Tinjauan Hukum Pengawasan Pt Kereta Api Indonesia (PERSERO) Terhadap Penyelenggaran Pengangkutan Penumpang Dan Barang Menurut Undang-UNDANG Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.

(1)

TINJA (PERSE PENUM (Studi P Diajuka AUAN HUK ERO) TER MPANG DA TAHU PT Kereta A an Untuk M

U

KUM PENG RHADAP P

AN BARAN UN 2007 T Api Indones Melengkapi T Mempero Departe FA UNIVERSI GAWASAN PENYELEN NG MENU TENTANG sia (Persero Tugas-tugas oleh Gelar S

Oleh M.FIRNA 0602000 emen Hukum AKULTAS ITAS SUM MEDA 2010

N PT KER NGGARAA URUT UND

PERKERE o) Divisi Re

s Dan Mem Sarjana Huk : ANDA 075 m Keperdat HUKUM MATERA U AN 0

RETA API I AN PENGA DANG-UND ETAAPIAN gional I Sum enuhi Syara kum aan UTARA INDONESI ANGKUTA DANG NO N matera Utar at-syarat Gu IA AN O 23 ra) una


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmuan pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban setiap mahasiswa Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Hukum untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum. Untuk itu penulis mencoba mengangkat permasalahan dengan judul “TINJAUAN HUKUM PENGAWASAN PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENYELENGGARAN PENGANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan , baik dari segi isi maupun tata bahasanya, namun tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak semua ini tidak akan terwujud. Segala kritik serta saran yang membangun akan sangat kami terima dan hargai.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penuh hormat, serta kerendahan hati dan ketulusan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ;


(3)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum, Bapak Syafruddin, SH. M.Hum, Bapak Muhammad Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ;

3. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS, selaku Ketua Departemen Hukum Kepardataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ; 4. Bapak Dr. Hasim Purba, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing I

yang telah banyak memberikan masukan dan membimbing penulis dengan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini ;

5. Bapak Malem Ginting, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini ;

6. Bapak kelelung Bukit, SH selaku Dosen Wali Penulis yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan ;

7. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan ;

8. Terima kasih juga kepada seluruh guru, pengajar dan pembimbing penulis sejak SD, SMP, SMU. Terima kasih atas bekal ilmu dan didikanya.


(4)

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang sangat berperan dalam kehidupan penulis

1. Terkhusus kepada kedua orang tua penulis, Kepada Ayahanda : Selamat dan Ibunda : Mas Rida Hutasuhut yang telah memenuhi segala sesuatu kebutuhan penulis selama ini dengan dibalut rasa cunta. Terima kasih yang tak terhingga atas kasih saying dan perhatian yang tulus selama ini. Tiada kata dan perbuatan yang pantas untuk membalas semua itu ;

2. Adik penulis : Yohanda Habibie dan Syafriandi Wijaya yang telah banyak mendukung penulis dalam pengejaran skripsi ini baik dukungan Materil maupun moril ;

3. Buat para pegawai PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara yang telah cukup banyak memberikan informasi maupun data yang berkaitan dalam penulisan skripsi ini ;

4. Untuk teman-teman seperjuangan dalam pengerjaaan skripsi ini, Sudirman Naibaho, Ahmad Parlindungan Hsb / Solop / GELLENG, Alwan Husni Dalimunte, Anggi Purnama Hrp, Muhammad Zeini, Daud Hidayat Lubis, Defriansyah Manik, Ahmad Sandri, Tengku Aditya, Yopie Handoko, Indra Tarigan, Jimbo, Netti Oktris Pratiwi, Nur Sari Dewi Marpaung, Nina Wanda Hsb, Atika Ayu Pulungan, Sheila Miranda Hsb ;


(5)

5. Buat adik-adik seperjuangan : Meymoy, Cacing, Lia Nuraini, Yohana, Berrrrliana, Fika, Sri Ayu Utami / Sariawan, Ratu Jushabella, maya, icha, septy, bitha, Bin Ars Lubis, Farid, Heri Prekitiw, Ferdiansyah, Derma, Dede, Ragil, Adhari, Oji, Omar, Amin, Panca, Agus, Mayoruddin Febri dan seluruh adik-adik di Fakultas Hukum USU yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu ;

6. Buat organisasi yang membesarkan saya : HMI Komisariat FH USU, Badan Ta’mirul Musholla Aladdinsyah FH USU.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua dan pihak-pihak yang membutuhkan. Terima kasih.

Medan, Desember 2010

Penulis ( M.firnanda )


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM PERKERETAAPIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN A. Sejarah Perkertaapian ... 13

B. Peran dan Fungsi Perkeretaapian ... 16

C. Syarat-Syarat dan Dokumen Pengangkutan Dengan Kereta api ... 18

D. Landasan Pengaturan Perkeretaapian di Indonesia ... 20

1. Peraturan Tentang Perkeretaapian Yang Pernah Berlaku di Indonesia ... 20

2. Status Badan Hukum PT Kerata Api Indonesia ... 23


(7)

4. Tarif Angkutan Kereta Api ... 26 E. Jenis-Jenis Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api

... ... 28 BAB III TANGGUNG JAWAB PT KERETA API

INDONESIA TERHADAP PENUMPANG DAN BARANG DITNJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007

A. Penyelenggaraan Pengangkutan Oleh PT Kereta Api

Indonesia ... 32 B. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Penyelengaraan

Pengangkutan Melalui Kereta Api ... 38 C. Tanggung jawab PT Kereta Api Terhadap Penumpang

dan Barang ... 53 BAB IV PENGATURAN DAN PELAKSANAAN

PENGAWASAN PENGANGKUTAN KERETA API A. Bentuk Pengawasan Penumpang dan Barang

Pengguna Jasa Angkutan Darat Oleh PT Kereta Api

Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara ... 62 1. Data dan Statistik panjang lintasan kereta api,

pegerakan kereta api, dan persentase kenaikan maupun penurunan penumpang dan barang PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional I

Sumatera Utara ... 62 2. PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional I


(8)

Sumatera Utara Sebagai Regulator Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Angkutan

Kereta Api ... 63

3. Bentuk dan Pengawasan Yang Dilakukan PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara ... 64

4. Penertiban Penumpang, Barang Yang Diangkut Kereta Api ... 65

B. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara Dalam Menyelenggarakan Angkutan Penumpang dan Barang ... 67

1. Kelemahan Petugas dan Instansi Terkait ... 67

2. Lemahnya Disiplin Penumpang ... 68

3. Lemahnya Sistem Informasi Data ... 70

C. Penyelesaian Kendala-Kendala Oleh PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatera Utara ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73


(9)

TINJAUAN HUKUM PENGAWASAN PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENYELENGGARAN PENGANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR

23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN ABSTRAK

M.firnanda

Pengangkutan memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, dan berpengaruh pada berbagai aspek. Dari aspek hukum dalam pengoprasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab serta pengasuransian apabila terjadi kecelakaan. Kereta api merupakan moda transportasi darat yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus dan lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan raya untuk angkutan harak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintas. Maka dari itu, pengangkutan melalui kereta api memegang peranan penting. Meskipun demikian, tak dapat disangkal kemungkinan adanya resiko yang menimbulkan kerugian pada penumpang maupun pengirim barang.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana bentuk tanggung jawab PT kereta Api Indonesia terhadap penumpang dan barang dan bagaimana bentuk pengawasan PT Kereta Api Indonesia terhadap penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang. Metode penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Jenis data yang digunakan ialah data primer dan sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan lapangan. Metode analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif yang disimpulkan dengan metode deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia terhadap penumpang dalam hal terjadi kecelakaan yang mengakibatkan luka-luka, cacat tetap ataupun meninggal dunia, akan diberi ganti rugi sebesar nilai kerugian yang dibatasi sejumlah maksimum asuransi yang ditutup oleh PT. KAI kepada PT. Jasa Raharja. Jika penumpang mengalami kerugian bukan akibat kecelakaan, malainkan kelalaian penyelenggara kereta api ataupun bencana alam, maka PT. KAI akan memberikan ganti rugi secara langsung ataupun menyediakan moda transportasi lain seperti bus yang dapat mengantarkan penumpang hingga ke tempat tujuan.


(10)

TINJAUAN HUKUM PENGAWASAN PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENYELENGGARAN PENGANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR

23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN ABSTRAK

M.firnanda

Pengangkutan memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, dan berpengaruh pada berbagai aspek. Dari aspek hukum dalam pengoprasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab serta pengasuransian apabila terjadi kecelakaan. Kereta api merupakan moda transportasi darat yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus dan lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan raya untuk angkutan harak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintas. Maka dari itu, pengangkutan melalui kereta api memegang peranan penting. Meskipun demikian, tak dapat disangkal kemungkinan adanya resiko yang menimbulkan kerugian pada penumpang maupun pengirim barang.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana bentuk tanggung jawab PT kereta Api Indonesia terhadap penumpang dan barang dan bagaimana bentuk pengawasan PT Kereta Api Indonesia terhadap penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang. Metode penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Jenis data yang digunakan ialah data primer dan sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan lapangan. Metode analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif yang disimpulkan dengan metode deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia terhadap penumpang dalam hal terjadi kecelakaan yang mengakibatkan luka-luka, cacat tetap ataupun meninggal dunia, akan diberi ganti rugi sebesar nilai kerugian yang dibatasi sejumlah maksimum asuransi yang ditutup oleh PT. KAI kepada PT. Jasa Raharja. Jika penumpang mengalami kerugian bukan akibat kecelakaan, malainkan kelalaian penyelenggara kereta api ataupun bencana alam, maka PT. KAI akan memberikan ganti rugi secara langsung ataupun menyediakan moda transportasi lain seperti bus yang dapat mengantarkan penumpang hingga ke tempat tujuan.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan dengan meningkatnya taraf hidup manusia dan kebutuhannya yang semakin kompleks. Salah satu kebutuhan tersebut yakni sarana transportasi atau pengangkutan yang memadai.

Seperti yang kita ketahui Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki lima pulau besar. Yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian. Yang mana, jarak antara satu pulau dengan pulau yang lain tidaklah dekat.Oleh karena itu, dibutuhkan alat transportasi yang memadai. Dengan sarana transportasi yang memadai, jarak antara satu tempat dan tempat lainnya terasa semakin dekat dan tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu.1

Fungsi dan peran pengangkutan sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan berpengaruh pada berbagai aspek. Baik sosial, politis, hukum dan ekonomi. Dari aspek hukum, dalam pengoprasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab serta perasuransian apabila terjadi kecelakaan.2

1 Binsar Pardamean Siregar, Tinjauan Hukum Terhadap Tanggung Jawab Pengangkut Dalam

Barang Melalui Kereta Ap, Skripsi 1999, hal 3

2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti , Bandung, 2008, hal. 79


(12)

Kemajuan dibidang transportasi mendorong pengembangan ilmu hukum, baik perundang-undangan maupun kebiasaan yang berlaku dibidang pengangkutan. Sesuai atau tidaknya undang-undang maupun kebiasaan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan tersebut. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak prilaku yang timbul sebagai kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan.3

Perkembangan dalam pengangkutan iini diikuti oleh kebijakan pemerintah, terbukti dengan adanya revisi atau perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu Undang-undang dalam bidang pengangkutan yang mengalami revis adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian, Lembaran Negara Republik Inonesia Tahun 1992 Nomor 47 yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65 ( selanjutnya disingkat UUKA)4

Dilakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992, karena Undang-undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, perkembangan zaman, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2007 diharapkan semakin memacu perkeretaapian di Indonesia untuk mengoptimalkan pelayanaan kepada pengguna jasa, sekaligus menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama.

3 Op. Cit., h, 5


(13)

Tentang pengangkutan, kita mengenal ada tiga jenis pengangkutan yaitu pengangkutan melalui darat, pengangkutan melalui laut, dan pengangkutan melalui udara. Pada pengangkutan melalui darat dapat dikelompokkan lagi menjadi dua jenis pengangkutan yaitu pengangkutan dengan kendaraan bermotor (jalan raya) dan pengangkutan dengan kereta api.

Perkeretaapiaan merupakan moda trasportasi yang memilliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut. Baik orang maupun barang secara massal. Adapun sifat dari kereta api yaitu hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, tingkat pencemaran yang rendah, serata lebih efisien dibandimg dengan moda transportasi jalan raya untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan.5

Sarana pengangkutan dengan bus untuk penumpang, dan truk untuk barang dinilai kurang memadai. Maka pengangkutan dengan kereta api memegang peran penting. Meskipun demikian, tak dapat disangkal kemungkinan adanya resiko yang menimbulkan kerugian pada penumpang ataupun pengiriman barang.

Terhadap semua yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, pengangkut bertanggung jawab sepenuhnya. Baik karena kesengajaan maupun kelalaiannya. Seperti yang tercantum dalam pasal 1366 KUH Perdata, yaitu :

“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang sebabkan kelalaian atau kekurang hati-hatiannya.”

5 Ibid, h, 82


(14)

Selanjutnya dalam Pasal 1367 KUH Perdata dinyatakan bahwa :

“seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.” Pengangkutan orang melalui kereta api diatur dalam Bab XI bagian kedua, pasal 130 sampai dengan pasal 138 UUKA. Pada pasal 132 UUKA dinyatakan :

1. Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis.

2. Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanaan yang dipilih.

3. Karcis sebagaiman pada ayat (1) merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.”

Selanjutnya, Pasal 133 ayat (1) UUKA, menyatakan sebagai berikut : “Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib :

1. Mengutamakan keselamatan dan keamanan orang; 2. Mengutamakan pelayanan kepantingan umum

3. Menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan

4. Mengutamakan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat; dan


(15)

Dari ketentuan kedua pasal diatas, dapat diketahui bahwa dalam penyelenggaraan pengangkutan orang (penumpang) dan barang melalui kereta api, pengangkut berkewajiban mengangkut orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.

Mengingat pentingnya peranan transportasi melalui kereta api, dan betapa besarnya tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pengangkut (selanjutnya disingkat PT. KAI). Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di PT. KAI, yaitu PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara. Sesuai dengan penjelasan latar belakang di atas, maka penulis mengambil judul:

“TINJAUAN HUKUM PENGAWASAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG DAN BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 (STUDI PADA PT. KERETA API (PERSERO) DISVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA)”.

B. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana bentuk tanggung jawab PT. KAI terhadap penumpang dan

barang?

2. Bagaimana bentuk pengawasan PT. KAI terhadap penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang melalui kereta api?


(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab PT. KAI terhadap penumpang dan barang

b. Untuk mengetahui bagaimana bentuk pengawasan terhadap penyelenggaraan pengangkutan Perkeretaapian

2. Manfaat Penulisan a). Bagi Penulis

melalui penulisan skripsi ini penulis dapat menambah pengetahuan serta pengalaman dan merupakan suatu kesempatan untuk mengimplemantasikan teori-teori yang selama ini diperoleh dibangku kuliah.

b). Bagi PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi PT. KAI dalam meningkatkan pengawasan PT. KAI (Persero) terhadap penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang sehingga nantinya penumpang kereta api memiliki kepercayaan penuh terhadap kereta api.

c). Bagi Ilmu Pengetahuan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan segala teori-teori perkuliahan, serta arsip kepustakaan yang ada guna dijadikan pedoman serta perbandingan dalam penulisan skripsi selanjutnya.


(17)

D. Keaslian Penulisan

Setelah mencoba memahami serta bertukar pikiran baik dengan dosen dan orang yang berkompeten di dalamnya, maka penulis memilih judul “TINJAUAN HUKUM PENGAWASAN PT. KERETA API (PERSERO) TERHADAP PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN. “ Dalam hal ini penulis sudah melihat di perpustakaan Fakultas Hukum dan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa tidak ada dijumpai kesamaan judul dengan judul tersebut.

E. Tinjauan Kepustakaan

Sektor perhubungan sebagai salah satu penggerak roda pembangunan Nasional mempunyai peran yang sangat penting dalam pelayanan jasa transportasi untuk upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin canggih disegala sektor, khususnya di sektor perkeretaapian maka diperlukan upaya pengawasan yang teratur dalam pelaksanaan penyelenggaraan perkeretaapian tersebut.

Dalam hal ini penulis mencoba mengkaji dalam skripsi ini, dimana tujuannya agar perkeretaapian di Indonesia khususnya di stasiun kereta api Medan semakin maju guna mengimbangi kemajuan teknologi dan permintaan masyarakat akan kebutuhannya terhadap pengguna jasa angkutan darat tanpa mengabaikan keselamatan dan kenyamanan. Untuk peningkatan pengawasan di stasiun kereta


(18)

api Medan maka dibentuk organisasi dan tata kerja Stasiun Kereta Api Medan yang bertanggung jawab kepada Direktorat Jendral Perkeretaapian.6

Tanggung jawab penyelenggaraan prasarana perkeretaapian diatur dalam Bab VI bagian kedelapan pasal 87 sampai dengan pasal 89 UUKA. Pada pasal 87 UUKA dinyatakan sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian bertanggung jawab kepada penyelenggara sarana perkeretaapian dalam pihak ketiga atas kerugian sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoprasian prasarana perkeretaapian.

2. Tanggung jawab penyelenggara prasarana perkeretaapian kepada penyelenggara sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perjanjian kerja sama antara penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian.

3. Penyelenggara prasarana perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh penyelenggaraan prasarana perkeretaapian.

4. Penyelenggara prasarana perkeretaapian bertanggung jawab terhadap petugas prasarana yang mengalami luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoprasian prasarana perkeretaapian.

5. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami.


(19)

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normative, dimana penulis melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan suatu bidang hukum tertentu dan mengukur tingkat sinkronisasi (keselarasan) peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan bidang hukum tertentu.

2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dari penelitian dilapangan yang berupa hasil wawancara dengan responden dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara.

Data Sekunder diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang antara lain; UU No. 23 Tahun 2007, KUH Perdata, KUH Dagang, dan peraturan pelaksana lainnya.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa informasi yang diperoleh dari buku-buku referensi, hasil penelitian, makalah, majalah, situs internet, dan pendapat para ahli yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari bahan hukum sekunder ini ialah untuk memberikan penjelasan dari bahan hukum primer.


(20)

c. Bahan hukum tersier, yang merupakan kamus umum dan kamus hukum.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dan menganalisa data -data yang diperlukan untuk mendukung penulisan skripsi ini adalah:

a. Penelitian kepustakan (Library Research), yaitu dengan cara mengumpulkan bahan-bahan dari studi kepustakaan, buku-buku referensi, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah hukum, situs internet,diktat dan juga catatan kuliah serta informasi lain yang dipandang perlu dan mempunyai kaitan dengan judul skripsi ini.

b. Penelitian di lapangan (Field Research), untuk memperoleh bahan-bahan aktual yang berkaitan dengan skripsi ini, penulis mengadakan wawancara langsung dengan pihak PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara.

4. Analisis Data

Setelah data sekunder dan data primer diperoleh, kemudian penulis menganalisanya secara kualitatif. Baik data yang berasal dari bahan hukum primer, sekunder, tersier, maupun dari hasil wawancara dengan narasumber. Kemudian data tersebut diperiksa, dipilih, diatur dan disusun secara sistematis sehingga diperoleh gambaran mengenai permasalahan yang diteliti. Selanjutnya ditarik kseimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu penulis akan menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dalam upaya menjawab permasalahan.


(21)

5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Prof. H.M. Yamin, SH., No. 14 Medan 20231.

G.Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menguraikannya dalam 5 (lima) bab. Setiap bab terbagi-bagi lagi dalam sub bab yang mempunyai hubungan satu sama lain. Dengan demikian dapat dicegah kesimpangsiuran yang mengakibatkan kesulitan untuk mengartikan dan menelaah isi skripsi ini.

1. Bab I : Pendahuluan

Didalam Bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab II : Ruang lingkup Hukum Pengangkutan darat menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian

Didalam Bab ini diuraikan sejarah pengangkutan dan prinsip-prinsip pengangkutan, peran dan fungsi pengangkutan, syarat-syarat dan dokumen pengangkutan, gambaran umum PT. Kereta Api Indonesia, dan jenis-jenis pengangkutan melalui kereta api.

3. Bab III : Tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia terhadap penumpang dan barang ditinjau dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.


(22)

Dalam Bab ini diuraikan penyelenggaraan pengangkutan oleh PT. Kereta Api Indonesia, hak dan kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pengangkutan kereta api, tanggung jawab PT. Kereta Api terhadap penumpang dan barang.

4. Bab IV : Tinjauan hukum dan pengawasan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) terhadap penyelenggaraan penumpang dan barang menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Dalam Bab ini diuraikan tentang Bentuk pengawasan penumpang dan barang pengguna jasa angkutan darat oleh Administrator stasiun kereta api Medan, kendala-kendala yang dihadapi oleh administrator stasius kereta api Medan dalam penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang, cara penyelesaian atas kendala-kendala yang dihadapi oleh administrator Stasiun Kereta Api Medan.

5. Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan penutup dari skripsi ini, pada Bab ini akan disampaikan uraian mulai dari Bab I sampai Bab IV dengan singkat dan sistematik sebagai jawaban permasalahan. Dan terakhir ditutup dengan saran-saran yang merupakan buah pikiran penulis setelah menguraikan permasalahan yang timbul sesuai dengan judul skripsi.


(23)

BAB II

RUANG LINGKUP HUKUM PENGANGKUTAN DARAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007

TENTANG PERKERETAAPIAN

A. Sejarah Pengangkutan 1. Sejarah Perkeretaapiaan

Sejarah hukum pengangkutan bisa kita lihat pada masa penjajahan Belanda hingga setelah pada masa penjajahan Jepang. 7 Dimana kegiatan pengangkutan pada waktu itu dilaksanakan melalui laut.

Dalam dunia pengangkutan yang pertama berkembang sesuai dengan kemampuan manusia adalah pengangkutan darat. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kehidupan manusia pada umumnya. Penjelajahan pertama yang dapat dilakukan oleh manusia adalah di darat, selanjutnya ke air (berenang). Pengangkutan dapat terdiri dari banyak ragam mulai dari manusia, gerobak, sepeda angin, mobil, dan kereta api. Dengan demikian tidak mengherankan kalau hukum pengangkutan yang berkembang lebih awal terletak pada dua moda yaitu hukum pengangkutan darat dan pengangkutan laut.8

Arti pengangkutan itu sendiri adalah setiap kegiatan dengan menggunakan alat atau sarana untuk mengangkut penumpang dan barang untuk satu perjalanan atau lebih dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun belakangan banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pengangkutan itu sendiri, contohnya:

7 Hasnil Basri.Siregar, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU Medan, Medan, 2002, hal. 13

8 Toto Tohir, masalah dan Aspek Hukum Dalam Pengangkutan Udara Nasional, Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 1


(24)

HMN. Poerwosutjipto, mengatakan bahwa:

“ Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan”.9

Hasnil Basri Siregar mengatakan bahwa:

“ Pengangkutan adalah perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun orang-orang karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi”.10

Pengangkutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, darimana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan diakhiri.11

Walaupun banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pengangkutan, tetapi mempunyai arti umum yang sama, karena tidak ada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur tentang pengangkutan itu sendiri.

Hadirnya kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan rel di desa Kemijen pada 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet Van Den Beele yang diprakarsai

9 HMN poerwosutjipto, Pengertian pokok hukum dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1991, hal.2

10 Hasnil Basri Siregar, Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Cet. II, Kelompuk Studi Hukum dan Masyarakat, Medan, 1993, hal. 1

11 Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal 3


(25)

oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P De Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung sepanjang 25 Km dengan lebar spur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada 10 Agustus 1867.12

Tanggal 10 April 1869 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen (selanjutnya disingkat SS) dan membangun lintasan Batavia-Bogor. Tahun 1878, Perusahaan Negara ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 1879 membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api.13

Di luar Jawa, tahun 1876, SS juga membangun jalur Ulele-Kutaraja (Aceh). Selanjutnya lintasan Palu Aer-Padang (Sumatera Barat) tahun 1891-1924 sepanjang 291 Km. Lintasan Teluk Betung-Prabumulih (Sumatera Selatan) dibangun antara tahun 1914-1927. Tahun 1923 membangun jalur Makasar-Takalar (Sulawesi).

Perkeretaapian di Sumatera Utara diawali oleh perusahaan swasta Belanda pada 17 Juli 1886 yang bernama Deli Spoorweg Maatchscapay (DSM). Hingga tahun 1931, panjang lintas mencapai 17 Km yang menghubungkan Labuhan dengan Kota Medan. Pembukaan rute ini dilandasi dengan motif utamanya untuk membawa hasil perkebunan dari pedalaman ke pelabuhan Belawan.14

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) semua kereta api di Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Untuk daerah Sumatera Utara di bawah

12Http://KAI/Sejarah. Com, Diakses tanggal 2 Agustus 2010.

13Http : sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia, Diakses tanggal 2 Agustus 2010


(26)

pemerintahan Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo-Tai yang berpusat di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 perkeretaapian di Sumatera Utara dikembalikan kepada DSM sampai masa dilakukan alih wewenang pada perusahaan milik Belanda kepada penguasa militer daerah Sumatera Utara (14 Desember 1957, dasar SK Panglima T dan T1 No. PM/KP TS/045/12/97).

Selanjutnya mulai tanggal 29 April 1963, berdasarkan UU No. 80 Tahun 1963 jo PP 41 Tahun 1959 dengan SK MENHUB No. 37/1/20 tanggal 17 Januari 1963 maka seluruh kereta api ex DSM menjadi bagian Djawatan Kereta Api (DKA) yang berpusat di Bandung. Dan sejak 2 Januari 2001 telah ditetapkan perubahan nama dari Eksploatasi menjadi Divisi Regional I Sumatera Utara (selanjutnya disingkat Divre I SU).15

B. Peran dan Fungsi Perkeretaapian

Dalam prakteknya masalah terlihat atau dirasakan oleh pengguna dan masyarakat adalah kondisi pelayanan sistem pengangkutan, seperti : kenyamanan, tarif, waktu perjalanan, waktu tunggu, aksesibilitas dan lain sebagainya. Namun jika dilihat secara detail, masalah operasional tersebut merupakan hasil interaksi penyusunan kebijakan. Dengan demikian bagaimanapun juga penyelesaian masalah pengangkutan harus dimulai dengan mengkaji kebijakan pengangkutan yang ada, yang kemudian dilanjutkan dengan menyusun program secara teknis di lapangan.

15 Data dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Thn 2009, Urusan Humas, Sejarah Singkat Perkeretaapian di Sumatera Utara. 2 September 2010


(27)

Peran pengangkutan khususnya kereta api sangat memegang peran penting dalam mengatasi permasalahan di daerah perkotaan terutama untuk membantu mengatasi kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan. Angkutan massal ini sangat strategis khususnya mengatasi kemacetan perkotaan yang semakin parah, disamping juga dapat menghemat waktu perjalanan dan tarifnya pun lebih murah sehingga terjangkau oleh masyarakat.

Jika kita merujuk definisi pengangkutan menurut HMN Purwosutjipto: “ Pengangkutan adalah memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ketempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai”16

Dari pengertian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pengangkutan tidak hanya berguna untuk orang saja tetapi juga berguna untuk barang. Dari segi pengangkutan kereta api ternyata pengangkutan ini sangat besar manfaatnya terhadap pengangkutan barang, karena dengan pengangkutan kereta api barang yang dibawa dapat dengan cepat sampai ketempat tujuan sehingga barang yang diangkut tersebut memiliki daya guna dan nilai ekonomi yang tinggi.

Jika dilihat fungsi dari pengangkutan yaitu memindahkan orang atau barang dari suatu tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Peningkatan daya guna dan nilai inilah yang merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai barang ditempat yang baru tidak naik, maka pengangkutan suatu tindakan yang merugikan.

16 op. cit., h. 6


(28)

C. Syarat-Syarat dan Dokumen Pengangkutan Dengan Kereta Api

Perjanjian pengangkutan pada asasnya tidak tertulis, tetapi harus dibuktikan dengan dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan diatur dengan Undang-undang pengangkutan. Karena ada dua jenis muatan yang diangkut, maka ada dua jenis pula dokumen pengangkutan, yaitu:

1. Dokumen pengangkutan penumpang

Dokumen pengangkutan penumpang yang disebut karcis penumpang untuk pengangkutan darat dan perairan, sedangkan tiket penumpang untuk pengangkutan udara.

2. Dokumen pengangkutan barang

Dokumen pengangkutan barang yang disebut surat pengangkutan barang untuk pengangkutan darat, dokumen muatan untuk pengangkutan perairan (dalam KUHD disebut konosemen), tiket bagasi untuk barang bawaaan penumpang, dan surat muatan untuk cargo.

Dokumen pengangkutan kereta api terdiri atas karcis penumpang untuk pengangkutan penumpang dan surat pengangkutan barang untuk pengangkutan barang.

Karcis penumpang kereta api diterbitkan atas tunjuk (aan toonder, to

bearer), artinya setiap pemegang karcis berhak atas pelayanan pengangkutan

kereta api. Karcis penumpang kereta api memuat keterangan sebagai berikut: a. Nama stasiun pemberangkatan dan stasiun tujuan


(29)

c. Tarif biaya pengangkutan d. Tanggal pengeluaran karcis e. Jam keberangkatan kereta api f. Asuransi jasa raharja

g. Tanda dari pengangkut

Surat pengangkutan barang memuat keterangan yang dahulu juga diatur dalam Bepalingen het vervoor over spoorwegen (BVS). Rincian isi ketentuan tersebut sebagai berikut:

1) Nama kereta api yang mengangkut

2) Nama stasiun pemuatan dan stasiun tujuan 3) Uraian mengenai barang kiriman

4) Tarif biaya pengangkutan

5) Nama dan alamat pengirim dan penerima

6) Tempat dan tanggal pembuatan surat pengangkutan barang

7) Keterangan surat-surat penting, misalnya, surat pajak, surat keterangan polisi dan

8) Jenis-jenis khusus

Surat pengangkutan barang biasanya sudah dilakukan dan dicetak dalam bentuk formulis dan pengirim hanya mengisi keterangan yang diperlukan dan menandatanganinya. Surat pengangkutan barang ini disediakan oleh pengangkutan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perkeretaaapian yang menyatakan:


(30)

“Penyelenggara sarana Perkeretaapian (PT Kereta Api Indonesia) wajib mengangkut barang yang telah dibayar biaya pengangkutannya oleh pengguna jasa (pengirim) sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Pengguna jasa (pengirim) yang telah membayar biaya pengangkutan, berhak memperoleh palayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan barang”

Kewajiban badan penyelenggara adalah mengangkut penumpang yang telah memiliki karcis penumpang atau mengangkut barang pengguna jasa yang telah memiliki surat pengangkutan barang. Oleh sebab itu, jelaslah bahwa dokumen pengangkutan disediakan pleh pengangkut (PT. Kereta Api Idonesia) yang hanya dapat dimiliki oleh penumpang atau pengirim setelah biaya pengangkutan dibayar lunas.17

D. Landasan Pengaturan Perkeretaapian di Indonesia

1. Peraturan tentang Perkeretaapian yang Pernah Berlaku di Indonesia.

Mengenai pengangkutan yang diselenggarakan oleh PT. KAI, terdapat beberapa peraturan yang pernah berlaku di Indonesia. Peraturan tersebut antara lain :

a. Stb. 1926 No. 334, yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1927 No. 295, yaitu tentang peraturan umum mengenai perbuatan dan eksploitasi jalan-jalan sepur dan trem yang ditentukan buat lalu lintas umum di Hindia Belanda.

17 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti , Bandung, 2008, hal. 150


(31)

b. Stb. 1927 No. 258 tentang peraturan umum mengenai jalan sepur dan trem (Algemeine Bepalingen Spooren Tramwegen = ABST) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb. 1933 No. 139 dan Stb. 1937 No. 557. c. Stb 1927 No. 295, peraturan tentang pembuatan dan pengusahaan jalan-jalan sepur (Bepalingen Aeslangen Bedrijt Spoorwegen = BABS) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1930 No. 387 Stb 1937 No. 290 dan Stb 1940 No. 4.

d. Stb 1929 No. 260, peraturan tentang jalan-jalan trem kota (Bepalingen Staadstranwengen = BST) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1931 No. 168, Stb 1937 No. 290 dan Stb 1940 No. 4.

e. Stb 1927 No. 261, peraturan tentang jalan-jalan trem kota (Bepalingen Landelijk tramwegen = BLT) yang telah diubah dan ditambah dengan Stb 1937 No. 290 dan Stb 1940 No. 4.

f. Yang terpenting Stb 1927 No. 262, peraturan tentang pengangkutan dengan kereta api (Bepalingen Vervoer Spoorwegen = BVS).

g. Reglemen 18 jilid II, tentang peraturan pengangkutan barang.

Peraturan perkeretaapian peninggalan Zaman Belanda tersebut masih tetap berlaku di Indonesia hingga diberlakukannya Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 pada tanggal 17 September 1992. Dan seiring dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, perkembangan zaman, serta ilmu pengetahuan dan teknologi, Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tersebut tidak sesuai dan tidak dapat diberlakukan lagi. Maka Pemerintah Republik Indonesia


(32)

mengeluarkan peraturan yang terbaru yakni Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian.

Dalam bagian penjelasan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tersebut, disebutkan bahwa dengan adanya perkembangan teknologi perkeretaapian dan perubahan lingkungan strategis yang semakin kompetitif dan tidak terpisahkan dari sistem perekonomian internasional yang menitikberatkan pada asas keadilan, keterbukaan, dan tidak diskriminatif, dipandang perlu melibatkan peran pemerintah daerah dan swasta guna mendorong kemajuan penyelenggaraan perkeretaapian nasional. Dan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, kondisi perkeretaapian nasional yang masih bersifat monopoli dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain kontribusi perkeretaapian terhadap transportasi nasional masih rendah, prasarana dan sarana belum memadai, jaringan masih terbatas, kemampuan pembiayaan terbatas, tingkat kecelakaan masih tinggi, dan tingkat pelayanan masih jauh dari harapan.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, peran Pemerintah dalam penyelenggaraan perkeretaapian perlu dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan dengan mengikutsertakan peran masyarakat sehingga penyelenggaraan perkeretaapian dapat terlaksana secara efisien, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dan dengan tetap berpijak pada makna dan hakikat yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta dengan memperhatikan perkembangan lingkungan strategis,


(33)

baik nasional maupun internasional, terutama di bidang perkeretaapian, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian diganti dengan Undang-Undang- Nomor 23 Tahun 2007.

2. Status Badan Hukum PT. KAI (Persero)

PT. KAI merupakan salah satu badan usaha milik Negara yang sifat usahanya menyediakan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat serta memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

PT. KAI bergerak di bidang pelayanan jasa pengangkutan, adapun pelayanan jasa pengangkutan yang diselenggarakan oleh PT. KAI adalah pelayanan jasa pengangkutan penumpang, pengangkutan barang dan usaha pendukung yaitu misalnya, sewa-menyewa kios atau ruang stasiun, sewa menyewa lahan.

PT. KAI adalah Perusahaan pengangkutan dengan kereta api yang dilakukan oleh sebuah perusahaan berbadan hukum, berada dibawah Departemen Perhubungan. Dalam perjalanannya, perusahaan ini telah beberapa kali mengalami perubahan status. Yakni :

a. Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), sejak 28 September 1945. Dimana karyawan kereta api yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) berhasil mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang.

b. Djawatan Kereta Api (DKA), merupakan gabungan dari DKARI dan


(34)

sejak 1 Januari 1950, berdasarkan pengumuman Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum Nomor 2 Tanggal 6 Januari 1950.

c. Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), Tanggal 25 Mei 1963. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1963.

d. Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), Tanggal 15 September 1971. berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1971.

e. Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), Tanggal 2 Januari 1991. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990.

f. PT. Kereta Api (Persero). Tanggal 3 Februari 1998, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998. Namun, secara de fakto perubahan status perusahaan dari Perum menjadi Persero dilakukan tanggal 1 Juni 1999, saat Menhub Giri S. Hadiharjono mengukuhkan susunan Direksi PT. Kereta Api (Persero) di Bandung.

3. Tujuan Penyelenggaraan Perkeretaapian

Seperti halnya pada perusahaan negara lainnya yang mempunyai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu untuk ikut serta membangun ekonomi nasional dengan mengutamakan kebutuhan rakyat menuju masyarakat adil makmur materiil dan spiritual.18

Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman,

18


(35)

cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional (Pasal 3 UUKA).

Selamat, berarti perjalanan kereta api terhindar dari kecelakaan akibat faktor internal. Aman, berarti perjalanan kereta api terhindar dari kecelakaan akibat faktor eksternal, baik berupa gangguan alam maupun manusia. Nyaman adalah terwujudnya ketenangan dan ketentraman bagi penumpang selama perjalanan kereta api. Cepat dan lancar adalah perjalanan kereta api dengan waktu yang singkat dan tanpa gangguan. Tepat adalah terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Tertib dan teratur adalah terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan jadwal dan peraturan perjalanan. Efisien maksudnya penyelenggaraan perkeretaapian yang mampu memberikan manfaat yang maksimal.

Adapun yang menjadi tujuan PT. Kereta Api (Persero) Divre I SU, sebagai perusahaan negara yang berhubungan dengan bidang angkutan antara lain :19

a. Mewujudkan penyelenggaraan jasa angkutan penumpang dan barang guna memberikan manfaat utama bagi kepentingan :

1) Industri yang terkait 2) Publik

3) Pemerintah / perekonomian daerah 4) Lingkungan setempat

b. Menunjang upaya pengurangan kongesti di jalan raya.

19 Data dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Thn 2009, Urusan Humas, Tujuan Perkeretaapian. Tanggal 2 September 2010.


(36)

c. Mendukung kelancaran suplai hasil perkebunan / CPO di Sumatera Utara, sebagai penghasil CPO terkemuka di Indonesia.

d. Mengajak Pemda setempat untuk berpartisipasi dalam investasi pembangunan perkeretaapian / khususnya di Sumatera Utara.

4. Tarif Angkutan Kereta Api

Di Indonesia berlaku beberapa jenis tarif angkutan berbeda untuk tiap alat angkutan. Tarif angkutan itu diatur dan ditetapkan oleh Pemerintah. Ketentuan dan pedoman tarif yang berlaku terdiri dari tarif angkutan barang dan tarif angkutan penumpang untuk angkutan laut, angkutan jalan raya, angkutan kereta api, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan serta angkutan udara.20

Bagi angkutan penumpang berlaku tarif tetap (fixed rate) dengan jalur atau trayek yang dilayani oleh bis, kereta api, kapal laut, dan pesawat udara. Tarif angkutan barang merupakan tarif maksimum, sehingga tarif yang berlaku akan lebih rendah, tergantung pada permintaan dan penawaran di pasar jasa angkutan.21

Mengenai tarif angkutan kereta api, diatur dalam Pasal 151 sampai dengan 156 UUKA, yang menyatakan bahwa tarif angkutan kereta api terdiri dari tarif angkutan orang dan tarif angkutan barang yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan perhitungan modal, biaya operasi, biaya perawatan, dan keuntungan. Tarif angkutan orang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian. Namun, dapat ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk angkutan

20 Salim Abbas, Manajemen Transportasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 71. 21 Ibid,. h 71-72.


(37)

pelayanan kelas ekonomi dan angkutan perintis. Untuk kedua jenis angkutan ini, pemerintah menetapkan tarif yang lebih rendah daripada tarif yang ditentukan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian. Selisihnya, menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemerintah daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik untuk kelas ekonomi dan merupakan subsidi untuk angkutan perintis.

PT. Kereta Api (Persero) Divre I SU membagi 3 (tiga) kelas dalam pengangkutan orang, yakni kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif. Terhadap ketiga kelas tersebut, PT. KAI telah menentukan besarnya tarif. Namun untuk kelas ekonomi tarif yang ditetapkan adalah tarif pemerintah, sebagai bentuk kewajiban terhadap pelayanan publik.

Dalam menentukan besarnya tarif angkutan kereta api, didasarkan pada kelas kereta api yang dipilih oleh penumpang dan jarak yang ditempuh. Hal ini diatur secara jelas dalam syarat-syarat dan tarif angkutan kereta api penumpang, bagasi, dan angkutan terusan (STP Bagian II) yang dikeluarkan oleh PT. Kereta Api (Persero) Kantor Pusat Bandung tahun 2009 dan ditetapkan berdasarkan SK Direksi PT. KA No. KEP. U/LL. 066/X/2/KA-2005 tanggal 5 oktober 2005 tentang penyesuaian tarif angkutan penumpang kereta api kelas non ekonomi, dan SK Direksi PT. KA No. KEP. U/LL. 003/VIII/5/KA-2008 tanggal 29 Agustus 2008 tentang tarif batas atas dan tarif batas bawah untuk beberapa kereta api non ekonomi, berlaku mulai 1 Oktober 2008, serta Peraturan Menhub No. KM 7 Tahun 2009 tanggal 4 Februari 2009 tentang tarif angkutan penumpang kereta api kelas ekonomi.


(38)

E. Jenis-Jenis Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api

Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa perjanjian adalah “Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.22

Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak haruslah memenuhi persyaratan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

1) Adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai apapun yang diperjanjikan diantara para pihak.

2) Kecakapan, yang membuat perjanjian harus mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

3) Hal tertentu, yaitu bahwa setiap perjanjian harus mempunyai objek perjanjiannya.

Kausa yang halal berarti tujuan dari perjanjian itu harus halal atau tidak bertentangan dengan hukum.23

Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat

22 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1981, hal 11

23 Sadikin, Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut Dalam


(39)

ke lain tempat, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.24

Perjanjian pengangkutan yang diadakan oleh PT. KAI (Persero) terdiri atas dua jenis angkutan, yaitu :

1. Perjanjian pengangkutan penumpang

Tiap penumpang yang ingin naik kereta api dapat membeli karcis lewat loket penjualan karcis di stasiun-stasiun PT. KAI atau dapat lewat agen penjualan. Karcis kereta api yang dibeli oleh penumpang itu fungsinya sebagai surat yang pembuktian tentang adanya perjanjian pengangkutan antara penumpang (orang tertentu) dengan PT. KAI sebagai pihak pengangkut.

Sedang terjadinya perjanjian pengangkutan antara penumpang dengan PT. KAI adalah pada waktu penumpang menerima penawaran umum yang dilakukan oleh PT. KAI, yang dilahirkan dengan keinginan untuk diangkut ke tempat tujuan tertentu serta diikuti dengan perbuatan membeli karcis kereta api.

Selain karcis berfungsi sebagai surat bukti adanya perjanjian pengangkutan, karcis dapat merupakan kuitansi pembayaran harga untuk pengangkutan yang dimaksudkan.

Dalam kereta api kadang-kadang terdapat penumpang tanpa karcis, yang dapat dibedakan atas penumpang tanpa karcis yang dengan kemauan sendiri secepatnya memberitahukan kepada kondektur, dan penumpang tanpa karcis yang lalai memberitahukan kepada kondektur.


(40)

Untuk kedua penumpang tanpa karcis diperlakukan sama, dimana keduanya harus membeli karcis yang diperlukan dengan ditambah denda atau dikenakan harga karcis dua kali dari harga karcis biasanya. Bahkan penumpang tersebut dapat dipaksa untuk turun bila tetap tidak mau membayar pada stasiun berikutnya yang dilewati kereta api itu.

Dalam pengangkutan penumpang dengan kereta api biasanya setiap penumpang membawa barang-barang yang diperlukan dalam perjalanannya. Barang tersebut biasa disebut barang bagasi. Barang bagasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu bagasi bawaan dan bagasi biasa.

Bagasi bawaan ialah barang-barang bawaan keperluan penumpang yang harus terdiri atas benda-benda kecil dan mudah dibawa, dengan tanpa pembayaran ekstra serta penempatannya menjadi satu dengan gerbong penumpang.

Bagasi biasa ialah barang-barang yang harus didaftarkan sebelum kereta api berangkat dan akan diangkut dengan kereta api itu dengan gerbong tersendiri, serta dengan pembayaran menurut tarif yang ditentukan oleh PT. KAI.

2. Perjanjian Pengangkutan Barang

Pengangkutan barang dengan kereta api, terdiri dari barang umum, barang khusus, bahan berbahaya dan beracun, serta limbah bahan berbahaya dan beracun (Pasal 139 ayat (2) UUKA).

Barang khusus adalah bahan atau benda yang sifat atau bentuknya harus diperlakukan secara khusus, antara lain :


(41)

b. Muatan barang cair, misalnya BBM dan bahan dasar gula pasir; c. Muatan yang diletakkan di atas palet;

d. Muatan kaca lembaran;

e. Pengangkutan barang yang memerlukan fasilitas pendingin; f. Pengangkutan tumbuh-tumbuhan dan hewan hidup; dan g. Pengangkutan kendaraan.

Bahan berbahaya dan beracun, adalah setiap bahan atau benda yang karena sifat dan ciri khasnya dapat membahayakan keselamatan, kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya, dan ketertiban umum.

Limbah bahan berbahaya dan beracun, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, dan makhluk hidup lain.


(42)

BAB III

TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG DAN BARANG DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007

A. Penyelenggaraan Pengangkutan Oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional (Pasal 3 UUKA). Penyelenggaraan perkeretaapian telah menunjukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.

Peranan kereta api penumpang pada akhir-akhir ini mulai meningkat kembali, bukan saja antar kota, tetapi juga di daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat. Kereta penumpang adalah fasilitas operasi yang menerima kemajuan teknologi yang cukup pesat. Untuk melayani angkutan dalam kota atau di sekitarnya, kereta penumpang yang dilengkapi dengan tenaga penggerak yang sering dioperasikan pada angkutan dalam kota, seperti kereta listrik (KRL) dan kereta diesel (KRD).25

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian, peran pemerintah dalam penyelenggaraan perkeretaapian


(43)

dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan dengan mengikutsertakan peran masyarakat sehingga penyelenggaraan perkeretaapian dapat terlaksana secara efisien, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Penyelenggaraan perkeretaapian diatur dalam Pasal 17 sampai dengan 34 UUKA. Dalam Pasal 17 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pengangkutan dengan kereta api berupa penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dan sarana perkeretaapian.

Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian. Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan. Dalam mengoperasikan prasarana perkeretaapian, wajib memenuhi standar kelaikan operasi prasarana perkeretaapian (Pasal 20 UUKA). Apabila hal ini tidak dipenuhi dan mengakibatkan kecelakaan kereta api dan kerugian bagi harta benda atau barang, maka penyelenggara prasarana perkeretaapian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Apabila mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dan jika mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. Dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah), sebagaimana diatur dalam Pasal 187 UUKA.


(44)

Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum meliputi kegiatan pembangunan prasarana, pengoperasian prasarana, perawatan prasarana, dan pengusahaan prasarana. Dalam hal ini, penyelenggara prasarana perkeretaapian wajib memiliki izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi (Pasal 24 UUKA). Apabila hal ini tidak dipenuhi, maka penyelenggara prasarana perkeretaapian dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah), sebagaimana diatur dalam Pasal 188 UUKA.

Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum. Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel. Penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum meliputi kegiatan pengadaan sarana, pengoperasian sarana, perawatan sarana, dan pengusahaan sarana.

Dalam pengadaan sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi persyaratan teknis sarana perkeretaapian. Pengoperasian sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian, jika hal ini tidak dipenuhi, penyelenggara sarana perkeretaapian dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, dan pencabutan izin operasi. Perawatan sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi standar perawatan sarana perkeretaapian dan dilakukan oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi keahlian dibidang sarana perkeretaapian. Sedangkan pengusahaan sarana perkeretaapian umum, wajib dilakukan berdasarkan norma, standar, dan kriteria sarana perkeretaapian (Pasal 25 sampai dengan 30 UUKA).


(45)

Pengoperasian sarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh awak yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi kecakapan yang dibuktikan dengan sertifikat kecakapan (Pasal 116 UUKA). Penyelenggara sarana perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian umum tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian, yang mengakibatkan kecelakaan kereta api dan kerugian bagi harta benda atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sebagaimana diatur dalam Pasal 169 UUKA.

Badan usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum wajib memiliki izin usaha dan izin operasi (Pasal 32 Ayat (1) UUKA). Jika tidak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah), sebagaimana diatur dalam Pasal 190 UUKA.

Menurut Pasal 2 UUKA, dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api, didasarkan pada beberapa asas antara lain :

1. Asas Manfaat;

Asas manfaat adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, dan pengembangan kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara.


(46)

2. Asas Keadilan;

Asas Keadilan adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam perkeretaapian.

3. Asas Keseimbangan;

Asas keseimbangan adalah bahwa perkeretaapian harus diselenggarakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana, kepentingan pengguna jasa dan penyelenggara, kebutuhan dan ketersediaan, kepentingan individu dan masyarakat, antardaerah dan antarwilayah, serta antara kepentingan nasional dan internasional.

4. Asas Kepentingan Umum;

Asas kepentingan umum adalah bahwa perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan perseorangan atau kelompok dengan memperhatikan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan ketertiban.

5. Asas Keterpaduan;

Asas keterpaduan adalah bahwa perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan sistem dan perencanaan yang utuh, terpadu, dan terintegrasi serta saling menunjang, baik antar hierarki tatanan perkeretaapian, intramoda maupun antarmoda transportasi.


(47)

6. Asas Kemandirian;

Asas Kemandirian adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus berlandaskan kepercayaan diri, kemampuan dan potensi produksi dalam negeri, serta sumber daya manusia dengan daya inovasi dan kreativitas yang bersendi pada kedaulatan, martabat, dan kepribadian bangsa.

7. Asas Transparansi;

Asas transparansi adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian.

8. Asas Akuntabilitas;

Asas akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus didasarkan pada kinerja yang terukur, dapat dievaluasi, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat

9. Asas Berkelanjutan.

Asas berkelanjutan adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus dilakukan secara berkesinambungan, berkembang, dan meningkat dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

Dalam penyelenggaraan kereta api, sebelum kereta api berangkat dari satu stasiun ke stasiun tertentu, wajib diadakan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan oleh pengatur perjalanan kereta api (PPKA). Hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk tertulis, yang disebut laporan kereta api (Lapka). Dalam melakukan


(48)

pemeriksaan, PPKA dibantu oleh para tehnisi yang telah dididik dan memiliki keahlian.26

Contoh :

Pada tanggal 4 Maret 2009, Pukul 23.15 kereta api melakukan perjalanan Rantau Prapat – Medan. Sebelum sampai stasiun tujuan, yaitu Medan. Kereta api berhenti di stasiun Kisaran dan Tebing Tinggi. Sebelum kereta api berangkat dari Stasiun Rantau prapat, Kisaran dan Tebing Tinggi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan apakah kereta api yang akan dijalankan tersebut dalam keadaan laik dan baik untuk digunakan. Apabila kereta api dalam keadaan laik, baik, dan aman untuk dijalankan, maka PPKA akan menandatangani lapka (dokumen yang menyatakan kereta api telah diperiksa dan laik untuk jalan) dan kereta api dapat melanjutkan perjalanan.

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Penyelenggaraan Pengangkutan Kereta Api

Dengan ditutupnya perjanjian pengangkutan, maka akan timbul hak dan kewajiban diantara para pihak. Hak dan kewajiban tersebut antara lain :

1. Kewajiban Pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian, antara lain sebagai berikut :

26 Wawancara dengan Simamora, Kss. Opka, PT. Kereta Api Divisi Regional I Sumatera Utara, Tanggal 2 September 2010


(49)

a. Merawat prasarana perkeretaapian agar tetap laik operasi, sesuai standar dan tata cara perawatan yang ditetapkan oleh menteri (Pasal 65 UUKA).

b. Memenuhi persyaratan kelaikan yang berlaku bagi setiap jenis prasarana perkeretaapian, terhadap prasarana perkeretaapian yang dioperasikan (Pasal 67 UUKA).

c. Melakukan pengujian dan pemeriksaan untuk menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian (Pasal 68 UUKA).

d. Menempatkan tanda larangan di jalur kereta api secara lengkap dan jelas (Pasal 81 UUKA).

e. Mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penyelenggara sarana perkeretaapian dan pihak ketiga (Pasal 166 UUKA).

2. Kewajiban Pihak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, antara lain sebagai berikut :

a. Memenuhi persyaratan teknis dan kelaikan operasi yang berlaku bagi setiap jenis sarana perkeretaapian (Pasal 96 Ayat (2) UUKA).

b. Melakukan pengujian dan pemeriksaan untuk menjamin kelaikan operasi sarana perkeretaapian (Pasal 98 UUKA).

c. Merawat sarana perkeretaapian agar tetap laik operasi (Pasal 114 UUKA)

d. Dalam pengoperasian sarana perkeretaapian, dilakukan oleh awak yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi kecakapan yang dibuktikan dengan sertifikat kecakapan (Pasal 116 UUKA).


(50)

e. Memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak dibawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia (Pasal 131 ayat (1) UUKA).

f. Mengangkut orang yang telah memiliki karcis (Pasal 132 ayat (1) UUKA).

g. Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang,

1) Mengutamakan keselamatan dan keamanan orang. 2) Mengutamakan pelayanan kepentingan umum.

3) Menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan.

4) Mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat.

5) Mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.

h. Mengumumkan kepada pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas (Pasal 133 Ayat (2) UUKA).

i. Mengganti biaya yang telah dibayar oleh orang yang telah membeli karcis, apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan kereta api (Pasal 134 Ayat (1) UUKA).

j. Menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan atau memberikan ganti kerugian senilai harga karcis, apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan


(51)

perjalanan sampai stasiun tujuan yang disepakati (Pasal 134 Ayat (4) UUKA).

k. Mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa (Pasal 167 ayat (1) UUKA).

3. Kewajiban Pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dalam hal terjadi kecelakaan, diatur dalam Pasal 125 UUKA. Antara lain sebagai berikut :

a. Mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan lalu lintas. b. Menangani korban kecelakaan.

c. Memindahkan penumpang, bagasi, dan barang antaran ke kereta api lain atau moda transportasi lain untuk meneruskan perjalanan sampai stasiun tujuan.

d. Melaporkan kecelakaan kepada menteri, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota.

e. Mengumumkan kecelakaan kepada pengguna jasa dan masyarakat. 1) Segera menormalkan kembali lalu lintas kereta api setelah dilakukan

penyidikan awal oleh pihak berwenang. 2) Mengurus klaim asuransi korban kecelakaan.

4. Pihak Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian, memiliki hak dan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 90 UUKA, antara lain sebagai berikut :


(52)

b. Menghentikan pengoperasian sarana perkeretaapian apabila dapat membahayakan perjalanan kereta api.

c. Melakukan penertiban terhadap pengguna jasa kereta api yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa di stasiun.

d. Mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.

e. Menerima pembayaran dari penggunaan prasarana perkeretaapian. f. Menerima ganti kerugian atas kerusakan prasarana perkeretaapian yang

disebabkan oleh kesalahan penyelenggara sarana perkeretaapian atau pihak ketiga.

5. Pihak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, memiliki wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 136 UUKA, antara lain sebagai berikut: a. Memeriksa karcis.

b. Menindak pengguna jasa (penumpang) yang tidak mempunyai karcis. c. Menertibkan pengguna jasa atau masyarakat yang mengganggu

perjalanan kereta api.

d. Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap masyarakat yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap perjalanan kereta api. e. Membatalkan perjalanan kereta api apabila terdapat hal-hal yang dapat


(53)

6. Kewajiban Pihak Penumpang

a. Membayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dikehendakinya.

b. Mematuhi semua peraturan yang telah ditetapkan oleh PT. KAI. 7. Hak Pihak Penumpang

a. Memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih (Pasal 132 ayat (2) UUKA).

b. Mendapatkan ganti kerugian apabila mengalami kehilangan, kecelakaan pada saat penyelenggaraan kereta api

Seiring dengan perkembangan trasnportasi perkeretaapian, hak dan kewajiban para pihak ini sangat penting terutama penyelenggaraan kereta api. Begitu rentannya perjalanan kereta api dengan resiko sehingga membuat pihak penumpang menuntut atas kerugian yang diderita.

Menurut Subekti, risiko ialah “Kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak.27

Persoalan tentang risiko itu berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa semacam itu dalam hukum perjanjian dikenal dengan suatu istilah hukum dinamakan “keadaan memaksa (overmacht atau force majeur)”. Dengan demikian maka persoalan tentang risiko itu merupakan buntut dari persoalan tentang keadaan memaksa, suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga.28

27 R.Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hal. 24. 28 Ibid, h, 25


(54)

Risiko atau kerugian dalam pengangkutan dapat menimpa penumpang, barang (freight). Menurut sifatnya, kerugian dapat dibagi menjadi tiga yaitu :29

1. Kerugian terhadap penumpang

Kerugian ini menyangkut jiwa penumpang dan awak pesawat, awak kapal atau crew dan awak bis. Risiko atau kerugian yang terjadi bisa menyebabkan kematian, luka, cacat seumur hidup.

2. Kerugian terhadap alat angkut, muatan dan freight

Selama dalam perjalanan (angkutan darat, angkutan udara dan angkutan laut) bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kerugian yang terjadi dalam pengangkutan dapat diperkecil dengan cara mempertanggungkan, muatan dan freight kepada perusahaan asuransi/asuransi kerugian.

3. Kerugian total dan kerugian sebagian (total loss &partial loss)

Kerugian yang berhubungan dengan jiwa seseorang sehingga meninggal dunia, disebut total loss. Bila yang bersangkutan masih hidup, dan hanya menderita cacat disebut kerugian sebagian (partial

loss).

Dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api, risiko yang mungkin dapat timbul antara lain :

1. Pelemparan (disebabkan oleh perilaku manusia).

Dalam perjalanan kereta api, sering terjadi pelemparan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Risiko


(55)

ini dapat menyebabkan penumpang mengalami luka-luka, baik berat maupun ringan.

2. Anjlok.

Perkeretaapian di Indonesia merupakan institusi yang sudah sangat tua. Armada lokomotif yang sudah tua, tingkat kerusakan sarana dan prasarana yang tinggi, merupakan faktor penyebab terjadinya kereta api anjlok. Selain itu, adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti pencurian paku yang ada di rel, yang menghubungkan rel dengan bantalan rel juga berperan terhadap anjloknya kereta api. Padahal telah dinyatakan dalam pasal 180 UUKA bahwa “Setiap orang dilarang menghilangkan, merusak, atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan/atau tidak berfungsinya prasarana dan sarana perkeretaapian”. 3. Risiko yang disebabkan oleh alam, seperti banjir, tanah longsor,

dll.

Terhadap risiko yang disebabkan oleh alam, kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanannya. Dalam hal ini, penyelenggara sarana perkeretaapian akan memindahkan para penumpang ke kereta api lain, atau moda transportasi lain seperti bus. Atau mengganti sejumlah uang yang dapat digunakan penumpang untuk melanjutkan perjalanan hingga ke tempat tujuan dengan moda transportasi lain.


(56)

4. Tabrakan pada lintasan liar

Pada beberapa tempat, banyak terdapat jalan yang melintasi rel kereta api. Jalan atau lintasan tersebut sering disebut lintasan liar. Umumnya lintasan tersebut tidak memiliki pengaman, seperti palang ataupun alat persinyalan lainnya. Sehingga pada lintasan ini sering terjadi tabrakan yang mengakibatkan kecelakaan antara kereta api dan kendaraan lain yang kebetulan lewat. Dalam hal ini, menurut Imam Santoso (Pegawai Subseksi Sarbinpel PT. Kereta Api (Persero) Divre I SU), seharusnya lintasan liar menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, bukan PT. KAI. Dan bagi pengguna jalan umum, yang melewati lintasan liar wajib mendahulukan perjalanan kereta api. Seperti yang tercantum dalam pasal 173 UUKA yaitu “Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban, keamanan, dan keselamatan penyelenggaraan perkeretaapian”. Selain itu, tabrakan dapat juga terjadi antar kereta api di perpotongan antara jalur kereta api.

Melihat demikian besarnya resiko terhadap perjalanan kereta api maka persoalan yang sering muncul adalah siapakah yang bertanggung jawab atas segala resiko yang terjadi, terutama ketika risiko yang disebabkan karena adanya


(57)

Objek dalam asuransi angkutan darat adalah kendaraan pengangkut bersama barang dan penumpang yang diangkutnya, yaitu :30

a. Jaminan atas keselamatan penumpang.

Jaminan atas keselamatan penumpang ditutup asuransinya oleh pengangkut kepada perusahaan asuransi kerugian dengan membayar premi, kemudian premi dipungut dari penumpang (ditambahkan pada harga karcis penumpang). Di Indonesia, jaminan atas keselamatan penumpang ditutup asuransinya oleh perusahaan asuransi PT. Jasa Raharja.

Premi asuransi ditentukan secara sepihak oleh penanggung untuk tiap penumpang setiap kali perjalanan dari satu kota ke kota lain. Lalu premi itu dimasukkan (ditambahkan) oleh pengangkut ke dalam karcis penumpang, kemudian disetor kepada penanggung .

Bila mengalami musibah dalam pengangkutan, maka penanggung memberikan santunan sebagai berikut :

1) Biaya pengobatan dan perawatan hingga sembuh bagi penumpang yang menderita luka-luka (tidak sampai cacat permanen).

2) Biaya pengobatan dan perawatan hingga sembuh serta sejumlah uang santunan bagi penumpang yang menjadi cacat permanen.

30 Radiks Purba, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Djambatan, Jakarta, 1997, hal. 57.


(58)

3) Santunan dengan sejumlah uang diberikan kepada ahli waris (istri/anak-anak/orang tua) dari penumpang yang meninggal.

Maka, dalam jaminan atas keselamatan penumpang, penanggung berhubungan dengan Pengangkut untuk memungut premi dari para penumpang. Jadi penumpang sama sekali tidak berhubungan dengan penanggung kecuali bila mengalami musibah.

b. Jaminan atas barang yang diangkut.

Jaminan atas barang yang diangkut oleh kendaraan, ditutup asuransinya oleh pemilik barang kepada penanggung dengan membayar premi. Jadi, pemilik barang berhubungan langsung dengan penanggung dalam penutupan asuransi pengangkutan barang, demikian juga bila dialami musibah, pemilik barang mengajukan langsung tuntutan ganti rugi kepada penanggung.

c. Jaminan atas kendaraan pengangkut.

Jaminan atas kendaraan pengangkut ditutup asuransinya oleh pengangkut atau pemilik kendaraan darat kepada penanggung dengan membayar premi. Penutupan asuransi dapat dilakukan untuk satu kali perjalanan dengan menggunakan polis perjalanan atau selama jangka waktu tertentu dengan menggunakan polis waktu.


(59)

Bila digunakan polis perjalanan, maka jaminan dari penanggung hanya berlaku untuk satu kali perjalanan dimulai dari tempat pemberangkatan hingga sampai ke tempat tujuan. Yang umum digunakan adalah polis waktu, yaitu jaminan berlaku selama jangka waktu tertentu (1 tahun, ½ tahun, 3 bulan. 1 bulan), tidak menjadi soal apakah kendaraan dijalankan atau tidak.

Dalam Pasal 4 ayat (1) kontrak perjanjian asuransi, terhadap pengangkutan dengan kereta api, jaminan pertanggungan bagi korban atau ahli waris korban penumpang kereta api berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 37/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008 serta jaminan tambahan yang merupakan tanggung jawab pihak kedua untuk kelas ekonomi dan non ekonomi adalah :

a. Meninggal dunia Rp. 40.000.000,00 b. Cacat tetap maksimum Rp. 40.000.000,00 c. Biaya perawatan (maksimum) Rp. 25.000.000,00 d. Biaya penguburan Rp. 2.500.000,00 e. Biaya transportasi korban dari TKP ke Rp.

500.000,00

Rumah sakit atau Puskesmas terdekat (bagi Korban luka-luka atau meninggal)

Ketentuan mengenai asuransi dan ganti kerugian, diatur dalam Bab XII Pasal 166 sampai dengan Pasal 171 UUKA. Dimana Penyelenggara Prasarana


(60)

Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa dan awak sarana perkeretaapian, sarana perkeretaapian, serta kerugian yang diderita oleh pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api.

Dalam hal ini, PT. KAI telah bekerjasama dengan PT. Jasa Raharja (Persero) dan PT. Jasaraharja Putera yang dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Konsorsium PT. Jasa Raharja (Persero) dan PT. Jasaraharja Putera Tentang Asuransi Kecelakaan Penumpang dan Awak Sarana Perkeretaapian (terlampir), yang selanjutnya disebut kontrak perjanjian asuransi.

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak perjanjian asuransi yaitu PT. Kereta Api (Persero); disebut pihak pertama, Konsorsium PT. Jasa Raharja (Persero) dan PT. Jasaraharja Putera; disebut Pihak Kedua, yang selanjutnya disebut para pihak.

Sebelum mengikatkan diri dalam kontrak perjanjian asuransi, para pihak terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa Pihak Pertama adalah Badan Hukum Milik Negara yang menyelenggarakan usaha Perkeretaapian di Indonesia.

2. Bahwa Pihak Kedua adalah Badan Hukum yang melakukan kegiatan di bidang jasa asuransi, dalam hal ini


(61)

Asuransi Kecelakaan Penumpang dan Awak Sarana Perkeretaapian.

3. Bahwa kerjasama ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada penumpang dan awak sarana perkeretaapian terhadap risiko kecelakaan yang mungkin timbul selama dalam perjalanan.

4. Bahwa kelancaran pengutipan dan penyetoran iuran wajib dan premi sigap menjamin kelangsungan perlindungan kepada penumpang dan awak sarana perkeretaapian serta peningkatan pelayanan santunan.

5. Bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan kepada penumpang kereta api dan peningkatan pemberian fasilitas jaminan sosial kepada awak sarana perkeretaapian atas risiko kecelakaan selama dalam perjalanan.

Adapun lingkup jaminan pertanggungannya antara lain :

1. Ketentuan-ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, adalah sejak saat naik kereta api di stasiun tempat keberangkatan, selama dalam perjalanan, sampai dengan saat turun dari kereta api di stasiun tujuan sesuai karcis yang berlaku untuk perjalanan yang bersangkutan.

2. Lingkup pertanggungan asuransi tanggung gugat penumpang kereta api untuk:


(62)

a Penumpang adalah saat masuk stasiun kereta api di tempat keberangkatan, saat naik alat angkutan kereta api, hingga ditempat keberangkatan, selama dalam perjalanan. Saat turunnya dari alat angkutan kereta api, sampai saat keluarnya dari stasiun kereta api di tempat tujuan sesuai karcis yang berlaku untuk perjalanan yang bersangkutan.

b. Awak kereta api adalah sejak menaiki alat angkutan di kereta api di stasiun atau depo pemberangkatan, selama melaksanakan tugas sampai dengan selesai melaksanakan tugas di stasiun atau depo tujuan.

3. Termasuk dalam ruang lingkup pertanggungan sebagaimana dimaksud pada nomor 1 dan 2 diatas, yaitu penumpang kereta api overstafen (perpindahan penumpang dan atau awak kereta api dari satu kereta api ke alat angkut lainnya yang disebabkan oleh kerusakan teknis operasi kereta api umtuk meneruskan perjalanan sampai tujuan.

Jadi dengan demikian Pihak pengangkut bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan penumpang. Sejak penumpang berada di atas kereta api, dari suatu stasiun ke stasiun tujuan. Apabila dalam penyelenggaraan pengangkutan kereta api, penumpang mengalami kecelakaan yang menyebabkan luka-luka, cacat tetap ataupun meninggal dunia, penumpang dapat mengajukan klaim asuransi.


(63)

Karena, dengan membeli tiket maka penumpang telah membayar premi asuransi. Dan terhadap keselamatan jiwanya atas risiko kecelakaan yang mungkin timbul selama dalam perjalanan menjadi tanggung jawab PT. Jasa Raharja.

C. Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang dan Barang.

Pengangkut, dalam hal ini PT. KAI haruslah bertanggung jawab atas barang atau penumpang yang diangkutnya ke tempat tujuan. Dalam pengangkutan penumpang berdasarkan perjanjian pengangkutan yang ada, PT. KAI bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita penumpang sewaktu pelaksanaan dinas kecuali apabila PT. KAI dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut timbul diluar kealpaan pegawai yang bertugas.31

Penumpang dapat mengajukan tuntutan ganti rugi, bila selama dalam pelaksanaan pengangkutan dia yang menderita kerugian atau luka-luka, karena akibat langsung atau tidak langsung dari pelaksanaan dinas.32

Dalam pengangkutan orang dengan kereta, pengangkut bertanggung jawab terhadap penumpang berdasarkan perjanjian pengangkutan. Pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian penumpang sepanjang kerugian itu merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari pelaksanaan dinas (pelaksanaan pengangkut).33

31 Op. Cit., h., 163-164.

32 Op. Cit.,h., 165 33 Op .Cit., h. 203.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari apa yang penulis uraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa bentuk pengawasan yang dilakukan stasiun kereta api Medan terhadap penumpang dan barang kurang maksimal atau kurang memenuhi sasaran. Hal ini karena banyaknya penyelenggaraan dan minimnya fasiliras yang tersedia. Seharusnya stasiun kereta api Medan sebagai pusat stasiun kereta api Sumatera Utara harus memiliki system pengawasan yang sesuai dengan standart, sehingga apa yang menjadi penyelenggaraan pengangkutan bisa dirasakan oleh masyarakat yang menggunakan angkutan tersebut.

2. Bahwa kendala-kendala yang dihadapi oleh Stasiun kereta api Medan dalam melakukan penertiban terhadap penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang tidak terlalu serius, sehingga dengan kata lain petugas terkait harus mencari solusi terbaru maupun jalan keluar terhadap kendala-kendala yang dihadapi, seperti lemahnya petugas dari instansi terkait, masih rendahnya disipllin para penumpang, system informasi yang belum lengkap.. Selain itu penyelesaian atas kendala-kendala yang dihadapi stasiun kereta api Medan dalam penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang harus segara dilakukan dengan


(2)

melakukan pelatihan dibidang pengawasan jasa penumpang dan barang serta melekukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya keselamatan.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan dalam penulisan skripsi ini antara lain:

1. Bahwa pengawasan yang dilakukan pihak kereta api Medan saat ini dilihat dari segi aspek keamanan dan keselamatan pengangkutan masih kurang maksimal, hal ini disebabkan banyaknya kendala-kendal yang dihadapi

2. Adapun usaha yang dapat dilakukan untuk mendukung peningkatan pengawasan terkait, wajib didukung oleh sumber daya manusia yang professional dan kebutuhan personil yang memadai, selain tiu disarankan bahwa stasiun kereta api Medan untuk dapat berkordinasi, sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada instansi terkait secara terpadu.

3. Agar PT. Kereta Api meningkatkan kualitas pelayanan terhadap setiap pengguna jasa angkutan kereta api, terutama dalam hal pemeliharaan sarana dan prasarana yang digunakan sehingga dapat menjamin kenyamanan, keselamatan dan keamanan penumpang. Sesuai slogan “Senyuman, keramahan dan kemudahan anda, kunci utama pelayanan kereta api”.


(3)

4. Kepada penumpang kereta api hendaknya menyimpan tiket penumpang hingga ia sampai di tempat tujuan. Karena itu merupakan bukti yang mutlak diperlukan guna pengajuan klaim asuransi apabila dalam penyelenggaraan perkeretaapian penumpang mengalami kecelakaan yang menyebabkan luka-luka, cacat ataupun meninggal dunia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abbas, Salim, 1998, Manajemen Transportasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Adji, Sution Usman, 1990, Hukum pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta,

Jakara,

Binsar Pardamean Siregar, 1999, Tinjauan Hukum Terhadap Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Barang Melalui Kereta Api,

Muhammad, Abdulkadir, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung

Nasution, M. Nur, Manajemen Transportasi, 2004, Ghalia Indonesia, Jakarta, Poerwosutjipto, HMN, 1991, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,

Djambatan, Jakarta,

Prodjodikoro, Wirjono, 1981, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung,

Radiks Purba, 1997. Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Djambatan, Jakarta,

Sadikin, 2004, Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Sistem Pengangkutan Multimoda, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2004


(5)

1993, Kapita Laut Selekta Hukum Laut Dagang, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Medan

Siregar, Muchtarudin, 1990, Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Pengangkutan, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta,

Subekti, R, 2003 Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta,

1979, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta

Tohir, Toto, 2006, Masalah dan Aspek Hukum Dalam Pengangkutan Udara Nasional, Mandar Maju, Bandung,

B. Undang-undang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian Keputusan Menteri Perhubungan No 79 tahun 2004

Wawancara dengan Simamora, Kss. Opka, PT. Kereta Api Divisi Regional I Sumatera Utara, tanggal 2 September 2010

Data dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara Tahun 2009 , Urusan Humas, Sejarah Singkat Perkeretaapian di Sumatera Utara. Tanggal 2 September 2010

Wawancara dengan Ismail, Bag. Opra, PT. Kereta Api Divisi Regional I Sumatera Utara, Tanggal 6 september 2010


(6)

Http://KAI/Sejarah. Com, Diakses Tanggal 2 Agustus 2010.

1

Http : sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia, Diakses Tanggal 2 Agustus 2010

1


Dokumen yang terkait

Tinjauan YuridisTanggungjawab PT. Kereta Api Indonesia Dalam Pengangkutan CPO PTPN IV Kebun Air Batu (Studi Pada PT. Kereta Api Medan)

2 78 98

Pemalsuan Surat Dalam Perkawinan Dihubungkan Dengan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Dan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974

0 30 80

Kedudukan Kreditor Separatis Ditinjau dari Undang Undang Kepailitan Dikaitkan dengan Objek Hak...

0 13 3

Aspek Hukum Tentang Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) Pada Pengangkutan Barang Di...

0 68 5

TANGGUNG JAWAB PT KERETA API INDONESIA TERHADAP PENGIRIMAN BARANG PENUMPANG (Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapiaan)

0 4 48

TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN PT KAI DALAM PENGIRIMAN BARANG MUATAN BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN

0 6 83

TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (Perseso) TERHADAP PENUMPANG DAN PIHAK KETIGA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN (Studi Pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional II Sumatera Barat).

0 2 6

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU PADA PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 10

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TERHADAP KECELAKAAN DI BIDANG PERKERETAAPIAN YANG DIAKIBATKAN OLEH KETIDAKLAIKAN OPERASI SARANA KERETA API DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007.

0 0 1

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PT. KAI (PERSERO) ATAS KECELAKAAN YANG TERJADI DI PERLINTASAN KERETA API TANPA PALANG PINTU TERKAIT DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN.

0 0 12