Aplikasi Penambahan Flokulan Terhadap Pengolahan Sari Buah Jambu Mete (Anacardium Occidentale L)

(1)

SKRIPSI

APLIKASI PENAMBAHAN FLOKULAN TERHADAP PENGOLAHAN SARI BUAH JAMBU METE (Anacardium occidentale L)

Oleh :

RUCITRA WIDYASARI F24103132

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

APLIKASI PENAMBAHAN FLOKULAN TERHADAP PENGOLAHAN SARI BUAH JAMBU METE (Anacardium occidentale L)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RUCITRA WIDYASARI F24103132

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI PENAMBAHAN FLOKULAN TERHADAP PENGOLAHAN SARI BUAH JAMBU METE (Anacardium occidentale L)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RUCITRA WIDYASARI F24103132

Dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1985 Di Mataram

Tanggal lulus: Agustus 2007 Menyetujui,

Bogor, Agustus 2007

Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr

Dosen Pembimbing Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


(4)

Rucitra Widyasari. F24103132. Aplikasi Penambahan Flokulan Terhadap Pengolahan Sari Buah Jambu Mete (Anacardium Occidentale L). Di bawah bimbingan Slamet Budijanto. 2007

RINGKASAN

Buah semu mete merupakan produk samping dari industri kacang mete. Dengan total produksi sekitar 600 ton per tahun, buah semu mete sangat berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu, buah semu mete memiliki banyak khasiat seperti misalnya sebagai anti tumor, anti mikroba mauoun sebagai antioksidan yang potensial, hal ini dikarenakan buah semu mete memiliki kandungan vitamin C yang sangat tinggi yaitu 203.5 mg/100 ml. akan tetapi, buah semu mete mengandung senyawa fenolat yang menyebabkan rasa sepat, getir dan bau yang kuat sehingga dalam jangka panjang teknologi ini dapat digunakan untuk memanfaatkan limbah jambu mete.

Sari buah adalah minuman ringan yang berasal dari buah-buahan yang telah masak dan masih segar tanpa mengalami proses fermentasi yang dapat ditambahkan dengan gula dan air. Pembuatan sari buah ini ditujukan untuk meningkatkan nilai ekonomi buah, meningkatkan daya guna buah serta mengurangi ketergantungan buah jambu mete terhadap musim.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh beberapa jenis flokulan terhadap pengurangan kadar tanin pada larutan buah jambu mete yang akan dijadikan minuman sari buah serta mengembangkan formula sri buah jambu mete yang dapat diterima secara organoleptik.

Penelitian terdiri dari lima tahap, yaitu : (1) pemilihan jenis flokulan, (2) pengujian kadar tanin, (3) penentuan tingkat pengenceran, (4) penentuan tingkat kemanisan, dan (5) formulasi. Dengan menggunakan uji hedonik akan diperoleh formula yang paling disukai. Formula yang diperoleh diuji secara kima, fisik dan mikrobiologi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa formula sari buah jambu mete yang paling disukai adalah sari buah dengan formula penambahan tepung putih telur 0.01%, tingkat pengenceran 1:3, serta tingkat kemanisan 11.5° brix. Dengan karakteristik produk akhir, pH rata-rata 4.34, kekentalan 3.5 cp, kadar air 85.70 % (bb), kadar abu 0.02 % (bb), kadar protein 0.25 % (bb), lemak 0.05 % (bb), serat kasar 0.06 % (bb) dan kadar karbohidrat 13.92 % (bb) dan jumlah total mikroba serta total kapang-khamir lebih kecil dari 2.5 x 102 koloni/ml serta kadar vitamin C 52.47 mg/100 ml.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 22

Juni 1985 sebagai anak pertama dari dua

bersaudara dari pasangan Dr. H Wildan dan

Dra.Hj. Retno Widowati Andajani. Penulis

memiliki seorang adik bernama Zulhan Widya

Baskara. Pendidikan Sekolah ditempuh dari

tahun 1990-1991 di TK Aysiah Bustanul Atfal

Mataram, lalu pada tahun 1991 - 1997 di SDN 13 Mataram, kemudian melanjutkan

Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 2 Mataram hingga tahun 2000. pada tahun

2000-2003 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1 Mataram hingga

tamat.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA selama

periode 2005 – 2006. Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis adalah seminar

dan pelatihan HACCP (

Hazard Analytical And Critical Control Point

) yang

diselenggarakan oleh Mbrio, seminar Keamanan Pangan, seminar Pangan Halal, seminar


(6)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT pemilik jiwa dan raga ini atas Ridho serta atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang penulis lakukan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor, berjudul “Aplikasi Penambahan Flokulan Terhadap Pengolahan Sari Buah Jambu Mete (Anacardium occidentale L.)” yang telah dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai Mei 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB.

Selama kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi ini tentu tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak, ibu, dan adikku yang tak pernah bosan memberi bimbingan, dorongan (material, spiritual), doa serta limpahan kasih sayang yang tak akan pernah terbalas.

2. Dr.Ir.Slamet Budijanto, M.Agr, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr.Ir.Yadi Haryadi, MSc dan Bapak Dr. Sukarno, Msi atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan bimbingannya kepada penulis

4. Keluarga besar Eyang Sabekti dan (Alm) mbah H.Ridwan saleh atas segala dukungan, kasih sayang, kebaikan, dan doanya.

5. Teman seperjuangan dan sebimbingan Andiny, Andal, dan Irma.

6. My everlasting friend, Annisa, Evanda, Ocha, Riska, Diny, Wati, I2n, Irma bo, Abdy, Indach dan Dian, serta sahabat-sahabat terbaikku Nana, Isma, Nuni, sally, Eka, Diana, Ajeng, Babon, Itang atas dukungannya, perhatian, serta kasih sayang disaat susah maupun senang, terima kasih atas segala kenangan indah yang pernah ada kawan, kisah kita adalah sebuah kisah klasik untuk masa depan.


(7)

ii 8. Thalha Farizi, atas segala dukungan, doa dan perhatian serta segala hal yang

pernah dilalui.

9. Teman-teman ITP 40 Ican, Zano, Hendy, Oneth, Erik, Nooy, Arie, Beti, Chitra, Wayan, Ade, Mona, Steph, Tatan, Tya, Ados, Mita, Adie, Danang, Chusni, Yoga, Marto, Denang, Gilang, Aca, Ryal, Widi, Teddy, Meiko, Kanin, Martin, Aji, especiallymy big team ‘D’, Andal, Dian, Sarwo, Usman, Arga, Andreas, Agus, Santo, Ekus, Angel, Lasty, Gading, Maya, Anis, Ika, Mae, Bos Mardi, Intan, Nana, Pau2, Dhea, Andrea, atas segala kegembiraan disaat praktikum dan kuliah.

10.Temen-temen di Fits, mbak Febri, bu Rinrin, mbak Iin, mas Jejen, mas Narto, mas Harsono, mang ujang dan temen-temen lainnya. Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan.

11.Semua teknisi dan laboran. Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Rojak, Pak Wahid, Teh Ida, Mbak Darsi, Bu Rubiyah, Pak Mul, Mas Edy, Bu Antin. Terima kasih atas bantuannya.

12.Penghuni Wisma Karditha (Mbak Zenab, Mas Aga, Event, Ocha, Anis, Bohai, Wati, Cici, Fitri, Lina, Mbak Nanin, Abdy, Iin, Mbak Rina dan Ibu Wati) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian skripsi ini. 13.Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran dan

pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberika banyak manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

Bogor, Agustus 2007


(8)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SARI BUAH ... 3

B. TANAMAN JAMBU METE ... 5

C. TANIN ... 7

D. BAHAN PENGIKAT TANIN ... 8

1. Gelatin ... 8

2. Albumin ... 9

E. MEKANISME PENGIKATAN TANIN ... 10

F. BAHAN PENGIKAT LAIN ... 12

1. Sukrosa ... 12

2. Lemon ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN ... 14

B. ALAT ... 14

C. PROSEDUR PEMBUATAN SARI BUAH JAMBU METE ... 14

D. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

1. Penentuan Jenis Flokulan ... 16

2. Pengujian Kadar Tanin ... 17

3. Tingkat Pengenceran ... 18

4. Tingkat Kemanisan ... 18


(9)

iv Halaman

E. PENGAMATAN PRODUK TERPILIH ... 19

1. Kadar Air ... 19

2. Kadar Abu ... 20

3. Kadar Protein ... 20

4. Kadar Lemak ... 21

5. Kadar Karbohidrat ... 21

6. Nilai pH ... 21

7. Total Padatan Terlarut ... 21

8. Kekentalan ... 21

9. Uji Total Plate Count ... 21

10. Uji Kapang-Khamir ... 22

11. Kadar Vitamin C ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tahap Penentuan Konsentrasi Flokulan Pada Sari Buah Jambu Mete ... 24

2. Tahap Penentuan Kadar Tanin ……… 29

3. Tahap Penentuan Tingkat Pengenceran ... 31

4. Tahap Penentuan Tingkat Kemanisan ... 35

5. Tahap Formulasi ... 38

A. MUTU FISIK SARI BUAH JAMBU METE ... 41

1. Keasaman (pH) ... 41

3. Kekentalan ... 42

C. MUTU KIMIA SARI BUAH JAMBU METE ... 42

1. Kadar Air ... 43

2. Kadar Abu ... 44

3. Kadar Protein ... 44

4. Kadar Lemak ... 44

5. Kadar Karbohidrat ... 44

6. Kadar Vitamin C ... 45


(10)

v Halaman V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... 50

B. SARAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(11)

SKRIPSI

APLIKASI PENAMBAHAN FLOKULAN TERHADAP PENGOLAHAN SARI BUAH JAMBU METE (Anacardium occidentale L)

Oleh :

RUCITRA WIDYASARI F24103132

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

APLIKASI PENAMBAHAN FLOKULAN TERHADAP PENGOLAHAN SARI BUAH JAMBU METE (Anacardium occidentale L)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RUCITRA WIDYASARI F24103132

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI PENAMBAHAN FLOKULAN TERHADAP PENGOLAHAN SARI BUAH JAMBU METE (Anacardium occidentale L)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RUCITRA WIDYASARI F24103132

Dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1985 Di Mataram

Tanggal lulus: Agustus 2007 Menyetujui,

Bogor, Agustus 2007

Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr

Dosen Pembimbing Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


(14)

Rucitra Widyasari. F24103132. Aplikasi Penambahan Flokulan Terhadap Pengolahan Sari Buah Jambu Mete (Anacardium Occidentale L). Di bawah bimbingan Slamet Budijanto. 2007

RINGKASAN

Buah semu mete merupakan produk samping dari industri kacang mete. Dengan total produksi sekitar 600 ton per tahun, buah semu mete sangat berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu, buah semu mete memiliki banyak khasiat seperti misalnya sebagai anti tumor, anti mikroba mauoun sebagai antioksidan yang potensial, hal ini dikarenakan buah semu mete memiliki kandungan vitamin C yang sangat tinggi yaitu 203.5 mg/100 ml. akan tetapi, buah semu mete mengandung senyawa fenolat yang menyebabkan rasa sepat, getir dan bau yang kuat sehingga dalam jangka panjang teknologi ini dapat digunakan untuk memanfaatkan limbah jambu mete.

Sari buah adalah minuman ringan yang berasal dari buah-buahan yang telah masak dan masih segar tanpa mengalami proses fermentasi yang dapat ditambahkan dengan gula dan air. Pembuatan sari buah ini ditujukan untuk meningkatkan nilai ekonomi buah, meningkatkan daya guna buah serta mengurangi ketergantungan buah jambu mete terhadap musim.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh beberapa jenis flokulan terhadap pengurangan kadar tanin pada larutan buah jambu mete yang akan dijadikan minuman sari buah serta mengembangkan formula sri buah jambu mete yang dapat diterima secara organoleptik.

Penelitian terdiri dari lima tahap, yaitu : (1) pemilihan jenis flokulan, (2) pengujian kadar tanin, (3) penentuan tingkat pengenceran, (4) penentuan tingkat kemanisan, dan (5) formulasi. Dengan menggunakan uji hedonik akan diperoleh formula yang paling disukai. Formula yang diperoleh diuji secara kima, fisik dan mikrobiologi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa formula sari buah jambu mete yang paling disukai adalah sari buah dengan formula penambahan tepung putih telur 0.01%, tingkat pengenceran 1:3, serta tingkat kemanisan 11.5° brix. Dengan karakteristik produk akhir, pH rata-rata 4.34, kekentalan 3.5 cp, kadar air 85.70 % (bb), kadar abu 0.02 % (bb), kadar protein 0.25 % (bb), lemak 0.05 % (bb), serat kasar 0.06 % (bb) dan kadar karbohidrat 13.92 % (bb) dan jumlah total mikroba serta total kapang-khamir lebih kecil dari 2.5 x 102 koloni/ml serta kadar vitamin C 52.47 mg/100 ml.


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 22

Juni 1985 sebagai anak pertama dari dua

bersaudara dari pasangan Dr. H Wildan dan

Dra.Hj. Retno Widowati Andajani. Penulis

memiliki seorang adik bernama Zulhan Widya

Baskara. Pendidikan Sekolah ditempuh dari

tahun 1990-1991 di TK Aysiah Bustanul Atfal

Mataram, lalu pada tahun 1991 - 1997 di SDN 13 Mataram, kemudian melanjutkan

Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 2 Mataram hingga tahun 2000. pada tahun

2000-2003 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1 Mataram hingga

tamat.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA selama

periode 2005 – 2006. Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis adalah seminar

dan pelatihan HACCP (

Hazard Analytical And Critical Control Point

) yang

diselenggarakan oleh Mbrio, seminar Keamanan Pangan, seminar Pangan Halal, seminar


(16)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT pemilik jiwa dan raga ini atas Ridho serta atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang penulis lakukan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor, berjudul “Aplikasi Penambahan Flokulan Terhadap Pengolahan Sari Buah Jambu Mete (Anacardium occidentale L.)” yang telah dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai Mei 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB.

Selama kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi ini tentu tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak, ibu, dan adikku yang tak pernah bosan memberi bimbingan, dorongan (material, spiritual), doa serta limpahan kasih sayang yang tak akan pernah terbalas.

2. Dr.Ir.Slamet Budijanto, M.Agr, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr.Ir.Yadi Haryadi, MSc dan Bapak Dr. Sukarno, Msi atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan bimbingannya kepada penulis

4. Keluarga besar Eyang Sabekti dan (Alm) mbah H.Ridwan saleh atas segala dukungan, kasih sayang, kebaikan, dan doanya.

5. Teman seperjuangan dan sebimbingan Andiny, Andal, dan Irma.

6. My everlasting friend, Annisa, Evanda, Ocha, Riska, Diny, Wati, I2n, Irma bo, Abdy, Indach dan Dian, serta sahabat-sahabat terbaikku Nana, Isma, Nuni, sally, Eka, Diana, Ajeng, Babon, Itang atas dukungannya, perhatian, serta kasih sayang disaat susah maupun senang, terima kasih atas segala kenangan indah yang pernah ada kawan, kisah kita adalah sebuah kisah klasik untuk masa depan.


(17)

ii 8. Thalha Farizi, atas segala dukungan, doa dan perhatian serta segala hal yang

pernah dilalui.

9. Teman-teman ITP 40 Ican, Zano, Hendy, Oneth, Erik, Nooy, Arie, Beti, Chitra, Wayan, Ade, Mona, Steph, Tatan, Tya, Ados, Mita, Adie, Danang, Chusni, Yoga, Marto, Denang, Gilang, Aca, Ryal, Widi, Teddy, Meiko, Kanin, Martin, Aji, especiallymy big team ‘D’, Andal, Dian, Sarwo, Usman, Arga, Andreas, Agus, Santo, Ekus, Angel, Lasty, Gading, Maya, Anis, Ika, Mae, Bos Mardi, Intan, Nana, Pau2, Dhea, Andrea, atas segala kegembiraan disaat praktikum dan kuliah.

10.Temen-temen di Fits, mbak Febri, bu Rinrin, mbak Iin, mas Jejen, mas Narto, mas Harsono, mang ujang dan temen-temen lainnya. Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan.

11.Semua teknisi dan laboran. Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Rojak, Pak Wahid, Teh Ida, Mbak Darsi, Bu Rubiyah, Pak Mul, Mas Edy, Bu Antin. Terima kasih atas bantuannya.

12.Penghuni Wisma Karditha (Mbak Zenab, Mas Aga, Event, Ocha, Anis, Bohai, Wati, Cici, Fitri, Lina, Mbak Nanin, Abdy, Iin, Mbak Rina dan Ibu Wati) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian skripsi ini. 13.Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran dan

pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberika banyak manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

Bogor, Agustus 2007


(18)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SARI BUAH ... 3

B. TANAMAN JAMBU METE ... 5

C. TANIN ... 7

D. BAHAN PENGIKAT TANIN ... 8

1. Gelatin ... 8

2. Albumin ... 9

E. MEKANISME PENGIKATAN TANIN ... 10

F. BAHAN PENGIKAT LAIN ... 12

1. Sukrosa ... 12

2. Lemon ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN ... 14

B. ALAT ... 14

C. PROSEDUR PEMBUATAN SARI BUAH JAMBU METE ... 14

D. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

1. Penentuan Jenis Flokulan ... 16

2. Pengujian Kadar Tanin ... 17

3. Tingkat Pengenceran ... 18

4. Tingkat Kemanisan ... 18


(19)

iv Halaman

E. PENGAMATAN PRODUK TERPILIH ... 19

1. Kadar Air ... 19

2. Kadar Abu ... 20

3. Kadar Protein ... 20

4. Kadar Lemak ... 21

5. Kadar Karbohidrat ... 21

6. Nilai pH ... 21

7. Total Padatan Terlarut ... 21

8. Kekentalan ... 21

9. Uji Total Plate Count ... 21

10. Uji Kapang-Khamir ... 22

11. Kadar Vitamin C ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tahap Penentuan Konsentrasi Flokulan Pada Sari Buah Jambu Mete ... 24

2. Tahap Penentuan Kadar Tanin ……… 29

3. Tahap Penentuan Tingkat Pengenceran ... 31

4. Tahap Penentuan Tingkat Kemanisan ... 35

5. Tahap Formulasi ... 38

A. MUTU FISIK SARI BUAH JAMBU METE ... 41

1. Keasaman (pH) ... 41

3. Kekentalan ... 42

C. MUTU KIMIA SARI BUAH JAMBU METE ... 42

1. Kadar Air ... 43

2. Kadar Abu ... 44

3. Kadar Protein ... 44

4. Kadar Lemak ... 44

5. Kadar Karbohidrat ... 44

6. Kadar Vitamin C ... 45


(20)

v Halaman V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... 50

B. SARAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(21)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Semu Mete Per 100 Gram ... 6

Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Putih Telur ... 10

Tabel 3. Konsentrasi flocculant ... 17

Tabel 4. Tingkat Pengenceran ... 18

Tabel 5. Komposisi kimia formula minuman sari buah jambu mete hasil analisa proksimat (% bb) ... 43

Tabel 6. Hasil uji mikrobiologi total mikroba pada minuman sari buah jambu mete ... 46


(22)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pembuatan Sari Buah Jambu Mete... 5 Gambar 2. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur

terhadap skor rata-rata kesukaan warna ... 25 Gambar 3. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap

skor rata-rata kesukaan warna ... 26 Gambar 4. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur

terhadap skor rata-rata kesukaan aroma ... 26 Gambar 5. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap

skor rata-rata kesukaan aroma... 27 Gambar 6. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur

terhadap skor rata-rata kesukaan rasa ... 28 Gambar 7. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap

skor rata-rata kesukaan rasa... 28 Gambar 8. Grafik hasil uji organoleptik penambahan tepung putih telur

terhadap parameter rasa... 29 Gambar 9. Grafik hasil uji organoleptik penambahan gelatin terhadap

parameter rasa... 29 Gambar 10. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan albumin ... 30 Gambar 11. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete

pada perlakuan dengan penambahan tepung putih telur... 30 Gambar 12. Pengamatan secara visual warna pada tingkat pengenceran .. 32 Gambar 13. Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran

terhadap skor rata-rata kesukaan warna ... 33 Gambar 14. Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran

terhadap skor rata-rata kesukaan aroma ... 33 Gambar 15 Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran


(23)

viii Halaman Gambar 16. Histogram pengaruh tingkat kemanisan terhadap

skor rata-rata kesukaan warna... 36 Gambar 17. Histogram pengaruh tingkat kemanisan terhadap

skor rata-rata kesukaan aroma... 37 Gambar 18. Histogram pengaruh tingkat kemanisan terhadap skor rata- rata kesukaan rasa ... 38 Gambar 19. Histogram pengaruh tahap formulasi terhadap

skor rata-rata kesukaan warna ... 39 Gambar 20. Histogram pengaruh tahap formulasi terhadap

skor rata-rata kesukaan aroma ... 40 Gambar 21 Histogram pengaruh tahap formulasi terhadap

skor rata-rata kesukaan rasa ... 41 Gambar 22. Grafik pH minuman sari buah jambu mete ... 42 Gambar 23. Viscometer Brookefield ... 43


(24)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data hasil analisa proksimat produk akhir sari buah

jambu mete ... 53 Lampiran 2. Rekapitulasi data uji hedonik penambahan

tepung putih telur ... 54 Lampiran 3. Rekapitulasi data uji hedonik penambahan gelatin. ... 55 Lampiran 4. Rekapitulasi data uji hedonik tingkat pengenceran ... 56 Lampiran 5. Rekapitulasi data uji hedonik tingkat kemanisan. ... 57 Lampiran 6. Rekapitulasi data uji hedonik formulasi ... 58 Lampiran 7. Sidik ragam uji hedonik warna penambahan

tepung putih telur ... 59 Lampiran 8. Sidik ragam uji hedonik aroma penambahan

tepung putih telur ... 60 Lampiran 9. Sidik ragam uji hedonik rasa penambahan

tepung putih telur ... 61 Lampiran 10. Sidik ragam uji hedonik warna penambahan

gelatin ... 62 Lampiran 11. Sidik ragam uji hedonik aroma penambahan

gelatin ... 63 Lampiran 12. Sidik ragam uji hedonik rasa penambahan

gelatin ... 64 Lampiran 13. Sidik ragam uji hedonik warna

tingkat pengenceran ... 65 Lampiran 14. Sidik ragam uji hedonik aroma

tingkat pengenceran ... 66 Lampiran 15. Sidik ragam uji hedonik rasa

tingkat pengenceran ... 67 Lampiran 16. Sidik ragam uji hedonik warna

tingkat kemanisan... 68 Lampiran 17. Sidik ragam uji hedonik aroma

tingkat kemanisan ... 69 Lampiran 18. Sidik ragam uji hedonik rasa tingkat kemanisan ... 70 Lampiran 19. Sidik ragam uji hedonik warna tahap formulasi ... 71 Lampiran 20. Sidik ragam uji hedonik aroma tahap formulasi ... 72 Lampiran 21. Sidik ragam uji hedonik rasa tahap formulasi ... . 73


(25)

x Halaman Lampiran 22. Data hasil pengukuran pH minuman sari buah jambu mete … 74 Lampiran 23. Hasil uji statistik kadar tanin ekstrak minuman sari buah

jambu mete pada perlakuan dengan penambahan albumin ….. 74 Lampiran 24. Hasil uji statistik kadar tanin ekstrak minuman sari buah

jambu mete pada perlakuan dengan penambahan


(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Buah semu mete (cashew apple) belum dimanfaatkan secara maksimal karena memiliki rasa yang sepat, getir serta aroma yang kuat sehingga tidak banyak diminati oleh masyarakat (Bambang, 1982). Hal ini berhubungan dengan adanya kandungan fenolat. Senyawa fenolat tersebut sebenarnya bermanfaat bagi kesehatan. Seperti yang dilaporkan oleh Kubo.,et al (1993) bahwa senyawa fenolat seperti anacardic acid, cardols dan methyl cardols

mempunyai sifat anti tumor dan sebagai anti mikroba. Selain itu, juga mengandung vitamin C yang sangat tinggi yaitu 204 mg/100 ml yang dapat berfungsi sebagai antioksidan.

Salah satu faktor belum dimanfaatkannya buah semu mete adalah belum tersedianya teknologi yang tepat untuk mengolah buah semu mete. Padahal buah semu mete mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai minuman fungsional. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya terima produk minuman fungsional buah semu mete ini antara lain dengan cara menghilangkan sebagian senyawa tanin yang berpengaruh terhadap cita rasa sepat buah semu mete. Penghilangan senyawa tanin ini dapat dilakukan, salah satunya, dengan menambahkan beberapa senyawa flokulan serta formulasi gula dalam jumlah yang tepat, sehingga dihasilkan produk berupa minuman sari buah yang disukai oleh masyarakat.

Pengolahan buah mete di Indonesia sebenarnya telah dilakukan sebagai bahan pembuatan anggur di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Usaha tersebut dilakukan pada tahun 1978 namun hingga kini belum menampakkan hasil yang memuaskan, karena masih terbatasnya konsumen minuman beralkohol di Indonesia. Beberapa usaha lain yang sudah dikembangkan antara lain abon mete, sirup mete, selai mete, maupun sebagai cuka makan.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti melakukan uji coba pengembangan teknologi pengolahan buah semu mete menjadi minuman sari buah jambu mete (Anacardium occidentale L) yang dapat diterima oleh Konsumen. Penelitian


(27)

2 ini akan memfokuskan pada pengembangan teknologi dengan penambahan beberapa senyawa flokulan.

B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan teknologi proses pengolahan sari buah mete yang mempunyai cita rasa yang disukai konsumen sehingga dapat diaplikasikan pada industri kecil menengah.

Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

1.Mengidentifikasi bahan-bahan flokulan yang dapat mengurangi kadar tanin.

2.Mengembangkan formula sari buah jambu mete. 2 Manfaat Penelitian

Tersedianya teknologi pengolahan sari buah mete yang dapat diaplikasikan dalam industri kecil sehingga dalam jangka panjang teknologi ini dapat digunakan untuk memanfaatkan limbah jambu mete.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SARI BUAH

Pembuatan sari buah merupakan salah satu cara menyelamatkan kelebihan produksi buah-buahan dan menghindari dari ketergantungan terhadap musim. Selain itu, pembuatan sari buah juga bertujuan untuk meningkatkan ketahanan simpan dan daya guna buah-buahan.

Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sari buah antara lain, buah yang digunakan haruslah segar, banyak tersedia dan mengandung kadar air yang tinggi (juicy), tidak hambar, serta tidak rusak dan tidak busuk (Ashurst, 1995).

Pada umumnya sari buah diperoleh dari buah-buahan setelah melalui tahap ekstraksi, klarifikasi, dearasi, pasteurisasi, pengalengan atau pembotolan, pemekatan, dan selanjutnya dilakukan pendinginan. Sedangkan untuk buah-buahan tertentu, dapat dilakukan modifikasi terhadap proses pengolahan tersebut, bergantung pada sifat buah dan sari buah yang diinginkan. Berikut adalah penjelasan dari tahap-tahap diatas :

1. Ekstraksi

Metoda yang digunakan untuk mengekstraksi sari buah dari buah-buahan tropis sangat beragam, tergantung dari struktur dan komposisi buah. Sari buah dapat dipisahkan dari jaringan padat dengan menggunakan alat-alat screw extractor, centrifugal machines atau dengan saringan (Ashurst, 1995). 2. Klarifikasi

Menurut Potter (1973), klarifikasi bertujuan untuk menghilangkan sisa pulp dari sari buah dengan cara penyaringan, pengendapan, atau sentrifugasi. Sari buah yang tidak dimurnikan akan berakibat terjadinya pengendapan partikel-partikel pulp setelah sari buah dibotolkan, hal ini tidak diinginkan karena akan menurunkan penerimaan konsumen.


(29)

4 3. Deaerasi

Proses deaerasi ditujukan untuk mengurangi kerusakan vitamin C dan perubahan yang disebabkan oleh adanya oksigen (Potter, 1973). Selain itu, faktor-faktor lain penyebab kehilangan vitamin C selama pengolahan dan penyimpanan adalah cara pengolahan yang salah dan temperatur penyimpanan yang tinggi. Vitamin C relatif stabil pada sari buah yang mempunyai pH rendah dengan kandungan asam sitrat yang tinggi. Namun pada keadaan sebaliknya, vitamin C akan sangat labil (Kusnandar dan Andarwulan, 2006). Vitamin C adalah vitamin paling tidak stabil diantara semua vitamin yang mudah mengalami kerusakan selam proses pengolahan dan penyimpanan. Vitamin ini memiliki sifat sangat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi, dalam proses ini dipercepat oleh panas, sinar, alkali serta oleh katalis tembaga dan besi.

4. Pasteurisasi

Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen dan menginaktifkan enzim. Pasteurisasi bukan bertujuan untuk membunuh spora bakteri, tapi untuk mencegah agar spora tersebut tidak berkembang. Pasteurisasi terdiri dari beberapa metode, seperti flash pasteurisation yang menggunakan plate heat exchanger, batch pasteurisation, dan in pack pasteurisation (hot filling) (Ashurst, 1995).

5. Pengalengan

Pengalengan merupakan cara pengemasan bahan pangan dalam wadah kaleng tertutup rapat (hermetis) dan disterilisasi dengan panas. Cara pengemasan ini umum dilakukan pada industri sari buah, karena dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Keuntungan pembotolan (gelas) dalam pengemasan sari buah dibandingkan dengan kaleng antara lain transparan, inert (tidak beraksi), dapat dibuka dan ditutup kembali bila menggunakan tutup botol yang sesuai. Selain itu kerusakan mikrobiologis yang tidak menghasilkan gas yang sulit dideteksi pada makanan kaleng dapat mudah terlihat pada botol.


(30)

5 6. Penyimpanan dingin

Penyimpanan dingin (chilling storage) merupakan cara penyimpanan bahan atau produk pangan dibawah suhu 15°C dan diatas titik beku bahan/produk. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu sari buah, disamping penambahan zat-zat pengawet kimia dan konsentrasi gula yang tinggi. Pendinginan akan menurunkan laju pertumbuhan mikroba pada bahan/produk yang disimpan. Penurunan ini disebabkan oleh karena terjadinya denaturasi enzim dan penghambatan sintesa enzim yang dibutuhkan mikroba. Pada penyimpanan dalam suhu ruang terjadi perubahan pada sari buah karena alkohol hasil fermentasi oleh berbagai jenis khamir. Bakteri yang sering memfermentasi gula pada sari buah adalah : Lactobacillus pastorianus, Lactobacillus brevis, dan Leuconostoc mesenteroides, lendir dihasilkan oleh Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis, dan Lactobacillus plantarum. Menurut Pollard dan Timberlake (1971), suhu penyimpanan yang ideal bagi sari buah adalah 35 sampai 40°F.

Dalam pembuatan sari buah biasanya ditambahkan gula, garam dan asam. Penambahan gula dimaksudkan untuk menambah rasa manis dan daya awet. Garam selain dapat menambah efektivitas bahan pengawet juga dapat memperbaiki flavor.

B. TANAMAN JAMBU METE (Anacardium occidentale L.)

Tanaman Jambu mete(Anacardium occidentale L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae dengan genus Anacardium dan spesies Anacardium occindentale L.

Tanaman jambu mete terdiri dari beberapa varietas, tetapi hingga sekarang varietasnya belum ditentukan secara pasti. Masing-masing varietas jambu mete tersebut dibedakan berdasarkan warna dan ukuran biji mete. Jambu mete terdiri dari dua macam bagian, yakni bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif antara lain akar, batang serta daun, serta bagian generatif yang terdiri dari bunga dan buah. Buah jambu mete terbagi atas buah semu (cashew apple) dan buah sejati.


(31)

6 Bagian buah semu (cashew apple) sebenarnya adalah penduculus

(tangkai buah) yang membesar seolah-olah daging buah normal. Oleh karenanya, bagian ini lalu disebut buah semu. Panjang buah semu sekitar 4-8 cm dan lebarnya 4-6 cm. Daging buah tebal, banyak mengandung air, berserabut, berkulit tipis, dan berasa sepat. Warna buah semu yang telah masak cukup bervariasi dan tergantung pada varietasnya yaitu mulai dari kuning, merah, orange, keputih-putihan, hingga hijau. Bobotnya 5-16 kali dari bobot buah sejati. Komposisi kimia buah semu mete dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Semu Mete Per 100 Gram

Sumber : Saragih dan Haryadi (2003)

Rasa sepat pada jambu mete disebabkan oleh kandungan senyawa fenolat bernama tanin dengan kadar antara 0,32-0,55%. Kandungan tanin pada buah semu dipengaruhi tingkat kematangan buah. Kadar tanin tertinggi terdapat pada waktu buah masih muda dan menurun setelah tua karena adanya degradasi. Adanya tanin dalam buah dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme,

Komponen Jumlah

Air C 86,1 (g)

Karbohidrat 12,6 (g) Protein 0,8 (g)

Lemak 0,2 (g)

Serat 0,6 (g)

Abu 0,3 (g)

Vitamin C 200,0 (mg)

P 19,0 (mg)

Fe 0,4 (mg)

Vitamin B1 0,2 (mg) Vitamin B2 0,2 (mg)

Ca 0,2 (mg)

Niasin 0,5 (mg)


(32)

7 sehingga buah yang matang sensitif terhadap serangan mikroorganisme(Bahar, 1983).

C. TANIN

Tanin adalah kelompok senyawa fenolat dengan bobot molekul 500-3000 dan dapat bereaksi dengan protein membentuk kompleks protein-tanin yang tidak larut pada konsentrasi dan pH tertentu. Hal ini terjadi pada kondisi bobot molekul rendah, stabilitas kompleks rendah, sedangkan pada bobot molekul tinggi, proses penyamakan tidak efektif karena terlalu besar untuk penetrasi serat.

Tanin tidak selalu berwarna kuning atau cokelat. Asam tanat yang dapat dibeli di pasaran mempunyai BM 1,701 dan kemungkinan besar terdiri dari sembilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa (Winarno, 1992). Tanin yang terdapat dalam tumbuhan berpembuluh dapat diekstraksi pada bagian kayu dan kulit kayu dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol.

Tanin dalam berbagai jenis tanaman memilki struktur kimia dan reaksi yang berbeda-beda tetapi memiliki sifat yang sama yaitu dapat mengendapkan gelatin dan protein. Tanin alami larut dalam air dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan mulai dari warna terang, merah tua dan cokelat, sehingga tiap-tiap tanin memiliki warna yang khas sesuai sumbernya. Menurut Winarno (1992), oksidasi tanin akan menghasilkan senyawa berwarna coklat yang tidak mampu mengendapkan protein.

Menurut Winarno (1992), tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dengan protein dalam proses penyamakan kulit kemungkinan besar terdiri dari katekin dengan berat molekul sedang, sedangkan katekin dengan berat molekul rendah banyak ditemukan pada buah-buahan dan sayuran.

Istilah tanin yang digunakan dalam bidang pangan ada dua macam. Tipe pertama adalah condensed tannin yang merupakan polimer dari katekin ( flavan-3-ol) dan leukoantosianin (flavan-3,4-diol). Bentuk kedua adalah hydrolyzable


(33)

8 tannin, termasuk didalamnya senyawa-senyawa galotanin dan elagitanin. Senyawa tanin terkondensasi tidak dapat dihidrolisa baik oleh asam, basa maupun enzim. Sedangkan tanin terhidrolisis terdiri dari senyawa poliester dan glikosida yang satu sama lainnya dihubungkan oleh atom O dan mudah terhidrolisis dengan asam dan enzim. Tanin yang terkondensasi terdapat pada buah-buahan, biji-bijian dan tanaman yang dapat dimanfaatkan manusia sebagai makanan, sedangkan tanin yang dapat dihidrolisa banyak terdapat pada kelompok tanaman bukan makanan (non edible food), tetapi mempunyai peranan penting dalam industri makanan, minuman dan obat-obatan.

Rasa sepat oleh tanin disebabkan karena terbentuknya ikatan silang antara tanin dengan protein atau glikoprotein di rongga mulut yang disertai dengan berkurangnya sekresi air liur, sehingga menimbulkan perasaan kering dan berkerut. Berkurangnya sekresi air liur dapat disebabkan karena pengkerutan saluran pembuluh air liur atau pengendapan glikoprotein sehingga menutup saluran pembuluh air liur. Akan tetapi belum diketahui pasti mekanisme pertama yang terjadi (Bambang, 1982).

D. BAHAN PENGIKAT TANIN a Gelatin

Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya. 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin. Disamping bentuk hidroksiprolin, terdapat juga dalam bentuk 2-hidroksiprolin atau 3-hidroksiprolin dalam jumlah kecil (0,26%). Gelatin tidak mengandung triptofan dan hanya mengandung sedikit tirosin dan sistin.

Sifat yang dimilki oleh gelatin tergantung pada jenis asam-asam amino penyusunnya. Beberapa sifat yang dimilki oleh gelatin adalah dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke bentuk gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid.


(34)

9 Gelatin mengandung 19 asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida membentuk rantai polimer yang panjang. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada sumber kolagen tersebut, spesies hewan penghasil dan jenis kolagen. Perbedaan gelatin dan kolagen selain terletak pada kandungan triptofan dan tirosin yaitu gelatin mempunyai sifat mudah larut dan mudah dicerna sedangkan kolagen tidak. Oleh karena itu gelatin dapat dipakai sebagai sumber protein dalam makanan, tetapi hanya berperan sebagai suplementasi sebab gelatin kurang mengandung asam amino yang cukup (Mulyani, 2001).

Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glikol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tertraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organik lainnya. Pada kondisi tertentu juga larut dalam campuran aseton-air dan alkohol-air. Gelatin mudah larut pada suhu 71,1°C dan cenderung membentuk gel pada suhu 48,9°C.

Gelatin dapat digunakan sebagai penjernih, seperti untuk menjernihkan minuman jus buah. Gelatin juga menyerap kandungan-kandungan yang dapat menyebabkan bahan minuman ini menjadi berembun sehingga menimbulkan kesan kotor pada wadahnya.

b. Albumin

Albumin atau putih telur tersusun atas empat lapis, yaitu bagian tipis luar, bagian kokoh, bagian tipis dalam, dan lapisan khalsiferus. Komposisi putih telur tersusun atas protein, sebagai komponen utama. Kandungan lemak dalam putih telur dapat diabaikan, karena jumlahnya yang sangat sedikit. Kandungan karbohidrat dalam putih telur berupa karbohidrat bebas dan karbohidrat yang terikat dengan protein, dimana sekitar 98% dari karbohidrat bebas dalam putih telur adalah glukosa.

Putih telur atau albumin mengandung protein yang cukup tinggi. Protein yang terkandung dalam telur merupakan protein berkualitas terbaik dan dianggap mempunyai nilai biologi 100. albumin telur biasa digunakan untuk mengurangi rasa sepat pada anggur merah (red wines) dengan menurunkan kadar tanin. Albumin telur juga dapat digunakan untuk


(35)

10 menjernihkan sirup, sup, dan jelly, karena kemampuannya untuk berkoagulasi. Albumin telur dapat terkoagulasi oleh asam dan juga panas. Kisaran suhu mulai terjadinya koagulasi adalah 63°C, dan mulai sempurna pada suhu 71°C. Tepung putih telur adalah tepung yang dibuat dari cairan putih telur. Syarat mutu tepung putih telur diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Putih Telur *

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. pH - 6,5-7,5

2. Kadar Air, b/b % Maks. 8

3. Kadar Abu Total, b/b % Maks. 5

4. Kadar Lemak, b/b % Maks. 1

5. Kadar Protein, b/b % Min. 75

6. Gula Pereduksi, b/b % Maks. 0,5

7. Cemaran Mikroba :

7.1. Total Bakteri koloni/g Maks. 1 x 103

7.2. Coliform koloni/g Maks. 1

7.3. Salmonella - Tidak boleh ada

8 Cemaran Logam :

8.1. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 6,0

8.2. Zeng (Zn) mg/kg Maks. 10,0 8.3. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 * SNI 01-4323-1996

E. MEKANISME PENGIKATAN TANIN

Menurut Winarno (1992), interaksi protein-tanin dipengaruhi oleh : 1. Karakteristik protein seperti komposisi asam amino dan titik isoelektrik, 2. Karakteristik tanin seperti bobot molekul, struktur dan heterogenitas tanin, 3. Kondisi pereaksi seperti pH, temperatur, komposisi pelarut dan waktu.

Semakin rendah pH, jumlah protein-tanin yang berinteraksi semakin kecil. Hal ini menunjukkan penurunan afinitas tanin terhadap protein untuk membentuk kompleks dikarenakan adanya efek elektrostatik dari protein. Pada pH tinggi dimana grup fenolhidroksil terionisasi, maka tanin tidak berinteraksi dengan protein.


(36)

11 Efektifitas pembentukan ikatan silang protein dan tanin sangat dipengaruhi oleh ukuran molekul tanin. Umumnya tanin berukuran sedang (oligomer) menunjukkan efektifitas yang tinggi dalam membentuk ikatan silang. Tanin berukuran kecil (monomer) tidak mampu membentuk ikatan silang yang efektif. Sedangkan tanin berukuran besar (polimer) sangat tidak larut atau terlalu besar untuk berikatan dengan protein.

Interaksi gelatin dengan tanin sama dengan interaksi protein-tanin, karena gelatin tersusun dari asam-asam amino. Terdapat empat tipe ikatan yang terbentuk dalam interaksi protein-tanin yaitu ikatan hidrogen, ikatan kovalen, ikatan ionik dan ikatan hidrofobik.

Ikatan hidrogen bersifat reversible. Ikatan ini terjadi antara gugus karboksil dari ikatan peptida dengan gugus hidroksil dari tanin. Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang dominan dalam kompleks protein-tanin. Sedangkan ikatan kovalen terjadi bila tanin telah mengalami oksidasi dan membentuk polimer kuinon. Ikatan kovalen antara protein-tanin merupakan ikatan yang paling satbil diantara ikatan lainnya. Jenis ikatan lain seperti ikatan ionik juga terdapat pada komplek protein-tanin, tetapi peranannya sedikit sekali dibandingkan dengan kedua ikatan diatas.

Selain mengikat tanin, albumin juga dapat digunakan sebagai penjernih, ketika albumin tersebut didenaturasi. Menurut Winarno (1992), denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh panas, pH, senyawa kimia (urea dan garam guanidia), mekanik dan sebagainya.

Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi (Winarno, 1992).


(37)

12 F. BAHAN TAMBAHAN LAIN

a. Sukrosa

Sukrosa merupakan senyawa disakarida yang secara sistematika kimiawi disebut α-D-gluko-piranosil-β-D-fruktofuranosida dan rumus molekul C12H22 011. Secara komersial, sukrosa diproduksi dari gula tebu atau

gula bit dan didapat dalam bentuk gula pasir atau sirup. Sukrosa mempunyai berat molekul 342,30 dan terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Sukrosa memiliki peranan yang sangat penting dalam teknologi pangan, karena fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk citarasa, sebagai bahan pengisi, pelarut dan sebagai pembawa trace element (Nicol, 1979).

Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis memegang peranan penting, karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dengan menutupi citarasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni, karena tidak ada after taste, yaitu citarasa kedua yang timbul setelah citarasa pertama. Disamping itu sukrosa juga memperkuat citarasa pada makanan, karena menyeimbangkan rasa asam, pahit dan asin melalui reaksi kimia seperti karamelisasi. Sukrosa umum digunakan sebagai standar tingkat kemanisan bagi bahan pemanis lainnya (Nicol,1979). Konsentrasi gula yang ditambahkan pada pembuatan sari buah berkisar antara 11-15 %.

b. Lemon

Lemon termasuk ke dalam famili Rutaceae dan genus Citrus. Genus Citrus mempunyai beberapa jenis spesies diantaranya jeruk manis (Citurs sinensis), jeruk Tangerine (Citrus nobilis), jeruk besar (Citrus maxima), dan Lemon (Citrus medica). Buah lemon termasuk golongan buah sejati karena terjadi dari buah dengan satu bakal buah saja (Sarwono, 1994).

Jeruk sitrun asli atau lemon (Citurs medica var lemon) bentuknya bulat telur dan mempunyai puting pada ujungnya. Di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan lemon susu daripada jeruk sitrun. Asam sitrat pada jeruk sitrun kadarnya berkisar antara 7-8 %, jeruk nipis sekitar 8.7 %, jeruk manis


(38)

13 1.4 %, jeruk keprok 1.9 %, keprok siam 2.6 % dan jeruk purut 6.4 % (Sarwono, 1994).

Warna buah jeruk yang mengarah ke kuning, oranye dan merah disebabkan oleh pigmen-pigmen karotenoid yang terletak diantara kloroplas dan kulir. Beberapa jenis pigmen tersebut tidak dapat berkembang kecuali jika tercapai suhu dibawah 13 °C selama beberapa jam. Hal inilah yang menyebabkan warna buah jeruk di daerah tropis dapat berbeda dengan buah jeruk di daerah subtropis. Di derah tropis, warna buah jeruk dapat tetap hijau walaupun telah matang (Samson, 1980).


(39)

III.METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN

Bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan sari buah jambu mete adalah buah mete dengan tingkat kematangan kira-kira 90% yang berasal dari daerah Lombok Barat bagian utara Provinsi NTB, bahan lainnya adalah gula, garam, air, dan beberapa jenis flokulan yaitu gelatin yang diperoleh melalui PT. Prambanan Kencana, tepung putih telur yang diperoleh dari Behn Meyer Kimia serta putih telur.

Bahan-bahan yang digunakan dalam analisa produk adalah aquades, larutan pati, larutan Iod 0,01 N, indikator fenolftalein, larutan NaOH 0,1 N, folin denis, larutan standar asam tanat, Na2CO3, KIO3 , KI, HCl, I2, larutan NaCl,

larutan asam oksalat, kertas saring, media PDA cair, dan larutan pengencer. Semua bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis diperoleh dari teknisi laboratorium ITP.

B. ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan sari buah jambu mete adalah waring blender, timbangan digital halus, baskom, toples, sendok pengaduk, sendok makan, kompor, panci ukuran besar, pisau, refraktometer, pengukur kekentalan, pH meter, cup plastik ukuran 200 ml.

Alat-alat untuk analisis yang diperoleh dari Laboratorium Departemen ITP adalah pipet tetes, pipet volumetrik 10, 5, dan 2 ml, gelas piala ukuran 100 dan 400 ml, cawan alumunium, cawan porselen, cawan petri, gelas ukur 10,100 dan 300 ml, desikator, alat destilasi, labu kjeldahl, erlenmeyer 100, 300 dan 1000 ml, neraca analitik, inkubator 30 °C, dan tabung reaksi.

C. PROSEDUR PEMBUATAN SARI BUAH JAMBU METE

Pembuatan sari buah jambu mete pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.


(40)

15

Gambar 1. Pembuatan Sari Buah Jambu Mete Sortasi, Pembuangan kotoran, pencucian

dengan air

Penghalusan dengan waring blender

Penambahan flokulan

Perendaman larutan garam dan blansir pada suhu 85°C selama 5 menit

Penyaringan dengan kain blacu

Pengendapan selama 15- 20 menit

Penyaringan

Formulasi (pengenceran, kadar gula serta bahan lain)

Pasteurisasi pada suhu 85°C selama 15 detik

Ampas dibuang

Sari Buah Mete

Tangkai Biji

Mete

Buah Jambu Mete

Garam

Air, Gula, Bahan Lain

Pembotolan Sari buah


(41)

16 Proses pengolahan sari buah jambu mete ini diawali dengan menyiapkan buah mete dengan tingkat kematangan kira-kira 90%, buah mete dicuci, serta dibuang biji dan tangkainya. Selanjutnya buah mete direndam dalam larutan garam panas 2% serta diblansir selama 5 menit. Buah mete kemudian dihaluskan dengan menggunakan waring blender lalu disaring dengan kain blacu untuk memisahkan dengan ampasnya. Selanjutnya ditambahkan beberapa jenis flokulan dan disaring untuk memisahkan dengan tanin yang terikat. Sari buah kemudian ditambahkan dengan beberapa jenis bahan tambahan seperti gula, garam dan bahan-bahan lain, lalu dilakukan pembotolan dan dipasteurisasi.

D.

METODOLOGI PENELITIAN

Proses pengolahan sari buah jambu mete ini terbagi menjadi beberapa tahap yaitu pemilihan jenis flokulan, pengujian kadar tanin, tingkat pengenceran, tingkat kemanisan, serta formulasi dengan beberapa bahan tambahan.

1. Pemilihan Jenis Flokulan

Flokulan digunakan sebagai bahan pengikat tanin untuk mengurangi rasa sepat karena adanya senyawa tanin pada buah mete. Selain itu, flokulan juga berfungsi sebagai stabilizer sehingga tidak akan terbentuk endapan pada sari buah, endapan itu sendiri berasal dari pulp yang berasal dari sari buah jambu mete setelah penyaringan atau juga dapat berasal dari tanin yang tersisa. Jenis flokulan yang dipilih adalah gelatin, tepung putih telur dan putih telur. Konsentrasi jenis flokulan yang dipilih disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsentrasi flokulan

Jenis flokulan Konsentrasi flokulan Gelatin

0,3 % 0,4 % 0,5 % Tepung Putih Telur

0,01 % 0,02 % 0,03 % Putih Telur

0,3 % 0,4 % 0,5 %


(42)

17 2. Pengujian Kadar Tanin (AOAC,1999)

Pengujian kadar tanin digunakan untuk mengetahui penurunan kadar tanin yang terjadi setelah diberi flukolan. Untuk mendapatkan perbandingan, dilakukan pengujian tanin menggunakan beberapa jenis flokulan, yaitu albumin dan tepung putih telur dengan konsentrasi yang sama yaitu pada konsentrasi 0%, 0.01%, 0.02%, 0.04% dan 0.06%.

a. Pembuatan kurva standar

Sebanyak 2 ml pereaksi folin denis dan 2 ml larutan standar asam tanat (0.1 mg asam tanat/1 ml) dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah diisi dengan 50 ml aquades. Kemudian ditambahkan 5 ml Na2CO3 jenuh ke dalam labu takar, labu takar kemudian ditepatkan

sampai dengan 100 ml dengan aquades. Larutan tersebut kemudian dikocok dan dibiarkan selama 40 menit lalu diukur absorbansinya pada λ = 720 nm. Selanjutnya dibuat kurva standar dengan menggunakan larutan seperti diatas, dengan penambahan asam tanat standar sebanyak 1 ml, 2 ml, 3ml, 4ml, 5ml, 6ml, 7 ml, 8 ml, 9 ml, 10 ml.

b. Ekstraksi Sampel

Sebanyak ±50 ml sampel (sari buah jambu mete) ditambahkan 2,5 ml etanol absolut, kemudian di vorteks selama 2 menit, lalu disentrifuse pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Kemudian filtrat yang jernih diambil sebanyak 1 ml.

c. Analisis sampel

Sebanyak 1 ml filtrat jernih dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi folin denis dan 5 ml Na2CO3 jenuh. Lalu ditepatkan sampai dengan 100 ml dengan aquades. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 40 menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ = 720 nm.

3. Tingkat Pengenceran

Sari buah jambu mete memiliki aroma yang sangat kuat sehingga dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Penentuan tingkat pengenceran dilakukan terhadap sari buah jambu mete yang menggunakan flokulan terpilih pada tahap pertama. Sebelum penentuan tingkat


(43)

18 pengenceran terhadap sari buah jambu mete, dilakukan trial error untuk mendapatkan kisaran pengenceran yaitu pada tingkat pengenceran 1:2, 1:1 dan tanpa pengenceran. Ternyata pada tingkat pengenceran 1:1 dan tanpa pengenceran, aroma sari buah jambu mete masih terlalu kuat dan rasa yang masih terlalu asam dan getir dibandingkan pada pengenceran 1:2. Sehingga uji dilanjutkan dengan panelis sebanyak 30 orang dengan rentang tingkat pengenceran yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat Pengenceran

Jenis flokulan Tingkat Pengenceran Tepung Putih Telur

1:2 1:3 1:4

4. Tingkat Kemanisan

Tahap ini bertujuan memperoleh tingkat kemanisan yang paling disukai konsumen, kadar gula yang ditambahkan adalah dengan tingkat kemanisan 10°Brix, 11.5°Brix, dan 13°Brix.

5. Formulasi

Formulasi dilakukan dengan penambahan beberapa bahan seperti perasan jeruk lemon 5% atau essence lemon 0.05% serta garam 0.01%. Penambahan bahan-bahan tersebut dimaksudkan untuk menyeimbangkan rasa asam yang ada sehingga lebih disukai konsumen. Penambahan dilakukan setelah mendapatkan formula dari tahap pemilihan flokulan hingga tingkat kemanisan yang diinginkan. Formula produk yang didapat merupakan produk akhir yang akan diuji lebih lanjut.

E. PENGAMATAN PRODUK TERPILIH

Pengamatan yang dilakukan terhadap produk akhir sari buah jambu mete meliputi (1) analisis proksimat untuk memberikan informasi nilai gizi yang akan ditampilkan dalam nutrition fact pada label produk; (2) analisis fisik untuk memberikan informasi mengenai karakteristik fisik produk secara spesifik; (3) analisis mikrobiologi untuk mengetahui kandungan mikroba produk sehingga selanjutnya dapat ditentukan kelayakan produk untuk


(44)

19 dikonsumsi; (4) analisis vitamin C untuk mengetahui penurunan serta kandungan vitamin C produk akhir; serta (5) uji organoleptik untuk mengetahui formulasi terbaik dan tingkat penerimaan konsumen.

1. Kadar Air (AOAC, 1995)

Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 100°Cselama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (W1). Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan (W2). Cawan

beserta isi dikeringkan dalam oven 106°C selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang (W3). Cawan beserta

isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan. Kadar Air (% berat basah) = [W2 - (W3 – W1)] x 100%

W3 - W1

Berat cawan (gram) = W1

Berat sampel (gram) = W2

Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gram) = W3 2. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Cawan disiapkan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel 3 gram ditimbang di dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Pengabuan dilakukan di tanur listrik pada suhu 400 – 600oC selama 4 – 6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Sampel beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

Kadar abu (% bb) = Berat abu (g) x 100% Berat sampel kering (g)

3. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al., 1989)

Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan ditambahkan 1,9 + 0,1 g K2SO4, 40 + 10 mg HgO, dan 3,8 + 0,1 ml H2SO4. Batu didih ditambahkan

pada labu lalu sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Labu beserta sampel didinginkan dengan air dingin. Isi labu dan air


(45)

20 bekas pembilasnya dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu erlenmeyer 125 ml diisi dengan 5 ml larutan H3BO4 dan ditambahkan dengan empat

tetes indikator, kemudian diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam dalam larutan H3BO4. Larutan NaOH-Na2S2O3 8-10 ml

ditambahkan ke dalam alat destilasi dan dilakukan destilasi sampai diperoleh destilat sebanyak + 15 ml dalam erlenmeyer. Destilat dalam erlenmeyer tersebut kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N hingga terjadi perubahan warna hijau menjadi biru.

Jumlah N (%) = (ml HCl – ml blanko) x NHCl x 14,007 x 100

mg sampel

Kadar Protein (% bb) = jumlah N x faktor konversi (6,25) 4. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Sampel ditimbang sebanyak 5 gram kedalam gelas piala 400 ml kemudian ditambahakan air panas sebanyak 45 ml dan diaduk hingga homogen. Kemudian, ditambahkan 45 ml HCl 25% kedalam larutan dan didihkan selama 15 menit. Labu dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C - 1100C kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Larutan ditimbang sebanyak 5 gram dalam kertas saring dan kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksan dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Refluks dilakukan selama 5 jam sampai pelarut kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak ditimbang, dan perhitungan kadar lemak dilakukan. Kadar lemak (%) = Berat lemak (g) x 100%

Berat sampel kering (g) 5. Kadar Karbohidrat (By Difference)


(46)

21 6. Nilai pH

Pengukuran jilai pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Pengukuran nilai pH dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap sari buah mete.

7. Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut diukur dengan refraktometer dengan kisaran pembacaan dari nol hingga 90 persen. Pengukuran total padatan terlarut dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap contoh sari buah mete.

8. Kekentalan

Kekentalan ditentukan dengan mempergunakan alat pengukur kekentalan viscometer brookefield. Alat ini mengukur viskositas absolut. Prinsip pengukuran yang dilakukan adalah dengan mengukur besarnya besarnya hambatan akibat kekentalan atau viskositas suatu fluida yang dialami silinder atau piringan saat berputar dalam fluida yang diukur.

9. Uji Total Plate Count (Fardiaz, 1992)

Sampel sebanyak 10 ml ditambahkan 90 ml larutan pengencer. Pengenceran dibuat hingga 10-4. Sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam masing-masing dua cawan petri (duplo) steril yang selanjutnya dituangkan media PCA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count).

Koloni per ml = Jumlah koloni/cawan x 1 pengenceran 10.Uji Kapang Khamir

Contoh dengan beberapa pengenceran tertentu dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Untuk setiap pengenceran digunakan dua cawan (duplo). Kemudian ke dalam cawan tersebut dituang media APDA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi


(47)

22 agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count).

Koloni per ml = Jumlah koloni/cawan x 1 pengenceran 11. Pengujian Kadar Vitamin C (AOAC,1999)

Kadar vitamin C dihitung untuk mengetahui kadar vitamin C yang hilang selama buah jambu mete mengalami proses pengolahan maupun penyimpanan beku. Pengurangan kadar vitamin C ini akan di tambahkan dengan asam askorbat pada proses enrichment vitamin C selanjutnya.

Kadar vitamin C ditentukan dengan cara titrasi Iod. Sebanyak 5 ml sari buah mete dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan 20 ml air destilata dan beberapa tetes larutan pati sebagai indikator. Selanjutnya sefera dititrasi dengan larutan Iod 0,01 N sampai timbul warna biru. Tiap ml larutan Iod equivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dapat dihitung sebagai asam askorbat dengan rumus sebagai berikut :

ml Iod 0,01 N x 0,88 x P x 100 A = ---

ml contoh

dimana, A = mg asam askorbat per 100 ml sari buah P = jumlah pengenceran

N = normalitet

12.Uji Organoleptik

Setiap tahapan dalam pembuatan sari buah jambu mete diuji organoleptik secara hedonik yang dilakukan oleh 30 orang panelis yang telah mendapatkan pengetahuan tentang pengenalan dengan indera sehingga dapat dikategorikan sebagai panelis semi terlatih. Uji dilakukan dengan parameter rasa, warna, serta aroma. Skala yang digunakan dalam uji hedonik menggunakan skala 1-7. Dengan keterangan skala 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka ; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; dan 7 = sangat suka. Menurut Soekarto (1985), pengujian secara


(48)

23 organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan penilaian dengan alat pengindera yaitu indera penglihat, pencicip, pembau, dan perasa. Melalui hasil pengujian organoleptik akan diketahui daya penerimaan panelis terhadap produk tersebut.


(49)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Buah jambu mete yang dipilih pada pembuatan sari buah jambu mete adalah buah jambu mete dengan tingkat kematangan kira-kira 90 % (matang). Berdasarkan analisis dengan penetometer, kekerasan buah jambu mete dengan kisaran kematangan 90 % yaitu 9.27 mm per 5 detik per gram, dan dengan uji kromatometer didapatkan rentang warna buah jambu mete 90 % yaitu dengan nilai L = 56.45, a= + 15.41 dan b = + 38.92, dimana nilai L menunjukkan kecerahan, nilai a menunjukkan intensitas warna merah hijau dan nilai b menunjukkan intensitas warna kuning biru. Nilai L ini akan terus menurun pada buah yang lewat matang. Pada buah jambu mete yang terlalu matang aroma khasnya akan tidak terasa dan rasa sepat sudah hilang, sedangkan buah mete yang terlalu muda rasa sepatnya terlalu kuat dan aromanya belum keluar, cairan saat penyaringan pun masih sangat sedikit. Sari buah yang didapat tanpa penambahan apapun, memiliki rasa yang sangat sepat dan getir serta aroma yang sangat kuat, sehingga akan sangat mempengaruhi penerimaan.

Dengan karakteristik produk yang kurang bagus tersebut, dilakukan beberapa tahap perlakuan, yaitu tahap penambahan flokulan dengan sebelumnya menentukkan jenis flokulan yang akan digunakan, penentuan tingkat pengenceran, penentuan tingkat kemanisan, serta tahap formulasi dengan penambahan bahan-bahan pendukung sari buah. Perbaikan tersebut dilakukan dengan perlakuan lain yang sama.

1. Tahap Penentuan Konsentrasi Flokulan Pada Sari Buah Jambu Mete

Pada tahap ini dilakukan pemilihan beberapa jenis flokulan , yaitu tepung putih telur dan gelatin. Sebelumnya telah dilakukan uji coba pengurangan kadar tanin dengan menggunakan flokulan putih telur. Penambahan putih telur pada konsentrasi 0.3 % memberikan hasil cukup disukai dibandingkan dengan kedua konsentasi lainnya, penentuan hasil ini didasarkan pada uji organoleptik dengan panelis yang terbatas. Untuk selanjutnya digunakan flukolan gelatin dan tepung putih telur sebagai bahan pengikat tanin yang akan diuji organoleptik oleh 16 orang panelis, hal ini diasumsikan penggunaan tepung putih telur lebih hemat dibandingkan putih telur, yang apabila dikonversikan maka 0.3 % putih telur sebanding dengan 0.03 % tepung putih telur. Penambahan tepung putih telur pada


(50)

25

4.44 4.44

4.75

4.25 4.3 4.35 4.4 4.45 4.5 4.55 4.6 4.65 4.7 4.75 4.8

0.01% 0.02% 0.03%

Konsentrasi

S

k

or

ke

sukaan

konsentrasi 0.01 %, 0.02 % dan 0.03 %, sedangkan gelatin pada konsentrasi 0.3 %, 0.4 % dan 0.5 %. Kisaran konsentrasi ini diperoleh berdasarakan riset yang telah ada sebelumnya sehingga didapatkan rentang formulasi dan jumlah flokulan yang lebih sedikit. Rentang formulasi yang lebih sedikit dilakukan untuk mendapatkan formula seoptimal mungkin. Penentuan konsentrasi flokulan dilakukan berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan dengan parameter warna, aroma, rasa.

a. Nilai warna

Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap parameter warna, didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata baik pada penambahan dengan tepung putih telur maupun gelatin. Penambahan tepung putih telur pada konsentrasi 0.01%, 0.02% dan 0.03% memberikan rataan nilai 4,54 (netral/biasa) dimana pada konsentrasi 0.03% sebanyak 31.25% menyatakan agak suka dan suka. Dan untuk penambahan dengan gelatin, rataan nilai terhadap warna menunjukkan kisaran antara 4,19-4,81 (netral/biasa) dimana pada konsentrasi penambahan 0.5%, sebanyak 37.5 % panelis menyatakan suka. Hal ini dapat disebabkan karena formula yang diujikan belum mendapat takaran pengengenceran yang sesuai, sehingga selanjutnya dilakukan pengujian terhadap tingkat pengenceran. Hasil sidik ragam (Lampiran 7) juga menyatakan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap parameter warna dari tepung putih telur dan gelatin (Lampiran 10).

Gambar 2. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur terhadap skor rata-rata kesukaan warna


(51)

26 4.81 4.38 4.19 3.8 3.9 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

0.30% 0.40% 0.50%

Konsentrasi S k or kesukaan

Gambar 3. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap skor rata- rata kesukaan warna

b. Nilai aroma

Hasil uji hedonik yang dilakukan berdasarkan parameter aroma juga memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Untuk penambahan tepung putih telur, nilai yang didapat sebesar 4.06 (netral/biasa) (Gambar 4) dimana 25% panelis menyatakan agak tidak suka dan dengan penambahan gelatin memiliki rataan nilai sebesar 3.38-3.88 (agak tidak suka) (Gambar 5).

G

Gambar 4. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur terhadap skor rata-rata kesukaan aroma

4.06 4.06 4.06

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0.01% 0.02% 0.03%

Konsentrasi S k or ke sukaan


(52)

27 Gambar 5. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap

skor rata-rata kesukaan aroma

Hasil sidik ragam juga menunjukkan hasil yang didapat tidak berbeda nyata pada taraf 5% (P>0.05) pada penambahan gelatin (Lampiran 11) maupun tepung putih telur (Lampiran 8).

c. Nilai rasa

Parameter rasa merupakan parameter penentu dalam pemilihan jenis flokulan yang akan digunakan selanjutnya, hal ini karena parameter sebelumnya yaitu parameter warna dan aroma memberikan hasil yang tidak berbeda nyata sehingga tidak dapat dijadikan pertimbangan. Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa pada penambahan tepung putih telur menunjukkan rataan nilai antara 3.06 – 5.06 (agak tidak suka – agak suka). Data ini disajikan pada Gambar 6. Sedangkan dengan penambahan gelatin memiliki rataan nilai 2.03-5.06 (tidak suka-agak suka). Data disajikan pada Gambar 7.

3.88 3.88

3.38

3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4

0.30% 0.40% 0.50%

Konsentrasi

S

k

or

ke

suka


(53)

28 5.06 3.06 4.13 0 1 2 3 4 5 6

0.01% 0.02% 0.03%

Konsentrasi S ko r kesu kaan 5.06 4.63 2.63 0 1 2 3 4 5 6

d f g

Konsentrasi

S

ko

r kesu

kaan

Gambar 6. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur terhadap skor rata-rata kesukaan rasa

Gambar 7. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap skor rata-rata kesukaan rasa

Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perbedaan penambahan konsentrasi tepung putih telur yang diberikan berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan rasa pada taraf selang 0,05 (P<0,05). Demikian pula dengan penambahan beberapa konsentrasi gelatin memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter rasa (Lampiran 12). Persentase skala hedonik pada penambahan tepung putih telur pada konsentrasi 0.01% menunjukkan 6.25% panelis menyatakan tidak suka dan sangat suka, 12.5% menyatakan agak tidak suka, 37.5% menyatakan agak suka dan suka bahkan tidak ada panelis yang menyatakan sangat tidak suka (0%). Data ditunjukan pada Gambar 8. Penambahan gelatin pada konsentrasi 0.3% menunjukkan tidak ada panelis yang menyatakan sangat tidak suka (0%), sebanyak 6.25% menyatakan tidak


(54)

29 0 10 20 30 40 50 60

0.01% 0.02% 0.03%

Konsentrasi

Jum

lah (

%

)

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral/biasa agak suka suka sangat suka

suka dan agak tidak suka, 12.5% menyatakan netral, 25% menyatakan agak suka bahkan setengahnya (50%) menyatakan suka. Data ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 8. Grafik hasil uji organoleptik penambahan tepung putih telur terhadap parameter rasa

Gambar 9. Grafik hasil uji organoleptik penambahan gelatin terhadap parameter rasa

2. Tahap Penentuan Kadar Tanin

Analisis kadar tanin dilakukan dengan membandingkan antara nilai absorbansi hasil pengukuran dengan kurva standar asam tanat. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan tepung putih telur maupun albumin ditunjukkan pada Gambar 10.

0 10 20 30 40 50 60

0.30% 0.40% 0.50%

Konsentrasi

Jum

lah (

%

)

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral/biasa agak suka suka sangat suka


(55)

30 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2

0% 0.01% 0.02% 0.04% 0.06%

Konsentrasi (% b/v)

R a ta -r a ta kadar t a ni n ( % b. b)

rata-rata ulangan 1 rata-rata ulangan 2

Gambar 10. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan albumin

Berdasarkan Gambar 10 diketahui bahwa nilai rata-rata kadar tanin untuk masing-masing minuman sari buah jambu mete yang ditambah albumin atau tepung putih telur memiliki nilai terendah pada konsentrasi 0.06%. Hal ini terjadi karena dengan semakin banyak konsentrasi flokulan yang ditambahkan maka semakin banyak jumlah tanin yang terekstrak.

Gambar 11. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan tepung putih telur

Sedangkan dari hasil uji lanjut Duncan pada masing-masing konsentrasi dengan penambahan albumin diketahui bahwa pada konsentrasi 0.04 % dan 0.06 % berbeda nyata dengan penambahan pada konsentrasi 0 %, 0.01 % dan 0.02 %, namun tiap konsentrasinya tidak berbeda nyata (p>0.05) (Lampiran 23). Sedangkan dengan penambahan tepung putih telur setiap penambahan konsentrasi nilai kadar taninnya berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 24).

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

0% 0.01% 0.02% 0.04% 0.06%

Konsentrasi (% b/v)

R a ta -r a ta kadar t a ni n ( % b. b)

rata-rata ulangan 1 rata-rata ulangan 2


(56)

31 Mekanisme pengikatan tanin dapat dilakukan secara kimia maupun fisik. Pengikatan tanin secara kimia yaitu dengan pembentukan komplek ikatan protein-tanin yang dapat dilakukan dengan muatan listrik, dimana albumin dan tepung putih telur merupakan protein memiliki muatan positif, sedangkan tanin memiliki muatan negatif, kemudian terjadi pengikatan dan berat molekul yang berikatan tersebut meningkat sehingga terjadi pengendapan (Rayner, 2002). Sedangkan pengikatan secara fisik terjadi pada saat albumin terdenaturasi. Denaturasi albumin terjadi pada saat proses pemanasan, sehingga sebagian tanin terperangkap kedalam struktur matrik albumin yang terdenaturasi dan akhirnya terendapkan. Mekanisme yang mungkin terjadi pada saat pembuatan minuman sari buah jambu mete adalah mekanisme secara kimia karena kedua jenis flokulan

tidak mengalami proses pemanasan sebelum penyaringan. Kadar tanin yang terperangkap dengan penambahan albumin lebih besar dibandingkan dengan penambahan tepung putih telur dikarenakan kadar protein yang terkandung pada albumin lebih banyak daripada tepung putih telur yang telah melalui berbagai proses pengolahan sehingga terdenaturasi.

3. Tahap Penentuan Tingkat Pengenceran

Tingkat pengenceran dilakukan untuk mendapatkan aroma, rasa serta warna yang disukai oleh panelis selain itu pengenceran juga dilakukan untuk memenuhi faktor nilai jual. Jika tidak dilakukan, maka harga sari buah jambu mete akan menjadi mahal. Semakin tinggi tingkat pengenceran, harga pokok produksi akan semakin turun. Namun demikian, perlakuan pengenceran yang berlebih akan menurunkan kadar warna dan aroma sari buah jambu mete. Tingkat kemanisan serta kekentalan tidak merupakan dasar pertimbangan selama proses pengenceran, karena selama proses pengolahan akan dilakukan penambahan gula. Penentuan tingkat pengenceran berdasarkan parameter warna, aroma dan rasa

a. Nilai warna

Warna memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk, pertimbangan tersebut karena pada proses produksi tidak akan ada penambahan pewarna untuk memperbaiki mutu sari buah. Berdasarkan pengamatan visual terhadap warna produk


(57)

32 Pengenceran Pengenceran Pengenceran

1:2 1:3 1:4

terlihat bahwa pada minuman tidak terdapat perbedaan secara nyata antar formula baik pada tingkat pengenceran 1:2, 1:3 maupun 1:4 (Gambar 12).

Gambar 12. Pengamatan secara visual warna pada tingkat pengenceran

Rataan nilai kesukaan terhadap warna formula minuman sari buah jambu mete yang disajikan pada Gambar 13 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 %. Hasil uji organoleptik terhadap warna formula minuman sari buah jambu mete menunjukkan rataan nilai antara 4.43 – 4.77 (netral/biasa) dan pada tingkat pengenceran 1:3 sebanyak 3.33% panelis menyatakan sangat suka, jumlah panelis ini lebih tinggi dibandingkan dua sampel lainnya yang masing-masing hanya 0 %. Rataan nilai skala hedonik netral atau biasa ini menandakan bahwa warna minuman sari buah jambu mete yang dihasilkan dari tahap tingkat pengenceran yang dilakukan masih kurang diterima panelis dan diperlukan penyempurnaan proses agar warna yang dihasilkan lebih disukai panelis. Hasil sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan konsentrasi gula dari ketiga formula minuman sari buah jambu mete kering tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan warna pada taraf selang 0.05 (P>0.05).


(58)

33 Gambar 13. Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran

terhadap skor rata-rata kesukaan warna

b. Nilai aroma

Cita rasa suatu produk makanan juga ditentukan oleh faktor aroma. Menurut Soekarto (1985), industri pangan menganggap sangat penting untuk melakukan uji aroma karena dapat diketahui dengan cepat bahwa produknya disukai atau tidak disukai. Pada umumnya pengenceran yang dilakukan pada produk sari buah adalah pada tingkat pengenceran 1:2 hingga 1:8 untuk buah markisa.

Buah mete memiliki aroma yang sangat kuat serta khas, aroma ini berasal dari komponen-kompenen volatil yang banyak terkandung di dalam buah mete. Komponen tersebut antara lain methional, (Z)-1,5-octadien-3-1, (Z)-2-nonenal, (E,Z)-2,4-decadienal, (E,E)-2,4-decadienal, beta-damascenone, delta-decalactone, asam butirat, benzaldehyde, dan lain-lain. Terhitung sebanyak 36 aroma volatil yang terdapat pada buah mete (Valim, et al.,2003).

Hasil uji organolepik menunjukkan bahwa tingkat pengenceran hingga 1:4 tidak menunjukkan taraf yang signifikan, hasil uji berkisar antara 4.3-4.47 (netral/biasa) (Gambar 14). Rataan nilai yang berkisar pada skala

4.77

4.83

4.43

4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

A B C

Tingka t P e nge nce ra n

S

ko

r K

esu

kaan

Keterangan :

A: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:2 B: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:3 C: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:4


(59)

34 4.3

4.47

4.4

4.2 4.25 4.3 4.35 4.4 4.45 4.5

A B C

tingkat pengenceran

s

k

o

r k

esu

ka

an

Keterangan :

A: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:2 B: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:3 C: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:4

hedonik netral ini dikarenakan jambu mete tergolong buah beraroma kuat sehingga diperlukan tingkat pengenceran yang lebih tinggi lagi agar lebih disukai konsumen, akan tetapi komponen aktif yang diinginkan sudah sedikit atau tidak ada sama sekali. Hasil sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan tingkat pengenceran tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan aroma pada taraf selang 5 % (P>0.05). Karena hasil uji yang tidak berbeda nyata, pengenceran 1:3 digunakan sebagai tingkat pengenceran untuk formulasi selanjutnya karena diharapkan pada tingkat pengenceran 1:3 minuman sari buah jambu mete tidak terlalu kental, dan komponen aktif yang diharapkan masih ada.

Gambar 14. Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran

terhadap skor rata-rata kesukaan aroma

c . Nilai rasa

Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah), dimana akhirnya keseluruhan interaksi antara sifat aroma, rasa dan tekstur merupakan rasa makanan yang dinilai (Nasution, 1980). Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan panelis untuk menerima atau menolak suatu produk makanan. Rasa pada produk minuman sari buah jambu mete ini terutama disebabkan oleh adanya


(1)

70

Lampiran 18. Sidik ragam uji hedonik rasa tingkat kemanisan

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor

Source

Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. Model 2396.356(a

) 32 74.886 57.419 .000 panelis 65.289 29 2.251 1.726 .039 sampel .356 2 .178 .136 .873 Error 75.644 58 1.304

Total 2472.000 90

a R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .953)

skor

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1.304.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

b Alpha = .05.

sampel N Subset

1

1 30 5.00

3 30 5.13

2 30 5.13


(2)

Lampiran 19. Sidik ragam uji hedonik warna tahap formulasi

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

Source

Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. Model 1882.622(a

) 32 58.832 63.926 .000 panelis 47.822 29 1.649 1.792 .030 sampel 3.289 2 1.644 1.787 .177 Error 53.378 58 .920

Total 1936.000 90

a R Squared = .972 (Adjusted R Squared = .957) skor

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .920.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

b Alpha = .05.

sampel N Subset

1

2 30 4.27

3 30 4.53

1 30 4.73


(3)

72

Lampiran 20. Sidik ragam uji hedonik aroma tahap formulasi

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor

Source

Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. Model 1861.156(a

) 32 58.161 82.590 .000 panelis 80.889 29 2.789 3.961 .000 sampel 2.489 2 1.244 1.767 .180 Error 40.844 58 .704

Total 1902.000 90

a R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .967)

skor

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .704.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

b Alpha = .05.

sampel N Subset

1

1 30 4.27

2 30 4.40

3 30 4.67


(4)

Lampiran 21. Sidik ragam uji hedonik rasa tahap formulasi

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

Source

Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. Model 2370.089(a

) 32 74.065 53.093 .000 panelis 69.389 29 2.393 1.715 .041 sampel .422 2 .211 .151 .860 Error 80.911 58 1.395

Total 2451.000 90

a R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .949)

skor

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1.395.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

b Alpha = .05.

sampel N Subset

1

1 30 4.97

3 30 5.07

2 30 5.13


(5)

74

Lampiran 22. Data hasil pengukuran pH minuman sari buah jambu mete

Sari buah

jambu mete

Ulangan

1

Ulangan

2

Ulangan

3

Ulangan

4

Ulangan

5

4,36 4,33 4,34 4,35 4,32

Rata-rata pH

4,34

Lampiran 23. Hasil uji statistik kadar tanin ekstrak minuman sari buah jambu mete

pada perlakuan dengan penambahan albumin

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TANIN-ALBUMIN

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .017(a) 4 .004 6.569 .032

Intercept .160 1 .160 241.986 .000

KNSNTRSI .017 4 .004 6.569 .032

Error .003 5 .001

Total .180 10

Corrected Total .021 9

a R Squared = .840 (Adjusted R Squared = .712)

TANIN-ALBUMIN

2 .071850 2 .084800

2 .134750 .134750

2 .164900 2 .175500 .063 .183 KNSNTRSI .06 .04 .02 .01 .00 Sig. Duncana,b

N 1 2

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .001. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. a.

Alpha = .05. b.


(6)

Lampiran 24. Hasil uji statistik kadar tanin ekstrak minuman sari buah jambu mete

pada perlakuan dengan penambahan tepung putih telur

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TANIN-TPT

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .008(a) 4 .002 21.000 .003

Intercept .101 1 .101 997.853 .000

KNSNTRSI .008 4 .002 21.000 .003

Error .001 5 .000

Total .110 10

Corrected Total .009 9

a R Squared = .944 (Adjusted R Squared = .899)

TANIN-TEPUNG PUTIH TELUR

2 .056600

2 .080750 .080750

2 .103500 .103500

2 .122850 .122850

2 .138100

.061 .073 .112 .189

KNSNTRSI .06 .04 .02 .01 .00 Sig. Duncana,b

N 1 2 3 4

Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = .000. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. a.

Alpha = .05. b.