Ikhlas Sabar Dasar-Dasar Manajemen Qolbu

Manajemen qolbu sebagai pengarah kehidupan juga mempunyai visi tersendiri, yaitu menyatukan dimensi zikir, fakir, dan ikhtiar. Dimensi zikir sangat menekankan keikhlasan dan ketawakalan. Dimensi fikir menegaskan pentingnya rasionalitas dalam setiap pemikiran dan tindakan. Sedangkan dimensi ikhtiar memfokuskan pada esensi kerja dengan ikhlas dan sabar. Menjadi pribadi yang terpuji dalam kehidupan ini merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, sebagai insan mulia kita harus menjaga hati qolbu dan perilaku agar selalu tetap dalam lindungan Allah SWT. Dalam masalah ini peneliti membagi pengertian Qolbu menjadi tiga, yaitu:

a. Ikhlas

Dalam melakukan suatu amal, setiap muslim harus memiliki niat atau motivasi, yakni niat yang ikhlas karena Allah SWT. Amal manusia memang sangat tergantung pada niatnya. Secara harfiah, ikhlas artinya bersih, murni dan tidak ada campuran. Maksudnya adalah bersihnya hati dan fikiran seseorang dari motif-motif selain Allah dalam melakukan suatu amal. Orang yang ikhlas adalah orang yang melakukan sesuatu karena Allah dan mengharapkan ridha Allah SWT. 44 Sedangkan menurut Imam Al-Qusyairy an-Naissabury 1997 arti dari ikhlas adalah menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya sembahan. Sikap yang di maksudkan adalah taqarrub mendekatkan 44 Ahmad Yani, Be Excellent Menjadi Pribadi Terpuji Jakarta: Al-Qalam, 2007, h. 65. diri kepada Allah SWT, mengesampingkan yang lain dari mahkluk- makhluk ciptaan-Nya. Keikhlsan juga dapat dikatakan sebagai mensucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan semua makhluk. 45 Dalam bukunya yang berjudul Nasehat Agama dan Wasiat Iman, karangan Imam Habib Abdullah Haddad makna ikhlas adalah, menyengajakan semua amal ibadah, ketaatan dan perbuatan semata- mata kepada Allah SWT. Untuk mendekatkan diri dan memperoleh keridhaan-Nya. Bukan untuk tujuan-tujuan yang lain, seperti berpura- pura mengerjakan ketaatan, menampilkan diri dihadapan orang banyak, mengharap pujian orang atau tamak untuk mendapat suatu pemberian. 46

b. Sabar

Kata sabar berasal dari kata arab sabr, yang akar katanya sabara , yang berarti mengekang atau menahan. 47 Dalam konteks tasawuf, sabar adalah tunduk sepenuhnya tanpa syarat kepada kehendak Allah SWT dengan menerima apa saja yang maujud dalam waktu yang tak terbagi. Al-Muhasibi, seorang sufi, mendefinisikan sabar dengan tetap tenang di bawah pukulan-pukulan takbir. 45 Imam al-Qusyairy an-Naisabury, Risalatul Qusyairiyah; Induk Ilmu Tasawuf Jakarta: Gusti, 1997, h. 243. 46 Imam Habib Abdullah Haddad, Nasehat Agama dan Wasiat Iman Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993, h. 457. 47 Ensiklopedia Tasawuf, Angkasa Bandung: 2008, h. 107. Al-Ghazali menyebutkan, bahwa sabar adalah proses kesediaan kita untuk mengubah perilaku tawbah dan menaklukan hawa dengan mengikuti tuntunan agama. Dengan kata lain, sabar adalah kemampuan kita untuk tetap mengikuti tuntunan agama dalam menghadapi segala desakan hawa nafsu. Kemampuan untuk mengendalikan ini telah ada dalam setiap jiwa manusia. Berdasarkan jenis desakan hawa, sabar mengacu kepada berbagai istilah yaitu sabar terhadap syahwat perut disebut qonaah rasa puas, lawannya adalah syarah rakus, sabar terhadap syahwat farj kemaluan disebut iffah menjaga kehormatan lawannya adalah syabq mengumbar syahwat dan masih banyak lagi sabar dalam bentuk lainnya. Sikap sabar sangat diperlukan sepanjang hidup seorang muslim, hal ini untuk menghadapi nafsu yang berlebihan dalam hal yang berlebihan. Sabar merupakan sarana kebajikan yang mutlak penting karena sebagian besar sifat-sifat jiwa yang baik tergantung kepada sabar. Sabar juga bisa dikatakan menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diinginkan. Sabar mempunyai tiga unsur, yaitu ilmu, hal, dan amal. Sabar merupakan bagian dari iman, tanpa kesabaran maka iman akan terhapus dari hati. Keterkaitan sabar dengan iman mengakibatkan kadar kesabaran menjadi bertingkat-tingkat sebagaimana bertingkatnya kadar iman. Menurut Imam Al-Qusyairy an-Naissabury 1997, sabar dibagi menjadi dua macam, yaitu sabar terhadap apa yang diupayakan dan sabar terhadap apa yang tanpa diupayakan. Mengenai sabar dengan upaya sabar terbagi menjadi dua, yaitu sabar dalam menjalankan perintah Allah SWT dan sabar dalam menjauhi larangannya. Mengenai sabar terhadap hal-hal yang tidak melalui upaya maka kesabaran adalah sabar dalam menjalani ketentuan Allah SWT yang menimbulkan kesusahan baginya. 48 Menurut pandangan Islam, untuk menghadapi banyak perselisihan dan perbedaan, penyimpangan moral dan pemahaman yang salah ditengah-tengah masyarakat adalah dengan bersabar dan memaafkan tanpa harus ribut, saling berdebat bahkan terkadang sampai terjadi pertikaian, Tim akhlak 2003. 49 Sedangkan, Imam Khomeini 2004, mengatakan sabar shabr adalah tidak menampakan kecemasan dalam latin dan tidak mengeluh atas perkara-perkara yang tidak disenangi. 50 Sifat sabar itu mempunyai keutamaan-keutamaan yang besar. Hajat manusia akan sifat sabar sangat nyata dalam keadaannya. 51 Dalam pandangan kacamata Islam, orang yang perkasa bukanlah seseorang yang mempunyai fisik dan otot kuat, mampu menaklukan dan mengalahkan lawan-lawannya. Tetapi orang yang 48 an-Naissabury, Risalatul Qusyairiyah, h. 209. 49 Tim Akhlak, Etika Islam Jakarta: Al-Huda, 2003, h. 88. 50 Imam Khomeini, Insan Ilahiah Jakarta: Pustaka Zahra, 2004, h. 399. 51 Abdullah Haddad, Nasehat Agama, h. 435. perkasa adalah seseorang yang dapat bertindak penuh pertimbangan dan sabar serta mampu mengendalikan nafsunya. 52 Amru Khalid 2006, makna dari kata sabar yang indah ini adalah mengajarkan bahwa tidak ada kemenangan bagi agama dan pertolongan untuk kaum muslim kecuali dengan kesabaran. 53

c. Tawadhu