sel berbentuk batang, berukuran kecil antara 0,5-2 μm, asaccharolytic, pleomorfik,
dan berbentuk coccobacilli.
2,9,31
Bakteri golongan Porphyromonas sp. memiliki karakteristik khusus yang memancarkan warna merah bata ketika berada di bawah
sinar ultraviolet gelombang panjang dan bewarna coklat hitam ketika dikultur pada blood-containing media, sehingga bakteri ini juga dapat diidentifikasi sebagai bakteri
berpigmen hitam Bacteroides.
9,31
Porphyromonas gingivalis tumbuh dalam media kultur membentuk koloni berdiameter 1-2 mm, konveks, halus dan mengkilat, yang bagian tengahnya
menunjukkan gambaran lebih gelap karena memproduksi protoheme, yaitu suatu substansi yang bertanggung jawab terhadap warna khas koloni ini. Pertumbuhannya
dipengaruhi oleh adanya protein hydrolysates, seperti peptone atau yeast extract. Produk fermentasi Porphyromonas gingivalis yang utama adalah n-butirat dan asam
asetat sedangkan sedangkan produk minornya terdiri dari propionic, isobutyric, isovaleric, dan phenilacetic acids.
33
2.2.1 Faktor Virulensi Bakteri Porphyromonas gingivalis
Porphyromonas gingivalis memiliki berbagai faktor virulensi yang patogenik yang berperan dalam menyebabkan penyakit. Faktor virulensi tersebut antara lain
adalah fimbriae,
capsule, outer
membrane vesicles,
hemagglutinin, lipopolysaccharides LPS, enzyme activity dan protein antigens. Faktor virulensi
tersebut dapat menginisiasi mekanisme pertahanan host yang menyebabkan Gambar 1. Bakteri Porphyromonas gingivalis
dibawah electron micrograph
32
kerusakan jaringan. Di antara faktor-faktor ini, LPS adalah faktor yang umumnya dianggap sebagai faktor virulensi penting dalam bakteri gram negatif.
9,15,34
Fimbriae bakteri memiliki peranan penting dalam interaksi bakteri dan sel host. Fimbriae Porphyromonas gingivalis merupakan komponen filamen pada
struktur permukaan sel dengan diameter 5 nm hingga 10 nm.
9,11
Fimbriae Porphyromonas gingivalis memiliki variasi aktivitas biologi termasuk imunogenitas,
perlekatan pada berbagai protein host, menstimulasi sitokin dan merangsang terjadinya resopsi tulang. Fimbriaenya juga memiliki perlekatan yang sangat kuat
pada sel host dan memiliki potensi yang besar menjadi virulensi dengan berinteraksi dengan bakteri lain.
11
Kapsul bakteri telah dianggap faktor virulensi utama pada permukaan sel bakteri.
29
Semua bakteri yang termasuk golongan Bacteroides yang salah satunya Porphyromonas gingivalis memiliki kapsul yang tersusun dari polisakarida pada
membran luar sel. Kapsulnya terlibat dalam adhesi atau perlekatan, pembentukan abses dan melindungi dari proses opsonisasi dan fagositosis sel host. Bakteri yang
terselubung dalam kapsul seperti Bacteroides, Fusobacterium, fakultatif kokus gram positif biasanya menyebabkan abses, sedangkan bakteri yang tidak terselubung dalam
kapsul tidak menyebabkan abses.
9,34
Lipopolysacharide LPS yang juga disebut endotoksin, merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari dinding sel bakteri gram negatif.
11
Patogenitas yang utama dari bakteri gram negatif disebabkan oleh adanya LPS pada dinding
selnya. LPS adalah komponen utama dari bakteri gram negatif yang tersusun dari polysaccharide, core polysaccharide dan Lipid A.
9,30
LPS memiliki potensi yang kuat sebagai stimulator inflamasi karena LPS mampu menembus ke dalam jaringan
periradikuler dan bertindak sebagai endotoksin dalam organisme host sehingga menyebabkan peradangan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan tulang.
Penelitian menunjukkan bahwa respon radang dimulai saat LPS Porphyromonas gingivalis berikatan dengan lipopolysacharide binding protein LBP membentuk
molekul CD14. Molekul ini akan dikenali oleh makrofag melalui reseptor TLR4 sehingga menstimulasi terbentuknya IL-1, IL-6 dan TNF-
α, yaitu sitokin yang berperan dalam proses terjadinya resorpsi tulang.
6,9
Enzim cysteine protease yang dihasilkan Porphyromonas gingivalis yang dinamakan gingipain menjadi salah satu faktor virulensi penting.
30
Gingipain memiliki kemampuan untuk mendegradasi protein pertahanan host untuk
menyediakan peptida dan asam amino sebagai sumber karbon dan nitrogen bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Gingipain ini juga berperan dalam 85 aktivitas
proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri Porphyromonas gingivalis. Gingipain ini sendiri terdiri atas Arg-gingipain Rgp dan Lys-gingipain Kgp.
34
Collagenase merupakan faktor virulensi Porphyromonas gingivalis yang berhubungan dengan
penyakit periodontal. Penelitian menyatakan keberadaan collagenase gene prtC yang diperiksa pada 21 strain spesies Porphyromonas dapat diisolasi pada infeksi
saluran akar. Porphyromonas gingivalis dari infeksi saluran akar memiliki prtC gen, sedangkan Porphyromonas endodontalis tidak memiliki prtC gen.
34
Kemampuan untuk menyerang sel dan jaringan host merupakan faktor virulensi penting dalam bakteri. Masuknya Porphyromonas gingivalis ke sel epitel
gingiva prevalensinya sangat tinggi dan cepat, dan bakteri ini berkumpul pada daerah perinuklear sel. Porphyromonas gingivalis berada di dalam sel selama lebih dari
24 jam dan menghasilkan aktin sitoskeleton bersamaan dengan perubahan ukuran dan bentuk sel host. Mikroorganisme yang terdapat pada saluran akar yang terinfeksi
dapat menyebabkan fokal infeksi pada penyakit kardiovaskuler. Hal ini dibuktikan dengan kultur primer sel kardiovaskuler.
34
Saluran akar yang terinfeksi merupakan infeksi polimikrobial yang menyebabkan risiko terjadinya virulensi semakin tinggi bila terdapat kombinasi
mikroorganisme dalam jumlah yang besar terutama dari spesies bakteri gram negatif. Kombinasi Porphyromonas gingivalis dengan Fusobacterium nucleatum dan bakteri
berpigmen hitam Prevotella intermedia juga menunjukkan virulensi yang lebih tinggi dan memiliki risiko terjadinya flare up endodonti. Hal ini disebabkan adanya sinergi
pada infeksi saluran akar antara bakteri tersebut, sehingga meningkatkan intensitas terjadinya inflamasi pada jaringan periapikal.
11
Selain itu, pada penelitian Loo et al. 2009 juga menunjukkan bahwa terjadi infeksi silang antara bakteri
Porphyromonas gingivalis dengan Bacteroides forsythus pada saluran akar yang meningkatkan resiko periodontitis apikalis kronis.
10
Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu bakteri “red
complex ” Bacteroides forsythus, Porphyromonas gingivalis dan Treponema
denticola yang paling proteolitik dan patogen dalam golongannya serta bakteri yang paling sering ditemukan pada infeksi endodontik primer.
2,6,29
Namun, pada infeksi sekunder bakteri ini masih dapat ditemukan walaupun dalam jumlah yang sedikit. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Ercan et al. 2006 yaitu bahwa bakteri Porphyromonas spp. ditemukan memiliki prevalensi yang lebih rendah pada saluran
akar dengan infeksi endodontik sekunder dibandingkan infeksi endodontik primer.
35
Berdasarkan penelitian Kipalev et al. 2014 melaporkan bahwa bakteri Porphyromonas gingivalis yang paling sering terdeteksi pada infeksi saluran akar
primer dengan menggunakan metode PCR. Persentase bakteri Porphyromonas gingivalis pada infeksi saluran akar primer sebesar 54,2.
7
Penelitian Tomazinho et al. 2007 juga melaporkan bahwa pada infeksi endodontik primer bakteri
Porphyromonas gingivalis memiliki prevalensi sebesar 27,3 dengan metode kultur dan 43,3 dengan metode Polymerase Chain Reaction.
8
Penelitian Saito et al. 2009 mendeteksi bakteri Porphyromonas gingivalis sebesar 28 pada infeksi endodontik
primer dengan metode Polymerase Chain Reaction.
30
Hal ini didukung juga dari penelitian pada infeksi endodontik primer disertai abses apikal akut yang
menggunakan metode PCR menemukan prevalensi sekitar 55 dari jumlah sampel dan pada infeksi endodontik primer disertai periodontitis apikal akut menggunakan
metode PCR dengan prevalensi sekitar 48 dari jumlah sampel.
36
Pada infeksi endodontik primer maupun sekunder, bakteri Porphyromonas gingivalis diketahui sering ditemukan dengan bakteri Porphyromonas endodontalis.
Namun, prevalensi bakteri Porphyromonas gingivalis lebih tinggi ditemukan dibandingkan bakteri Porphyromonas endodontalis. Penelitian Kipalev et al. 2014
menemukan prevalensi Porphyromonas endodontalis 48,6
7
pada infeksi endodontik primer dan penelitian Tomazinho et al. 2007 menemukan prevalensi sebesar 43,3
pada infeksi endodontik primer dengan menggunakan metode PCR.
8
Gambar 2. Prevalensi mikroorganisme yang terdeteksi pada gigi dengan infeksi endodontik primer disertai abses apikalis akut dengan metode Polymerase
Chain Reaction
36
2.3 Penggunaan Bahan Alami dalam Bidang Endodontik