5 6. Penyimpanan dingin
Penyimpanan dingin chilling storage merupakan cara penyimpanan bahan atau produk pangan dibawah suhu 15°C dan diatas titik beku
bahanproduk. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu sari buah, disamping penambahan zat-zat pengawet kimia dan
konsentrasi gula yang tinggi. Pendinginan akan menurunkan laju pertumbuhan mikroba pada bahanproduk yang disimpan. Penurunan ini
disebabkan oleh karena terjadinya denaturasi enzim dan penghambatan sintesa enzim yang dibutuhkan mikroba. Pada penyimpanan dalam suhu
ruang terjadi perubahan pada sari buah karena alkohol hasil fermentasi oleh berbagai jenis khamir. Bakteri yang sering memfermentasi gula pada sari
buah adalah : Lactobacillus pastorianus, Lactobacillus brevis, dan Leuconostoc mesenteroides
, lendir dihasilkan oleh Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis,
dan Lactobacillus plantarum. Menurut Pollard dan Timberlake 1971, suhu penyimpanan yang ideal bagi sari buah
adalah 35 sampai 40°F. Dalam pembuatan sari buah biasanya ditambahkan gula, garam dan asam.
Penambahan gula dimaksudkan untuk menambah rasa manis dan daya awet. Garam selain dapat menambah efektivitas bahan pengawet juga dapat
memperbaiki flavor.
B. TANAMAN JAMBU METE Anacardium occidentale L.
Tanaman Jambu mete Anacardium occidentale L. termasuk ke dalam
kingdom Plantae dengan genus Anacardium dan spesies Anacardium occindentale L.
Tanaman jambu mete terdiri dari beberapa varietas, tetapi hingga sekarang varietasnya belum ditentukan secara pasti. Masing-masing varietas
jambu mete tersebut dibedakan berdasarkan warna dan ukuran biji mete. Jambu mete terdiri dari dua macam bagian, yakni bagian vegetatif dan bagian generatif.
Bagian vegetatif antara lain akar, batang serta daun, serta bagian generatif yang terdiri dari bunga dan buah. Buah jambu mete terbagi atas buah semu cashew
apple dan buah sejati.
6 Bagian buah semu cashew apple sebenarnya adalah penduculus
tangkai buah yang membesar seolah-olah daging buah normal. Oleh karenanya, bagian ini lalu disebut buah semu. Panjang buah semu sekitar 4-8
cm dan lebarnya 4-6 cm. Daging buah tebal, banyak mengandung air, berserabut, berkulit tipis, dan berasa sepat. Warna buah semu yang telah masak
cukup bervariasi dan tergantung pada varietasnya yaitu mulai dari kuning, merah, orange, keputih-putihan, hingga hijau. Bobotnya 5-16 kali dari bobot
buah sejati. Komposisi kimia buah semu mete dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Semu Mete Per 100 Gram
Sumber : Saragih dan Haryadi 2003 Rasa sepat pada jambu mete disebabkan oleh kandungan senyawa
fenolat bernama tanin dengan kadar antara 0,32-0,55. Kandungan tanin pada buah semu dipengaruhi tingkat kematangan buah. Kadar tanin tertinggi terdapat
pada waktu buah masih muda dan menurun setelah tua karena adanya degradasi. Adanya tanin dalam buah dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme,
Komponen Jumlah
Air C 86,1 g
Karbohidrat 12,6 g
Protein 0,8 g Lemak
0,2 g Serat
0,6 g Abu
0,3 g Vitamin C
200,0 mg P
19,0 mg Fe
0,4 mg Vitamin B1 0,2 mg
Vitamin B2 0,2 mg
Ca 0,2 mg
Niasin 0,5 mg
Tanin 0.32
7 sehingga buah yang matang sensitif terhadap serangan mikroorganisme
Bahar, 1983.
C. TANIN
Tanin adalah kelompok senyawa fenolat dengan bobot molekul 500-3000 dan dapat bereaksi dengan protein membentuk kompleks protein-tanin yang
tidak larut pada konsentrasi dan pH tertentu. Hal ini terjadi pada kondisi bobot molekul rendah, stabilitas kompleks rendah, sedangkan pada bobot molekul
tinggi, proses penyamakan tidak efektif karena terlalu besar untuk penetrasi serat.
Tanin tidak selalu berwarna kuning atau cokelat. Asam tanat yang dapat dibeli di pasaran mempunyai BM 1,701 dan kemungkinan besar terdiri dari
sembilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa Winarno, 1992. Tanin yang terdapat dalam tumbuhan berpembuluh dapat diekstraksi pada
bagian kayu dan kulit kayu dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol.
Tanin dalam berbagai jenis tanaman memilki struktur kimia dan reaksi yang berbeda-beda tetapi memiliki sifat yang sama yaitu dapat mengendapkan gelatin
dan protein. Tanin alami larut dalam air dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan mulai dari warna terang, merah tua dan cokelat,
sehingga tiap-tiap tanin memiliki warna yang khas sesuai sumbernya. Menurut Winarno 1992, oksidasi tanin akan menghasilkan senyawa berwarna coklat
yang tidak mampu mengendapkan protein. Menurut Winarno 1992, tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin dan
asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dengan protein dalam
proses penyamakan kulit kemungkinan besar terdiri dari katekin dengan berat molekul sedang, sedangkan katekin dengan berat molekul rendah banyak
ditemukan pada buah-buahan dan sayuran. Istilah tanin yang digunakan dalam bidang pangan ada dua macam. Tipe
pertama adalah condensed tannin yang merupakan polimer dari katekin flavan- 3-ol
dan leukoantosianin flavan-3,4-diol. Bentuk kedua adalah hydrolyzable
8 tannin
, termasuk didalamnya senyawa-senyawa galotanin dan elagitanin. Senyawa tanin terkondensasi tidak dapat dihidrolisa baik oleh asam, basa
maupun enzim. Sedangkan tanin terhidrolisis terdiri dari senyawa poliester dan glikosida yang satu sama lainnya dihubungkan oleh atom O dan mudah
terhidrolisis dengan asam dan enzim. Tanin yang terkondensasi terdapat pada buah-buahan, biji-bijian dan tanaman yang dapat dimanfaatkan manusia sebagai
makanan, sedangkan tanin yang dapat dihidrolisa banyak terdapat pada kelompok tanaman bukan makanan non edible food, tetapi mempunyai
peranan penting dalam industri makanan, minuman dan obat-obatan. Rasa sepat oleh tanin disebabkan karena terbentuknya ikatan silang antara
tanin dengan protein atau glikoprotein di rongga mulut yang disertai dengan berkurangnya sekresi air liur, sehingga menimbulkan perasaan kering dan
berkerut. Berkurangnya sekresi air liur dapat disebabkan karena pengkerutan saluran pembuluh air liur atau pengendapan glikoprotein sehingga menutup
saluran pembuluh air liur. Akan tetapi belum diketahui pasti mekanisme pertama yang terjadi Bambang, 1982.
D. BAHAN PENGIKAT TANIN