ini akan berpengaruh pada tingkat risiko yang dihadapi, dan penentuan besarnya biaya angkutan.

Perusahaan pengangkutan barang dapat berhubungan langsung dengan pengirim barang, dalam praktek dapat pula tidak langsung berhubungan dengan pengirim melainkan melalui perantara yaitu perusahaan yang bergerak sebagai agen pengiriman barang, jika pengirim tidak berhubungan dengan pengangkut ini berarti pihak pengirim dengan pengangkut tidak ada hubungan hukum yang mengikat.

Pengangkutan barang merupakan rangkaian kegiatan (peristiwa) pemindahan barang atau penumpang dari satu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempat penurunan pembongkaran barang muatan.4 Adapun peristiwa hukum pengangkutan meliputi tiga pokok kajian, yaitu meliputi:

1. Serangkaian perbuatan hukum mengenai cara terjadi perjanjian 2. Pengangkutan.

3. Saat terjadinya perjanjian pengangkutan. 4. Pembuktian dengan dokumen pengangkutan.5

Fungsi dan peran pengangkutan sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan berpengaruh pada berbagai aspek. Pengangkutan memegang peranan penting dalam usaha mencapai tujuan-tujuan pembangunan ekonomi. Fungsi pengangkutan adalah untuk mengangkut penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain.6

4

Ibid , hal. 34.

5

HS. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innoninaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.2003. hal. 35

6

A.Abas Salim. Manajemen Transportasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 2


(14)

Sesuai dengan fungsinya pengangkutan itu yakni untuk memindahkan barang-barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan maksud untuk menaikan daya guna dan nilai barang itu. Bila daya guna dan nilai barang tidak naik, maka angkutan itu tidak perlu diadakan.

Ketidakberdayaan pengguna jasa angkutan dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat merugikan kepentingan masyarakat pengguna jasa angkutan. Umumnya para pelaku usaha berlindung dibalik perjanjian baku yang telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak (antara pelaku usaha dan konsumen pemakai jasa angkutan) ataupun melalui berbagai informasi semu yang diberikan oleh pelaku usaha kepada pemakai jasa angkutan.

Kemajuan di bidang transportasi mendorong pengembangan ilmu hukum, baik perundang-undangan maupun kebiasaan yang berlaku di bidang pengangkutan. Sesuai atau tidaknya undang-undang maupun kebiasaan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan tersebut. Melakukan pengangkutan barang dari satu tempat ke tempat tujuan dilakukan dengan suatu perjanjian.7

Hal yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, pengangkut bertanggung jawab sepenuhnya. Baik karena kesengajaan maupun kelalaiannya.

Seperti yang tercantum dalam Pasal 1366 KUH Perdata yaitu: “Setiap orang

bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kekurang

hati-hatiannya.”

7

Sinta Uli. Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transportasi Angkutan


(15)

Pasal 1367 KUH Perdata dinyatakan bahwa: “seseorang tidak hanya

bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah

pengawasannya.”

Perjanjian pengangkutan merupakan salah satu bentuk perjanjian yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Dalam perjanjian pengangkutan apabila terjadi wanprestasi, terjadi force majeur/overmacht (keadaan memaksa) seperti kebakaran, bencana alam di luar kehendak manusia, tentu menimbulkan akibat hukum pada pihak-pihak.8

Salah satu jenis perjanjian dalam pengangkutan barang dapat dilakukan dengan dengan jasa sarana perekeretapian. Perjanjian pengangkutan barang dapat dilakukan oleh suatu pihak yaitu pengirim barang dengan perusahaan kereta api. Dapat juga terjadi perjanjian pengangkutan yang melibatkan tiga pihak, yaitu pihak perusahaan jasa, pihak pengirim, dan pihak perusahaan kereta api. Dalam perjanjian pengangkutan barang yang terjadi dua pihak atau tiga pihak yang terlibat melakukan perjanjian pengangkutan.

Bagi pihak perusahaan jasa pengangkutan dan perusahaan kereta api terjadi perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian sewa-menyewa: suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain suatu kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir disanggupi

8

Sutiono Usman Aji, et.al, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal. 120


(16)

pembayarannya (Pasal 1548 KUH Perdata). Dijelaskan dalam Pasal 155 Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dijelaskan bahwa tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Adanya perjanjian pengangutan menimbulkan terjadinya hak dan kewajiban. Kewajiban pokok perusahaan pengangkut penumpang atau barang adalah mengangkut penumpang atau barang serta menerbitkan dokumen angkutan, sebagai imbalan haknya perusahaan angkutan memperoleh biaya angkutan dari penumpang atau pengirim barang.9

Lebih jelasnya, khususnya dalam pengangkutan barang perusahaan jasa atau pengangkut memiliki kewajiban lainnya. Kewajiban tersebut di antaranya merawat, menjaga, dan memelihara barang yang diangkut dengan sebaik - baiknya dan menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan utuh, lengkap, tidak rusak, atau terlambat.10

Kewajiban tersebut di atas termuat pada Pasal 158 Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, dengan bunyi lengkapnya sebagai berikut:

1. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang hilang, rusak, atau musnah yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. 2. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak

barang diterima oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sampai dengan diserahkannya barang kepada penerima.

3. Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami, tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh dan biaya jasa yang telah digunakan.

9

Ibid, hal.121

10

Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Perkeretaapian (UU No. 23 Tahun 2007), Harvarindo, Jakarta, 2007, hal. 59


(17)

4. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh keterangan yang tidak benar dalam surat angkutan barang.

Pengirim barang berhak:

1. Memperoleh pelayanan sesuai tingkat pelayanan yang disepakati dalam karcis atau surat angkutan.

2. Memperoleh pelayanan dalam batas-batas kelayakan sesuai kemampuan badan penyelenggara selama menunggu keberangkatan apabila terjadi keterlambatan.

3. Memperoleh pengembalian biaya angkutan apabila terjadi pembatalan keberangkatan.11

Tanggung jawab Kereta Api Indonesia sebagai sarana transportasi adalah menjaga keselamatan penumpang atau barang, mulai dari penumpang atau barang tersebut masuk ke kereta api. Keselamatan penumpang dan barang dianggap penting, maka pemerintah menurunkan Instruksi Menteri Perhubungan Nomor IM 2 Tahun 2007 tentang Peningkatan Keselamatan Pengoperasian Kereta Api. Untuk mewujudkan keselamatan penumpang dan barang dalam perkeretapian tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Nomor KM.25 Tahun tentang Badge Komite Nasional Keselamatan Transportasi.12

Perjanjian pengangkutan CPO antara PT. Kereta Api Indonesia dengan PTP Nusantara IV Kebun Air Batu dimulai dengan adanya perjanjian pengangkutan. PT. Kereta Api Indonesia harus berupaya untuk menghindari, mencegah dan mengurangi kerugian selama berlangsungnya pengangkutan CPO sesuai dengan kewajiban sebagai pengangkut yaitu menyelenggarakan pengangkutan CPO dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia selaku penyelenggara pengangkutan dimulai sejak pengguna jasa angkutan kereta api yaitu PTP Nusantara IV Kebun Air Batu mengisi CPO ke

11

Ibid, hal.60.

12

Keputusan Menteri Nomor KM.25 Tahun 2007 Tentang Badge Komite Nasional Keselamatan Transportasi.


(18)

dalam tangki milik PT. Kereta Api Indonesia dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati. Dalam hal kerugian karena kelalaian pihak pengangkut, pihak konsumen yaitu PTP Nusantara IV Kebun Air Batu selaku pengguna jasa angkutan sebagai pihak yang dirugikan berhak menuntut haknya. Tuntutan yang diajukan biasanya dalam bentuk permintaan ganti rugi. Dalam hal di luar kelalaian atau kesalahan pihak pengangkut, maka pihak pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Dengan latar belakang di atas, maka dipilih judul skripsi tentang:

“Tinjauan Yuridis Tanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia Dalam Pengangkutan CPO PTPN IV Kebun Air Batu (Studi Pada PT. Kereta Api Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan CPO antara PT. Kereta Api Indonesia dengan PTP Nusantara IV Kebun Air Batu ?

2. Bagaimana prosedur pelaksanaan pengangkutan yang harus dilakukan pihak PT. Kereta Api Indonesia dalam Pengangkutan CPO ?

3. Bagaimana pertanggungjawaban PT. Kereta Api Indonesia jika melakukan kelalaian dan menyebabkan berkurangnya CPO yang diangkut ?


(19)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan CPO antara PT. Kereta Api Indonesia dengan PTP Nusantara IV Kebun Air Batu.

2. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pengangkutan yang harus dilakukan pihak PT. Kereta Api Indonesia dalam Pengangkutan CPO.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban PT. Kereta Api Indonesia jika melakukan kelalaian dan menyebabkan berkurangnya CPO yang diangkut.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan

wawasan dan kajian lebih lanjut bagi teoretis yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang perjanjian pengangkutan CPO.

2. Secara praktis adalah memberikan sumbangan pikiran bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berhubungan dengan perjanjian pengangkutan CPO.

E. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Pengelompokan jenis-jenis penelitian tergantung pada pedoman dari sudut pandang mana pengelompokan itu ditinjau. Ditinjau dari jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan sebuah kondisi/fenomena hukum dengan legalitas secara lebih mendalam/lengkap


(20)

mengenai status sosial dan hubungan antar fenomena. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan informasi dasar dari suatu hubungan teknik dengan definisi tentang penelitian ini dan berusaha menggambarkan secara lengkap perjanjian pengangkutan CPO.13

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Dalam perspektif yuridis dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dan legalitas peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian pengangkutan CPO. Penelitian yuridis empiris adalah dengan melakukan wawancara secara langsung kepada pimpinan PT. Kereta Api (Persero).

2. Sumber Data.

Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di luar penelitian adalah :

a. Data primer

Data primer, adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Untuk memperoleh data primer peneliti melakukan studi lapangan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara (interview). Wawancara, adalah bertanya langsung secara bebas kepada responden dengan mempersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan secara terbuka sebagai pedoman.

13

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2003, hal.16.


(21)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti yang sebelumnya telah diolah orang lain. Untuk memperoleh data sekunder peneliti melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah penelitian terhadap bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini, sebagai bahan referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian. Studi kepustakaan/data sekunder terdiri dari:

1) Bahan hukum primer, terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan dan website. 2) Bahan hukum sekunder atau sering dinamakan Secondary data yang antara

lain mencakup di dalamnya:

a) Kepustakaan/buku literatur yang berhubungan dengan pengangkutan. b) Data tertulis yang lain berupa karya ilmiah para sarjana.

c) Referensi-referensi yang relevan dengan perjanjian sewa menyewa. 3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ekslopedia, Kamus umum dan lain sebagainya. 3. Alat Pengumpul Data.

Alat pengumpul data yang digunakan penulis adalah data primer yaitu wawancara. Alat pengumpul data digunakan dalam penelusuran data sekunder adalah studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka dengan cara identifikasi isi. Alat pengumpulan data dengan mengindentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari


(22)

bahan pustaka baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini.

4. Analisis Data.

Data yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan.14

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Pada dasarnya pengolahan dan analisis data bergantung pada jenis datanya. Pada penelitian hukum berjenis normatif, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal dalam ilmu hukum.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Tinjauan Yuridis Tanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia Dalam Pengangkutan CPO PTPN IV Kebun Air Batu (Studi Pada PT.

Kereta Api Medan)”. Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan

mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan tanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia dalam pengangkutan CPO, baik melalui literatur yang diperoleh

14


(23)

dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian. Dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Apabila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini penulis buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab penulis sendiri.

Berikut dikemukakan beberapa penelitian yang berkenaan dengan penelitian peneliti, yaitu :

1. Andry Syaban Siregar (2010), dengan judul penelitian : Tanggungjawab Pengangkut Dalam Perjanjian Pengangkutan Barang Dengan Kereta Api (Studi Kasus PT. Kereta Api Indonesia, dengan rumusan masalah :

a. Bagaimana penyelenggaraan pengangkutan barang melalui PT. Kereta Api Indonesia ?

b. Bagaimana bentuk-bentuk tanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia dala pengangkutan barang apabila terjadi kerusakan terhadap barang yang diangkutnya ?

c. Apa sajakah resiko yang selelu timbul dalam pengangkutan barang melalui PT. Kereta Api Indonesia ?

2. Nora Liliana Sihombing (2012), dengan judul penelitian : Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang dan Barang Angkutan Kereta Api ( Studi Kasus PT. Kereta Api (Persero), dengan rumusan masalah :


(24)

a. Bagaimana tanggung jawab pengangkut terhadap Penumpang dan Barang Angkutan Kereta Api ?

a. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pengguna jasa angkutan kereta api ?

b. Bagaimana akibat hukum jika salah satu pihak wanprestasi dalam perjanjian pengangkutna penumpang dan barang melalui kereta api ?

G. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, yang menjadi sub bab terdiri dari, yaitu Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penelitian, Sistematika Penulisan

Bab II : Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan meliputi : Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Hukum Pengangkutan, Pengaturan Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api, Objek dan Dokumen dalam Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api.

Bab III Pengangkutan Barang Melalui Kereta Api meliputi : Penyelenggaraan Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api, Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api, Wanprestasi dan Resiko dalam Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api.

BAB IV Tanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia Dalam Pengangkutan CPO PTPN Nusantara IV Kebun Air Batu meliputi : Pengaturan Hukum Yang Berkaitan Dengan Perjanjian Pengangkutan CPO antara PT. Kereta Api Indonesi dengan PTPN Nusantara IV Kebun Air Batu, Prosedur Pelaksanaan Pengangkutan Yang Harus Dilakukan Pihak PT. Kereta Api Indonesia dalam Pengangkutan


(25)

CPO, Pertanggungjawaban PT. Kereta Api Indonesia Jika Melakukan Kelalaian Dan Menyebabkan Berkurangnya CPO yang diangkut


(26)

BAB II

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN

A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan Menurut Hukumnya

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.15

Istilah “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti “mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.16

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.17

Pengertian lain dari pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan, maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.18 Pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda

15

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal.1.

16

Ibid. hal.2

17

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum

Pengangkutan. Djambatan. Jakarta, 2001. hal. 60.

18


(27)

benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.19

Perjanjian pengangkutan adalah kesepakatan antara pengguna jasa dengan pengangkutan, dimana kedua belah pihak masing-masing berhak dan mempunyai kewajiban. Soegijatna Tjakranegara berpendapat pengangkutan merupakan bagian hubungan hukum lalu lintas (communication atau verker) dan angkutan juga termasuk bidang pelayanan jasa ekonomis sesuai dengan sifat usaha memindahkan barang dari tempat asal ke tempat lain.20

Pengangkutan sebagai proses (process), yaitu serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian di bawa menuju ke tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan.21 Pengangkutan merupakan suatu proses kegiatan yaitu memuat barang kedalam angkutan serta membawanya tempat tujuan dengan selamat. Pengangkutan adalah suatu perjanjian di mana suatu pihak menyanggupi untukmembawa orang atau barang dari satu tempat ketempat yang lain sedangkan pihak lain menyanggupi akan membayar ongkosnya. Menyadari peran perusahaan pengangkutan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa angkutan untuk keperluan umum.

Pemberian jasa angkutan seperti halnya perjanjian-perjanjian yang lain siapa saja diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur sendiri segala hal mengenai pemngangkutan mempunyai tanggung jawab besar terhadap segala

19

Sution Usman Adji, Op.Cit, hlm 1.

20

Ibid

21

Soegijatno Tjakranegara. Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal. 3.


(28)

sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya yaitu menyelenggarakan pengangkutan. Subjek-subjek dalam hukum pengangkutan yaitu siapa saja yang mendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan. Pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu Pihak-pihak pengangkut (Pihak-pihak yang menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu kelain tempat) dan pihak pemberi pekerjaan (pihak yang menyanggupi akan membayar ongkosnya).

Perjanjian pengangkutan merupakan suatu peristiwa yang telah mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan karena orang tersebut telah berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal berupa pengangkutan, sedangkan seseorang yang lain telah berjanji pula untuk melaksanakan sesuatu hal berupa pemberian imbalan atau upah.22 Karena perjanjian itu antara dua pihak, maka perjanjian tersebut disebut perjanjian timbal balik yang karenanya menimbukan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.

Perjanjian pengangkutan ini sering terjadi dalam kehidupan manusia, di samping perjanjian-perjanjian lainnya. Karena sesuai dengan fungsinya pengangkutan itu yakni untuk memindahkan barang-barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan maksud untuk menaikkan daya guna dan nilai barang itu. Bila daya guna dan nilai barang tidak naik, maka angkutan itu tidak perlu diadakan.

Perlu diketahui apa yang menjadi sifat dasar dari persetujuan pengangkutan itu. Untuk itu ada pendapat yang mengatakan yaitu:

22


(29)

1. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pelayanan berkala.

Maksudnya adalah dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan itu, hubungan antara pihak pengangkut barang dan pemakai jasa tidak secara terus menerus tetapi hanya kadang-kadang sewaktu pemilik barang membutuhkan pengangkutan untuk pengiriman barangnya.23

Perjanjian pengangkutan yang bersifat berkala ini dalam Pasal 1601 KUH. Perdata telah menyinggungnya. Maksud kata menyinggung di sini adalah bahwa perjanjian yang bersifat berkala ini tidak ada diatur dengan tegas dan tersendiri dalam KUH. Perdata tetapi hanya berpedoman pada ketentuan umum tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan.

2. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pemborongan.

Menurut ketentuan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1601-b disebutkan: “Pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

Perjanjian pengangkutan tidak bisa disamakan dengan perjanjian borongan, karena pemborongan kerja mengarahkan pengertian pada hasil dari suatu rangkaian perbuatan yang dalam keseluruhannya menjadi tujuan dari persetujuan itu, seperti pembuatan rumah maupun pembuatan jalan. Sedangkan perjanjian pengangkutan hanyalah mengenai suatu perbuatan tertentu yakni memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lainnya.

23


(30)

3. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah campuran.

Perjanjian pengangkutan ada unsur melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan ada unsur penyimpanan. Karena pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang diserahkan padanya untuk diangkut (Pasal 468 ayat (1) dan Pasal 466 KUH. Dagang).

Perjanjian pengangkutan terjadi setelah ada kesepakatan antara para pihak yang mengadakannya. Pihak pengangkut dikatakan menerima barang dan sepakat untuk mengantarkan barang kiriman pada alamat yang dituju dan pihak pengirim sepakat untuk membayar biaya pengangkutannya. Kedua belah pihak diberikan hak-hak untuk mengatur sendiri segala sesuatu mengenai perjanjian yang dilakukan.

Pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang atau penumpang, dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelengarakan pengangkutan barang atau orang ke suatu tempat tujuan tertentu, dan pihak pengirim barang atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar ongkos angkutannya.24

Penggunaan terhadap jasa pengangkutan barang akan mengakibatkan terjadi kesepakatan antara perusahaan angkutan barang dan pengguna jasa angkutan. Kesepakatan itu berujud lisan ataupun tulisan. Kesepakatan yang dilakukan para pihak, dalam hal ini berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, telah melahirkan suatu perjanjian yang mengikat para pihak.

Menurut sistem hukum yang berlaku di Indonesia, untuk mengadakan perjanjian pengangkutan barang atau orang tidak disyaratkan harus secara tertulis, jadi cukup diwujudkan dengan persetujuan kehendak secara lisan saja. Umumnya

24


(31)

dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak pengangkut adalah bebas untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak dipakainya.25

Adanya kegiatan pengangkutan akan memberikan kemanfaatan terhadap daya guna dan nilai suatu barang/orang, yang pada dasarnya dapat dikemukakan dalam dua nilai kegunaan pokok, yaitu:

a. Kegunaan Tempat (place utility).

Menimbulkan nilai dari suatu barang tertentu karena dapat dipindahkan dari tempat dimana barang yang berkelebihan kurang diperlukan di suatu tempat, dimana barang itu sangat dibutuhkan di tempat lain karena langka. b. Kegunaan Waktu (time utility).

Menimbulkan sebab karena barang-barang dapat diangkut atau dikirim dari suatu tempat ke tempat lain atau dari part or orgin diangkut ke tempat tertentu dimana benda atau barang sangat dibutuhkan menurut keadaan, waktu dan kebutuhan.26

Pelaksanaan pengangkutan barang melalui darat, tidak dapat semua jenis barang diangkut oleh pihak perusahaan pengangkut barang umum. Hal ini terkait adanya ketentuan peraturan perundang-undangan yang melarang terhadap perusahaan angkutan barang umum untuk mengangkut jenis-jenis barang tertentu dan hanya dapat diangkut oleh angkutan barang khusus.

Ketentuan yang mengatur mengenai larangan tersebut adalah sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 160 huruf b Undang-Undang No. 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang

berbunyi: Yang dimaksud dengan “angkutan barang khusus” adalah angkutan

yang membutuhkan mobil barang yang dirancang khusus untuk mengangkut benda yang berbentuk curah, cair, dan gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat serta membawa barang berbahaya, antara lain:

25

Syaiful Watni, dkk. Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut

dalam Sistem Pengangkutan Multimoda, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen

Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 2004, hal.15.

26


(32)

1. Barang yang mudah meledak.

2. Gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau temperatur tertentu. 3. Cairan mudah menyala.

4. Padatan mudah menyala. 5. Bahan penghasil oksidan.

6. Racun dan bahan yang mudah menular. 7. Barang yang bersifat radioaktif.

8. Barang yang bersifat korosif.

Kegiatan di dalam proses pengangkutan terdapat pihak-pihak yang saling mengikatkan diri yaitu pihak pengangkut dan pihak pengirim. Antara pihak pengangkut dan pihak pengirim terjadi suatu perjanjian yang mendasari pelaksanaan proses kegiatan pengangkutan yaitu perjanjian pengangkutan.

Pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari aktifitas manusia. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana (tradisional) sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan. Pengangkutan mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat pembantunan ekonomi, dan sosial politik suatu negara. Pengangkutan merupakan sarana dan prasarana bagi pembangunan ekonomi negara yang bisa mendorng lajunya pertumbuhan ekonomi (rate of growt).27

Pentingnya pengangkutan ditujukan untuk membantu manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pengangkutan itu merupakan

27

Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan, 2002, hal.22


(33)

perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang.28 Dalam dunia perniagaan pun untuk memenuhi kebutuhan, seperti hasil kebun, pertanian, peternakan dan lain sebagainya, diperlukan juga adanya jasa pengangkutan. Adanya jasa angkutan tersebut, untuk mengantarkan barang-barang ke tempat tujuan akhir penjualannya seperti pasar, mall dan tempat-tempat lainnya. Barang-barang yang dihasilkan oleh produsen dapat sampai ditangan konsumen hanya dengan cara pengangkutan. Peranan pengangkutan juga mencakup aktivitas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai transportasi untuk pergi bekerja, sekolah, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Selain fungsi-fungsi di atas, adanya pengangkutan juga bergungsi untuk melancarkan arus barang dan mobilitas manusia untuk membantu tercapainya pengalokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal.

Buku III KUH Perdata mengatur berbagai bentuk daripada perjanjian, dimana perjanjian-perjanjian tersebut memiliki nama-nama tertentu seperti misalnya perjanjian jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan sebagainya. Berhubung karena adanya kebebasan untuk mengadakan perjanjian, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dan Pasal 1337 KUH Perdata, maka dalam prakteknya banyak terdapat perjanjian yang tidak dapat digolongkan ke dalam satu nama perjanjian secara utuh dalam Buku III KUH Perdata itu. Dan salah satu nama perjanjian yang terdapat di luar Buku III KUH Perdata adalah Perjanjian Pengangkutan barang di Jalan Raya.

28


(34)

Adapun sebagai jenis-jenis pengangkutan adalah: 1. Pengangkutan udara.

Pengangkutan udara adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di udara.29

Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan menjelaskan Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.

2. Pengangkutan Laut

Pengangkutan laut yaitu kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di laut.30 Pengangkutan laut diatur di dalam: a. KUHD, Buku II, Bab V, tentang “Perjanjian Carter kapal”.

b. KUHD, Buku II, Bab V-A, tentang “Pengangkutan barang-barang”.

Pengangkutan barang-barang ini adalah merupakan suatu bentuk pengangkutan dengan objek yang diangkut berupa barang-barang. Muatan barang lazim disebut dengan barang saja. Barang yang dimaksud adalah yang sah menurut undang-undang. Dalam pengertian barang termasuk juga hewan.31

29

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.36

30

Ibid, hal.37

31


(35)

c. KUHD, Buku II, Bab V-B, tentang “Pengangkutan orang”.

d. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menjelaskan angkutan laut merupakan angkutan di perairan. Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, menjelaskan angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.

3. Pengangkutan darat.

Pengangkutan darat yaitu kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang di jalan selain daripada kendaraan yang berjalan di atas rel.32 Pengangkuta darat dapat dibagi:

a. Pengangkutan kereta api yaitu kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di atas rel. Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian dijelaskan Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api.

b. Pengangkutan jalan raya yaitu kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di setiap jalan dalam bentuk apapun yang terbuka untuk lalu lintas umum.33

Undang-undang yang mengatur tentang pengangkutan di jalan raya adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

32

Ibid, hal.40

33


(36)

4. Pengangkutan Perairan darat atau perairan pedalaman.

Pengangkutan perairan darat atau perairan pedalaman yaitu kendaraan yang biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di atas perairan seperti sungai, danau ataupun terusan-terusan.34 Pengangkutan perairan darat atau perairan pedalaman diatur di dalam:

a. KUHD, Buku II, Bab XIII, Pasal 748 sampai dengan 754, mengenai kapal-kapal yang melalui perairan darat.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan.35 Setiap perjanjian, sudah barang tentu harus ada pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu, karena tanpa adanya pihak-pihak tersebut maka perjanjian itu tidak mungkin ada. Demikian pula halnya pada perjanjian pengangkutan, karena tanpa adanya yang mengadakan perjanjian pengangkutan tidaklah akan ada (lahir).

Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim barang, dimana pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan tepat pada waktunya, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar ongkos (uang angkutan) sebagaimana yang diperjanjikan.

Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan itu adalah pengangkut dan pengirim.36 Dengan kata lain bahwa, pengangkut dan pengirimlah yang mengadakan perjanjian pengangkutan. Pengangkut adalah orang yang

34

Sutiono Usman Aji, Op.Cit, hal.51

35

Ibid, hal.52.

36


(37)

mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan tepat pada waktunya. Sedangkan pengirim adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan (ongkos) sebagai imbalan jasa yang dilakukan oleh pihak pengangkut dalam menyelenggarakan pengangkutan itu.37

Pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut barang muatan yang diserahkan kepadanya, selanjutnya menyerahkan barang itu kepada orang yang ditunjuk (tempat tujuan) sebagai penerima, dan menjaga keselamatan barang muatan itu. Dalam hal ini, maka si penerima barang tersebut, mungkin saja di pengirim sendiri atau juga orang lain sebagai pihak ketiga. Orang lain yang menjadi pengirim barang, maka disini kedudukan penerima tersebut adalah pihak ketiga (di luar pihak dalam perjanjian pengangkutan) yang berkepentingan terhadap terlaksananya perjanjian pengangkutan itu.

Dasar hukum bagi si penerima menjadi pihak ketiga yang berkepentingan terhadap terlaksananya perjanjian pengangkutan itu, terdapat pada Pasal 1317 KUHPerdata, yang menyebutkan: “Lagi pula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada orang lain, memuat suatu janji yang seperti itu”.

Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 186 disebutkan tentang kewajiban Pengangkut kepada penumpang

37


(38)

atau barangnya: “Perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau

barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran

biaya angkutan oleh penumpang dan/atau pengirim barang”.

Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pengangkutan adalah pihak pengangkut, pihak pengirim atau pihak penerima yang disebut juga sebagai pengguna jasa. Dalam perjanjian terdapat asas-asas yang mendasari dari perjanjian tersebut. Arti asas secara etimologi adalah dasar (sesuatu yang menjadi

tumpuan berpikir atau berpendapat)”38

Mahadi menjelaskan bahwa asas adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal, yang hendak dijelaskan.39

Apabila arti asas tersebut diartikan sebagai bidang hukum maka dapat diperoleh suatu makna baru yaitu asas hukum merupakan dasar atau pikiran yang melandasi pembentukan hukum positif. Dengan perkataan lain asas hukum merupakan suatu petunjuk yang masih bersifat umum dan tidak bersifat konkrit seperti norma hukum yang tertulis dalam hukum positif. Bellefroid memberikan pengertian asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan yang lebih umum. Asas hukum merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat.40 Jadi pembentukan hukum sebagaimana yang dikatakan oleh Eikema Hommes adalah

38

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2008, hal.52

39

Mahadi, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal.11

40


(39)

praktis berorientasi pada asas-asas hukum, dengan perkataan lain merupakan dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif”.41

Pentingnya asas hukum ini dalam suatu sistem hukum, maka asas hukum ini lazim juga disebut sebagai jantungnya peraturan hukum, disebut demikian kata Satjipto Rahardjo karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.42

Asas-asas hukum perjanjian itu, menurut Mariam Darus Badrulzaman adalah sebagai berikut : 43

1. Asas kebebasan berkontrak

Terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH. Perdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Undang-undang memperbolehkan membuat perjanjian berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya. Tujuan dari pembuat undang-undang menuangkan kebebasan berkontrak dalam bentuk formal, sebagai suatu asas dalam hukum perjanjian adalah untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum dilapangan hukum perjanjian.

41

Ibid., hal.33.

42

Sajtipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2006, hal.85.

43


(40)

2. Asas Pacta Sunt Servanda.

Asas ini merupakan asas yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian.44 Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuatnya sendiri seperti undang-undang, kedua belah pihak terikat oleh kesepakatan dalam perjanjian yang mereka buat.

3. Asas Konsensualisme

Suatu perjanjian cukup adanya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum yang lain.

4. Asas Itikad Baik

Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH. Perdata, semua perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad baik.

5. Asas Kekuatan Berlakunya Suatu Perjanjian

Pada prinsipnya semua perjanjian itu hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja, tidak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga, diatur dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH. Perdata.

6. Asas Kepercayaan

Seseorang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya atau memenuhi prestasinya.

7. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, sehingga para pihak wajib menghormati satu sama lain.

44


(41)

8. Asas Keseimbangan

Asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu.

9. Asas Kepastian Hukum

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

10.Asas Moral

Terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata, dalam asas ini terdapat faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum berdasarkan pada moral-moral

11.Asas Kebiasaan

Asas ini terdapat dalam Pasal 1347 KUHPerdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.

Asas-asas yang mendasari perjanjian pengangkutan antara lain : 1. Asas konsensional

Asas ini mensyaratkan adanya perjanjian pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak -pihak. Perjanjian pengangkutan dibuat secara tidak tertulis (lisan) namun didukung oleh surat angkutan. Surat angkutan tersebut bukanlah perjanjian tertulis melainkan hanya sebagai bukti bahwa persetujuan antara pihak-pihak itu ada.

2. Asas koordinasi

Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam hal ini, perjanjian keseluruhan tidak berlaku dalam perjanjian pengangkutan. Pihak pengangkut baik dalam pengangkutan darat, laut dan udara bukan merupakan buruh pihak pengirim.

3. Asas campuran

Perjanjian pengangkut merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan


(42)

barang, dan melakukan perkerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut.

4. Asas tidak ada hak retensi.

Penggunaan hak retensi dalam perjanjian pengangkutan tidak dibenarkan. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan. Penggunaan hak retensi akan menyulitkan pengangkutan sendiri misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan, penjagaan, dan perawatan barang.45

B. Pengaturan Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api.

Pengangkutan memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Pengangkutan pada pokoknya bersifat perpindahan tempat, baik mengenai benda -benda maupun mengenai orang-orang. Karena perpindahan itu mutlak mencapai dan meningkatkan efisiensi.46

Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki peranan yang penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah serta pengoperasian/ pengusahaan prasarana dan sarana kereta api dilakukan oleh badan usaha yang dibentuk untuk itu.

Konsep pengangkutan secara komprehensif, perlu dikaji lebih dahulu aspek-aspek yang tersirat dalam konsep pengangkutan. Konsep pengangkutan meliputi tiga aspek, yaitu:

1. Pengangkutan sebagai usaha (Business).

Pengangkutan usaha sebagai bisnis (business) adalah kegiatan usaha di bidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Alat pengangkut mekanik contohnya ialah gerbong untuk mengangkut barang. Kereta untuk mengangkut penumpang, truk untuk mengangkut barang, bus

45

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut Dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal 23

46


(43)

untuk mengangkut penumpang, pesawat kargo untuk mengangkut barang, pesawat penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal kargo untuk mengangkut barang, dan kapal penumpang untuk mengangkut penumpang. 2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement).

Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya bersisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat.

3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process).

Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat pengangkut, kemudian dibawa oleh pengangkut menuju ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan yang berakhir dengan pencapaian tujuan pengangkutan. Tujuan kegiatan usaha pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan/atau laba; tujuan kegiatan perjanjian pengangkutan adalah memperoleh hasil realisasi yang diinginkan oleh pihak-pihak; dan tujuan kegiatan pelaksanaan pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan tiba dengan selamat di tempat tujuan. Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan pelakunya. 47

47


(44)

Asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis (fundamental norm) yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan pengangkutan yang menyatakan kebenaran, keadilan, dan kepatutan yang diterima oleh semua pihak, kebenaran, keadilan, dan kepatutan juga menjadi tujuan yang diharapkan oleh pihak -pihak. Fungsi pengaturan ini mengarahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yaitu tiba ditempat tujuan dengan selamat, aman, bermanfaat, nilai guna meningkat, serta menguntungkan semua pihak.

Kegiatan dari transportasi adalah memindahkan barang dan orang dari satu tempat ke tempat lain, maka dengan demikian pengangkut menghasilkan jasa angkutan atau dengan perkataan lain produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan sangat bermanfaat untuk pemindahan atau pengiriman barang-barangnya.

Peraturan hukum pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Istilah peraturan hukum (rule of law) dalam defenisi ini meliputi semua ketentuan :

1. Undang-Undang pengangkutan 2. Perjanjian pengangkutan

3. Konvensi Internasional tentang pengangkutan.

4. Kebiasaan dalam pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan penerbangan.48

48


(45)

Khusus perjanjian pengangkutan melalui kereta api diatur dalam :

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722).

2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048).

3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086). 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Tata Cara

Pemuatan, Penyusunan, Pengangkutan dan Pembongkaran Barang dengan Kereta Api.

C. Objek dan Dokumen dalam Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api.

Perjanjian pengangkutan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tentu ada subjek dan objek perjanjian. Subjek suatu perjanjian adalah pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian tertentu.49 Dengan demikian yang menjadi subjek dalam perjanjian pengangkutan ini adalah PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) dan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

Menurut CST. Kansil mengatakan bahwa yang dimaksud dengan subjek hukum pembawa hak yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban. Subjek

49

CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 2007, hal. 117.


(46)

hukum itu terdiri dari manusia (natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechtpersoon).50

Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa: Ada 2 (dua) macam subjek perikatan yaitu sebagai berikut:

1. Pihak yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah kreditur atau yang berpiutang..

2. Pihak yang wajib memenuhi prestasi yaitu pihak yang pasif adalah debitur atau yang berutang.51

Manusia sebagai subjek hukum harus cakap menurut hukum dan manusia yang cakap itu sudah dewasa. Kedewasaan seseorang menunjukkan segala tindak tanduknya yang diperbuat khususnya suatu perjanjian pengangkutan adalah sah. Keabsahan suatu perjanjian merupakan keterikatan dalam dunia hukum yang tidak terlepas pada objek yang disepakati. Objek pada perjanjian pengangkutan merupakan pertemuan antara pihak pengangkut dengan pihak pemakai jasa angkutan.

Objek hukum adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum. Objek hukum pengangkutan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum pengangkutan.52 Tujuan hukum pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak dalam pengangkutan, maka yang menjadi objek hukum pengangkutan adalah:

1. Muatan barang. 2. Muatan penumpang. 3. Alat pengangkutan.

50

Ibid.

51

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Bukum III Hukum Perikatan dengan

Penjelasannya, Alumni, Bandung, 2003, hal.6

52


(47)

4. Biaya pengangkutan.53

Objek perjanjian adalah suatu prestasi yang diperjanjikan tentang apa yang disepakati oleh para pihak, baik berbentuk benda bergerak maupun benda tidak bergerak. "Objek perjanjian yang disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkutan hasil produksi milik PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) untuk dibawa ke Belawan".54 Jenis barang yang diangkut oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah yang merupakan objek dari perjanjian yang disepakati oleh pihak PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero).

Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan bahwa “hanya yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan”. Dengan demikian jelaslah bahwa yang dapat dijadikan objek suatu perjanjian oleh para pihak adalah yang dapat diperdagangkan.

Pasal 1333 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu persetujuan harus mempunyai sebagai pokok suatu yang paling sedikit ditentukan jenisnya”. Undang-undang juga menunjukkan bahwa sesuatu yang diperjanjikan sebagai objek perjanjian jika tidak ditentukan bentuknya, jumlahnya dan lain-lain maka setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya. Dari kategori menentukan jenis sesuatu yang diperjanjikan memastikan bahwa apa yang diperjanjikan para pihak sudah mulai nampak kriterianya, jenis apa yang diperjanjikan.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam melakukana pengangkutan menerbitkan dokumen angkutan berupa karcis penumpang dan surat muatan

53

Ibid, hal.61

54

Hasil Wawancara dengan Roeslan Nasution Kepala Divisi Pengembangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional Sumatera Utara Tanggal 09 Maret 2015 Pukul 10.00 Wib.


(48)

barang. Karcis penumpang berfungsi sebagai tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan penumpang, ketentuan ini diatur dalam Pasal 132 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, sedangkan surat muatan berfungsi sebagai tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang.

Pengangkutan barang dengan kereta api wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi surat perjanjian pengangkutan dan surat muatan barang (Pasal 166 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian).55 Dokumen pengangkutan darat terdiri dari suarat muatan (vrachbrief) untuk pengangkutan barang dan tiket penumpang untuk angkutan penumpang. Baik surat maupun tiket penumpang diatur dalam undang-undang.56

Menurut Pasal 40 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pemuatan, Penyusunan, Pengangkutan dan Pembongkaran Barang dengan Kereta Api disebutkan bahwa pengangkutan barang khusus berupa barang curah sebagairnana dirnaksud dalarn Pasal 4 huruf a rnenggunakan gerbong terbuka atau gerbong tertutup. Ayat (2) menyebutkan pengangkutan barang khusus berupa barang cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b menggunakan gerbong tangki sesuai dengan jenis barangnya, kecuali barang cair dalam kemasan dapat menggunakan gerbong tertutup atau kereta bagasi.

Kegiatan pengangkutan barang didasarkan atas:

1. Perjanjian angkutan barang antara penyelenggara sarana perkeretapian dan pengguna jasa angkutan kereta api.

55

Abdulkadir Muhammad., Op. Cit, hal 150

56


(49)

2. Surat Angkutan Barang yang diterbitkan oleh penyelenggara sarana perkeretapian atau badan usaha sebagai penyelenggara kegiatan jasa angkutan.

3. Khusus untuk pengangkutan B3 dan Limbah B3 harus dilengkapi dengan Izin Menteri setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang berwenang.57

Isi perjanjian angkutan barang paling sedikit memuat:

1. Nama dan alamat penyelenggara sarana perkeretaapian dan pengguna jasa angkutan kereta api.

2. Nama stasiun pemberangkatan dan stasiun tujuan. 3. Tanggal dan waktu keberangkatan dan kedatangan. 4. Jenis barang yang diangkut.

5. Tarif yang disepakati.58

Perjanjian angkutan barang dibuat dalam rangkap 2 (dua) yang masing-masing disimpan oleh penyelenggara sarana perkeretapian dan pengguna jasa angkutan barang.59 Perjanjian angkutan barang dapat dibuat untuk satu kali keberangkatan pengiriman barang atau lebih sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Isi surat angkutan barang yang diterbitkan oleh penyelenggara sarana perkeretapian atau badan usaha sebagai penyelenggara kegiatan jasa angkutan paling sedikit memuat:

1. Nama dan alamat penyelenggara sarana perkeretapian atau badan usaha sebagai penyelenggara kegiatan jasa angkutan.

2. Nama dan alamat pengguna jasa angkutan barang. 3. Jenis, karakteristik, dan berat barang,

4. Nama stasiun pemberangkatan dan stasiun tujuan 5. Tanggal dan waktu keberangkatan dan kedatangan; 6. Tarif yang disepakati.

7. Tanda tangan penyelenggara sarana perkeretapian atau badan usaha sebagai penyelenggara kegiatan jasa angkutan.60

57

Ibid, hal.153

58

Ibid, hal.154.

59

Ibid, hal.155

60


(50)

Surat angkutan barang dibuat dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing disimpan oleh:

1. 1 (satu) eksemplar penyelenggara sarana perkeretaapian atau badan usaha sebagai penyelenggara kegiatan jasa angkutan.

2. 1 (satu) eksemplar pengguna jasa pengiriman barang.

3. 2 (dua) eksemplar disertakan pada barang yang dikirimkan yang akan disimpan masing-masing oleh pengirim barang dan penerima barang. Surat angkutan barang dibuat untuk satu kali keberangkatan pengiriman barang.61

61


(51)

BAB III

PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI KERETA API

A. Penyelenggaraan Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api.

Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.62

Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis), tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkut. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan, sedangkan dokumen pengangkutan penumpang disebut karcis pengangkutan.63

Perjanjian pengangkutan hasil produksi milik PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dilakukan dalam bentuk tertulis.64 Dengan adanya kesepakatan para pihak tentang isi perjanjian, maka telah terjadi persetujuan kehendak (konsensus), dan pada saat itulah telah lahir perjanjian pengangkutan yang bersifat konsensual. Adanya konsensus diantara kedua belah pihak dianggap telah dapat melahirkan perjanjian pengangkutan.

62

Suwardjoko Warpani, Merencanakan Sistem Pengangkutan, Mandar Madju, Bandung, 2000, hal.3

63

Ibid.

64

Hasil Wawancara dengan Roeslan Nasution Kepala Divisi Pengembangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional Sumatera Utara Tanggal 09 Maret 2015 Pukul 10.00 Wib.


(52)

Untuk sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata diperlukan empat syarat:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Selain Pasal 1320 KUHPerdata yang harus dipenuhi, pasal lain yang melindungi pasal tersebut juga harus dipenuhi yaitu:

1. Pasal 1321 KUHPerdata yang mensyaratkan tidak boleh ada kekhilafan. 2. Pasal 1323 KUHPerdata yang mensyaratkan tidak boleh ada paksaan. 3. Pasal 1328 KUHPerdata yang mensyaratkan tidak boleh ada penipuan.65

Ada beberapa alasan yang menyebabkan para pihak menginginkan perjanjian pengangkutan dilakukan secara tertulis, yaitu:

1. Kedua belah pihak ingin memperoleh kepastian mengenai hak dan kewajiban masing-masing.

2. Kejelasan rincian mengenai objek, tujuan, dan beban risiko para pihak. 3. Kepastian dan kejelasan cara pembayaran dan penyerahan barang. 4. Menghindari berbagai macam tafsiran arti kata dan isi perjanjian, 5. Kepastian mengenai waktu, tempat dan alasan apa perjanjian berakhir. 6. Menghindari konflik pelaksanaan perjanjian akibat ketidakjelasan

maksud yang dikehendaki para pihak.66

Persetujuan antara pihak-pihak yang berkepentingan itu melahirkan hubungan kewajiban dan hak yang harus direalisasikan melalui proses penyelenggaraan pengangkutan. Kewajiban dan hak ini dapat diberi bentuk tertulis atau dengan persetujuan lisan saja. Tetapi sebagai bukti bahwa

65

Sutiono Usman Aji, et.al, Op.Cit., hal. 195.

66


(1)

2. Huru hara, pemberontakan, peperangan dan blockade.

3. Bencana alam berupa angin topan, banjir, kebakaran dan gempa bumi yang mengakibatkan terganggunya kelancaran pengangkutan oleh pihak kedua. 4. Kebakaran tersebut adalah bukan disebabkan pelanggaran/kecelakaan, baik

disengaja atau tidak disengaja, kurang hati-hati pihak kedua dan petuga yang menjadi tanggungjawab pihak kedua.

5. Kebijakan pemerintah di bidang moneter berupa pengumuman/keputusan resmi pemerintah tentang perubahan penetapan ongkos angkut.

6. Tanah longsor pada lintasan kereta api yang terjadi bukan karena banjir dan gempa bumi, dikualifikasikan tidak termasuk force majeur.

Pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya karena alasan memaksa wajib memberitahukan secara tertulis tentang terjadinya keadaan memaksa tersebut paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah terjadinya keadaan memaksa dengan menyerahkan bukti tentang terjadinya keadaan memaksa tersebut. Tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 13 ayat (3) perjanjian ini mengakibatkan keadaan memaksa tersebut dianggap tidak terjadi.

Perjanjian pengangkutan hasil produksi PT. Perkebunan Nusantara IV (persero) oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) didasari oleh itikad baik dari para pihak tetapi diatur juga tentang kemungkinan timbulnya perselisihan atau sengketa mengenai perjanjian tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 14 surat perjanjian, yaitu :

1. Apabila terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak maka terlebih dahulu diadakan musyawarah untuk mufakat guna menyelesaikan masalah tersebut.


(2)

Musyawarah ini dilakukan untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

2. Apabila musyawarah untuk belum tercapai dalam waktu ditentukan pada Pasal 14 ayat (1), kedua belah pihak akan menyelesaikan perselisihan tersebut menurut hukum yang berlaku dan kedua belah pihak sepakat memilih tempat kedudukan hukum yang tetap di kantor Pengadilan Negeri Medan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengaturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan pengiriman barang diatur dalam Pasal 468 ayat (1) dan Pasal 466 KUHDagang. Perjanjian pengangkutan hasil produksi milik PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dilakukan berdasarkan permintaan pelaksanaan Anggaran Belanja Eksploitasi (PPABE) Nomor 04.10/PPABE/MS/01/I/2014 tanggal 02 Januari 2014, Surat PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) No. 04.10/X/149/XII/2013 tanggal 27 Desember 2013 perihal kontrk angkutan tahun 2014, Surat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) No. HK.213/XII/58/KA-2013 tanggal 31 Desember 2013 perihal surat perjanjian, adendum surat perjanjian surat perjanjian No. 04/ADD/02/XI/2013 tanggal 11 Nopember 2013.

2. Prosedur pelaksanaan pengangkutan hasil produksi milik PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dilakukan dalam bentuk tertulis. Perjanjiannya berisi hak dan kewajiban yang harus ditaati dan kedua belah pihak dengan sepakat mengikat suatu perjanjian kerja pengangkutan minyak sawit dari unit-unit usaha PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) ke Belawan. Diangkut dengan menggunakan kereta api sebanyak yang dibutuhkan dan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) akan menyerahkan angkutan minyak sawit sesuai berat muatan yang tercantum dalam surat


(4)

angkutan kepada penerima yang ditunjuk oleh PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan kedudukan locis dalam keadaan baik.

3. Tanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) jika terjadi kelalaian dan menyebabkan berkurangnya CPO yang diangkut, maka PT. Kereta Api Indonesia (Persero) bertanggung jawab atas pelaksanaan pengangkutan sampai ke tempat tujuannya. Kerusakaan mutu/kualitas dan kekurangan/ kesusutan timbangan bila melebihi toleransi yang ditentukan oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) menjadi tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sedang di bawah toleransi susut tidak menjadi tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

B. Saran

1. Agar dalam membuat perjanjian pengangkutan ini tidak dibuat secara di bawah tangan namun para pihak membuatnya dihadapan pejabat yang berwenang memuat suatu akta perjanjian agar akta perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sah dan terjamin.

2. Agar pihak pengangkut mengasuransikan seluruh barang yang diangkutnya juga terhadap alat-alat pengangkutannya. Bila salah satu pihak melakukan wanprestasi ia dapat melindungi dirinya atas kerugian yang dideritanya. 3. Agar pihak pengirim melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati dengan

itikad baik dan pihak pengangkut dalam menjalankan pelaksanaan perjanjian harus mengikuti syarat-syarat yang telah disepakati.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku.

Aji, Sutiono Usman et.al, 2000, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Badrulzaman, Mariam Darus, 2003, KUHPerdata Bukum III Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung.

Basri, Hasnil, 2002, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Fuady, Munir, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Jakart.

Harahap, M. Yahya, 2002, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

Kansil. CST. 2007, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta.

Mahadi, 2009, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung. Mertokusumo, Sudikno, 2003, Mengenai Hukum, Liberty, Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti. Bandung.

---; 2004, Hukum Pengangkutan Darat, Laut Dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung.

---; 2002, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Purwosutjipto, H.M.N, 2001, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum Pengangkutan. Djambatan. Jakarta.

Rahardjo, Satjipto, 2006, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

Salim, HS. 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innoninaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.


(6)

Salim. A.Abas. 2003. Manajemen Transportasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soekardono, 2006, Hukum Dagang Indonesia, Rajawali, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2003, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.

Tjakranegara, Soegijatno, 2005, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta.

Tunggal, Hadi Setia, 2007, Undang-Undang Perkeretaapian (UU No. 23 Tahun 2007), Harvarindo, Jakarta.

Uli, Sinta, 2006, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transportasi Angkutan Laut, Angkutan Darat, Angkutan Udara. USU Press, Medan. Warpani, Suwardjoko, 2000, Merencanakan Sistem Pengangkutan, Mandar

Madju, Bandung.

Watni, Syaiful dkk. 2004, Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut dalam Sistem Pengangkutan Multimoda, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Kereta Api.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Tatacara Pemuatan, Penyusutan, Pengangkutan dan Pembongkaran Barang Dengan Kereta api.

Keputusan Menteri Nomor KM.25 Tahun 2007 Tentang Badge Komite Nasional Keselamatan Transportasi.