18 pengenceran terhadap sari buah jambu mete, dilakukan trial error untuk
mendapatkan kisaran pengenceran yaitu pada tingkat pengenceran 1:2, 1:1 dan tanpa pengenceran. Ternyata pada tingkat pengenceran 1:1 dan tanpa
pengenceran, aroma sari buah jambu mete masih terlalu kuat dan rasa yang masih terlalu asam dan getir dibandingkan pada pengenceran 1:2. Sehingga
uji dilanjutkan dengan panelis sebanyak 30 orang dengan rentang tingkat pengenceran yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Tingkat Pengenceran Jenis flokulan
Tingkat Pengenceran Tepung Putih Telur
1:2 1:3
1:4
4. Tingkat Kemanisan
Tahap ini bertujuan memperoleh tingkat kemanisan yang paling disukai konsumen, kadar gula yang ditambahkan adalah dengan tingkat
kemanisan 10
°Brix, 11.5°Brix, dan 13°Brix. 5.
Formulasi
Formulasi dilakukan dengan penambahan beberapa bahan seperti perasan jeruk lemon 5 atau essence lemon 0.05 serta garam 0.01.
Penambahan bahan-bahan tersebut dimaksudkan untuk menyeimbangkan rasa asam yang ada sehingga lebih disukai konsumen. Penambahan
dilakukan setelah mendapatkan formula dari tahap pemilihan flokulan hingga tingkat kemanisan yang diinginkan. Formula produk yang didapat
merupakan produk akhir yang akan diuji lebih lanjut.
E. PENGAMATAN PRODUK TERPILIH
Pengamatan yang dilakukan terhadap produk akhir sari buah jambu mete meliputi 1 analisis proksimat untuk memberikan informasi nilai gizi yang
akan ditampilkan dalam nutrition fact pada label produk; 2 analisis fisik untuk memberikan informasi mengenai karakteristik fisik produk secara
spesifik; 3 analisis mikrobiologi untuk mengetahui kandungan mikroba produk sehingga selanjutnya dapat ditentukan kelayakan produk untuk
19 dikonsumsi; 4 analisis vitamin C untuk mengetahui penurunan serta
kandungan vitamin C produk akhir; serta 5 uji organoleptik untuk mengetahui formulasi terbaik dan tingkat penerimaan konsumen.
1. Kadar Air AOAC, 1995
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 100°Cselama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang
W
1
. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan W
2
. Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 106°C selama 6 jam. Cawan dipindahkan
ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang W
3
. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan.
Kadar Air berat basah = [W
2
- W
3
– W
1
] x 100 W
3
- W
1
Berat cawan gram = W
1
Berat sampel gram = W
2
Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan gram = W
3
2. Kadar Abu AOAC, 1995
Cawan disiapkan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Lalu didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Sampel 3 gram ditimbang di dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Pengabuan
dilakukan di tanur listrik pada suhu 400 – 600
o
C selama 4 – 6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Sampel beserta
cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar abu bb = Berat abu g x 100
Berat sampel kering g 3. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl Apriyantono
et al., 1989
Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan ditambahkan 1,9 + 0,1 g K
2
SO
4
, 40 + 10 mg HgO, dan 3,8 + 0,1 ml H
2
SO
4
. Batu didih ditambahkan pada labu lalu sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi
jernih. Labu beserta sampel didinginkan dengan air dingin. Isi labu dan air
20 bekas pembilasnya dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu erlenmeyer
125 ml diisi dengan 5 ml larutan H
3
BO
4
dan ditambahkan dengan empat tetes indikator, kemudian diletakkan di bawah kondensor dengan ujung
kondensor terendam dalam larutan H
3
BO
4
. Larutan NaOH-Na
2
S
2
O
3
8-10 ml ditambahkan ke dalam alat destilasi dan dilakukan destilasi sampai
diperoleh destilat sebanyak + 15 ml dalam erlenmeyer. Destilat dalam erlenmeyer tersebut kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N hingga
terjadi perubahan warna hijau menjadi biru. Jumlah N = ml HCl – ml blanko x N
HCl
x 14,007 x 100 mg sampel
Kadar Protein bb = jumlah N x faktor konversi 6,25
4. Kadar Lemak AOAC, 1995
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram kedalam gelas piala 400 ml kemudian ditambahakan air panas sebanyak 45 ml dan diaduk hingga
homogen. Kemudian, ditambahkan 45 ml HCl 25 kedalam larutan dan didihkan selama 15 menit. Labu dikeringkan dalam oven bersuhu 105
C - 110
C kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Larutan ditimbang sebanyak 5 gram dalam kertas saring dan kemudian ditutup
dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksan
dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Refluks dilakukan selama 5 jam sampai pelarut kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu
lemak didestilasi kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C.
Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak ditimbang, dan perhitungan kadar lemak dilakukan.
Kadar lemak = Berat lemak g x 100
Berat sampel kering g 5. Kadar Karbohidrat
By Difference
Kadar Karbohidrat bb = 100 - Protein + Air + Abu + Lemak
21
6. Nilai pH
Pengukuran jilai pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Pengukuran nilai pH dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap sari buah
mete.
7. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut diukur dengan refraktometer dengan kisaran pembacaan dari nol hingga 90 persen. Pengukuran total padatan terlarut
dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap contoh sari buah mete.
8. Kekentalan
Kekentalan ditentukan dengan mempergunakan alat pengukur kekentalan viscometer brookefield. Alat ini mengukur viskositas absolut.
Prinsip pengukuran yang dilakukan adalah dengan mengukur besarnya besarnya hambatan akibat kekentalan atau viskositas suatu fluida yang
dialami silinder atau piringan saat berputar dalam fluida yang diukur.
9. Uji Total Plate Count Fardiaz, 1992
Sampel sebanyak 10 ml ditambahkan 90 ml larutan pengencer. Pengenceran dibuat hingga 10
-4
. Sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam masing-masing dua cawan petri duplo
steril yang selanjutnya dituangkan media PCA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara
mendatar diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30
°C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan SPC Standard Plate Count.
Koloni per ml = Jumlah kolonicawan x 1
pengenceran
10. Uji Kapang Khamir
Contoh dengan beberapa pengenceran tertentu dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Untuk setiap pengenceran digunakan dua cawan duplo.
Kemudian ke dalam cawan tersebut dituang media APDA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan
secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi
22 agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu
30 °C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan SPC Standard Plate
Count .
Koloni per ml = Jumlah kolonicawan x 1
pengenceran
11. Pengujian Kadar Vitamin C AOAC,1999
Kadar vitamin C dihitung untuk mengetahui kadar vitamin C yang hilang selama buah jambu mete mengalami proses pengolahan maupun
penyimpanan beku. Pengurangan kadar vitamin C ini akan di tambahkan dengan asam askorbat pada proses enrichment vitamin C selanjutnya.
Kadar vitamin C ditentukan dengan cara titrasi Iod. Sebanyak 5 ml sari buah mete dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan 20
ml air destilata dan beberapa tetes larutan pati sebagai indikator. Selanjutnya sefera dititrasi dengan larutan Iod 0,01 N sampai timbul warna
biru. Tiap ml larutan Iod equivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dapat dihitung sebagai asam askorbat dengan rumus sebagai
berikut : ml Iod 0,01 N x 0,88 x P x 100
A = ------------------------------------------ ml
contoh dimana, A = mg asam askorbat per 100 ml sari buah
P = jumlah pengenceran N = normalitet
12. Uji Organoleptik
Setiap tahapan dalam pembuatan sari buah jambu mete diuji organoleptik secara hedonik yang dilakukan oleh 30 orang panelis yang
telah mendapatkan pengetahuan tentang pengenalan dengan indera sehingga dapat dikategorikan sebagai panelis semi terlatih. Uji dilakukan
dengan parameter rasa, warna, serta aroma. Skala yang digunakan dalam uji hedonik menggunakan skala 1-7. Dengan keterangan skala 1 = sangat
tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka ; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; dan 7 = sangat suka. Menurut Soekarto 1985, pengujian secara
23 organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan penilaian dengan
alat pengindera yaitu indera penglihat, pencicip, pembau, dan perasa. Melalui hasil pengujian organoleptik akan diketahui daya penerimaan
panelis terhadap produk tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Buah jambu mete yang dipilih pada pembuatan sari buah jambu mete adalah buah jambu mete dengan tingkat kematangan kira-kira 90 matang. Berdasarkan
analisis dengan penetometer, kekerasan buah jambu mete dengan kisaran kematangan 90 yaitu 9.27 mm per 5 detik per gram, dan dengan uji kromatometer
didapatkan rentang warna buah jambu mete 90 yaitu dengan nilai L = 56.45, a= + 15.41 dan b = + 38.92, dimana nilai L menunjukkan kecerahan, nilai a menunjukkan
intensitas warna merah hijau dan nilai b menunjukkan intensitas warna kuning biru. Nilai L ini akan terus menurun pada buah yang lewat matang. Pada buah jambu mete
yang terlalu matang aroma khasnya akan tidak terasa dan rasa sepat sudah hilang, sedangkan buah mete yang terlalu muda rasa sepatnya terlalu kuat dan aromanya
belum keluar, cairan saat penyaringan pun masih sangat sedikit. Sari buah yang didapat tanpa penambahan apapun, memiliki rasa yang sangat sepat dan getir serta
aroma yang sangat kuat, sehingga akan sangat mempengaruhi penerimaan. Dengan karakteristik produk yang kurang bagus tersebut, dilakukan beberapa
tahap perlakuan, yaitu tahap penambahan flokulan dengan sebelumnya menentukkan jenis flokulan yang akan digunakan, penentuan tingkat pengenceran, penentuan
tingkat kemanisan, serta tahap formulasi dengan penambahan bahan-bahan pendukung sari buah. Perbaikan tersebut dilakukan dengan perlakuan lain yang
sama.
1. Tahap Penentuan Konsentrasi Flokulan Pada Sari Buah Jambu Mete Pada tahap ini dilakukan pemilihan beberapa jenis flokulan , yaitu tepung
putih telur dan gelatin. Sebelumnya telah dilakukan uji coba pengurangan kadar tanin dengan menggunakan flokulan putih telur. Penambahan putih telur pada
konsentrasi 0.3 memberikan hasil cukup disukai dibandingkan dengan kedua konsentasi lainnya, penentuan hasil ini didasarkan pada uji organoleptik dengan
panelis yang terbatas. Untuk selanjutnya digunakan flukolan gelatin dan tepung putih telur sebagai bahan pengikat tanin yang akan diuji organoleptik oleh 16
orang panelis, hal ini diasumsikan penggunaan tepung putih telur lebih hemat dibandingkan putih telur, yang apabila dikonversikan maka 0.3 putih telur
sebanding dengan 0.03 tepung putih telur. Penambahan tepung putih telur pada