Tertarik dengan fenomena tersebut maka penulis pun mengangkat judul penelitian “Implementasi Pelayanan Kesehatan kepada Penerima Jaminan Sosial Tenaga Kerja
JAMSOSTEK.”
I.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting dilakukan agar diketahui arah jalannya suatu penelitian. Seperti yang dilakukan oleh Arikunto bahwa agar suatu penelitian dapat dilaksanakan sebaik-baiknya,
maka penulis merumuskan masalah sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi, dan dengan apa. Arikunto, 1993:17.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka penulis di dalam melakukan penelitian ini
merumuskan masalah sebagai berikut: “ Bagaimana Implementasi Pelayanan Kesehatan Kepada Penerima Jaminan Sosial Tenaga Kerja JAMSOSTEK
Rumah Sakit Umum dr. G.L Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa.”
I.3 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pelayanan kesehatan kepada penerima Jaminan
Sosial Tenaga Kerja JAMSOSTEK Rumah Sakit Umum dr. G.L Tobing PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa
Universitas Sumatera Utara
2.
Untuk mengetahui respon dari penerima Jaminan Sosial Tenaga Kerja JAMSOSTEK tentang pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum dr. G.L Tobing PT. Perkebunan Nusantara
II Tanjung Morawa
I.4 Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi penulis sendiri maupun pihak lain yang berkepentingan yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian ini daharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa umumnya dan mahasiswa
departemen Ilmu Administrasi Negara pada khususnya. 2.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak rumah sakit dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada penerima Jaminan Sosial Tenaga Kerja JAMSOSTEK.
I.5 Kerangka Teori
Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat
pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Selanjutunya teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, dan konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Singarimbun, 1987:37
Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
I.5.1 Implementasi I.5.1.1. Pengertian Implementasi
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang kursial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan yang diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan,
sehingga dalam prakteknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan.
Menurut Van Meter dan Van Horn Agustino, 2006: 139 mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau
kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.
Masih berkaitan dengan konsep implementasi, Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi
sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan- kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian- kejadian tertentu. Fadillah Putra, 2003:84
Begitupula Lineberry Fadillah Putra, 2003:81 juga menyatakan bahwa proses implementasi setidak-tidaknya memiliki empat elemen-elemen sebagai berikut:
1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana.
2. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana standard operating procedures
SOP. 3.
Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran; pembagian tugas di dalam dan di antara dinas-dinas badan pelaksana.
Universitas Sumatera Utara
4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan.
Dari pendapat beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak
yang timbul dari program kebijakan itu. Di samping itu, implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, melainkan juga mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap proses implementasi kebijakan tersebut.
I.5.1.2. Model-Model Implementasi
1. Implementasi Kebijakan Publik Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn
Ada enam variabel, menurut Van Metter dan Van Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut, adalah:
a. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana
kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal bahkan terlalu utopis untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik
yang dapat dikatakan berhasil.
b. Sumber daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam
menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang
Universitas Sumatera Utara
diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk
diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan
juga ialah: sumber daya financial dan sumber daya waktu. Karena, mau tidak mau, ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran
tidak tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumber daya waktu. Saat sumber daya
manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebagian ketidakberhasilan
implementasi kebijakan. Karena itu sumber daya yang diminta dan dimaksud oleh Van Metter dan Van Horn adalah
ketiga bentuk sumber daya tersebut.
c. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja
implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.
d. Sikap Kecenderungan Disposition para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh
karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan adalah kebijakan “dari atas” top down yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui bahkan tidak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan, atau
permasalahan yang warga ingin selesesaikan.
e. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses
implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitupula sebaliknya.
f. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan
eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan
kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
2. Implementasi Kebijakan Publik Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier
Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:
a. Mudah atau Tidaknya Masalah yang akan Digarap, meliputi:
1. Kesukaran-kesukaran Teknis
Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur
Universitas Sumatera Utara
prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah.
2. Keberagaman Perilaku yang Diatur
Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin baragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas.
3. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercakup dalam Kelompok Sasaran
Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah melalui implementasi kebijakan, maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan
politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.
4. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki
Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikendaki oleh kebijakan, maka semakin sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil.
b. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat
Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:
1. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai
Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjuk-petunjuk yang cermat dan disusun secara jelas skala prioritas urutan kepentingan bagi para pejabat pelaksana dan aktor
Universitas Sumatera Utara
lainnya, maka semakin besar pula kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut.
2. Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan
Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan.
3. Ketetapan alokasi sumber dana
Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal.
4. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-
instansi pelaksana
Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh setiap peraturan perundangan yang baik ialah kemampuannya untuk memadukan hirarki badan-badan pelaksana.
5. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana
Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil jumlah titik-titik veto, dan intensif yang memadai bagi kepatuhan kelompok sasaran, suatu undang-undang harus
pula dapat mempengaruhi lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.
6. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang
Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan halnya, oleh karena, top down policy bukanlah perkara yang mudah
untuk diimplankan pada para pejabat pelaksana di level lokal.
Universitas Sumatera Utara
7. Akses formal pihak-pihak luar
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sejauhmana peluang-peluang yang terbuka bagi partisipasi para aktor diluar badan
pelaksanaan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya.
c. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi Implementasi
1. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi
Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah-wilayah hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian
tujuan yang digariskan dalam suatu undang-undang. Karena itu, eksternal faktor juga menjadi hal penting untuk diperhatikan guna keberhasilan suatu upaya pengejawantahan suatu kebijakan
publik.
2. Dukungan publik
Hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran-kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat
dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting artinya dalam proses pelaksanaan kebijakan publik di lapangan.
3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat
Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik akan sangat berhasil apabila ditingkat masyarakat, warga memiliki sumber-sumber dan sikap-sikap
masyarakat yang kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan pada mereka. Ada semacam lokal genius kearifan lokal yang dimiliki oleh warga yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau
Universitas Sumatera Utara
ketidakberhasilan implementasi kebijakan publik. Dan, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh sikap dan sumber yang dimiliki oleh warga masyarakat.
4. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana
Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari kemampuan undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan-badan pelaksana melalui penyeleksian
institusi-institusi dan pejabat-pejabat terasnya. Selain itu pula, kemampuan berinteraksi antar lembaga atau individu didalam lembaga untuk menyukseskan implementasi
kebijakan menjadi hal indikasi penting keberhasilan kinerja kebijakan publik.
I.5.2. Pelayanan Kesehatan I.5.2.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Azwar, 1993: 1
Pelayanan kesehatan yang bermutu berkualitas, yaitu:
a. Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai
dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
b. Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
hasil yang dirasakan dengan harapannya. Oleh karena itu, maka tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Dengan demikian apabila dikaitkan
dengan pelanggan, maka pelanggan dapat merasakan hal-hal sebagai berikut : 1 Kalau kinerjanya dibawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa.
2 Kalau kinerjanya sesuai haapan, pelanggan akan merasa puas. 3 Kalau kinerjanya melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.
Menurut Azwar 1993 kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin
sempurna kepuasan pasien, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan. Salah satu definisi kualitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan
rumah sakit memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima pasiennya.
Aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan menurut Parasuraman dalam Tjiptono,1997adalah:
a.Keandalan reliability b.Ketanggapan responsivenes
c.Jaminan assureance d.Empati atau kepedulan emphaty
e.Bukti langsung atau berujud tangibles
Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud paling tidak mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia available,
Universitas Sumatera Utara
wajar appropriate, berkesinambungan continue, dapat diterima acceptable, dapat dicapai accesible, dapat dijangkau affordable, efisien efficient, serta bermutu quality.
Pelayanan kesehatan, memiliki tiga fungsi yang saling berkaitan, saling berpengaruh dan saling bergantungan, yaitu fungsi sosial fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan
masyarakat pengguna pelayanan kesehatan , fungsi teknis kesehatan fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat pemberi pelayanan kesehatan dan fungsi ekonomi fungsi
untuk memenuhi harapan dan kebutuhan institusi pelayanan kesehatan. Ketiga fungsi tersebut ditanggung jawab oleh tiga pilar utama pelayanan kesehatan yaitu, masyarakat yang dalam
prakteknya dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat, tenaga teknis kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga profesional kesehatan dan tenaga adminstrasimanajemen
kesehatan manajemen adminstrator kesehatan.
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan derajat masyarakat consumer satisfaction, melalui
pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan dan kebutuhan pemberi pelayanan provider satisfaction, pada institusi pelayanan yang diselenggarakan secara
efisien institutional satisfaction. Interaksi ketiga pilar utama pelayanan kesehatan yang serasi, selaras dan seimbang, merupakan paduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini merupakan pelayanan
kesehatan yang memuaskan satisfactory healty care.
I.5.2.2. Standar Pelayanan Kesehatan
Standar pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan itu sendiri dan memainkan peranan yang penting dalam mengatasi masalah mutu pelayanan kesehatan. Jika suatu
organisasi pelayanan kesehatan ingin menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu secara taat
Universitas Sumatera Utara
azas atau konsisten, keinginan tersebut harus dijabarkan menjadi suatu standar pelayanan kesehatan atau standar prosedur operasional. Secara luas, pengertian standar pelayanan kesehatan ialah suatu pernyataan
tentang mutu yang diharapkan, yaitu akan menyangkut masukan, proses, dan keluaran outcome sistem pelayanan kesehatan.
Standar pelayanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu pelayanan kesehatan ke dalam terminology operasional sehingga semua orang yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia pelayanan kesehatan, penunjang pelayanan kesehatan, ataupun manajemen organisasi pelayanan kesehatan, dan akan bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas dan perannya masing-masing. Standar, indikator, dan angka nilai ambang batas menjadi unsur-unsur yang akan membuat jaminan mutu pelayanan kesehatan itu dapat diukur,
objektif, dan bersifat kualitatif. Dikalangan profesi pelayanan kesehatan sendiri, terdapat berbagai definisi tentang standar pelayanan kesehatan. Kadang-kadang standar pelayanan kesehatan itu diartikan sebagai
protokol, standar prosedur operasional SPO, dan petunjuk pelaksanaan. Secara khusus selain pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat wilayah setempat maka
rumah sakit juga harus meningkatkan manajemen di dalam rumah sakit yaitu meliputi:
a. Manajemen Sumberdaya Manusia.
b. Manajemen Keuangan.
c. Manajemen Sistem Informasi Rumah Sakit, kedalam dan keluar rumah sakit.
d. Sarana prasarana.
e. Mutu Pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
I.5.3. Jaminan Sosial Tenaga Kerja JAMSOSTEK I.5.3.1. Pengertian JAMSOSTEK
Menurut UU No.3 Tahun 1992 Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja JAMSOSTEK adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Dari pengertian diatas jelas bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan
hari tua, dan pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan. I.5.3.2. Hakikat Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya
penghasilan yang hilang. Di samping itu, program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain:
a. memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja
bagi tenaga kerja beserta keluarganya; b.
merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggungjawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat Indonesia, menyumbangkan
program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian jaminan sosial tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja sehingga pekerja tidak harus menerima belas kasih orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi resiko-resiko seperti
kecelakaan kerja, sakit, hari tua dan lainnya.
I.5.3.3. Landasan Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Berdasarkan ketentuan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, setiap pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Pelaksanaannya diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja JAMSOSTEK. Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur
dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1992 merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan.
Ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dengan pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila dan
pelaksanaan UUD 1945. Disamping itu, ketenagakerjaan diarahkan pada peningkatan harkat, martabat, dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat
sejahtera, adil, dan makmur, baik materiil maupun spiritual. Berdasarkan ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu untuk
meningkatkan kesehjahteraan bagi pekerja buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja buruh dan ukuran kemampuan perusahaan. dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2, diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Berdasarkan ketentuan Pasal 101 Undang-Undang No.13 Tahun 2003, yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan pekerja buruh, dibentuk koperasi pekerja buruh dan usaha-usaha produktif di perusahaan. Pemerintah, pengusaha, dan pekerja buruh atau serikat pekerja serikat buruh berupaya menumbuh-
Universitas Sumatera Utara
kembangkan koperasi pekerja buruh, dan mengembangkan usaha produktif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Pembentukan koperasi sebagaiman dimaksud dalam ayat 1, dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upaya-upaya untuk menumbuhkembangkan koperasi pekerja buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan yang berbentuk Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang dicanangkan oleh pemerintah dan wajib dilaksanakan oleh pengusaha, apabila
di dalam pelaksanaannya telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, yaitu mempunyai pekerja sebanyak 10 sepuluh orang atau lebih dan juga mengeluarkan untuk menggaji pekerjaannya sebesar 1
satu juta rupiah untuk setiap bulannya. Berdasarkan hal diatas, program jaminan sosial tenaga kerja JAMSOSTEK mempunyai
landasan yang berisikan dasar pertimbangan sebagai berikut: bahwa pada tanggal 17 Februari 1992, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kemudian
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara tahun 1992 Nomor 14 dan penjelasannya diumumkan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468.
Adapun pertimbangan dari keluarkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tersebut antara lain dengan adanya pembangunan nasional dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dengan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, untuk mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materil maupun spiritual guna memberikan bagi pekerja yang
melaksanakan pekerjaannya, baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja. Untuk mencapai maksud tersebut perlu ditetapkan undang-undang yang mengatur pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja.
I.5.3.4. Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja JAMSOSTEK
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, ruang lingkup program JAMSOSTEK meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a. Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan kecelakaan kerja diatur di dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 11 Undang- Undang No.3 Tahun 1992. Tenaga kerja yang tertimpa kerja berhak menerima jaminan
Kecelakaan Kerja. Termasuk tenaga kerja dalam Jaminan Kecelakaan Kerja adalah 1.
Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan, baik yang menerima upah maupun yang tidak;
2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah perusahaan;
3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Pengertian kecelakaan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun1992, yaitu kecelakaan yang terjadi karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju ke tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Iuran jaminan kecelakaan kerja ini sepenuhnya ditanggung oleh
pengusaha yang besarnya antara 0,24-1,74 dari upah kerja sebulan. Besarnya iuran sangat tergantung dari tingkat resiko kecelakaan yang mungkin terjadi dari suatu jenis usaha tertentu, semakin besar
tingkat resiko tersebut, semakin besar iuran kecelakaan kerja yang harus dibayar dan sebaliknya, semakin kecil tingkat resiko semakin kecil pula iuran yang harus dibayar.
Dari ketentuan itu dapat dijabarkan bahwa ruang lingkup JKK meliputi kecelakaan kerja dan sakit akibat kerja. Kecelakaan kerja apabila mengalami kecelakaan pada saat perjalanan menuju tempat
kerja, di tempat kerja, atau perjalanan dari tempat kerja. Sakit akibat kerja apabila timbulnya penyakit setelah pekerja menjalankan pekerja relatif dalam jangka waktu yang lama.
Universitas Sumatera Utara
b. Jaminan Kematian