b. Mentaati segala perintah suaminya, kecuali dalam hal-hal yang
melanggar hukum. c.
Memelihara dan mendidik anaknya dengan baik. d.
Memelihara nama baik suami dan keluarga. e.
Pandai menghibur suami apabila sedang mendapat kesulitan. Dalam Kompilasi Hukum Islam juga telah dijelaskan tentang kewajiban isteri
terhadap suaminya pada pasal 83 yang pada intinya adalah kewajiban isteri untuk berbakti terhadap suaminya dan mampu untuk mengatur keperluan rumah tangga
sehari-hari dengan baik. Sedangkan pasal 84 menjelaskan tentang isteri yang tidak patuh terhadap suaminya dianggap nusyuz sehingga suami tidak wajib memberikan
nafkah kecuali pada anaknya.
C. Zina dan Status Anak Dalam Keluarga
Sebagai seorang muslim yang taat akan ajarannya tentu akan memposisikan al-Qur
’an sebagai pedoman hidup dan bergaul dengan orang lain sehingga tidak tergelincir pada prilaku yang tercela dan dapat merugikan orang lain. Memilih
pasangan hidup yang sudah menjadi sunnah rasul dan diperintahkan dalam al-quran tentunya harus melalui pemikiran yang matang agar rumah tangga yang dibangun
bisa memberikan ketenangan dan kebahagiaan. Ada beberapa motifasi yang mendorong seorang laki-laki memilih seorang
perempuan untuk menjadi pasangan hidupnya dalam perkawinan begitupula sebaliknya denagan perempuan. Yang pokok diantaaranya adalah: karena kecantikan
seorang perempuan atau kegagahan seorang laki-laki atau kesuburan daari kediuanya untuk mengharap keturunan; karena kekayaannay; karena kebangsawanannya dan
karena keberagamaannay. Di antara alasan yang banyak itu, maka yang utama dijadikan motifasi adalah keberagamaannya.
36
Dalam rangka pencarian tersebut tentunya kita berharap agar mendapatkan isteri yang shalihah. Isteri yang dapat menjaga keharmonisan dan kerukunan dalam
rumah tangga. Bukan isteri yang memiliki citra negatif atau memiliki akhlak yang buruk. Mencari isteri yang baik demi kebahagiaan berumah tangga tersebut sesuai
dengan firman Allah:
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
sayang.... QS. al- Ruum: 21
Beberapa ulama fiqh berpendapat bahwa penetapan hukuman zina itu bertahap sebagaimana penetapan pengharaman khamar dan penetapan kewajiban
berpuasa. Untuk pertama kalinya larangan zina itu berkaitan dengan teguran resmi yang bernadakan ancaman. Hal ini terungkap dalam firman Allah surat an-Nisa ayat
16 sebagai berikut:
36
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,Jakarta: Kencana, 2009h.48
Artinya: “Dan terhadap dua orang di antara kamu yang melakukan perbuatan keji,
maka sakitilah mereka. Kemudian jika mereka bertaubat dan memperbaiki dirinya, maka berpalinglah kalian dari keduanya. QS. An-Nisa:16
Pada tahap kedua, hukuman ini ditingkatkan dalam bentuk hukuman kurungan rumah tahanan rumah.
37
hal tersebut sebagaimana diterangkan dalam firman Allah surat an-Nisa ayat 15 sebagai berikut:
Artinya: “Dan terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah
ada empat orang saksi di antara kamu yang menyaksikannya. Kemudian apabila mereka telah memberikan persaksiannya. maka kurunglah mereka
wanita di rumah, sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. QS. An-Nisa:15.
Apabila kita bandingkan antara KUHP dengan Hukum Pidana Islam mengenai kasus zina, maka kita dapat melihat banyak perbedaan pandangan, antara
lain sebagai berikut: 1.
Menurut KUHP, tidak semua pelaku zina diancam dengan hukuman pidana. Misalnya pasal 284 ayat 1 dan 2 KUHP menetapkan ancaman pidana penjara
paling lama 9 bulan bagi pria dan wanita yang melakukan zina, padahal salah seorang atau keduanya sudah menikah dan pasal 27 BW berlaku baginya. Ini
37
Sayyid Sabiq. Fiqih Sunah 3, Alih Bahasa: Ali Nursyid dan Hunaimah, Jakarta: Cempaka Putih, 2008, h.161
berarti bahwa pria dan wanita yang melakukan zina itu belum tidak menikah, tidak dapat diberi sanksi hukuman tersebut di atas, asal kedua-duanya sudah
dewasa dan dilakukan atas dasar suka sama suka tidak ada unsur perkosaan. Apabila ada unsur perkosaan atau wanitanya belum dewasa, dapat dikenakan
sanksi hukuman vide pasal 285 dan 287 1. Sedangkan menurut Hukum Pidana Islam, semua pelaku zina baik pria atau wanita dapat diancam hukuman had dan
pukulan tongkat, tangan atau sepatu. Sedangkan bagi pelaku yang telah menikah diancam dengan hukuman rajam stoning to death hal tersebut didasarkan pada
sunah Nabi.
2. Menurut KHUP, perbuatan zina hanya dapat dituntut atas pengaduan suamiisteri
yang tercemar vide pasal 284 2 KUHP; sedangkan Islam tidak memandang zina hanya sebagai klacht delict hanya bisa dituntut atas pengaduan yang
bersangkutan; tetapi dipandangnya sebagai perbuatan dosa besar yang harus ditindak tanpa menunggu pengaduan dari yang bersangkutan.
Sebab zina mengandung bahaya besar bagi pelakunya sendiri dan juga bagi masyarakat, antara lain sebagai berikut:
a. Bisa menimbulkan penyakit kelamin dan ketidakjelasan nasab bagi anak yang
dilahirkannya, padahal Islam sangat menjaga kesuciankehormatan kelamin dan kemurnian nasab. Oleh karena itu Islam membolehkan seorang suami
menolak mengakui seoang anak yang dilahirkan isterinya setelah terjadi lian
dan tebukti anak tersebut merupakan hasil hubungan gelap isteri dengan pria lain.
b. Penularan penyakit kelamin veneral disease yang sangat membahayakan
kesehatan suami isteri dan dapat mengancam keselamatan anak yang lahir. Penularan penyakit HIVAIDS yang sangat berbahaya itu juga bisa
disebabkan oleh prilaku zina atau free sex; c.
Keretakan keluarga yang bisa berakibat perceraian karena suami atau isteri yang berbuat serong zina akan menimbulkan konflik besar dalam rumah
tangganya; d.
Teraniayanya anak-anak yang tidak berdosa sebagai akibat ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab;
e. Pembebanan pada masyarakat dan negara untuk mengasuh dan mendidik
anak-anak terlantar yang tidak berdosa itu, sebab apabila masyarakat dan negara tidak mau menyantuni mereka, maka mereka bisa menggangu
stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.
38
3. Menurut KUHP, pelaku zina dincam dengan hukuman penjara yang lamanya
berbeda vide pasal 284 1 dan 2; pasal 285; 286 dan 287 1, sedangkan menurut hukum pidana Islam pelaku zina diancam dengan hukuman dera, jika ia
belum menikah; dan diancam hukuman rajam jika ia telah menikah.
38
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997 h.35-37
Islam mensyariatkan bentuk hukuman di dunia dalam dua jenis, yaitu an- nashiyah atau hudud yaitu bentuk hukuman yang sudah ada nash-Nya. Sedangkan
yang kedua adalah at-Tafwidiyah atau ta’zir yaitu bentuk hukuman yang ditetapkan
menurut keputusan hakim. Adapun tujuan dari hukuman bagi orang yang melakukan zina adalah:
Pertama, mempersiapkan manusia untuk menjadi warga yang baik dan produktif bagi pembinaan kesejahteraan masyarakat. Kedua, Memberikan kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Kebahagiaan tersebut akan terwujud apabila ada jaminan atas hak- hak individu dan masyarakat secara adil dan saling berwasiat tentang kebaikan dan
mencegah kejahatan.
39
Adapun anak zina adalah anak yang lahir di luar pernikahan yang sah, sedangkan pernikahan yang diakui di Indonesia ialah pernikahan yang dilakukan
menurut masing-masing agama dan kepercayaanya dan dicatat menurut peraturan undang-undang yang berlaku vide pasal 2 1 dan 2 UU No. 11974. Pencatatan
pernikahan dilakukan oleh pejabat KUA untuk mereka yang melangsungkan pernikahanya menurut hukum Islam; sedangkan untuk mereka yang melangsungkan
pernikahannya menurut hukum agamanya dan kepercayaannya selain Islam, maka pencatat pernikahannya dilakukan oleh pegawai pencatat pernikahan pada Kantor
Catatan Sipil vide pasal 21 dan 2 PP No. 91975 tentang pelaksanaan UU No. 11974 tentang pernikahan.
39
Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukum Bagi Pezina dan Penuduhnya Jakarta: Khairul Bayan, 2002 h.9
Berdasarkan ketentuan pasal dan ayat tersebut di atas, maka pernikahan warga negara Indonesia yang dilakukan menurut Hukum Islam, tetapi tidak dicatat oleh
pegawai pencatat nikah dari KUA, atau pernikahan yang dicatat oleh pegawai pencatatan sipil, tetapi pernikahan tersebut tidak dilakukan menurut hukum agamanya
dan kepercayaannya, maka pernikahan tersebut tidak sah menurut negara dan anak yang lahir diluar pernikahan yang sah itu hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya vide pasal 43 1 UU No. 11974. Dalam hukum Islam, anak zina itu suci dari segala dosa orang yang
menyebabkanya di dunia ini. Hal tersebut sesuai dengan Hadis Nabi Muhammad Saw:
Artinya: Dari Abi Qurrah R.A. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: Semua anak dilahirkan atas kesuciankebersihan dari segala dosanoda dan
pembawaan agama tauhid, sehingga ia jelas bicaranya. Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anaknya menjadi Yahudi, atau Nasrani, atau
Majusi. HR. Abu Yala dan Al-Baihaqi.
Selain hadis di atas, Allah firman dalam surat Al-Najm ayat 38:
Artinya: “Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa-dosa orang
lain. QS. Al-Najm:38
40
Al- Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Sahih Bukharibab kila fi aulaadi al- musyrikiin, Bairut: Dar el- Kutub 2003h.465.
Berlandaskan pada dalil naqli di atas, maka anak zina harus diperlakukan secara manusiawi, diberi pendidikan, pengajaran dan keterampilan yang berguna
untuk bekal hidupnya di masyarakat nanti. Yang bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan hidupnya baik materil atau spiritual adalah terutama ibunya
yang melahirkan dan keluarga ibunya. Sebab anak zina hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya.
Apabila ibunya yang melahirkan tidak bertanggung jawab, bahkan sampai membuangnya untuk menutup maluaib keluarganya, maka siapapun yang
menemukan anak bayi zina tersebut wajib mengambilnya untuk menyelamatkan jiwanya atau diserahkan kepada Panti Asuhan Anak Yatim agar kehidupannya
terjamin. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa negara
mempunyai hak dan kewajiban untuk membina dan mengurus anak yatim dan fakir miskin agar mereka bisa hidup layak sebagaimana warga negara yang lainnya.
Mentalitas serta karakter dasar seorang anak, baik bersifat lahiriah maupun batiniah, akan menyerupai mentalitas dan karakter orang tuanya. orang tua adalah
orang yang paling bertanggung jawab terhadap masa depan dan pendidikan anaknya dan mengajari mereka untuk selalu berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan. Jika
lingkungan keluarga dipenuhi dengan cinta, keikhlasan, keimanan, kesucian dan kesalehan, maka seorang anak akan mengikuti kultur lingkungan tersebut.
Kasih sayang dan kebaikan antara orang tua dan anak dalam keluarga dapat menjadi sarana yang baik untuk membimbing mereka. Nasihat yang diberikan dengan
baik mempunyai pengaruh sangat dalam pada diri seorang anak, dan tak ada yang bisa memberikan nasihat lebih baik ketimbang orang tua mereka.
BAB III PROFIL DAN KONDISI SOSIAL, EKONOMI DAN KEAGAMAAN
RESPONDEN
A. Profil Masyarakat Desa Mekarsari Kecamatan Naringgul Kabupaten
Cianjur
Desa Mekarsari merupakan desa yang sudah berdiri sejak 31 tahun silam. Desa tersebut merupakan hasil pemekaran dari Desa Wangunjaya. Adapun Desa
Wangunjaya sendiri merupakan hasil pemekaran dari Desa Cikareo Kecamatan Cidaun yang memiliki potensi yang sangat banyak. Desa dengan luas 3.022,00 ha dan
berpenduduk sekitar 4.103 jiwa dimana jumlah laki-laki sekitar 1.975 orang dan perempuan 2.310 orang, desa tersebut memiliki prospek ekonomi yang dapat
diandalkan dari sumber daya alam yang sangat besar seperti gula merah, beras dan sapu ijuk yang merupakan ciri khas Kecamatan Naringgul.
Desa Mekarsari merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur. Desa Mekarsari terdiri dari lima dusun,
tujuh rukun warga dan dua puluh lima rukun tetangga. Kelima dusun tersebut ialah Kampung Mekarmukti, Cikurutug, Ciawitali, Bungbulang dan Kampung Wanasari
letaknya berada di sebelah selatan Kabupaten Cianjur. Desa tersebut dibatasi dengan empat desa yaitu Desa Cikareo, Cineang Sukabakti dan Wangunjaya.
Berdasarkan data tahun 2010, penduduk Desa Mekarsari mencapai 4103 jiwa, dengan diklasifikasikan antara laki-laki dan perempuan yang menurut data lebih